Apakah penghasilan yang sudah dipotong pajak di luar negeri juga dipotong pajak di Indonesia

Anda sering bekerja di luar negeri? Pastikan Anda tahu persis kewajiban pajak Anda.

 “Rumput tetangga lebih hijau daripada rumput sendiri.” Pepatah itu agaknya tepat untuk menggambarkan banyaknya warga negara Indonesia (WNI) mencari penghasilan baik melalui pekerjaan atau usaha di negeri orang.

Menurut data yang dirilis Bank Dunia 2017, hampir sembilan juta WNI mencari pekerjaan di luar negeri, setara dengan 7 persen angkatan kerja di Indonesia. Salah satu alasannya, penghasilan di negeri orang bisa enam kali penghasilan di dalam negeri.

Nah “Taxclopedia” kali ini mencoba mengupas aspek perpajakan bagi WNI yang bekerja di luar negeri dari beberapa sisi. Misalnya, bila ada WNI dalam satu tahun kalender bolak-balik luar negeri–Indonesia, atau ada WNI yang memutuskan untuk tidak kembali ke Indonesia selamanya atau WNI yang memiliki penghasilan ganda, baik di luar negeri maupun di Indonesia. Akan dibahas juga beberapa kemungkinan kasus lainnya yang terjadi pada WNI yang bekerja atau memiliki penghasilan di luar negeri.

Sebelum bicara tentang hal itu, penulis akan mengajak pembaca untuk melihat ketentuan atau aturan yang terkait mengenai status WNI yang bekerja di luar negeri. Ketentuan atau aturan itu ada dalam Pasal 2 Ayat 3 dan 4 UU Pajak Penghasilan mengenai pembagian subjek pajak, yang isinya sebagai berikut:

(3) Subjek pajak dalam negeri adalah:

a.  Orang Pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, Orang Pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;

b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:

  1. pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;

2. pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja   Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;

3. Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau      Pemerintah Daerah; dan

4.  pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara; dan

c. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.

(4) Subjek pajak luar negeri adalah:

a. Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, Orang Pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; dan

b.  Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, Orang Pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Secara ringkas, subjek pajak dalam negeri (SPDN) dan luar negeri (SPLN) untuk WNI adalah Orang Pribadi yang tinggal di Indonesia, yang apabila masa tinggalnya di Indonesia dalam satu tahun kalender (12 bulan) lebih dari 183 hari (kurang lebih 6 bulan) maka dianggap subjek pajak dalam negeri. Namun, apabila tinggal di Indonesia dalam satu tahun kalender kurang dari 183 hari maka dianggap subjek pajak luar negeri. Implikasi dari pemberian batas waktu masa tinggal di Indonesia adalah dampak penghasilan yang diperoleh seorang SPDN atau SPLN terhadap kewajiban perpajakan di Indonesia.

Perbedaan antara SPDN dan SPLN dari sisi penghasilan yang diterima dapat dilihat dari tabal berikut:

Status Subjek Pajak Orang Pribadi WNI Sumber Penghasilan dari luar Indonesia Sumber Penghasilan dari Indonesia
SPLN Tidak dikenai Pajak Penghasilan di Indonesia. Dikenai Pajak Penghasilan  sesuai ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku.
SPDN Dikenai Pajak Penghasilan sesuai ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku. Dikenai Pajak Penghasilan sesuai ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku.

Ditegaskan dalam Peraturan Dirjen No.2/PJ/2009 bahwa penghasilan yang diterima atau diperoleh pekerja itu sehubungan dengan pekerjaannya di luar negeri, tidak dikenakan PPh di Indonesia.

Para pekerja di luar negeri tidak dikenakan PPh di Indonesia jika memenuhi syarat sebagai berikut:

  1. WNI bekerja di luar negeri
  2. Lebih dari 183 hari dalam 12 bulan.
  3. Memperoleh penghasilan hanya dari luar negeri saja.
  4. Telah dikenakan dan membayarkan pajak di luar negeri
  5. Tidak memperoleh penghasilan dari dalam negeri

Jika semua syarat di atas sudah dipenuhi oleh Wajib Pajak, selain tidak dikenakan PPh di Indonesia, kewajiban penyampaian SPT Tahunan pun tidak ada.

Orang Pribadi WNI dianggap tidak bertempat tinggal di Indonesia dan bertempat tinggal tetap di luar negeri apabila bisa menunjukkan salah satu dokumen tanda pengenal resmi yang masih berlaku sebagai penduduk di luar negeri, yaitu:

  1. Green Card,
  2. identity card,
  3. student card,
  4. pengesahan alamat di luar negeri pada paspor oleh Kantor Perwakilan Republik Indonesia diluar negeri,
  5. surat keterangan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia atau Kantor Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, atau
  6. tertulis resmi di paspor oleh Kantor Imigrasi negara setempat.

Apabila Orang Pribadi WNI tersebut tidak memiliki atau tidak dapat menunjukkan salah satu dokumen tanda pengenal resmi yang masih berlaku sebagai penduduk di luar negeri sebagaimana dimaksud di atas, maka status subjek pajak Orang Pribadi WNI tersebut tetap SPDN.

Setelah penjelasan dan pemaparan di atas sekarang saatnya melihat kemungkinan kasus yang terjadi di masyarakat terkait Orang Pribadi (WNI) yang bekerja di luar negeri.

Kasus I:

Budi warga kota Surabaya, rutin dan tertib melaporkan SPT Tahunannya sampai dengan tahun 2017. Tahun 2017 Budi mendapatkan kontrak kerja sebagai tenaga ahli di Singapura, tepatnya pada September 2017—Desember 2017. Praktis Budi tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari (6 bulan), tetapi juga mendapatkan penghasilan dari Singapura. Bagaimana perlakuan perpajakan Budi, dan apabila Budi telah dipotong pajak atas penghasilan di Singapura bagaimana perlakuannya di Indonesia?

Jawaban:

Sesuai Pasal 2 ayat (3) huruf a UU PPh, subjek pajak dalam negeri adalah:

  1. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesialebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;

Sesuai dengan kondisi yang disampaikan di atas, pada tahun pajak 2017, Budi masih merupakan Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN) dengan terikat dengan hak dan kewajiban perpajakan yang berlaku di Indonesia, antara lain membayar dan melaporkan SPT PPh Orang Pribadi.

Sesuai Pasal 24 ayat (1) UU PPh:

(1) Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan Undang-Undang ini dalam tahun pajak yang sama.

Berdasarkan ketentuan itu, Budi diberikan hak untuk mengkreditkan PPh yang Budi bayar (dipotong) di Singapura. Dengan demikian, Budi terhindar dari Pajak Berganda. Dengan kata lain, PPh yang Budi bayar di Singapura diperhitungkan sebagai pengurang atas pembayaran PPh yang  terutang di Indonesia—sepanjang sesuai dengan penghitungan yang diatur pada Pasal 24 UU PPh, yakni sesuai pasal 24 ayat 2 UU PPh:

Besarnya kredit pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang ini.

Kasus II:

Tahun 2018 Budi tinggal dan memperoleh penghasilan di Singapura dari bulan Januari—Agustus 2018 atau lebih dari 183 hari berada di luar Indonesia. Kemudian, pada September 2018—Desember 2018 kembali ke Indonesia. Bagaimana perlakuan pajak atas penghasilan yang diterima Budi?

Jawaban:

Sesuai Pasal 1 dan 2 PER-02/PJ/2009:
1. Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan Pekerja Indonesia di Luar Negeri adalah orang pribadi Warga Negara Indonesia yang bekerja di luar negeri lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan.
2. Pekerja Indonesia di Luar Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 merupakan Subjek Pajak Luar Negeri.

Sehingga, sejak Budi berada di Luar Negeri lebih lama dari 183 hari sampai dengan sebelum kembali ke Indonesia, Budi merupakan SPLN yang tidak memiliki hak dan kewajiban perpajakan di Indonesia.

Namun, sejak saat kembali ke Indonesia (setelah kontrak habis), Budi sudah memenuhi kriteria “mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia” sehingga sesuai Pasal 2 Ayat (3) huruf a UU PPh, status Budi berubah menjadi SPDN dan terikat dengan hak dan kewajiban perpajakan di Indonesia.

Dengan kata lain, kasus kedua ini sering terjadi pada WNI yang bekerja di luar negeri, yaitu setelah selesai kontrak akan tinggal kembali ke Indonesia menunjukkan sebenarnya WNI adalah SPDN, sehingga terikat dengan kewajiban pemenuhan perpajakan kecuali dia memutuskan untuk meninggalkan Indonesia selama-lamanya.

Contoh ini bisa diterapkan pula pada WNI yang tinggal di luar negeri dan memperoleh penghasilan di sana lebih dari satu tahun kalender. Maka, selama jumlah tahun itu dia tinggal dan memperoleh penghasilan di LN sesuai PER-02/2009 tidak dikenakan kewajiban pajak di Indonesia termasuk laporan SPT Tahunan Pribadinya. Hingga dia kembali pulang ke Indonesia maka berubah kembali statusnya menjadi SPDN dan dikenai kembali kewajiban perpajakan yang berlaku di Indonesia.

BOKS

Dasar Hukum

  • Undang-Undang No. 7 tahun 1983 jo. No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
  • Peraturan Dirjen Pajak No. 20/PJ/2013 jo. No. 2/PJ/2018 tentang Tata Cara Pendaftaran dan
    Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, Pelaporan Usaha dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, serta Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak
  • Peraturan Dirjen Pajak No. 2/PJ/2009 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Bagi Pekerja Indonesia di Luar Negeri