Apakah dampak pemanasan global terhadap es di kutub

Laporan tentang dampak perubahan iklim atas lautan, gletser dan lapisan es lainnya mengatakan, kinilah waktunya untuk bertindak. Laporan terbaru IPCC itu mengatakan, mencairnya lapisan es di Kutub Utara dan Selatan akan meningkatkan permukaan laut lebih dari satu meter menjelang tahun 2100. Ini adalah Lima kali lebih cepat dari yang diperkirakan.

Laporan itu juga memperkirakan berkurangnya kehidupan di lautan, keringnya sungai-sungai dan meningkatnya badai serta angin ribut yang menghantam kawasan-kawasan pantai. Juga diperkirakan sejumlah negara kepulauan akan tenggelam dan tidak bisa dihuni lagi.

Laporan itu membahas dampak perubahan iklim yang disebabkan manusia atas gletser, padang tundra dan lautan.

Kata Ko Barret, wakil ketua IPCC, “Laporan itu mencatat bagaimana lautan berfungsi seperti spons, yang menyerap gas karbon dioksida dan panas, untuk mengatur suhu bumi. Tapi lautan tidak akan bisa terus melakukan hal itu.”

Ko Barret mengatakan hal itu bersama sejumlah rekannya dalam pertemuan di Monaco.

“Secara keseluruhan, perubahan-perubahan ini menunjukkan bagaimana lautan dan kawasan yang diliputi es telah menyerap panas yang disebabkan oleh perubahan iklim sejak puluhan tahun. Dampak yang ditimbulkannya bagi alam dan kehidupan manusia akan sangat luas dan parah,” tambahnya.

Ini adalah laporan IPCC yang ketiga dalam satu tahun tentang dampak perubahan iklim. Jutaan orang diseluruh dunia minggu lalu mengadakan aksi mogok untuk memprotes pemanasan bumi dan menuntut diambilnya tindakan segera. Konperensi puncak PBB tentang iklim yang diadakan di New York minggu ini dikecam oleh banyak orang sebagai omong kosong.

Pakar iklim Hans-Otto Porter, salah satu penulis laporan itu mengatakan, dalam sejumlah kasus, kerusakan lingkungan itu tidak bisa diperbaiki lagi.

Tapi, kata pakar iklim Perancis Valerie Masson Delmotte, masih ada harapan, dan kalau semua orang mau bertindak, kerusakan lingkungan itu masih bisa diperbaiki.

Untuk itu, kata pakar lainnya, harus diambil tindakan cepat pada tingkat global untuk mempertahankan kenaikan suhu di bawah dua derajat Celsius. Dari Washington, saya Isa Ismail. (ii/em)

Pemanasan global memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap perubahan banyak hal di lingkungan. Kenaikan permukaan laut adalah salah satu dampak paling buruk dari tingginya tingkat pencairan es di kutub dalam beberapa dekade terakhir, yang diakibatkan oleh fenomena pemanasan global. Pemanasan global terjadi akibat adanya peningkatan kadar gas rumah kaca di lapisan troposfer (biosfer) seperti karbon dioksida (CO2), uap air, metana, nitrous oxide, halocarbon dan lainnya, yang menyebabkan peningkatan rata-rata temperatur global di permukaan bumi, baik daratan, lautan  maupun udara biosfer.

Dari keseluruhan gas penyusun rumah kaca, konsentrasi gas karbon dioksida (CO2) di atmosfer merupakan faktor pendorong utama dibalik meningkatnya ancaman pemanasan global tersebut. Peningkatan karbon dioksida (CO2) ini, telah menyumbang sekitar 72% dari efek rumah kaca hingga saat ini, sedangkan gas rumah kaca (greenhouse gases)lain seperti metana hanya menyumbang sekitar 21% dan nitrous oxide sekitar 7%. Akar penyebab tingginya kenaikan konsentrasi gas karbon dioksida (CO2) tersebut adalah adanya faktor anthropogenic atau aktivitas manusia.

Peningkatan emisi gas karbon dioksida (CO2) akibat faktor anthropogenic tersebut, semakin diperparah oleh adanya perubahan fungsi lahan, yang mengakibatkan semakin berkurangnya daerah hijau khususnya hutan. FAO mencatat bahwa antara tahun 1990 dan 2005, total kawasan hutan menurun pada tingkat tahunan sebesar 0.24% dan stok karbon per hektar dalam biomassa hutan telah menurun pada tingkat 0.02%. Perusakan hutan yang parah ini telah berkontribusi secara signifikan terhadap peningkatan gas karbon dioksida (CO2) di atmosfer yang tidak dapat ditoleransi lagi. Jika peningkatan ini terus berlanjut tanpa terkontrol, maka ancaman pemanasan global yang semakin besar tidak akan dapat dihindari lagi. Hal ini akan berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap ekosistem kutub.

Efek rumah kaca yang terus memprihatinkan,  membuat penurunan dalam skala global dari lapisan salju dan es  di kutub selama bertahun-tahun, terutama sejak tahun 1980 dan terus meningkat dalam beberapa dekade terakhir, meskipun juga terdapat pertumbuhan di beberapa tempat dan sedikit perubahan ditempat lainnya. Dengan demikian, memahami interaksi populasi manusia, biomassa hutan, konsentrasi gas karbon dioksida (CO2) dan volume es di kutub akan memberikan wawasan yang lebih baik untuk prediksi dan pengendalian terhadap peningkatan konsentrasi gas karbon dioksida (CO2) di atmosfer dan pencairan es di kutub di masa depan.

Beberapa model matematika telah banyak dilakukan untuk mempelajari pengaruh berbagai faktor pada dinamika konsentrasi gas karbon dioksida (CO2) di atmosfer. Beberapa peneliti telah mengembangkan pengaruh populasi manusia dan biomassa hutan terhadap dinamika gas karbon dioksida (CO2) di atmosfer. Peneliti yang lain telah memformulasikan model matematika untuk mempelajari dampak dari pemilihan teknologi dalam upaya pengendalian emisi anthropogenic karbon dioksida (CO2) di atmosfer.

Pada penelitian ini, dikembangkan suatu model matematika yang menggambarkan dampak pemanasan global akibat peningkatan konsentrasi gas karbon dioksida (CO2) di atmosfer terhadap pencairan es di kutub, sekaligus pengaruh penerapan kontrol optimal berupa pilihan teknologi bersihdan upaya reforestation untuk menekan konsentrasi gas karbon dioksida (CO2) di atmosfer yang nantinya akan berdampak pula pada pencairan es di kutub. Pada kajian ini, variabel yang diperhatikan antara lain konsentrasi gas CO2 di atmosfer, jumlah populasi manusia, biomassa hutan dan volume es di kutub.

Berdasarkan analisis model diperoleh tiga titik setimbang, yaitu titik setimbang human and forest absence, titik setimbang forest absence, dan titik setimbang co-existence yang ketiganya bersifat stabil asimtotis bersyarat. Selanjutnya, dilakukan dikaji efek penerapan strategi control optimal berupa upaya pilihan teknologi bersih  dan upaya reforestation. Dari hasil simulasi numerik terlihat bahwa implementasi teknologi bersih  saja dapat meningkatkan volume es di kutub sebesar 1668.36%  serta dapat menurunkan emisi gas karbon dioksida (CO2)  hingga 52.54%. Untuk pemberian kontrol berupa upaya reforestation saja dapat meningkatkan volume es di kutub sebesar 19.50% serta dapat mengurangi konsentrasi gas karbon dioksida (CO2) di atmosfer hingga 3.64%. Berikutnya, kombinasi penerapan teknologi bersih dan reforestation secara bersamaan dapat meningkatkan volume es di kutub sebesar 1831.08% serta dapat mereduksi konsentrasi gas karbon dioksida (CO2) di atmosfer hingga 54.13%. Dari sini dapat disimpulkan bahwa penerapan strategi kontrol optimal berupa pilihan teknologi bersih dan reforestation yang dilakukan secara bersamaan memberikan efek yang signifikan dalam menurunkan konsentrasi emisi gas karbon dioksida dan tingkat pencairan es di kutub dengan biaya yang minimal.

Penulis: Dr. Fatmawati, M.Si

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

https://aip.scitation.org/doi/abs/10.1063/5.0042360

Authors: E. Andry Dwi Kurniawan, Fatmawati, Miswanto.

Title: Modeling of global warming effect on the melting of polar ice caps with optimal control analysis, AIP Conference Proceedings ,  Volume 2329,   (2021) 040006

https://doi.org/10.1063/5.0042360

Jakarta, CNBC Indonesia - Fenomena mencairnya es di kawasan Arktik, Kutub Utara, dinilai akan menimbulkan bencana bagi dunia. Sebab, Kutub Utara merupakan wilayah yang paling krusial untuk memberikan dampak bagi perubahan iklim global.Jika banyak keraguan terkait perubahan iklim, kawasan terdingin di seluruh dunia ini menjadi bukti bahwa suhu bumi memanas dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Demikian penilaian para ahli sebagaimana dirangkum ABC News, Jumat (24/12/2021).Kawasan Arktik, memanas dua kali lebih cepat dari bagian dunia lainnya, menurut sebuah laporan yang dirilis minggu lalu oleh Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional.Fenomena yang dikenal sebagai amplifikasi Arktik itu terjadi ketika kumpulan es di lautan yang berwarna putih semakin menipis atau menghilang. Sehingga memungkinkan permukaan laut atau daratan yang gelap menyerap lebih banyak panas dari matahari dan melepaskan energi itu kembali ke atmosfer.Secara luas, Arktik dianggap oleh para ilmuwan sebagai pendingin bumi. Sebab, dia berperan dalam mengatur suhu global. Pencairan massal es laut dan lapisan es di Kutub Utara adalah bukti kuat dari pemanasan global, menurut para ahli.Berikut, dampak-dampak mencairnya es di Kutub Utara menurut para ahli :

Masyarakat di pesisir laut terpaksa berpindah ke wilayah yang lebih aman

Profesor Oseanografi Biologi di Universitas Rutgers bernama Oscar Schofield mengatakan, efek jangka panjang terbesar dari pemanasan di Kutub Utara adalah kenaikan permukaan laut. Mencairnya Arktik dan lapisan es Greenland khususnya adalah penyumbang terbesar kenaikan permukaan laut di dunia.Meskipun kontribusi dari lapisan es Greenland kurang dari satu milimeter per tahun dari kenaikan permukaan laut, peningkatan kecil itu bertambah hingga antara 6 inci hingga satu kaki sejak Revolusi Industri terjadi."Permukaan laut, serta infrastruktur penahan yang dibangun di dekat lautan tidak mampu untuk menahannya," ujar Schofield.Selain itu, kenaikan permukaan laut akibat pencairan es dan perubahan iklim yang berkelanjutan akan memperburuk erosi pantai, daerah banjir yang sebelumnya tidak pernah mengalami banjir dan bahkan meningkatkan banjir di daratan. Ini karena air laut yang asin mengubah ketinggian air tanah dan menggenangi sumber daya air tawar.

"Jika kita lihat di mana manusia bermukim saat ini, sebagian besar tinggal di sepanjang garis pantai dunia. Dan jika diperhatikan, sebagian besar kota-kota metropolitan dunia, berada di sepanjang garis pantai, seperti misalnya New York, Los Angeles dan San Fransisco," ungkap Twila Moon, Arctic Scientist yang tergabung dengan National Snow and Ice Data Center.

Tatanan cuaca global akan berubah signifikan

Kondisi lingkungan di Kutub Utara memengaruhi tatanan cuaca di seluruh dunia. Kutub Utara dan Kutub Selatan bertindak sebagai pembeku sistem global, membantu mensirkulasikan air laut di sekitar planet ini dengan cara yang membantu menjaga iklim yang terasa di darat.Ilmuwan Iklim di Evangelical Environmental Network Jessica Moerman mengatakan, kondisi Kutub Utara terus berubah. Aliran jet, yakni sekelompok angin kencang yang bergerak dari barat ke timur yang diciptakan oleh udara dingin yang bertemu dengan udara yang lebih hangat, membantu mengatur cuaca di seluruh dunia.Di benua Amerika, aliran jet terbentuk di mana udara Arktik yang umumnya lebih dingin dan lebih kering bertemu dengan udara yang lebih hangat dan lebih lembab dari Teluk."Tetapi ketika suhu di Kutub Utara menghangat, aliran jet, yang didorong oleh perbedaan suhu, melemah," kata Moerman.Alih-alih aliran angin yang stabil, aliran jet menjadi lebih bergelombang, memungkinkan suhu yang sangat hangat meluas jauh ke Kutub Utara dan suhu yang sangat dingin lebih jauh ke selatan dari biasanya.Variabilitas iklim di Kutub Utara, khususnya melemahnya pusaran kutub, yang membuat udara dingin lebih dekat ke kutub, dimungkinkan menjadi salah satu penyebab cuaca dingin ekstrim yang terjadi di Texas, AS pada Februari silam.Selain itu, para ilmuwan juga mencari tahu apakah fenomena pemblokiran atmosfer, berpotensi terkait dengan cuaca musim panas atau musim dingin yang ekstrem yang terjadi ketika aliran jet surut dan menyebabkan pola cuaca selama periode waktu tertentu.Stagnasi tersebut kemungkinan merupakan penyebab banjir ekstrem yang terjadi pada tahun 2017 di Houston. Ketika Badai Harvey bertahan di wilayah tersebut selama berhari-hari dan menurunkan lebih dari 50 inci hujan serta beberapa gelombang panas yang menyelimuti sebagian besar wilayah Pacific Northwest.Namun, terlepas dari bukti yang ada, penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk lebih lanjut membangun hubungan antara pusaran kutub yang melemah dan cuaca ekstrem.

Terbukanya akses jalur pelayaran melewati Kutub Utara

Es laut yang mencair di Kutub Utara akan membuka jalur di lautan bagi rute perdagangan global jalur yang sebelumnya tak bisa dilewati."Dalam waktu dekat, pencairan akan berdampak besar pada undang-undang pelayaran global. Mereka tidak akan lagi mengirim kapal sampai ke Terusan Panama, namun bisa langsung melewati Kutub Utara dan memiliki dampak ekonomi yang besar," kata Schofield.Namun, akses baru pelayaran laut tersebut berpotensi menjadi sarang baru konflik, di mana banyak negara akan berupaya untuk menguasai rute baru tersebut."Ada kemungkinan banyak negara mencoba untuk mengklaim wilayah sebanyak mungkin. Karena kemungkinan akan ada sejumlah besar insentif ekonomi yang didapatkan jika sudah bisa melewati jalur baru tersebut", tambahnya.

Ekosistem yang masih asli kemungkinan besar akan hancur

Ketika kesengsaraan dari rantai pasokan perdagangan yang terhenti, bisa terbuka sebab kemampuan peti kemas yang bisa menggunakan jalur baru akibat pencairan es di Kutub. Tampaknya hal ini justri akan menjadi bencana bagi lingkungan regional."Saat ini ekosistem di Kutub Utara masih murni dan belum tersentuh, dan ada beberapa spesies dan ekosistem unik yang telah menyesuaikan diri dengan keberadaan es," kata Schofield.Tetapi karena semakin banyak kapal masuk dan keluar dari wilayah tersebut, kemungkinan terjadinya degradasi lingkungan skala besar akan tinggi."Kami pasti melihat perubahan dalam populasi hewan, terutama hewan yang bergantung pada es laut sebagai habitat utama. Karena kita telah kehilangan sebagian besar es laut kita yang lebih tebal," sebut Moon.Kondisi ini mulai terjadi di mana populasi beruang kutub telah berkurang sangat rendah dan habitatnya menjadi sangat terfragmentasi. Sehingga hewan-hewan tersebut kawin sedarah, yang dapat memiliki efek bencana pada kelangsungan hidup spesies dalam beberapa generasi.Di Alaska, jumlah kolam berang-berang meningkat dua kali lipat sejak tahun 2000, dimungkinkan oleh tren pemanasan yang mengakibatkan penghijauan luas di tempat yang sebelumnya tundra, menurut Arctic Report Card.

Pengasaman yang cepat dari air laut yang menghangat kemungkinan mempengaruhi rantai makanan laut dan peningkatan lalu lintas laut untuk penangkapan ikan serta pelayaran juga turut mempengaruhi tingkat stres dan perilaku spesies, termasuk cara mereka berkomunikasi.

(miq/miq)

TAG: kutub utara arktik perubahan iklim greenland