Bagaimana agar perdagangan internasional terus bisa maju di Indonesia?

Bagaimana agar perdagangan internasional terus bisa maju di Indonesia?

Perbesar

Direktur Irigasi Pertanian Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian (Kementan) Rahmanto juga mengapresiasi upaya petani yang menggunakan sela-sela tanaman sengon untuk bertanam jagung.

Angka ekspor produk pertanian Indonesia pada 2013 tercatat hanya sekitar 33,5 juta ton. Dalam tiga tahun terakhir, jumlah ekspor tersebut melonjak menjadi 36,1 juta ton dan 40,4 juta ton.

Lalu pada 2017 dan 2018 catatan ekspor produk pertanian kembali meningkat menjadi 41,3 juta ton dan 42,5 juta ton. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementan, Ketut Kariyasa mengatakan, peningkatan ini tak lepas dari berbagai program dan kebijakan terobosan yang tepat dalam mengimplementasi semua instruksi Presiden Jokowi.

"Kita patut berbangga karena ditengah lesunya ekspor Indonesia, perjalanan ekspor menunjukkan kinerja yang sangat bagus," kata Kariyasa, Senin (29/7).

Kariyasa mengatakan, jika dibandingkan pada 2013, jumlah ekspor produk pertanian di 2018 mencapai sekitar 9 juta ton atau 26,9 persen. Kata dia, selama periode tersebut, total volume ekspor mencapai 195,7 juta ton, ditambah akumulasi tambahan volume ekspor sekitar 28,3 juta ton.

"Akumulasi tambahan ini sekitar 84,5 persen dari jumlah ekspor produk pertanian tahun 2013 yang sebesar 33,5 juta ton," katanya.

Sementara itu, nilai ekspor produk pertanian Indonesia pada 2013 mencapai sebesar Rp320,9 triliun. Angka tersebut jika mengacu pada 2014 dan 2016 jumlahnya terus meningkat menjadi Rp368,4 triliun dan Rp375,5 triliun.

Nilai positif ini berlanjut pada 2017 dan 2018, dimana angkanya masing-masing Rp442,3 Triliun dan Rp415,9 Triliun.

"Jadi selama 2014-2018, total nilai ekspor produk pertanian kita mencapai Rp1.957,5 tirliun, dengan akumulasi tambahan mencapai Rp352,58 triliun. Akumulasi tersebut angkanya juga sangat bagus, yakni mencapai 109,8 persen dari nilai ekspor tahun 2013 yang hanya sebesar Rp320,9 triliun," katanya.

Adapun pada komposisi ekspor produk pertanian Indonesia saat ini masih didominasi oleh komoditas perkebunan, yang mencapai 91,4 persen dari total nilai ekspor produk pertanin Indonesia. Dengan demikian, kinerja ekspor produk pertanian Indonesia sangat ditentukan oleh kinerja produksi perkebunan saat ini.

"Makanya kami sedang meningkatkan peran penting dan strategis sektor pertanian dalam pertumbuhan ekonomi nasional dengan menyiapkan program terobosan seperti Bun500 yang di-launching oleh Bapak Mentan," katanya.

Program Bun500 sendiri adalah program penyediaan 500 juta batang benih unggul perkebunan untuk petani di seluruh Indonesia. Bantuan ini diharapkan mampu mengembalikan kejayaan rempah dan perkebunan Indonesia yang dulu pernah dicapai.

"Kami berharap melalui program ini terjadi peningkatan produktivitas perkebunan 2-3 kali dari yang sekarang. Program ini juga diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan petani, perbaikan neraca perdagangan dan akselerasi pertumbuhan ekonomi nasional," katanya.

Kariyasa menambahkan, kebijakan dan program lainya adalah memacu ekspor produk pertanian dengan mempermudah proses eskpor, perbaikan sistem layanan karantina, membangun kawasan pertanian berbasis keunggulan komparatif dan budaya, peningkatan efisiensi biaya produksi dan daya saing melalui modernisasi pertanian.

"Terakhir kami juga tetus melakukan diplomasi untuk memperluas jenis komoditas dan tujuan pasar ekspor ke negara-negara baru di belahan dunia," jelasnya. 

Bagaimana agar perdagangan internasional terus bisa maju di Indonesia?

Oleh: Dr. Zaroni, CISCP., CFMP.
Head of Consulting Division | Supply Chain Indonesia

Perdagangan antarnegara telah lama dilakukan oleh berbagai bangsa di dunia. Keunggulan komparatif menjadi salah satu motif perdagangan antarnegara atau sering dikenal perdagangan internasional. Ekspor dan impor merupakan bentuk perdagangan internasional. Banyak manfaat yang diperoleh dari perdagangan internasional ini, utamanya adalah mengangkat branding suatu negara.

Sebagai contoh, kita mengenal Korea Selatan dengan branding negara pembuat smartphone dan peralatan elektronik canggih lainnya. Branding smartphone yang disematkan ke negara Korea Selatan ini karena kita tahu negara tersebut pengekspor smartphone seperti Samsung dan LG. Dua produk smartphone yang kini banyak digunakan pengguna smartphone di seluruh dunia.

Kita juga mengenal Jepang sebagai negara dengan branding otomotif. Jepang sebagai produsen dan pengekspor terbesar otomotif dunia dengan merek mobil terkenal seperti Toyota, Honda, Mitsubishi, Suzuki, Daihatsu, dan Nissan. Selain otomotif, Jepang juga telah lama menyandang branding negara elektronik. Merek produk elektronik seperti Toshiba, Sharp, Panasonic, Sony, Sanyo, dan lain-lain telah lama menjadi brand produk peralatan elektronik rumah tangga dan perkantoran.

Indonesia dikenal dunia dengan brand Bali-nya, sebagai negara tujuan wisata menarik untuk dikunjungi para wisatawan dari berbagai mancanegara. Selain Bali, Indonesia juga dikenal sebagai negara kopi, teh, karet, dan berbagai komoditi lainnya. Zaman dulu Indonesia telah lama dikenal sebagai negara rempah-rempah karena memperdagangkan rempah-rempah ke berbagai negara terutama Eropa.

Suatu negara menyandang branding produk atau jasa tertentu karena negara tersebut mengekspor produk, jasa, atau komoditi ke negara lain dalam perdagangan internasional. Ekspor mampu menciptakan branding dan positioning suatu negara di benak bangsa-bangsa lain.

Penciptaan branding suatu negara karena perdagangan ekspor juga menghasilkan surplus perdagangan internasional atau sering kita kenal penciptaan devisa negara. Ekspor akan menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran suatu bangsa.

Dinamika Strategi Ekspor
Kementerian Koordinator Perekonomian Republik Indonesia (Kemenko Perekonomian) mencatat bahwa selama sepuluh tahun terakhir – tahun 2006 sampai dengan tahun 2016, kecenderungan nilai ekspor Indonesia terus meningkat, namun di sisi lain volume impor dunia berkembang lebih tinggi. Akibatnya, pangsa ekspor Indonesia terhadap impor dunia relatif hanya kurang dari 1%.

Sementara itu, dalam kancah perdagangan internasional di kawasan ASEAN, pangsa pasar ekspor tertinggi hampir didominasi oleh Malaysia. Pangsa ekspor Thailand dan Malaysia relatif stabil di atas 1% dari nilai perdagangan impor di dunia. Pangsa ekspor Vietnam cenderung meningkat signifikan sedangkan Indonesia cenderung fluktuatif.

Dalam komposisi ekspor Indonesia, pangsa ekspor produk manufaktur mengalami penurunan tajam dari tahun ke tahun. Pangsa ekspor migas juga mulai mengalami penurunan. Sementara itu, pangsa ekspor komoditas primer relatif stabil terbantu oleh harga komoditas yang tinggi.

Kinerja ekspor manufaktur menjadi salah satu determinan kinerja transaksi berjalan. Negara-negara yang mampu mengekspor produk-produk yang mempunyai nilai tambah tinggi akan mempunyai kinerja transaksi berjalan yang lebih baik. Partisipasi Global Value Chain (GVC) Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya.

Kemenko Perekonomian juga memberi catatan, dilihat dari volume perdagangan terjadi konsentrasi ekspor yang lebih banyak ke Tiongkok. Hal ini menciptakan ketergantungan yang lebih tinggi pada dinamika ekonomi Tiongkok.

Negara-negara tetangga terutama Vietnam memiliki tujuan ekspor yang semakin terdiversifikasi dengan pasar yang luas. Salah satunya karena banyaknya perjanjian perdagangan internasional yang dilakukan dan transportasi direct call (angkutan samudera langsung) yang memudahkan akses dan penetrasi pasar ekspor.

Banyak negara memfokuskan pada sektor tertentu untuk mendorong kinerja ekspor negaranya. Para ekonom telah lama mengingatkan bahwa dalam jangka waktu panjang, negara yang punya strategi dan fokus ekonomi yang jelas akan memiliki kemakmuran yang lebih dibandingkan dengan negara yang tidak mempunyai fokus pembangunan yang jelas.

Setiap negara harus mencari potensi keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimiliki negara masing-masing, diiringi dengan terus mengembangkan keunggulan tersebut. Jika tidak dikembangkan – demikian para ekonomi berpesan, maka negara tersebut menghadapi risiko menjadi negara yang ingin unggul di semua bidang, namun tidak tangguh atau unggul dalam satu bidang apa pun. Oleh karena itu, strategi ekonomi menjadi sangat penting sebagai blueprint dari pembangunan di semua hal.

Saat ini, Indonesia mengembangkan lima sektor industri sebagai penggerak roda perekonomian Indonesia. Kelima sektor tersebut adalah industri pertambangan minyak dan gas, agribisnis dan perikanan, industri unggulan Indonesia, industri padat karya, serta industri pariwisata dan kreatif. Pemerintah Indonesia memberi perhatian serius dan dukungan pengembangan kelima sektor tersebut untuk orientasi ekspor.

Menariknya, negara-negara yang unggul kinerja perdagangan ekspornya justru hanya memfokuskan beberapa sektor ekonomi. Jepang misalnya, industri penggerak roda perekonomiannya ditopang pada sektor industri otomotif, elektronik, dan shipping. Oleh karena itu, Jepang hanya memfokuskan strategi ekspor pada ketiga sektor tersebut.

Bahkan Thailand terang-terangan hanya memfokuskan pada pengembangan sektor pariwista dan agribisnis. Kedua sektor ini pula yang selama ini menjadi andalan Thailand dalam ekspornya.

E-commerce memiliki potensi yang sangat besar. Diperkirakan, di Indonesia jumlah orang yang berbelanja online pada tahun 2025 akan mencapai paling tidak sebesar 65 juta orang atau 22% dari total penduduk Indonesia dengan nilai perdagangan mencapai US$46 miliar. Nilai perdagangan ini meningkat pesat dari tahun 2015 yang hanya berkisar US$1,7 miliar.

Menurut Alibaba.com, sebenarnya ada sepuluh industri dan produk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang memiliki potensi untuk dikembangkan di Indonesia karena memiliki permintaan ekspor yang cukup besar di pasar global.

Potensi ekspor di Indonesia terbuka luas. Permintaan ekspor di pasar global akan produk-produk Indonesia seperti furniture, kerupuk, biskuit, lada hitam, kopi, sarang burung wallet, pakaian, kosmetik, peralatan plastik, arang, marmer, granit, tekstil, dan komponen elektronik.

Mengenai produk arang sebagai komoditi ekspor Indonesia ini, di banyak negara menjadikan arang sebagai sumber energi alternatif. Produk arang Indonesia utamanya dihasilkan dari tempurung kelapa sangat diminati konsumen Arab Saudi.

Kita tahu masyarakat Arab Saudi sangat menghargai cita rasa makanan yang diolah dengan standar proses yang tinggi dan menghindari sisa pembakaran dari bahan bakar yang berasal dari fosil. Oleh karena itu, makanan khas di daerah jazirah Arab seperti nasi kebuli, nasi bukhori, nasi briani, dan nasi madzi lebih banyak diolah dengan menggunakan pembakaran dari arang kayu, salah satunya dari Indonesia. Tidak mengherankan, berdasarkan Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) di Jeddah nilai ekspor arang satu perusahaan asal Indonesia ke Arab Saudi ada yang mencapai US$197,808.

Pengembangan usaha sektor UMKM terus dilakukan pemerintah melalui ekspansi penjualan produk UMKM ke luar negeri. Dalam meningkatkan ekspor produk UMKM, standardisasi produk yang dihasilkan usaha-usaha kecil adalah hal yang mutlak agar produknya dapat dijadikan input bahan baku bagi perusahaan global.

Dalam upaya meningkatkan ekspor Indonesia, Pemerintah telah melakukan perjanjian kerja sama perdagangan regional dan internasional, baik kerja sama bilateral maupun multirateral. Umumnya sifat kerja sama perdagangan internasional ini adalah blok pasar, perluasan pasar melalui Free Trade Agreement (FTA), dan pertukaran potensi ekonomi (Comprehensive Economic Partnership – CEP).

Selama tahun 2017, Indonesia telah melakukan perundingan kerja sama perdagangan internasional dengan berbagai negara, antara lain Jepang, Pakistan, Chile, Australia, Iran, dan Uni Eropa. Selain itu, promosi terintegrasi untuk mendorong peningkatan ekspor Indonesia telah dilakukan Pemerintah melalui Kementerian dan Lembaga antara lain Kementerian Pariwisata, Kementerian Luar Negeri, dan Kementerian Perdagangan.

23 Februari 2018

Download artikel ini:

Bagaimana agar perdagangan internasional terus bisa maju di Indonesia?
  SCI_-_Artikel_Meningkatkan_Ekspor_Indonesia_Bagian_1_dari_2_tulisan.pdf (683.6 KiB, 331 hits)

Komentar

comments