Wajib Pajak yang tidak memiliki latar belakang akuntansi akan kesulitan untuk menghitung PPh Badan. Darimana mulai belajarnya? Inilah panduan lengkap menghitung PPh Badan dan cara mengisi SPT Tahunan PPh Badan, form 1771. Show
Pajak Penghasilan
Berdasarkan Pasal 1 tersebut, terdapat 3 hal dasar pengenaan PPh yang harus dipahami terlebih dahulu. Ini berlaku juga untuk PPh Badan. Ketiganya yaitu:
Salah satu karakteristik pajak penghasilan adalah sebagai pajak subjektif. Sebelum menghitung objek pajak, harus dipastikan dulu status subjek pajak. Karena itu, pajak penghasilan mengatur subjek pajak dalam negeri, subjek pajak luar negeri. Masing-masing memiliki perlakuan pajak penghasilan yang berbeda. Selanjutnya penghasilan. Setelah subjek pajak statusnya jelas, selanjutnya identifikasi objek pajak yang akan dikenakan. Objek pajak PPh jelas penghasilan. Secara umum, penghasilan yang dikenai pajak adalah penghasilan neto. Karena itu, jika subjek pajak mengalami kerugian, maka tidak ada pajak penghasilan. Terakhir, pajak penghasilan terutang pada akhir periode tahunan. Jika perusahaan menggunakan pembukuan sesuai dengan bulan kalender, maka akhir periode adalah 31 Desember. Keadaan sebenarnya pada tanggal 31 Desember menentukan pajak terutang. Bisa jadi belum genap 12 bulan sampai 31 Desember, tetapi tetap harus dihitung PPh Badan terutang. Contoh: perusahaan berdiri pada bulan September 2020. Pada 31 Desember baru berjalan 4 bulan. Maka PPh terutang tetap dihitung untuk penghasilan neto 4 bulan tersebut. Jika wajib pajak ingin mengambil periode pembukuan tidak sesuai kalender, misalnya periode April – Maret, maka wajib pajak harus memberitahukan kantor pajak. Subjek pajak diatur di Pasal 2 Undang-Undang PPh. Khusus subjek pajak dalam negeri, diatur di Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang PPh. Begini aturannya: Subjek pajak dalam negeri adalah : b. badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
c. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak. Warisan yang belum terbagi adalah pengganti subjek pajak orang pribadi yang sudah meninggal. Orangnya sudah meninggal tetapi warisannya masih menghasilkan, ada objek pajak. Contoh warisan misalnya pabrik tekstil. Karena pajak penghasilan pajak subjektif, harus ada subjek pajaknya. Supaya dapat dikenai pajak penghasilan, maka si pabrik itu sendiri dijadikan subjek pajak. Pabrik tidak akan jadi subjek pajak lagi jika warisan tersebut sudah dibagi ke ahli waris.
Jika membaca definisi badan di Undang-Undang KUP, subjek pajak badan konkretnya selain orang pribadi. Badan Dalam NegeriSemua bentuk badan hukum yang didirikan berdasarkan undang-undang Indonesia merupakan subjek pajak dalam negeri badan. Undang-undang PPh menyebutnya “badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia”. Instansi yang berwenang menetapkan badan hukum di Indonesia adalah Kementerian Hukum dan HAM. Artinya, semua badan hukum yang terdaftar di Kementerian Hukum dan Ham merupakan subjek pajak dalam negeri badan. Tidak peduli siapa pemilik badan hukum tersebut. Logisnya, sepanjang badan hukum tersebut legal, maka masuk dalam pengertian subjek pajak dalam negeri badan. Pengecualian badan sebagai subjek pajak hanya berlaku untuk lembaga pemerintah. Undang-undang PPh sudah memberikan batasan lembaga pemerintah, yaitu:
Lembaga pemerintah yang bukan subjek pajak adalah lembaga pemerintah yang operasionalnya dibiayai dari APBN atau APBD. Dan atas penggunaan APBN atau APBD tersebut dilakukan audit oleh Inspektoran Jenderal atau Inspektorat Daerah, dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kenapa lembaga pemerintah dikecualikan dari subjek pajak? Karena pemerintah adalah pihak yang memungut pajak. Jika pemerintah dijadikan subjek pajak maka pemerintah akan memungut pajak atas dirinya sendiri. Pemerintah sebagai “orang” memungut pajak atas penghasilan “orang lain”. Pajak adalah aliran dana dari sektor privat ke sektor publik. Beberapa paragrap di atas disalin dari Subjek Pajak Dalam Negeri Menurut PPh Bentuk Usaha TetapBentuk Usaha Tetap atau BUT merupakan kendaraan bagi subjek pajak luar negeri untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia. Maksud kendaraan subjek pajak luar negeri yaitu BUT sebagai sarana untuk mendapatkan active income. Lebih lanjut tentang BUT bisa dibaca di tulisan BUT : Subjek Pajak Luar Negeri Tapi Diperlakukan Sebagai Subjek Pajak Dalam Negeri Subjek pajak luar negeri yang menerima penghasilan dari Indonesia terbagi 2 perlakuan perpajakan.
Walaupun tidak tepat, untuk memudahkan memahami, anggap saja BUT adalah subjek pajak luar negeri yang memiliki usaha di Indonesia dan mendapatkan active income dari Indonesia. Sedangkan selain BUT (no 2 diatas) adalah subjek pajak luar negeri yang memperoleh penghasilan dari Indonesia tetapi subjek pajak tidak dapat di-BUT-kan. No 2 ini pengenaan pajaknya masuk di Pasal 26 Undang-Undang PPh. Karena itu penting memahami karakteristik BUT.
Jadi, BUT menurut ketentuan domestik:
Perbedaan BUT dan Anak PerusahaanBerdasarkan pengalaman bertanya ke Wajib Pajak, banyak yang masih belum tahu perbedaan antara BUT dan anak perusahaan. Mereka bilang, kita cabang dari perusahaan XYZ di luar negeri. Padahal yang dimaksud anak perusahaan. Padahal terdapat banyak perbedaan perlakuan perpajakan antara BUT dan anak perusahaan. Terutama dari sisi perlakuan biaya BUT. Silakan cek tabel berikut: Pemahaman saya, terdapat makna antar BUT menurut Undang-Undang PPh dan P3B. BUT di Undnag-Undang PPh bermakna subjek pajak. Sedangkan BUT di P3B bermakna hak pemajakan. Selain pemerintah, ada 3 golongan bukan subjek pajak, yaitu:
Ada dua syarat organisasi internasional statusnya bukan subjek pajak:
Daftar organisasi internasional yang bukan subjek pajak ditentukan oleh Peraturan Menteri Keuangan nomor 156/PMK.010/2015. Daftarnya ada di sini Objek Pajak
Berdasarkan definisi penghasilan diatas, kita bisa mengetahui bahwa penghasilan memiliki 5 yaitu:
Setiap tambahan kemampuan untuk menguasai barang dan jasa yang didapat oleh Wajib Pajak dalam tahun pajak yang berkenaan. Maksud “tambahan” disini adalah jumlah neto, yaitu jumlah penerimaan atau perolehan bruto dikurangi dengan biaya mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan itu. Tetapi dalam penghitungan penghasilan neto, UU PPh mengharuskan mencatat secara bruto, yaitu dengan mencatatkan semua biaya dan penghasilan. Contoh pelaporan capital gain atas penjualan aktiva, semua hasil penjualan laporkan dan biaya-biaya termasuk penyusutan dicatat sebagai pengurang. Tambahan Kemampuan EkonomisMaksudnya adalah hanya kepada tambahan kemampuan ekonomis yang telah menjadi realisasi. Pengertian realisasi dalam hal ini mengambil alih konsep akuntansi, yaitu penghasilan yang telah dapat dibukukan, baik dengan memakai cash basis maupun dengan memakai accrual basis. Realisasi juga dapat mengacu pada peristiwa hukum atau taxable event. Contoh, tanah dan rumah yang kita diami setiap tahun nilainya naik, minimal harga tanahnya yang naik. Tapi karena belum ada taxable event, maka tidak dikenai PPh setiap tahun. Tanah tersebut dikenakan PPh jika dijual atau dialihkan kepada orang lain. Tentang taxable event bisa dibaca di Taxable Event Sebagai Syarat Pengakuan Penghasilan Berasal Dari Indonesia Maupun Dari Luar IndonesiaBagi subjek pajak dalam negeri, kewajiban pajak objektifnya adalah world wide income. Saya kutip ulang bunyi sebagian Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang PPh: Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun Penghasilan yang dikenakan PPh meliputi seluruh penghasilan yang didapat dari mana pun juga, baik yang berasal dari sumber-sumber di Indonesia maupun dari sumber-sumber di luar Indonesia. Semua penghasilan wajib hukumnya dilaporkan. Berbeda dengan subjek pajak luar negeri yang memiliki kewajiban pajak objektifnya terbatas hanya yang diatur dalam Pasal 26 Undang-Undang PPh. Undang-Undang Cipta Kerja memang sudah memberi pengecualian penghasilan dari luar negeri sebagai objek pajak. Tetapi pengecualian ini dengan syarat. Artinya, jika syarat tidak terpenuhi, maka penghasilan dari luar negeri tersebut tetap dikenai pajak penghasilan di Indonesia. Dapat Dipakai Untuk Konsumsi atau Menambah KekayaanUnsur yang keempat ini merupakan cara menghitung atau mengukur besarnya penghasilan yang dikenakan pajak. Objek PPh sebagai hasil penjumlahan seluruh pengeluaran untuk kebutuhan konsumsi dan sisanya yang ditabung menjadi kekayaan Wajib Pajak, termasuk yang dipakai membeli harta sebagai investasi. Ini sebenarnya penerapan rumus: Y = C + S untuk keperluan perpajakan. Ini lazim disebut metode penghitungan Penghasilan Kena Pajak berdasarkan pemakaian penghasilan, expenditure atau penggunaan penghasilan. Penghasilan yang dipakai membeli harta menjadi dasar pengenaan pengampunan pajak (tax amnesty) berdasarkan Undang-Undang Pengampunan Pajak. Tax Amnesty tahun 2016 dan 2017 dikenakan terhadap harta yang masih dimiliki per 31 Desember 2015 dan tidak dilaporkan di SPT Tahunan. Dasar pemikirannya, atas harta yang belum dilaporkan tersebut atas penghasilannya (dianggap) belum bayar PPh. Begitu juga dengan Program Pengungkapan Sukarela, yang dikenai pajak penghasilan adalah harta yang ada pada tanggal 31 Desember 2020 tetapi belum dilaporkan. Yakni harta yang diperoleh dari tahun 2016 sampai dengan 2020.
Dengan Nama dan Dalam Bentuk ApapunIni adalah penerapan prinsip the Substance-Over-Form Principle, yang berarti bahwa hakekat ekonomis adalah lebih penting daripada bentuk formal yang dipakai. Dalam penentuan ada tidaknya penghasilan yang dikenakan pajak dan kalau ada berapa besarnya penghasilan itu, maka yang menentukan bukan nama yang diberikan oleh Wajib Pajak dan juga bukan bergantung kepada bentuk yuridis yang dipakai oleh Wajib Pajak melainkan yang paling menentukan adalah hakekat ekonomis yang sebenarnya. Prinsip ini sangat penting untuk diingat terutama jika kita mau memahami jenis penghasilan. Seringkali nama yang dipergunakan tidak mencermintkan hakikat yang sebenarnya. Sengaja menggunakan istilan tertentu untuk mendapatkat insentif PPh. Jika kita tidak memahami substansi permasalahan, tentu akan terkecoh. Umum, Final, Dikecualikan Dari ObjekPasal 4 Undang-Undang PPh membagi penghasilan menjadi 3, yaitu:
Penggolongan ini membedakan perlakukan perpajakan. Membedakan cara atau metode perhitungan. Penghasilan umum dikenai tarif Pasal 17 Undang-Undang PPh setelah dihitung penghasilan neto. Penghasilan bruto digunggung dari semua penghasilan. Digunggung maksudnya dijumlahkan semuanya. Setelah semua terkumpul baru dikurangi dengan biaya fiskal. PPh Final merupakan penyederhanaan cara atau metode penghitungan PPh. Penyederhanaan karena Wajib Pajak tidak perlu membuat laporang keuangan untuk menghitung PPh terutang. Walaupun Undang-Undang KUP mewajibkan pembukuan, data yang diperlukan cukup data penghasilan bruto saja. Berapapun nominal penghasilan brutonya, tinggal dikalikan dengan tarif tersebut. Sedangkan dikecualikan dari objek artinya tidak dikenai PPh. Berapapun jumlah penghasilannya, pajaknya tetap nihil. Penghasilan UmumPasal 4 ayat (1) Undang-Undang PPh mengatur definisi penghasilan. Selain mengatur definisi, Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang PPh juga memberikan contoh-contoh penghasilan yang dikenai PPh umum. Berikut ini merupakan contoh. Walaupun demikian, penghasilan tidak terbatas pada yang disebutkan di Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang PPh.
Penghasilan Yang Dikenai PPh FinalSecara ringkas, jenis-jenis penghasilan yang dikenai PPh final sebagai berikut:
Pembahasan lebih lanjut terkait jenis penghasilan yang dikenai PPh Final dapat dilihat di Penghasilan-Penghasilan Yang Dikenai PPh Final. Selain yang dikenai PPh Final, terdapat juga jenis perusahaan yang cara menghitung PPh Badan terutang menggunakan norma khusus. Berikut jenis perusahaan yang menggunakan Norma Penghitungan Khusus:
Penghasilan Yang Dikecualikan Dari Objek PPhBerikut ini merupakan penghasilan tetapi Undang-undang PPh mengecualikan sebagai objek pajak, yaitu
Dividen dan penghasilan lain yang dikecualikan sebagai objek pajak, dibagi dua:
Persyaratan dividen yang diterima dari PT yang dikecualikan :
Persyaratan dividen dan penghasilan lain dari Luar Negeri yang dikecualikan:
Pembahasan lebih lanjut terkait jenis penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak dapat dilihat di artikel Penghasilan Yang Dikecualikan Dari Objek Pajak Penghasilan. Objek Pajak dan Kecualian Setelah Omnibus LawAda beberapa objek pajak yang sebelumnya masuk penghasilan umum, setelah adanya Omnibus Law berubaha menjadi penghasilan yang dikecualikan. Intisarinya begini:
Pembahasan lebih lengkap bisa dibaca di Omnibus Law Klaster Pajak Biaya Yang Boleh dan Yang Tidak BolehBiaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto biasa disebut biaya fiskal, atau deductible expenses. Sedangkan biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto sering disebut non-deductible expenses. Biaya Yang Boleh Menjadi PengurangPasal 6 Undang-undang Pajak Penghasilan mengatur biaya pengurang penghasilan bruto. Tetapi beberapa jenis biaya diatur tersendiri seperti di Pasal 5 untuk BUT, di Pasal 11 dan 11A untuk penyusutan dan amortisasi. Pasal 6 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan mengatur kaidah umum bolehnya biaya dikurangkan dari penghasilan bruto:
Lebih lanjut tentang biaya yang boleh menjadi pengurang penghasilan burot bisa dilihat di Biaya Yang Boleh Mengurangi Penghasilan Bruto Menurut Pajak Penghasilan. Contoh biaya-biaya yang boleh menjadi pengurang penghasilan bruto setelah Undang-Undang HPP sebagai berikut:
Biaya Yang Tidak Boleh Menjadi PengurangSecara naluriah, pengusaha akan memperkecil pajak. Salah satu cara memperkecil pajak terutang adalah dengan memperbesar biaya supaya penghasilan neto kecil. Karena itu, Undang-undang PPh mengatur biaya-biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto walaupun biaya tersebut benar-benar ada. Tujuan pengaturan ini supaya laba bersih usaha wajar. Pasal 9 Undang-undang PPh mengatur pengeluaran-pengeluaran perusahaan yang tidak boleh dibebankan sebagai biaya secara fiskal. Walaupun secara komersial (diantaranya) diperbolehkan. Lebih lanjut tentang biaya-biaya yang tidak boleh menjadi pengurang penghasilan bruto dapat dilihat di Biaya Yang Tidak Boleh Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto Berikut ini adalah pengaturan di Pasal 9 Undang-Undang PPh setelah Undang-Undang HPP:
Cara Menghitungan Penyusutan FiskalTerdapat beberapa perbedaan aturan penghitungan penyusutan menurut akuntansi dan menurut Undang-Undang PPh (fiskal). Secara ringkas, perbedaan tersebut yaitu:
Cara menghitung penyusutan fiskal lebih lanjut dapat dilihat di Cara Menghitung Penyusutan Fiskal Setelah Undang-Undang HPP, harta yang memiliki masa manfaat lebih dari 20 tahun dapat menggunakan metode penyusutan berdasarkan standar akuntansi atau menggunakan metode yang diatur di Pasal 11 dan Pasal 11A tetapi masa manfaat sesuai masa manfaat sebenarnya. Tidak lagi mengacu ke Peraturan Menteri Keuangan nomor 96/PMK.03/2009 Debt To Equity RatioPajak membatasi jumlah biaya pinjaman yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Ketentuan ini disebut debt to equity ratio (DER). Lebih lanjut tentang penghitungan DER dapat dilihat di Ketentuan Debt Equity Ratio Menurut Pajak Walaupun demikian, terdapat 3 alasan kenapa biaya pinjaman (biaya bunga) dapat dikoreksi. Ketiganya bisa dilihat di gambar berikut: Kredit Pajak Luar NegeriPajak-pajak yang kita bayar di luar negeri dapat kita manfaatkan sebagai kredit pajak. Hal ini diatur di Pasal 24 Undnag-Undang PPh sehingga disebut PPh Pasal 24. Peraturan terbaru tentang kredit pajak luar negeri diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor 192/PMK.03/2018. Pada prinsip Indonesia mengatur per country limitation. Besarnya PPh Luar Negeri yang dapat dikreditkan ditentukan berdasarkan jumlah yang paling sedikit di antara:
Lebih lanjut tentang kredit pajak luar negeri dapat dilihat di Cara Menghitung Kredit Pajak Luar Negeri Cicilan Dimuka Pembayaran PajakSeperti disampaikan diatas, bahwa pada dasarnya PPh Badan itu terutang pada akhir periode akuntansi. Dalam hal periode akuntansi menggunakan kalender, maka saat terutang PPh badan adalah 31 Desember. Namun demikian, setiap bulan kita diminta atau diwajibkan untuk membayar PPh yang belum terutang. Ini namanya PPh Pasal 25. PPh ini dihitung berdasarkan jumlah terutang PPh Badan SPT 1771 yang terakhir disampaikan. Lebih lanjut tentang cara menghitung PPH Pasal 25 dapat dilihat di Cara Menghitung PPh Pasal 25 Dua Hukum Yang Sering DilupakanSPT Tahunan PPH disebut form 1771. Dalam bentuk pdf, format SPT 1771 sebagai berikut: Dan petunjuk pengisian SPT Tahunan PPh Badan dapat diunduh di sini: Semua penghasilan, baik penghasilan yang dikenakan tarif Pasal 17, maupun penghasilan yang dihitung menggunakan tarif final, dan penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak wajib hukumnya dilaporkan di form 1771. Sedangkan biaya-biaya fiskal, walaupun menurut ketentuan boleh dikurangkan dari penghasilan bruto, dan pajak-pajak yang sudah dibayar, baik yang dipotong oleh pihak lain maupun yang kita bayar sendiri, hukumnya dapat dilaporkan. Jadi ini pilihan dari sisi Wajib Pajak. Dalam hal terdapat bukti potong PPh Pasal 23 yang belum dilaporkan di SPT 1771, sepanjang penghasilan dari bukti potong tersebut sudah dilaporkan, maka itu tidak mengapa. Boleh. Sudah Lapor Tetapi Dianggap Tidak LaporPasal 3 ayat (7) Undang-undang KUP mengatur 4 hal yang menyebabkan SPT dianggap tidak disampaikan, yaitu :
Lebih lengkap tentang hal ini dapat dilihat di 4 Hal Yang Menyebabkan SPT Dianggap Tidak Disampaikan eForm PDFTeknologi pelaporan SPT melalui DJP Online setiap tahun selalu ditingkatkan. Tidak heran jika tiap tahun ada “cara baru” lapor SPT. Namun, ke depan format PDF yang dimodifikasi menjadi e-form akan menjadi trend. Seperti mulai tahun 2022, SPT Masa unifikasi juga menggunakan pdf. Tutorial mengisi SPT Tahunan PPh Badan 1771 dengan menggunakan eform dapat dilihat di sini: Konsultan PajakSekarang, setiap orang bisa belajar pajak. Namun bagi sebagian pebisnis, mungkin tidak memiliki kemewahan waktu untuk belajar pajak. Perlu solusi cepat bagaimana mana membuat SPT Tahunan. Saran terbaik tentu saja memanfaatkan jasa konsultan pajak untuk membuat SPT Tahunan. Bahkan bukan cuma SPT Tahunan, bisa juga SPT Masa. Bagi anda yang ingin fokus ke bisnis, dan menyerahkan urusan pajak ke profesional, silakan isi form berikut:
Apakah saya perlu melaporkan TP Doc? Apakah jika menggunakan PPh UMKM dengan tari 0,5% tetap wajib lapor? Apakah biaya entertainment boleh dibiayakan? JIka terdapat kesalahan, apakah saya dapat menghapus SPT Tahunan?
Semua SPT yang sudah disampaikan oleh Wajib Pajak tidak dapat dihapus di sistem database pajak. Tetapi, wajib pajak dapat melakukan pembetulan SPT. Tidak ada batasan berapa kali satu SPT dibetulkan. Boleh berkali-kali. Ada juga yang sampai lebih dari 4 kali pembetulan. Semua jenis SPT dapat dibetulkan berkali-kali. Lebih lanjut tentang pembetulan dapat dilihat di Pembetulan SPT |