Apa saja kebijakan pemerintah tentang utang luar negeri perekonomian indoneisa

Plus Minus Utang Luar Negeri Indonesia Pada Masa Pandemi Covid-19

Oleh : Departemen Kajian Strategis dan Advokasi BEM FEB UNTAN 2021/2022 Pontianak, 23 November 2021

Ada kabar mengejutkan dari Badan Pusat Statistik (BPS) terkait kebijakan dan perluasan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 1-4. Perekonomian Indonesia diperkirakan akan tumbuh pesat pada kuartal kedua tahun 2021 sebesar 7,07% year-on-year. Pencapaian itu menjelaskan sejumlah langkah bahwa semua pihak berada di jalur yang benar untuk memulihkan perekonomian. Indonesia juga telah keluar dari resesi karena tingkat pertumbuhan konsensus di atas. Namun, para pelaku ekonomi tidak perlu terbuai dengan pencapaian tersebut. Ada dua kuartal lagi untuk memastikan kinerja ekonomi sepanjang 2021. Selain itu, triwulan III, menyusul lonjakan kasus Covid-19 sejak akhir Juni tahun lalu, dicakup oleh PPKM darurat hingga tingkat 1-4 PPKM. Keputusan negara untuk memperpanjang jangka waktu PPKM mau tidak mau akan menambah hambatan mobilitas warga, yang akan memperlambat laju perekonomian nasional. Oleh karena itu, hampir dipastikan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III tidak akan sekuat kuartal II yang diumumkan BPS. Wabah yang sedang berlangsung dengan ketidakpastian yang tinggi membutuhkan anggaran yang besar untuk menanggapinya. Covid-19, yang bukan fenomena normal, disikapi dengan banyak pedoman anomali. Akibatnya, banyak negara sibuk menerapkan tindakan anti-sirkular. Berbagai jenis insentif telah diperkenalkan untuk merangsang ekonomi yang runtuh.

            Dilema Pemerintah baru-baru ini adalah dengan menerbitkan obligasi global berupa obligasi pemerintah atau biasa kita kenal dengan Surat Utang Negara (SUN) dalam dua mata uang asing, dolar AS dan Euro (masing-masing setara dengan US$1,65 miliar dan €500 juta). Penerbitan global bond ini tentunya telah meningkatkan obligasi pemerintah hingga mencapai posisi Rp 6.554,56 triliun pada akhir Juni 2021 dengan rasio 41,35% dari produk domestik bruto (PDB). Kenaikan rasio nominal dan rasio utang tentu menjadi dilema. Bertambahnya utang tidak hanya membawa banyak risiko dari sisi pengelolaan keuangan, tetapi juga memiliki efek samping berupa kritik tajam dari masyarakat umum, khususnya netizen di media sosial. Tapi yang bisa kita lakukan adalah membuat keputusan cepat proses pembuatan kebijakan. Terkadang hanya ada dua pilihan dan itu bisa sama sulitnya. Pilih untuk melunasi utang atau tega melihat mereka yang bergelimpangan karena tidak memiliki keuangan yang baik untuk berurusan dengan pandemi ini. Dana baru dari utang akan digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk vaksinasi gratis dan biaya harian lainnya yang mengarah pada pemulihan medis, kesejahteraan, dan ekonomi.

            Pertumbuhan kuartal kedua yang besar mendukung setidaknya satu sinyal bahwa berbagai insentif, termasuk pembebasan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), telah terbukti meningkatkan konsumsi di masa pandemi. Memang besar kecilnya sektor otomotif merupakan salah satu motor penggerak perekonomian secara keseluruhan. Demikian pula keringanan pajak penghasilan bagi pegawai, UKM dan pelaku usaha dengan penghasilan hingga Rp 16 juta ditanggung negara. Semua tindakan anti-sirkular ini mempengaruhi pengeluaran pemerintah dalam krisis ekonomi yang serius dan harus diprioritaskan. Akibatnya, regulator mau tidak mau melakukan peningkatan utang.

            Bukan hanya Indonesia. Menurut Bank Dunia, selama pandemi, kenaikan rasio utang dunia merupakan yang terbesar sejak Perang Dunia II. Baik negara maju dan berkembang mengejar kebijakan utang untuk menyelamatkan orang dan ekonomi pada saat yang sama. Dari perspektif ini, kita harus membaca dengan jelas mengenai dampak dari setiap kebijakan terutama dalam keputusan untuk meningkatkan utang ke luar negeri. Oleh karena itu perlunya pengetahuan lebih mengenai utang luar negeri itu. Berikut pemahaman lebih mengenai Utang luar negeri.

Apa itu Utang Luar Negeri?

            Sejak dahulu Indonesia termasuk langganan untuk berhutang ke luar negeri. Sebenarnya utang luar negeri ini juga memiliki sisi positif, setidaknya ada manfaat dari utang luar negeri itu untuk kepentingan masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia.

            Pinjaman Luar Negeri adalah sejumlah dana yang diperoleh dari negara lain (bilateral) atau (multilateral) yang tercermin dalam neraca pembayaran untuk kegiatan investasi, menurut saving-investment gap dan foreign exchange gap yang di lakukan baik oleh pemerintah maupun swasta.

Menurut SKB No.185/KMK.03/1995 dan No. KEP.031/KET/5/1995 antara Menteri Keuangan dan Ketua Bappenas: Pinjaman Luar Negeri adalah penerimaan negara baik dalam bentuk devis atau devisa yang dirupakan maupun dalam bentuk barang dan jasa yang diperoleh dari peneriman pinjaman luar negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu.

            Utang luar negeri atau pinjaman luar negeri, adalah sebagian dari total utang suatu negara yang diperoleh dari para kreditor di luar negara tersebut. Penerima utang luar negeri dapat berupa pemerintah, perusahaan, atau perorangan. Bentuk utang dapat berupa uang yang diperoleh dari bank swasta, pemerintah negara lain, atau lembaga keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia. Sebelum menguak lebih lanjut, mari kita ketahui terlebih dahulu mengenai bentuk-bentuk dari pinjman Luar Negeri.

Bentuk-Bentuk Pinjaman Luar Negeri

Bentuk pijaman luar negeri dapat dilihat dari dua aspek, antara lain:

Bila dilihat dari suber dananya, pinjaman luar negeri dapat dibedakan menjadi:

  1. Pinjaman Multilateral, yaitu pinjaman yang berasaal dari badan-badan internasional, misalnya World Bank, Asian Development Bank (ADB), Islamic Development Bank (IDB).
  2. Pinjaman Bilateral, yaitu pinjaman yang berasal dari negara-negara baik yang tergabung dalam CGI maupun antar negara secara langsung (intergovernment).
  3. Pinjaman Sindikasi, yaitu pinjaman yang diperoleh dari beberapa bank dan lembaga keuangan bukan bank (LKBB) internasional. Pemberian pinjaman tersebut dikoordinir oleh satu bank/LKBB yang bertindak sebagai sindication leader. 

Bila dilihat dari segi persyaratannya, pinjaman luar negeri dapat dibedakan menjadi:

  1. Pinjaman Lunak (Concessional Loan), yaitu pinjaman luar negeri Pemerintah dalam rangka pembiayaan proyek-proyek pembangunan. Pinjaman lunak biasanya diperoleh dari negara-negara yang tergabung dalam kerangka CGI maupun non CGI.
  2. Purchase Installment Sale Agreement (PISA), yaitu pinjaman yang diberikan oleh perusahaan leasing untuk pembiayaan proyek pembangunan tertentu yang dituangkan dalam bentuk persetujuan jual beli dengan pembayaran angsuran. Besarnya pinjaman PISA adalah 100% dari nilai proyek.
  3. Pinjaman Komersial (Commercial Loan), yaitu pinjaman yang diterima dengan syarat-syarat yang ditetapkan berdasarkan kondisi pasar uang dan pasar modal internasional. Pinjaman ini lazim pula disebut cash loan karena pinjaman diterima dalam bentuk uang tunai dan penggunaannya lebih fleksibel atau tidak mengikat. Jumlah pinjaman komersial umumnya berjumlah besar karena pemberi pinjaman berupa sindikasi yang anggotanya terdiri atas perbankan dan lembaga-lembaga keuangan internasional.

Manfaat dan Kekurangan Utang Luar Negeri

            Sebelum sebuah negara akan melakukan peminjaman, negara tersebut harus mengetahui terlebih dahulu manfaat dan kerugian dari kegiatan peminjaman atau berutang keluar negeri. Berikut ini adalah manfaat atau dampak positif utang luar negeri yang perlu kita ketahui;

  1. Pembangunan infrastruktur bagi negara berkembang

Pada negara berkembang, negara membutuhkan berbagai pembangunan untuk infrastruktur, sarana dan prasarana bagi seluruh rakyatnya.

  • Menutupi kekurangan anggaran

Mengingat fungsi utang negara bisa digunakan untuk menutupi kekurangan anggaran seperti kas jangka pendek dalam belanja yang tidak dapat ditunda dan kekurangan APBN.

  • Dapat menjalin hubungan bilateral

Utang luar negeri dapat membantu merekatkan hubungan kerjasama dari kedua negara (bilateral).

  • Sebagai bentuk pengakuan negara lain

Kesepakatan pemberian pinjaman dari luar negeri itu juga menunjukkan pengakuan dari negara lain, bahwa Indonesia termasuk negara berkembang yang akan terus bisa tumbuh dengan berjalannya waktu.

           Dalam jangka pendek, ULN sangat banyak bagi pemerintah Indonesia dalam mengisi defisit anggaran pendapatan dan belanja pemerintah yang disebabkan oleh pembiayaan rutin dan belanja pembangunan yang relatif tinggi. Adanya ULN memberikan kontribusi bagi pembangunan bangsa Indonesia dengan menggunakan tambahan dana dari negara lain. Pertumbuhan ekonomi dapat dipercepat sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

          Pinjaman dana dari negara lain memang dibutuhkan, namun jika gagal dalam pengelolaannya dan terlalu banyak tergantung pada pinjaman luar negeri untuk membangun negara, hal tersebut tentunya sangat mengkhawatirkan dan berujung tidak baik karena akan menimbulkan dampak negatif yang melibatkan masyarakat Indonesia nantinya.

Berikut ini adalah kekurangan atau dampak negatif utang luar negeri yang perlu kita ketahui:

  1. Membebani APBN, Dalam APBN ini akan merumuskan jumlah pendapatan negara dan anggaran negara termasuk utang negara yang harus dibayarkan.
  2. Mengalihkan subsidi untuk bayar utang, Jika suatu negara terus menerus berhutang maka anggaran belanja APBN akan meningkat dari waktu ke waktu, sehingga dapat mengurangi anggaran untuk yang lainnya seperti subsidi untuk rakyat.
  3. Menyebabkan ketergantungan dengan negara lain, Bagi negara yang memberikan utang bisa jadi mendapat keuntungan, dimana negara yang menjadi kreditur dapat menekan negara yang berhutang, namun sebaliknya, bagi negara yang tidak bisa membayar atau lepas dari pinjaman luar negeri dapat di manfaatkan oleh negara lain.    

          Dalam jangka panjang, utang luar negeri dapat menimbulkan berbagai masalah ekonomi bagi negara Indonesia, salah satunya menyebabkan nilai tukar rupiah turun (inflasi). Utang luar negeri dapat membebani anggaran nasional Indonesia, karena harus dibayar dengan bunga. Suatu bangsa disebut bangsa miskin dan debitur karena tidak dapat mengendalikan perekonomiannya sendiri (sehingga memerlukan intervensi dari partai politik lain).

KESIMPULAN MENGENAI UTANG LUAR NEGERI

       Evolusi ULN Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Tentunya hal ini memiliki konsekuensi yang berbeda bagi masyarakat Indonesia, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam jangka pendek, kita harus mengakui bahwa utang luar negeri telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pembiayaan pembangunan ekonomi nasional. Akibatnya, pelaksanaan pembangunan ekonomi ini meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat dalam satu dekade sebelum krisis ekonomi. Menurut Gibson dan Tsakalator (1992), penyebab krisis utang dapat disimpulkan dari tiga hal. Salah satunya adalah sistem moneter internasional. Kedua, sistem perbankan swasta internasional. Ketiga, negara peminjam itu sendiri. Dengan meningkatnya utang luar negeri pemerintah, anggaran negara Republik Indonesia menjadi semakin memberatkan karena harus dibayar dengan bunga.

         Ironisnya, saat krisis ekonomi, utang luar negeri harus dilunasi dengan dana luar negeri, artinya pada saat krisis ekonomi, pendapatan normal negara, terutama dari perpajakan, sebanding dengan kebutuhan anggarannya. Utang baru dalam jangka panjang, utang luar negeri kumulatif pemerintah ini menjadi tanggung jawab wajib pajak karena harus terus dibayar dari anggaran negara. Oleh karena itu, penyelesaian utang luar negeri oleh pemerintah Indonesia akan menyebabkan penurunan tingkat kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia dalam jangka panjang. Memang benar jika utang luar negeri membantu mendanai pembangunan ekonomi negara-negara dunia termasuk Indonesia, dan untuk meningkatkan kemakmuran serta kesejahteraan rakyat. Namun penggunaan utang luar negeri yang tidak bijaksana dan tanpa prinsip kehati-hatian justru menempatkan negara debitur dalam krisis utang luar negeri jangka panjang dan sangat memberatkan masyarakat akibat akumulasi utang luar negeri yang sangat tinggi.

Daftar Pustaka

https://www.kemenkeu.go.id/menjawabutang

Prasetyo, E. (2020). Dampak Positif dan Negatif Utang Luar Negeri. Retrieved 2021, from Kompasiana:https://www.kompasiana.com/emirdienulkp/5ebd9155d541df29354353d2/dampak-positif-dan-negatif-utang-luar-negeri?page=2

Ansori, M. (2021). Utang, Kontra Siklus, dan Pertumbuhan. Retrieved 2021, DetikNews: https://news-detik-com.cdn.ampproject.org/v/s/news.detik.com/kolom/d-5680224/utang-kontra-siklus-dan-pertumbuhan/amp?amp_js_v=a6&amp_gsa=1&usqp=mq331AQKKAFQArABIIACAw%3D%3D#aoh=16370565100635&referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com&amp_tf=Dari%20%251%24s&ampshare=https%3A%2F%2Fnews.detik.com%2Fkolom%2Fd-5680224%2Futang-kontra-siklus-dan-pertumbuhan

Prasetyo, E. (2020). Dampak Positif dan Negatif Utang Luar Negeri. Retrieved 2021, from Kompasiana:https://www.kompasiana.com/meyputri/5ec1ef59097f365d02409552/fungsi-utang-luar-negeri-bagi-indonesia?page=all#section2

https://bisnis.tempo.co/read/1476799/ekonom-masalah-pengelolaan-utang-bukan-jumlah-tapi-produktivitasnya

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20210624062658-532-658631/ancaman-krisis-di-balik-tumpukan-utang-negara-saat-pandemi

https://weplus.id/article/apa-saja-keuntungan-membeli-surat-utang-negara/581/