Apa fungsi dari spot dan analisis isotermal

Apa fungsi dari spot dan analisis isotermal
Apa fungsi dari spot dan analisis isotermal

Selamat datang Sob JollyNews. Malam ini kita akan membahas tentang soal Fisika, yaitu Sebuah gas ideal mengalami proses isotermal seperti yang ditunjukkan pada grafik PV di bawah ini. Tentukan ukuran bisnis

Sebuah gas ideal mengalami proses isotermal seperti yang ditunjukkan pada grafik PV di bawah ini. Tentukan besarnya kegiatan

Mudah-mudahan postingan mengenai Sebuah gas ideal mengalami proses isotermal seperti yang ditunjukkan pada grafik PV di bawah ini. Tentukan ukuran bisnis

dapat memberikan faedah bagi Teman-teman semua. Yuk baca artikel ini sampai selesai.

Source link

Jurnal Offshore, Volume 5 No. 1 Juni 2021 : 20-29; e -ISSN : 2549-8681 Pasir untuk Berbagai Salinitas Muhammad Taufiq Fathaddin 1 1 Petroleum Engineering Department, Universitas Trisakti, Jakarta, Indonesia Corresponding author email : Abstrak Salah satu fenomena yang biasa terjadi selama injeksi polimer adalah adsorpsi. Fenomena ini memainkan peran penting, karena mereka mempengaruhi sifat batuan dan fluida. Adanya lapisan polimer teradsorpsi akan diameter pori. Hal ini akan menghambat aliran fluida. Dalam kajian ini dilakukan pengamatan pengaruh konsentrasi dan salinitas terhadap adsorpsi xanthan pada butiran pasir dalam sistem statik (batch). Konsentrasi xanthan divariasikan dari 200 ppm hingga 2,000 ppm sedangkan salinitas divariasikan dari 10,000 ppm hingga 20,000 ppm. Butiran pasir yang digunakan berukuran pasir 100 mesh (0.149 mm). Percobaan dilakukan pada suhu ruang. Pengukuran absorben dilakukan dengan menggunakan spektrophotometer pada panjang gelombang cahaya tampak sebesar 600 nm. Tiga model adsorpsi isothermal digunakan dalam kajian ini yaitu Langmuir, Freundlich, dan Simha- Frish-Eirich untuk membuat korelasi antara konsentrasi partikel teradsorpsi dan konsentrasi larutan xanthan dalam kesetimbangan. Berdasarkan hal pengamatan disimpulkan bahwa tingkat adsorpsi berkurang dengan bertambahnya salinitas. Dalam kajian ini secara umum penerapan model Freundlich memberikan hasil terbaik dalam menggambarkan proses adsorpsi xanthan. Kata kunci: Xathan, Butir Pasir, Adsorpsi, Spektrophotometer, Salinitas Abstract One of the common phenomena during polymer injection is adsorption. These phenomena play an important role, as they affect rock and fluid properties. The presence of an adsorbed polymer layer will affect the pore diameter. This will impede the flow of fluid. In this study, the effect of concentration and salinity on xanthan adsorption on sand grains in a static system (batch) was observed. The xanthan concentration was varied from 200 ppm to 2,000 ppm while the salinity was varied from 10,000 ppm to 20,000 ppm. The grain of sand used is 100 mesh (0.149 mm) in size. The experiment was carried out at room temperature. Absorbent measurements were carried out using a spectrophotometer at a visible light wavelength of 600 nm. Three isothermal adsorption models were used in this study, namely Langmuir, Freundlich, and Simha-Frish-Eirich to make a correlation between the concentration of adsorbed particles and the concentration of xanthan solution in equilibrium. Based on the observations, it is concluded that the adsorption rate decreases with increasing salinity. In this study, in general, the application of the Freundlich model gives the best results in describing the xanthan adsorption process. Keywords: Xathan, Sand Grain, Adsorption, Spectrophotometer, Salinity I. Pendahuluan Xanthan telah banyak digunakan dalam operasi perminyakan seperti injeksi polimer (Abbas, dkk., 2013; Solomon, dkk., 2015) penempatan gel untuk mencegah terproduksinya air (Langaas and Stavland, 2019; Amro, 2008), dan sebagai aditif dalam lumpur pemboran (Ogofotha, dkk., 2020; Ebuzeme, dkk., 2021). Makalah ini difokuskan pada perilaku polimer dalam operasi polymer flooding. Dalam operasinya, polimer digunakan untuk mengentalkan air injeksi, yang dapat meningkatkan efisiensi penyapuan minyak. Interaksi antara partikel polimer dan permukaan padat biasanya terjadi ketika larutan polimer dialirkan melalui media berpori. Interaksi yang dikenal sebagai adsorpsi polimer menyebabkan sebagian polimer dalam larutan terikat pada permukaan bahan padat media berpori. Pada dasarnya tingkat adsorpsi partikel polimer dari larutan ke permukaan padat dapat terjadi sebagai akibat dari beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut adalah jenis polimer, bahan permukaan padat, dan pelarut polimer. Terjadinya adsorpsi polimer dalam media berpori dapat mengubah beberapa sifat batuan dan fluida. Secara fisik, pengendapan polimer pada permukaan batuan dapat menyempitkan saluran pori. Hal ini menyebabkan kemampuan media berpori untuk mengalirkan fluida melalui saluran pori berkurang. Sehingga, permeabilitas media berpori dan laju aliran fluida menurun seiring dengan meningkatnya tingkat adsorpsi. Adsorpsi dan faktor-faktor yang mempengaruhi xanthan pada butiran pasir perlu diselidiki secara eksperimental dan model adsorpsi isotermal yang diterima harus diperiksa untuk 20

menentukan model yang paling sesuai untuk mewakili proses adsorpsi polimer.. II. Dasar Teori 2.1 Sistem Batch Dalam penelitian ini, adsorpsi berbagai konsentrasi xanthan pada pasir dengan salinitas berbeda dianalisis menggunakan spektrofotometer. Pengukuran adsorpsi diperoleh dengan membandingkan konsentrasi larutan polimer sebelum, konsentrasi sesudah proses adsorpsi dan air suling. Hasil pengukuran dari spektrofotometer akan berupa absorban. Konsentrasi sesudah proses adsorpsi dapat dihitung dengan menggunakan data data absorban. Konsentrasi merupakan data dasar yang diperlukan untuk menghitung jumlah polimer yang teradsorpsi dan bentuk lapisan yang terbentuk dalam proses adsorpsi. Langkah pertama perhitungan konsentrasi untuk setiap sampel adalah pembuatan kurva standar (kurva kalibrasi), langkah ini sangat penting untuk menentukan hubungan antara konsentrasi dan absorban (Alsehli, 2020; DaCosta, 2017; Fathaddin, 2006). Umumnya, hubungan ini dapat dinyatakan dengan persamaan berikut: A = a o + bc (1) Dimana A menyatakan absorban masing-masing komponen pada panjang. adalah adsorpsi spesifik, b adalah panjang lintasan radiasi. Dengan kombinasi kedua konstanta ini, hasilnya adalah: A = a 0 + a 1 C (2) Persamaan (2) menunjukkan bahwa dalam penentuan nilai absorban akan menghasilkan konsentrasi jika a 0 dan a 1 diketahui. a 0 dan a 1 dievaluasi dengan metode least square. Konsentrasi setelah adsorpsi, C out dapat dihitung dengan mengatur ulang Persamaan (2): C out Jumlah total polimer yang teradsorpsi dihitung dari percobaan batch menggunakan hubungan berikut yang dihasilkan dari kesetimbangan massa sebagai berikut: Q e = (C in C out )V m (4) Dimana C in C out adalah jumlah adsorpsi pada kondisi setimbang; C in (ppm) adalah konsentrasi polimer sebelum adsorpsi, C out (ppm) adalah konsentrasi polimer setelah adsorpsi; t adalah waktu untuk mencapai kondisi keseimbangan; Q e (mg/g) adalah jumlah polimer yang diserap pada konsentrasi kesetimbangan; V (ml) adalah volume larutan polimer; m (g) adalah massa partikel pasir. Dalam proses batch, kapasitas adsorpsi maksimum dan konsentrasi polimer pada kondisi setimbang atau kondisi akhir diwakili oleh Q e (mg/g) dan C e. Q e adalah cakupan maksimum polimer pada luas permukaan yang dapat diakses untuk molekul polimer (tergantung pada jenis polimer) dalam adsorpsi polimer murni. Pembentukan lapisan dapat ditunjukkan dengan memplot hasil dari persamaan (4), seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. Grafik pertama adalah kurva khas untuk adsorpsi monolayer, sedangkan yang kedua adalah untuk adsorpsi multilayer. 2.2 Model Adsorpsi Isotermal Pengukuran jumlah yang teradsorpsi pada adsorben versus konsentrasi kesetimbangan pada suhu konstan tertentu menghasilkan isoterm adsorpsi. Isoterm adsorpsi berguna untuk mengkarakterisasi adsorben sehubungan dengan adsorbat yang berbeda. Banyak persamaan isoterm menjelaskan model adsorpsi. Tiga persamaan isoterm adsorpsi yang umum digunakan untuk menggambarkan polimer teradsorpsi pada pasir adalah sebagai berikut (Fathaddin, 2006): Model Langmuir. Bentuk asli model dinyatakan dengan q = mkc 1 + KC (5) yang dapat diubah menjadi persamaan garis lurus = A a 0 a 1 (3) 1 q = 1 m + 1 mkc (6) 21

Jurnal Offshore, Volume 5 No. 1 Juni 2021 : 20-29; e -ISSN : 2549-8681 di mana q adalah konsentrasi partikel teradsorpsi pada batuan pada konsentrasi kesetimbangan partikel dalam larutan C; m adalah jumlah adsorpsi jenuh ketika hanya terjadi satu lapisan adsorpsi polimer pada partikel pasir; m dan K adalah konstanta isoterm Langmuir; 1/m adalah kemiringan garis lurus; 1/mk adalah titik potong dari garis pada sumbu y. Persamaan isoterm Langmuir digunakan untuk kasus adsorpsi lapisan tunggal. Model adsorpsi Langmuir berlaku untuk adsorpsi satu lapis yang dibatasi oleh asumsi energi adsorpsi seragam pada permukaan (Volesky, 2004). Gambar 1. Kurva-kurva Adsorpsi Isotermal Untuk Monolayer dan Multilayer Model Freundlich. Model isoterm didefinisikan oleh q = KC 1/n (7) yang dapat diekspresikan ke dalam bentuk persamaan garis lurus log q = log K + 1 log C (8) n di mana K dan n adalah isoterm Freundlich konstanta; log k adalah intersep dari garis; 1/n adalah kemiringan garis. Konstanta K dan n diperoleh dengan memplot C dan q pada plot loglog. Jika koefisien n sama dengan atau mendekati 1, maka persamaan isoterm Freundlich menjadi hubungan linier dan dapat digunakan untuk adsorpsi lapisan tunggal (Galya dan Clark, 1990). Keuntungan dari persamaan Freundlich adalah dalam kasus di mana karakteristik dari adsorbat tidak diketahui (Treybal, 1980). Namun kelemahan dalam penggunaan persamaan Freundlich adalah bahwa persamaan ini hanya berguna untuk rentang konsentrasi yang terbatas dan tidak memiliki kemampuan prediktif sehubungan dengan adsorpsi isoterm untuk adsorbat yang serupa. Plot Freundlich baru harus dibuat untuk setiap kombinasi adsorbat-adsorben (Cal, 1995). Model Simha-Frish-Eirich. Bentuk asli model diberikan oleh : [( p e2sp r 1 p ) ] = KC (9) 22

Jika ditetapkan s = 0 dan p = q/m, persamaan dapat diubah menjadi bentuk eksplisit sebagai berikut q = m(kc)1/r 1 + (KC) 1/r (10) Persamaan (10) merupakan kombinasi persamaan Langmuir dan Freundlich yang dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan garis lurus sebagai berikut log ( m q 1) = 1 r log K 1 log C (11) r Untuk adsorpsi satu lapisan, p = q m (12) di mana p adalah fraksi permukaan partikel batuan yang ditutupi oleh molekul polimer; r rata-rata jumlah molekul polimer teradsorpsi pada partikel pasir; K adalah konstanta terkait dengan r, adsorpsi, reaksi larutan, berat molekul dan suhu; s adalah konstanta yang menggambarkan reaksi rantai molekul polimer yang tersisa, yang tidak teradsorpsi pada partikel batuan; e adalah natural log; -1/r adalah kemiringan garis lurus; -1/r log K adalah titik potong garis dengan sumbu vertical. Persamaan (6), (8), dan (11) dapat dinyatakan dalam bentuk grafik seperti pada Gambar 2. III. Metode Dalam penelitian ini, percobaan batch dilakukan untuk larutan xanthan. Tujuannya adalah untuk mempelajari hubungan antara konsentrasi polimer dan konsentrasi polimer teradsorpsi untuk berbagai salinitas. Tahap pertama yaitu membuat larutan brine. brine dibuat dari NaCl untuk mencontoh kondisi reservoir, yang mana air formasi tersebut digunakan sebagai pelarut polimer. Pembuatan air formasi dilakukan dengan cara melarutkan NaCl ke dalam 250 ml aquades. Tiga jenis brine dibuat dengan konsentrasi 10,000 ppm, 15,000 ppm, dan 20,000 ppm. Gambar 2. Konstanta Garis Lurus Model-model Adsorpsi Isotermal Selanjutnya dibuat larutan polimer dengan konsentrasi 200 ppm, 500 ppm, 1000, dan 2000 ppm. Keempat konsentrasi larutan polimer tersebut dibuat pada ketiga jenis brine. Dengan demikian terdapat 12 sampel fluida dengan berbagai konsentrasi polimer dan salinitas. Pengujian adsorpsi pada penelitian ini menggunakan metode statis. Ini merupakan cara mengukur adsorpsi larutan pada batuan dengan mencampurkan keduanya dalam kondisi aliran statis (Ali dan Mahmud, 2015). Pasir yang digunakan berukuran 100 mesh sebagai adsorben. Pasir yang disiapkan, disaring dengan menggunakan alat sieve shaker. Dalam kajian ini digunakan ukuran pasir 100 mesh (0.149 mm). Untuk setiap sampel larutan polimer, ditimbang pasir seberat 25 gr. Kemudian pasir dimasukan ke dalam botol yang berisi larutan polimer yang telah diketahui konsentrasinya sebanyak 25 ml. Botol ditutup dan disimpan pada suhu ruang (30 o C) selama 4 jam untuk mencapai keadaan kesetimbangan (Fathaddin, 2006). Botol diaduk secara berkala untuk menjaga kontak yang baik antara larutan polimer dan pasir. Setelah itu larutan polimer dipisahkan dari pasir dengan cara disaring (Tobing, 2012). Konsentrasi larutan polimer setelah proses adsorpsi kemudian diukur (Fathaddin, 2006; Manichand dan Seright, 2014). Penentuan konsentrasi akhir dilakukan dengan pengukuran absorban larutan. Absorban di tentukan dengan menggunakan spektrophotometer pada panjang gelombang 600 nm (Ali dan 23

Jurnal Offshore, Volume 5 No. 1 Juni 2021 : 20-29; e -ISSN : 2549-8681 Mahmud, 2015; Fajria dan Nuwarda, 2018; Li dkk., 2018). Metode ini tidak memperhitungkan polimer yang mungkin terperangkap secara mekanis (Manichand dan Seright, 2014). Sebelum mengukur absorban larutan polimer, terlebih dahulu melakukan kalibrasi. Nilai absorban dikonversi ke konsentrasi dimana konsentrasi diperlukan untuk menghitung jumlah polimer teradsorpsi (Fathaddin, 2006). Kemudian, berdasarkan hubungan antara konsentrasi dan absorban yang diberikan pada persamaan (3), maka dapat diperoleh konsentrasi akhir. IV. Hasil dan Pembahasan 4.1 Hasil Pengukuran Adsorpsi Hasil pengukuran absorban keduabelas sampel larutan polimer dengan berbagai konsentrasi dan salinitas ditunjukkan pada Tabel 1 dan Gambar 3. Untuk menentukan hubungan antara konsentrasi dan absorban, konstanta a 0 dan a 1 dari Persamaan (2) dapat dihitung dengan menggunakan analisis regresi linier. Konstanta larutan xanthan untuk setiap salinitas diberikan pada Tabel 2. Dengan menggunakan konstanta, konsentrasi akhir, C out, dari semua sampel larutan xanthan dapat dihitung menggunakan Persamaan (3). Dan jumlah xanthan teradsorpsi, q e, dihitung dengan Persamaan. (4). Data yang diplot antara jumlah teradsorpsi dan konsentrasi akhir xanthan diperlihatkan pada Gambar 4. Gambar 4 menunjukkan bahwa jumlah polimer yang diserap tergantung pada konsentrasi polimer dan salinitas. Berdasarkan Gambar 4, terlihat bahwa tingkat adsorpsi berkurang dengan bertambahnya salinitas. Berkurangnya adsorpsi dengan bertambahnya salinitas dari 10,000 ppm menjadi 20,000 ppm bervariasi antara 3.2% hingga 20.3%. Jumlah maksimum xanthan yang diserap adalah 0.46 mg/g untuk konsentrasi xanthan 2000 ppm dan salinitas 10,000 ppm. Gambar 3. Kurva Absorban Xanthan Tabel 1. Tingkat Absorban larutan Xanthan 24

Salinitas (mg/l) Konsentrasi Xanthan (mg/l) Absorban 10,000 200 0.024 10,000 500 0.082 10,000 1,000 0.160 10,000 2,000 0.308 15,000 200 0.027 15,000 500 0.085 15,000 1,000 0.163 15,000 2,000 0.312 20,000 200 0.03 20,000 500 0.086 20,000 1,000 0.167 20,000 2,000 0.314 Tabel 2. Konstanta a 0 dan a 1 Larutan Xanthan Salinitas, ppm a 0 a 1 10,000-0.0003 0.0002 15,000 0.0013 0.0002 20,000 0.0028 0.0002 4.2 Perbandingan Kurva Adsorpsi Percobaan dan Teoritis Persamaan adsorpsi isotermal garis lurus model Langmuir, Freundlich, dan Simha-Frish- Eirich digunakan untuk dicocokkan dengan data percobaan dalam upaya untuk mendapatkan kemiringan dan titik potong dari kurva model. Hasilnya diberikan pada Tabel 3. Substitusi konstanta ini ke dalam bentuk asli model Langmuir, Freundlich, dan Simha- Frish-Eirich memberikan hubungan antara jumlah yang diserap dan konsentrasi kesetimbangan larutan xanthan. Hubungan ini diplot pada Gambar 5, 6, dan 7 berturut-turut untuk salinitas 10,000 ppm, 15,000 ppm, dan 20,000 ppm. Tabel 3: Konstanta model Models Cst Salinitas, ppm 10.000 15.000 20.000 Langmuir m 115.701 850.46 685.58 K 2.14E-06 2.78E-07 3.18E-07 Freundlich K 9.53E-05 6.81E-05 6.79E-05 n 0.875 0.843 0.847 S-F-E m 199.467 190 179.2 K 3.13E-06 3.14E-06 3.14E-06 r 0.867 0.866 0.867 25

q e, mg/g q e, mg/g Jurnal Offshore, Volume 5 No. 1 Juni 2021 : 20-29; e -ISSN : 2549-8681 0.5 0.45 0.4 Salinitas = 10,000 ppm Salinitas = 15,000 ppm Salinitas = 20,000 ppm 0.35 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 0 500 1000 1500 2000 Ce, ppm Gambar 4. Adsorpsi Xanthan untuk Berbagai Salinitas 0.5 0.45 0.4 0.35 Langmuir Freundlich S-F-E Percobaan 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 0 500 1000 1500 2000 Ce, ppm Gambar 6: Perbandingan hasil percobaan dan model untuk adsorpsi xanthan dengan salinitas 10,000 ppm 26

q e, mg/g q e, mg/g 0.5 0.45 0.4 0.35 Langmuir Freundlich S-F-E Percobaan 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 0 500 1000 1500 2000 Ce, ppm Gambar 7: Perbandingan hasil percobaan dan model untuk adsorpsi xanthan pada salinitas 15,000 ppm 0.5 0.45 0.4 0.35 Langmuir Freundlich S-F-E Percobaan 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 0 500 1000 1500 2000 Ce, ppm Gambar 8: Perbandingan hasil percobaan dan model untuk adsorpsi xanthan pada salinitas 20,000 ppm 27

Jurnal Offshore, Volume 5 No. 1 Juni 2021 : 20-29; e -ISSN : 2549-8681 Rata-rata penyimpangan dari masingmasing model adsorpsi isotermal diberikan pada Tabel 4. Dari tabel tersebut atau Gambar 6, 7, dan 8 dapat diketahui bahwa model adsorpsi isotermal Freundlich memberikan kesesuaian terbaik terhadap data percobaan untuk salinitas 15,000 ppm dan 20,000 ppm. Sedangkan untuk salinitas 10,000 ppm, Model Simha-Frish-Eirich memberikan kesesuaian terbaik, Rata-rata kesalahan model adalah 16.54%, 16.68%, dan 18.39% berturut-turut untuk model Freundlich, Simha- Frish-Eirich dan Langmuir. Tabel 4: Rata-rata error model adsorpsi isotermal Adsorption Model Average error, pada salinitas 10000 ppm 15000 ppm 20000 ppm Langmuir 18.75 % 19.37 % 17.05 % Freundlich 16.80 % 16.86 % 15.97 % S-F-E 16.66 % 17.37 % 16.02 % V. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Tingkat adsorpsi berkurang dengan bertambahnya salinitas. 2. Secara keseluruhan Freundlich merupakan model terbaik dalam menggambarkan proses adsorpsi xanthan dalam kajian ini. VI. Daftar Pustaka Abbas, S., Sanders, A.W., and Donovan, J.C. (2013). Applicability of Hydroxyethylcellulose Polymers for Chemical EOR. Society of Petroleum Engineers, SPE- 165311-MS. https://doi.org/10.2118/165311-ms. Ali, M. and Mahmud, H.B. (2015). The effects of concentration and salinity on polymer adsorption isotherm at sandstone rock surface. IOP Conference Series: Materials Science and Engineering, 78(1). https://doi.org/10.1088/1757-899x/78/1/012038 Alsehli, B.R.M. (2020). A Simple Approach for Determining the Maximum Sorption Capacity of Chlorpropham from Aqueous Solution onto Granular Activated Charcoal. Process, vol. 8, no. 4, pp. 7-9. https://doi.org/10.3390/pr8040398. Amro, M.M. (2008). Investigation of Polymer Adsorption on Rock Surface of High Saline Reservoirs. Society of Petroleum Engineers (SPE), SPE-120807-MS. https://doi.org/10.2118/120807-ms. Cal, M.P. (1995). Characterization of Gas Phase Adsorption Capacity of Untreated and Chemically Treated Activated Carbon Cloths, Ph.D Thesis, The University of Illinois, Urbana, pp. 16 19. DaCosta, S. A. (2017). Characterization of Activated Carbon sample: Cu+2 Adsorption Isotherm. A Major Qualifying Project. Worcester Polytechnic Institute. Worcester. Ebuzeme, I., Olatunji, O., and Olufemi, B. (2021). Factorial Design Validation of an Environmentally Benign Water-Based Drilling Fluid from Sweet Potato Peels at Elevated Temperatures. Society of Petroleum Engineers (SPE), SPE-207097-MS. https://doi.org/10.2118/207097-ms. Fajria, T. R. and Nuwarda, R. F. (2018). Teknologi Sediaan Oral Lapis Tipis Terlarut Cepat (Fast Dissolving Film). Majalah Farmasetika, 3(3), 58.https://doi.org/10.24198/farmasetika.v3i3. 23341 Fathaddin, M.T. (2006). The Application of Lattice Gas Automata for Simulating Polymer Injection in Porous Media. Ph.D Thesis, Universiti Teknologi Malaysia, Johor Bahru. Galya, D.P., and Clark, A.B.. (1990). Modeling Transport and Fate of Contaminants in 28

Ground Water, in Cheremisinoff, N.P., (ed.), (1990), Encyclopedia of Fluid Mechanics, vol. 10, Houston: Gulf Publishing Co., pp. 595 609. Langaas, K. and Stavland, A. (2019). Water Shutoff with Polymer in the Alvheim Field. Society of Petroleum Engineers (SPE), SPE- 195485-MS. https://doi.org/10.2118/195485-ms. Li, Q., Pu, W., Wei, B., Jin, F., & Li, K. (2018). Static adsorption and dynamic retention of an anti-salinity polymer in low permeability sandstone core. Journal of Applied Polymer Science, 134(8). https://doi.org/10.1002/app.44487 Manichand, R. N., and Seright, R. S. (2014). Field vs laboratory polymer retention values for a polymer flood in the Tambaredjo Field. Society of Petroleum Engineers, SPE- 169027-PA https://doi.org/10.2118/169027-pa Ogofotha, G.O., Nwonodi, R.I., and, Chemezie- Nwosu, H.A.. (2020). Assessment of Local Clay from Different Localities in the Southern Region of Nigeria for Drilling Mud Formulation. Society of Petroleum Engineers (SPE), SPE-203686-MS. https://doi.org/10.2118/203686-ms. Solomon, U., Oluwaseun, T., and Olalekan, O. (2015). Alkaline-Surfactant-Polymer flooding for Heavy Oil Recovery from Strongly Water Wet Cores Using Sodium Hydroxide, Lauryl Sulphate, Shell Enordet 0242, Gum Arabic and Xanthan Gum. Society of Petroleum Engineers, SPE- 178366-MS. https://doi.org/10.2118/178366-ms. Tobing, E. M. (2012). Pengaruh adsorpsi statik batuan reservoir minyak terhadap viskositas polimer polyacrylamide. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS, 10(2), 91 98. Treybal, R.E., (1980), Mass-Transfer Operation, 3rd ed., Newyork: McGraw-Hill, pp. 581 582. Volesky, B. (2003). Sorption and Biosorption. Quebec: BV-Sorbex. Inc., pp. 105 107. 29