Apa sajakah yang harus dipersiapkan untuk sebuah perkawinan yang kokoh

Apa sajakah yang harus dipersiapkan untuk sebuah perkawinan yang kokoh
Menikah memerlukan persiapan yang matang karena ini merupakan hal yang sakral, maka berikut ini adalah 10 hal yang harus disiapkan sebelum menikah.

Show

TRIBUNNEWS.COM - Menikah adalah hal yang sakral karena secara tidak langsung anda akan menggabungkan 2 keluarga menjadi suatu hubungan keluarga kecil yang baru.

Dikutip dari realsimple.com, berikut ini adalah 10 hal yang harus dipersiapkan ketika Anda ingin melangsungkan sebuah pernikahan dengan pasangan:

1. Lakukan Liburan atau Perjalanan Bersama Pasangan

Bepergian bersama memberi Anda kesempatan untuk melihat bagaimana Anda masing-masing menangani situasi yang penuh tekanan, yang merupakan wawasan berharga untuk kehidupan masa depan Anda bersama.

2. Pahami Nilai Kehidupan Masing-Masing

Jauh sebelum membuat komitmen untuk menghabiskan sisa hidup Anda bersama, penting untuk berkomunikasi dan mendiskusikan nilai-nilai dan keyakinan pribadi Anda, seperti agama, dinamika dan ritual keluarga, dan politik.

3. Membicarakan Tentang Keuangan

Anda dan orang penting Anda harus menyetujui topik-topik mendasar seperti keuangan — meskipun itu tidak selalu menyenangkan atau mudah untuk didiskusikan.

4. Membicarakan Perihal Anak Anda Di Masa Depan

Seperti halnya pembicaraan uang, percakapan tentang anak-anak adalah hal yang penting, karena anak juga merupakan suatu hal yang dibutuhkan dalam suatu keluarga yang nanti dapat membuat keluarga Anda bahagia dan sejahtera.

Apa sajakah yang harus dipersiapkan untuk sebuah perkawinan yang kokoh
Ilustrasi: freepik

Perkawinan adalah peristiwa yang sangat penting. Karena mempersatukan dua insan dan bahkan dua keluarga yang berbeda untuk waktu yang sangat lama dan bahkan berharap selamanya sampai maut memisahkan. Para calon pengantin mempersiapkan kebutuhan perkawinan jauh-jauh hari. Tidak hanya yang berbentuk materi seperti maskawin,  tempat tinggal, alat-alat rumah tangga dan masih banyak lainnya.

Namun ada hal yang sangat penting yang harus dipersiapkan oleh calon pengantin yaitu perangkat-perangkat non materi untuk menopang langgengnya sebuah perkawinan yaitu pilar-pilar yang kokoh.  Dalam modul Bimbingan Perkawinan (BIMWIN) untuk Calon Pengantin (Catin) yang dikeluarkan Kementerian Agama RI dan Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKKNU) disebutkan ada empat pilar yang perlu dimiliki oleh calon pengantin dalam mengarungi keluarga agar mencapai sakinah.

1. Zawaj yaitu berpasangan.  Suami dan istri sama-sama meyakini bahwa dalam perkawinan keduanya adalah berpasangan (zawaj). Suami istri itu bagaikan sepasang tangan yang saling melengkapi. Masing-masing mempunyai peran dan tugas sendiri-sendiri. Mereka selalu kompak dan saling membantu satu sama lain.  Jika ada satu tangan yang sakit, satu lainnya tidak perlu disuruh ia akan rela membantu dan menggantikan peran tangan yang sakit tanpa perhitungan.  Begitu juga sepasang pengantin yang sudah mengikat janji. Mereka bahu membahu mengarungi bahtera perkawinan menuju pulau sakinah. Dalam ungkapan al-Qur’an, suami adalah pakaian bagi istri dan istri adalah pakaian bagi suami (Qs. al-Baqarah/ 2:187).            

2.    Mitsaqan Ghalizhan yaitu janji yang kokoh. Suami dan istri sama-sama memegang teguh perkawinan sebagai janji yang kokoh. Suami-istri sama-sama menghayati perkawinan sebagai ikatan yang kokoh (Qs. an-Nisa/ 4:21) agar bisa menyangga seluruh sendi-sendi kehidupan rumah tangga. Keduanya diwajibkan menjaga ikatan ini dengan segala upaya yang dimiliki. Tidak bisa yang satu menjaga dengan erat, sementara yang lainnya melemahkannya. KH. Imam Nakhe’i dalam sebuah training fasiltator Bimbingan Perkawinan mengatakan bahwa perkawinan itu ikatan yang sangat kuat dan kokoh maka dari itu tidak gampang untuk melepaskannya.

3.    Mu’asyaroh bil-Ma’ruf. Suami dan istri saling memperlakukan pasangannya secara bermartabat. Ikatan perkawinan harus dipelihara dengan cara saling memperlakukan pasangannya secara bermartabat (Qs. an-Nisa/ 4: 19). Seorang suami harus selalu berpikir, berupaya, dan melakukan segala yang terbaik untuk istri. Begitupun istri pada suami. Kata mu’syaroh bil ma’ruf’ adalah bentuk kata kesalingan sehingga perilaku yang bermartabat harus bersifat timbal balik, yakni suami kepada istri dan istri kepada suami.

4.    Musyawarah. Suami dan istri bersama-sama menyelesaikan masalah keluarga melalui musyawarah. Pengelolaan rumah tangga terutama jika menghadapi persoalan harus diselesaikan bersama (Qs. al-Baqarah/ 2:23). Musyawarah adalah cara yang sehat untuk berkomunikasi, meminta masukan, menghormati pandangan pasangan, dan mengambil keputusan yang terbaik karena keduanya bisa saling ridlo satu sama lain. KH. Nakhe’i mencontohkan musyawarah dalam berkeluarga. Misalnya dalam hal menyapih anak (melepas anak dari menyusu). Hal ini juga perlu dimusyawarahkan antara suami dan istri. Begitu pun dengan hal-hal lain yang menyangkut keduabelah pihak sudah semestinya dibicarakan dalam keluarga.   

Demikian empat pilar penting perkawinan. Bagi calon pengantin (Catin) sudah semestinya mengetahui dan mempraktikannya agar keluarga yang akan dibangun memperoleh sakinah. Aamiin.     

Menikah itu tak hanya suka dan gembira, tapi harus kokoh dan mulia. Pernikahan dapat disebut sebagai pernikahan yang kokoh apabila ikatan hidup tersebut dapat mengantarkan kedua mempelai pada kebahagiaan dan cinta kasih. Pernikahaan yang kokoh juga merupakan ikatan yang dapat memenuhi kebutuhan keduanya, baik kebutuhan lahiriyah maupun batiniyah, yang dapat melejitkan fungsi keluarga baik spritual, psikologi, sosial budaya, pendidikan, reproduksi, lingkungan, maupun ekonomi. Keseluruhan fungsi tersebut yang dituangkan dalam Peraturaan

77

Pemerintah No: 21 tahun 1994 (pasal 4) dirangku dalam Alquran dalam 3 kata kunci sakinah, mawaddah, dan rahmah.119

Dalam Islam, semua proses pra-nikah mulai dari niat menikah, khitbah, perwalian, mahar, saksi, akad menikah, dan walimah merupakan pengkondisian agar pernikahan yang terjadi kelak benar-benar menjadi sebuah pernikahan kokoh dan bermuara kepada keluarga yang harmonis dan penuh cinta kasih.

1. Meluruskan niat menikah

Tiap orang yang ingin menikah mesti memilki tujuan di balik keputusannya tersebut. Bagi sebagian orang, menikah merupakan sarana untuk menghindari hubungan seksual di luar nikah (perzinaan). Secara tidak langsung mereka yang menikah atas dasar pemikiraan seperti ini hendak menyatakan bahwa menikah tak lebih dari persoalan pemuasan kebutuhan biologis semata. Ada pula yang menikah karena alasan finansial seperti mendapatkan kehidupan yang lebih layak, atau mengikuti arus semata. Sebagian lain menikah karena tak dapat menolak desakan keluarga atau terpaksa mengikuti karena berbagai alasan lain.120

Sebagai bagian dari ibadah, pernikahan dalam Islam adalah media pengharapan untuk segala kebaikan dan kemaslahatan. Atas harapan ini, ia sering disebut ibadah dan sunnah. Untuk itu, pernikahan

119

Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah, “Fondasi Keluarga Sakinah, Bacaan Mandiri

Calon Pengantin” (Jakarta: Ditjen Bimas Islam Kemenag RI Tahun 2017), 23

120

Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah, “Fondasi Keluarga Sakinah, Bacaan Mandiri

78

harus didasarkan pada visi spritual sekaligus material. Visi inilah yang disebut Nabi Saw sebagai „din‟, untung mengimbangi keinginan rendah pernikahan yang hanya sekedar perbaikan status keluarga (hasab), peroleh harta (mal), atau kepuasan biologis (jamal). Tujuan dan visi pernikahan ini terekam dalam sebuah teks hadis berikut ini:

َذِب ْرَفْظاَف , اَهِنيِدِلَو , اَِلِاَمَِلَِو , اَهِبَسَِلَِو ,اَِلِاَمِل : ٍعَبْرَِلِ ُةَأْرَمْلَا ُحَكْنُ ت

َكاَدَي ْتَبِرَت ِنيِّدلَا ِتا

( ِوْيَلَع ٌقَفَّ تُم)

Artinya: “Seorang wanita dikawini berdasarkan 4 perkara, yaitu: “karena hartanya, nasab keturunannya, kecantikannya, dank arena agamanya.” Untuk itu, pilihlah wanita (calon istri) yang beragama (kuat), pasti membahagiakan.” (Muttafaq Alaihi dan Imam Lima)121

Kata din adalah komitmen dua calon mempelai untuk selalu menghadirikan ketentraman (sakinah) dan menghidupkan cinta kasih dalam berumah tangga (mawaddah wa rahmah). Visi mawaddah wa rahmah (ketentraman batin dan cinta kasih) ini harus menjadi niat yang paling fundamental.

Oleh karena itu, pasangan yang hendak menikah seharusnya kembali memeriksa niat masing-masing. Membetulkan dan meluruskan niat agar pernikahan yang dilakukan tidak hanya bersifat pelampiasan kebutuan biologis semata, tapi juga merupakan ibadah karena Allah Swt.

121

Syekh Al-Hafiedh, Imam Ibnu Hajar Al-Ats Qalani, Terjemah Bulughul Maram (Al-Ikhlas Surabaya: 1993), 644

79

2. Persetujuan kedua mempelai

Pemaksaan dalam perkawinan sama sekali bukan tindakan yang islami, apalagi terpuji. Islam mengajarkan bahwa siapa pun yang dipaksa berhak menolak. Dan apabila pernikahan tersebut tetap dipaksa untuk dilangsungkan, pihak yang dipaksa berhak melaporkan kondisi tersebut ke pihak berwenang dan membatalkannya.122

Untuk sebuah pernikahan yang kokoh, kedua calon mempelai harus benar-benar memiliki kemauan yang paripurna. Tanpa paksaan siapapun. Dalam bahasa fiqh disebut sebagai kerelaan satu sama lain (taradlin). 123

3. Menikah dengan yang setara

Dalam kehidupan sehari-hari kita ditemukan ada sekelompok orang yang memilki penghasilan besar, ada yang berpenghasilan sedang, berstatus sosial terhormat dan yang berstatus sosial kurang terhormat dan seterusnya. Dalam firman Allah surat QS. Az-Zukhruf ayat 32:

َكِّبَر َتَْحَْر َنوُمِسْقَ ي ْمُىَأ

ۚ

اَيْ نُّدلا ِةاَيَْلِا ِفِ ْمُهَ تَشيِعَم ْمُهَ نْ يَ ب اَنْمَسَق ُنَْنَ

ۚ

اَنْعَ فَرَو

اًّيِرْخُس اًضْعَ ب ْمُهُضْعَ ب َذِخَّتَيِل ٍتاَجَرَد ٍضْعَ ب َقْوَ ف ْمُهَضْعَ ب

ۚ

اَِّمِ ٌرْ يَخ َكِّبَر ُتَْحَْرَو

نوُعَمَْيَ

ََ Artinya: “Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain.

122

Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah, “Fondasi Keluarga Sakinah, Bacaan Mandiri

Calon Pengantin” (Jakarta: Ditjen Bimas Islam Kemenag RI Tahun 2017), 26

123

80

Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.”124

Karena itu topik kesepadanan dalam perkawinan antara individu dengan yang lain, anatara satun keluarga dengan yang lain tetap menjadi relavan dari waktu ke waktu.

Hukum Islam juga mengakui dan memberikan perhatian khusus terhadap kondisi tersebut denagn menjadikannya sebagai salah satu kajian dalm hukum perkawinan. Fiqh menyebutnya dengan istilah kafa‟ah (kesepadanan) yang memiliki makna kesepadanan antara calon pasangan suami istri dalam sapek tertentu sebagai usaha untuk menjaga kehormatan keduanya. 125

Dengan demikian, keluarga diharapkan dapat memahami bahwa dalam isu kesepadanan ini menjadi kunci adalah kerelaan, kemauan, dan komitmen kedua calon pengantin. ketiga kata tadi dapat menjadi kunci pernikahan dan rumah tangga yang bahagia,saling memahami, dan saling kerjasama satu sama yang lain sehingga kesepadanan dalam rumah tangga dapat tercapai.

Kesepadanan ini menjadi kunci adalah kerelaan, kemauan, dan komitmen kedua calon pengantin. Ketiga kata tadi dapat menjadi kunci pernikahan dan rumah tangga yang bahagia saling memahami, dan

124

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya dilengkapi Asbabul Nuzul, (Jakarta: Lentera Optima Pustaka, 2011), 492

125

Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah, “Fondasi Keluarga Sakinah, Bacaan Mandiri

81

saling kerjasama satu sama yang lain sehingga kesepadanan dalam rumah tangga dapat tercapai.126

4. Menikah di Usia Dewasa

Dahulu, kedewasaan diukur dengan menstruasi bagi perempuan dan mimpi basah bagi laki-laki. Saat ini kita menyadari bahwa kedua kondisi tersebut hanya menunjukkan kematangan biologis untuk urusan reproduksi secara fisik. Kedawasaan tentu saja bukan soal usia semata, tetapi juga soal kematangan bersikap dan berprilaku. Usia dibutuhkan sebagai batasan dan penanda kongkrit yang dapat dipergunakan sebagai standar bagi kedewaan. Hal tersebut dikarenakan pernikahan tidak hanya soal npelampiasan hasrat seksual atau biologis semata. Pernikah juga mengandung tanggung-jawab sosial yang besar dan mengemban visi sakinah, mawaddah wa rahmah (mendatangkan ketentraman diri, kebahagiaanndan cinta kasih).

Demikian beratnya visi dan tanggungjawab yang dikandung dalam sebuah pernikahan, maka kedewasaan merupakan salah satu item yang diberikan penagruh signifikan dalam kelanggengan rumah tangga di masa mendatang. Dalam firman Allah surat An-Nisa‟ ayat 6:

َُلِاَوْمَأ ْمِهْيَلِإ اوُعَ فْداَف اًدْشُر ْمُهْ نِم ْمُتْسَنآ ْنِإَف َحاَكِّنلا اوُغَلَ ب اَذِإ ََّٰتََّح َٰىَماَتَيْلا اوُلَ تْ باَو

ْم

ۚ

اوُرَ بْكَي ْنَأ اًراَدِبَو اًفاَرْسِإ اَىوُلُكْأَت َلََو

ۚ

ْفِفْعَ تْسَيْلَ ف اًّيِنَغ َناَك ْنَمَو

ۚ

اًيرِقَف َناَك ْنَمَو

َ ف

ِفوُرْعَمْلاِب ْلُكْأَيْل

ۚ

ْمِهْيَلَع اوُدِهْشَأَف ْمَُلِاَوْمَأ ْمِهْيَلِإ ْمُتْعَ فَد اَذِإَف

ۚ

ِوَّللاِب َٰىَفَكَو

اًبيِسَح

126 Ibid, 32

82

Artinya: “Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa yang miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu)”.127

Syarat kedewasaan ini menjadikan semakin penting karena studi yang ada menunjukkan bahwa perkawinan yang dilakukan di usia dini atau belia memiliki kecendrungan untuk bercerai. 128 Kondisi tersebut terasa logis karena kesiapan mental pasnagan yang belia belum cukup untuk mengarungi kehidupan rumah tangga di masa sekarang.

5. Mengawali dengan khitbah

Dalam Islam, prosesi pra-nikah dikenal dengan sebutan peminangan (khitbah) yang merupakan penyampaian kehendak seorang pria untuk menikahi seorang perempuan. Biasanya proses peminangan melibatkan keluarga laki-laki dan keluarga perempuan. Dalam prosesi ini, diharapkan terjadinya pengenalan dan penyesuaian bagi kedua calon pengantin dan juga keluarga besar kedua belah pihak. Pada tahapan ini, kedua calon pengantin masuk dalam tahapan pra-nikah

127

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya dilengkapi Asbabul Nuzul, (Jakarta: Lentera Optima Pustaka, 2011), 78

128

Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah, “Fondasi Keluarga Sakinah, Bacaan Mandiri

83

yang krusial dan akan sangat baik jika dipergunakan untuk mengenal perbadaan masing-masing dalam berbagai hal, mulai dari karakter, budaya, keluarga, termasuk visi tentang pernikahan dan keluarga yang hendak dibangun.

6. Pemberian Mahar

Mahar adalah salah satu rukun akad nikah dalam Islam. Mahar adalah pemberian suka rela yang merupakan simbol dari ketulusan, kejujuran, dan komitmennnya dalam menikahi seorang perempuan. Alquran sendiri menyebutkan dengan kata shaduqah yang berarti kejujuran dan ketulusan sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nisa‟ ayat 4:

ًةَلِْنَ َّنِِتِاَقُدَص َءاَسِّنلا اوُتآَو

ۚ

ِم ٍءْيَش ْنَع ْمُكَل َْبِْط ْنِإَف

اًئيِرَم اًئيِنَى ُهوُلُكَف اًسْفَ ن ُوْن

Artinya: “Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.”129

Pemberian mahar sebagai simbol cinta kasih ini juga penting karena ada sementara orang yang memahami mahar adalah alat tukar. Dengan demikian, ketika mahar sudah diberikan maka perempuan tersebut menjadi miliknya, dapat dikuasai dan harus mengikuti perintah dan kemauannya. pemberian mahar atas dasar suka rela yang

129

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya dilengkapi Asbabul Nuzul, (Jakarta: Lentera Optima Pustaka, 2011), 78

84

merupakan simbol dari ketulusan, kejujuran, dan komitmennnya dalam menikahi seorang perempuan.130

7. Perjanjian pernikahan

Beberapa pasangan memilih membuat berbagai perjanjian dalam akad pernikahan. Baik yang mengikat salah satu pihak, maupun yang mengikat dua pihak sekaligus. Dalam fiqh, perjanjian ini dikenal dengan syurut fi an-Nikah (Perjanjiann Pernikahan). Perjanjian semacam ini dibolehkan selama tidak melanggar ajaran dasar Islam dan tidak menghapus hak-hak dasar dari pernikahan.131 Sebagaimana hadist Rasulullah yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim yaitu syarat-syarat (perjanjian) yang paling layak untuk kalian penuhi adalah syarat yang berkenaan dengan pernikahan.

8. Menyelenggarakan walimah

Walimah adalah perayaan dan ungkapan rasa syukur setelah akad pernikahan. Walimah juga berfungsi sebagai pemberitahuan publik ada keluarga baru. Dengan walimah juga memperkuat komitmen terhadap kedua mempelai. Walimah tidak mempunyai batasan dalam perayaanya dan masyarakat merujuk kepada adat-istiadat masing-masing. Dan walimah tidak diperkenankan untuk memberatkan atau

130

Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah, “Fondasi Keluarga Sakinah, Bacaan Mandiri

Calon Pengantin” (Jakarta: Ditjen Bimas Islam Kemenag RI Tahun 2017), 35

131

85

menyulitkan mempelai dan keluarga apalagi sampai meninggalkan utang-piutang.132