Show
Pernah dengan istilah ‘berpikir diakronik’? Mungkin bagi kita asing di telinga, tapi tidak untuk para sejarawan lho. Kira-kira pendekatan berpikir seperti apa sih? Yuk kita bahas lebih lanjut di artikel berikut ini. Check it out! Summary:
Pengertian Konsep Berpikir Diakronik Dalam SejarahHai guys masih ingat materi sejarah yang dipelajari di bangku sekolah? Tentang peperangan, sistem pemerintahan, sampai bahasan detik-detik kemerdekaan. Mungkin sedikit banyak udah mulai lupa nih.. hehe Nah semua peristiwa itu bagian dari sejarah yang sejatinya tidak bisa sembarang dalam memahaminya lho. Maka, para sejarawan pun menggunakan pendekatan diakronik untuk mempelajari sejarah sebagai proses waktu. Sebelum menyimak pembahasannya lebih dalam, kamu bisa cari tahu terlebih dahulu cara untuk berpikir positif di sini, Cara Berpikir Positif yang Membawa Hidup Semakin Sejahtera Kembali ke topik pembahasan, hal ini mengacu pada kata ‘diakronik’ yang berasal dari bahasa latin yaitu “dia” artinya melalui atau melampaui, dan “chronicus” yang artinya waktu. Sehingga memanjang dalam waktu tetapi menyempit dalam ruang. Jadi, sejarah dipahami sebagai sejumlah rangkaian atau peristiwa yang saling berhubungan, bukan sekedar urutan tapi rentetan peristiwa yang mempengaruhi dan dipengaruhi. Istilah lainnya juga dikenal sebagai berpikir kronologis dalam menganalisis sesuatu. Ciri Berpikir Diakronik dan ContohnyaKonsep berpikir ini sangat mementingkan proses terjadinya sebuah peristiwa. Sehingga sejarah yang dipahami sebagai perkembangan proses belajar, bisa jadi pelajaran untuk menjadi lebih baik di masa selanjutnya. Bagi para sejarawan, konsep berpikir diakronik digunakan untuk menganalisis dampak perubahan variabel sesuatu, memungkinkan mereka mengetahui “mengapa keadaan tertentu lahir dari keadaan sebelumnya” serta membantu merekonstruksi kembali peristiwa berdasarkan urutan waktu secara tepat. Ciri Konsep Berpikir DiakronikKonsep berpikir diakronik berupaya menganalisis sesuatu dari waktu ke waktu sehingga memungkinkan seseorang menilai bahwa perubahan itu terjadi sepanjang masa. Maka tak heran, jika pendekatan ini yang digunakan para sejarawan dalam mempelajari peristiwa sejarah. Berikut adalah beberapa ciri konsep berpikir diakronik, antara lain:
Contoh Konsep Berpikir DiakronikKonsep berpikir diakronik adalah sebagai berikut: Contoh 1Dalam materi demokrasi liberal 1950-1959, diuraikan secara kronologis pembentukan pemerintahan demokrasi liberal hingga adanya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dalam catatan sejarah, antara 1950-1959 terjadi tujuh kali pergantian kabinet, yaitu:
Pemikiran diakronis yang diterapkan dalam sejarah tersebut yaitu dengan memanjangkan waktu terjadinya Demokrasi Liberal sejak 1950 hingga dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Contoh 2Mengenai kondisi pasca perang dunia II, dijelaskan secara berurutan bahwa komunisme tampil sebagai kekuatan yang disegani selama hampir setengah abad. Dunia pun harus mengalami perang dingin yang mempengaruhi gejolak politik di banyak negara. Namun, hanya dalam dua tahun (1989-1991), dunia menyaksikan bubarnya negara-negara komunis di Eropa Timur, yang menandai berakhirnya perang dingin dan runtuhnya komunisme. Download Sekarang! Ebook PERENCANAAN KEUANGAN Untuk USIA 20-an, GRATIS! KesimpulanItulah penjelasan mengenai konsep berpikir diakronik dalam sejarah, yang umumnya digunakan para sejarawan untuk memahami rentetan peristiwa di masa lampau. Nah sebagai generasi penerus, jangan pernah lupakan sejarah ya sebagai sarana berpikir. Seperti yang pernah dikatakan Bung Karno “Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak pernah melupakan sejarah bangsanya sendiri”. Semoga artikel ini menambah pengetahuan kamu tentang konsep berpikir untuk memahami sejarah. Jika dirasa bermanfaat, jangan ragu untuk bagikan artikel kepada teman dan kerabat terdekat. Terima kasih. Sumber Referensi:
keyboard_arrow_leftPrevious tirto.id - Selama ini, sejarah kerap kali dipersepsikan sebagai ilmu hapalan, mulai dari menghapal nama, tanggal, tahun, atau suatu kejadian tertentu. Aktivitas menghapal pelajaran sejarah ini sering dianggap membosankan. Dalam tahap ekstrem, sejarah bahkan dipandang sebagai topik yang tak penting dikaji atau dipelajari. Anggapan bahwa sejarah merupakan topik remeh dan tak relevan ini sempat mencuat pertengahan tahun lalu.
Draft bertanda Kemendikbud tertanggal 25 Agustus 2020 bertajuk “Sosialisasi Penyederhanaan Kurikulum dan Asesmen Nasional" menuliskan bahwa sejarah bukan lagi menjadi mata pelajaran wajib bagi semua siswa. Hal ini memancing protes besar-besaran dari Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) dan Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) yang merilis sikap agar pemerintah mempertahankan sejarah sebagai pelajaran wajib di sekolah menengah. Peter Carey, sejarawan Inggris spesialisasi sejarah modern Indonesia menyatakan urgensi mempelajari sejarah. Tanpa mengetahui sejarah bangsa sendiri, Indonesia tidak akan pernah bisa jadi bangsa berdaulat. Selain itu, jika dipelajari dengan benar, pelajaran sejarah merupakan topik yang menarik dan jauh dari kata membosankan.
Seyogyanya, pelajaran sejarah mengajak siswa atau pembacanya merasakan pengalaman nyata dari peristiwa atau pelaku sejarah dalam kejadian tersebut. Secara ilmiah, mempelajari atau mengkaji sejarah harus tunduk pada suatu konsep atau cara berpikir metodik. Dua konsep berpikir yang kerap digunakan dalam mengkaji sejarah adalah cara berpikir diakronik dan sinkronik. Kedua konsep itu saling melengkapi untuk memahami suatu peristiwa sejarah secara komprehensif. Berikut ini penjelasan mengenai cara berpikir diakronik dan sinkronik, sebagaimana dikutip dari Modul Sejarah (2020) yang ditulis Yuliani. Konsep Berpikir Diakronik Sederhananya, konsep diakronik adalah adalah pembabakan sejarah berdasarkan urutan peristiwa dan urutan waktu. Dari sisi bahasa, diakronik berasal dari bahasa Yunani, yaitu "dia" dan "khronos". "Dia" artinya melintas atau melewati. Sementara itu, "khronos" adalah perjalanan waktu. Dalam pengertian itu, konsep diakronik merupakan landasan berpikir bahwa peristiwa dalam sejarah melintas dalam perjalanan waktu yang teratur. Peristiwanya dinamis, serta melalui proses kausalitas sebab-akibat dan saling mempengaruhi satu sama lain. Cara berpikir diakronik dalam mengkaji sejarah ini memiliki dua unsur, yaitu unsur periodisasi dan unsur kronologis. Pertama, unsur periodisasi memandang bahwa peristiwa sejarah berlangsung dalam urutan kejadian-kejadian tertentu di masa silam. Contoh sejarah yang dipandang berdasarkan periode perkembangan kebudayaan adalah sebagai berikut:
Berbeda dari konsep diakronik yang memandang sejarah dalam pembabakan umum, baik itu dari periode atau kronologi peristiwa. Cara berpikir sinkronik adalah pembahasan sejarah pada suatu peristiwa secara spesifik dan mendalam. Secara bahasa, sinkronik juga berasal dari bahasa Yunani, yaitu "syn" yang artinya dengan dan "chronos" yang berarti waktu. Singkatnya, konsep sinkronik berhubungan dengan suatu peristiwa tertentu yang terjadi pada suatu masa dalam sejarah. Ciri-ciri konsep berpikir sinkronik dalam mengkaji sejarah terdiri dari poin-poin berikut ini.
Dalam satu bab bukunya, Denys Lombard hanya membahas mengenai karya-karya sastra, karakter karya tersebut, serta tidak membandingkannya dengan karya sastra di masa yang lain. Kajiannya mendalam dan sistematis dalam rentang waktu pendek, yaitu di masa Sultan Iskandar Muda saja. Perbedaan konsep sinkronik dari konsep diakronik adalah kedalaman bahasannya. Cara berpikir sinkronik mengkaji suatu peristiwa dari berbagai aspek secara spesifik, sementara itu konsep diakronik hanya memandang banyak kejadian secara luas. Kelemahan dari konsep sinkronik adalah kajiannya dilakukan hanya pada peristiwa spesifik dalam rentang waktu terbatas. Sedangkan kelemahan konsep diakronik adalah kedangkalannya memandang banyak peristiwa, tanpa mengkaji kejadian-kejadian sejarah itu secara mendalam.
Baca juga:
Baca juga
artikel terkait
SEJARAH INDONESIA
atau
tulisan menarik lainnya
Abdul Hadi
Subscribe for updates Unsubscribe from updates
|