Apa akibat yang ditimbulkan apabila banyak penjual yang berjualan di trotoar

tirto.id - Ramainya video aksi penolakan sepeda motor yang memakai trotoar sebagai lintasannya seakan kembali mengungkap luka lama terkait belum terlindunginya hak-hak perjalan kaki di Indonesia. Aksi selamatkan trotoar yang dilakukan oleh Koalisi Pejalan Kaki berlangsung pada Jumat (14/7). Sayangnya, aksi itu justru mendapat amarah dari pengendara motor.

Koalisi Pejalan Kaki yang melakukan pemblokiran trotoar bagi pengendara motor mendapat balasan protes dari pengendara motor yang berusaha melewati trotoar. Macet menjadi alasan utama pengendara motor tersebut untuk menggunakan trotoar. Para pengemudi motor itu bahkan melontarkan umpatan kasar pengemudi ojek kepada Koalisi Pejalan Kaki sebelum akhirnya situasi menjadi tenang.

Trotoar yang diperuntukkan bagi para pejalan kaki memang sudah sering dijadikan alternatif bagi pengendara motor untuk menghindar dari kemacetan lalu lintas. Bukan hanya itu, trotoar juga kerap kali dipergunakan bagi pedagang kaki lima untuk berdagang. Yayat Supriatna selaku pakar tata ruang kota mengatakan bahwa penggunaan trotoar sebagai lintasan pengendara motor dan PKL memang sering terjadi di kota-kota besar yang rawan kemacetan.

“Di Semarang, di Bogor juga ada," katanya pada Minggu (16/7). “Bukan sering terjadi lagi, sudah jadi budaya."

Adanya peraturan dasar UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan jalan dan Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2006 tentang Jalan nampaknya tidak cukup untuk membuat pengendara motor takut melanggar pemakaian trotoar. Dalam Pasal 106 ayat (2) UU 22/2009, dikatakan bahwa pengemudi kendaraan bermotor wajib mengutamakan keselamatan pejalan kaki. Sedangkan di PP 34 Tahun 2006, pelarangan penggunaan trotoar disebutkan dalam Pasal 34 ayat (4) yang mengatakan bahwa trotoar hanya diperuntukkan bagi lalu lintas pejalan kaki.

Yayat menilai banyaknya pengendara motor yang masih menggunakan trotoar dipengaruhi oleh 3 hal. Pertama karena tidak ada sanksi hukum yang tegas dari pihak yang berwajib. Kedua, karena tekanan dari kondisi jalanan yang sudah sangat macet. Ketiga, pejalan kaki lemah dalam memperjuangkan haknya sebagai pejalan kaki. Menurut Yayat, tidak banyak orang yang mengetahui tentang peraturan yang menjaga keselamatan para pejalan kaki.

“Orang berpikir pragmatis saja dan trotoar itu dianggap sebagai jalan keluar dari masalah ini (kemacetan). Dan pejalan kaki juga lemah. Tidak berani memberontak. Karena orang selalu menghindari konflik dari pengendara motor," terangnya.

  • Baca juga: Orang Indonesia Paling Malas Berjalan Kaki

Pihak berwajib sendiri sangat berperan dalam perlindungan hak para pejalan kaki. Sampai saat ini, penegasan hukuman bagi pelanggar yang memakai trotoar sebagai tempat berdagang atau jalanan motor belum ditindak secara tegas. Selama ini, masyarakat bertindak secara sporadis dan tanpa koordinasi dengan pihak berwajib dalam penegakan aturan penggunaan trotoar. Yayat melanjutkan bahwa pihak berwajib, semisal polisi, juga kewalahan untuk menindak para pelanggar penggunaan trotoar. Pasalnya, terlalu banyak PKL dan pengendara motor yang menggunakan trotoar dengan tidak semestinya. Sampai sekarang, pemerintah pun tidak menuntut urgensi bagi penegakan hukum di trotoar.

“Nah, tentunya polisi lebih senang nilang jalur bus yang ada tarifnya, denda 500 ribu rupiah. Itu menarik," jelas Yayat. “Perda (peraturan daerah) harus menertibkan pedagang kaki lima, perda harus menindak sepeda motor yang masuk. Jadi kalau tidak ada tindakan yang keras dan tegas, rasanya susah lah kita akan mendapatkan nilai tambah atau upaya penegakan hukum – kalau mereka-mereka (pelanggar aturan penggunaan trotoar) suka-suka hidupnya aja," lanjutnya.

Kasta Terendah di Jalanan

Secara sosiologis, orang yang menggunakan trotoar dengan tidak semestinya di Indonesia merasa tidak bersalah. Banyaknya pelanggaran yang terjadi dan tidak segera ditertibkan membuat orang terus melakukan pelanggaran tersebut. “Kesalahan-kesalahan yang terus menerus dilakukan itu telah menjadi pembenaran kesalahan. Jadi kalau orang (pengendara motor) berjalan di trotoar, dia tidak merasa salah," tegas Yayat.

Nirwono Yoga, pengamat tata ruang kota dari Universitas Trisakti mengakui bahwa dalam UU 22 Tahun 2009, hak dan kewajiban para pejalan kaki sudah sangat jelas. Sayang, di Indonesia, terutama di Jakarta, pejalan kaki masih dianggap sebagai kaum terpinggirkan dan tidak dilindungi hak-haknya. Tidak hanya itu, pedestrian pun seringkali tidak diurus dengan layak.

“Trotoar hanya untuk pejalan kaki, apapun alasannya termasuk macet. Yang tidak jalan adalah penegakan hukumnya pihak berwajib dan Pemda yan tidak pernah serius menegakkan aturan hukum tersebut," jelas Nirwono.

Secara umum, Nirwono menilai bahwa kota-kota di Indonesia memang dibangun dengan memprioritaskan pada para pengguna sepeda motor, di mana semua akses memang dipermudah bagi pengguna kendaraan bermotor. Menurut Nirwono, inilah sebabnya pejalan kaki sampai sekarang belum mendapat penegakan hukum di lapangan.

“Pejalan kaki adalah kasta terendah dalam pembangunan transportasi kota kita sehinga nasib trotoar penegakan hukum dan pejalan kakinya terabaikan," sesalnya.

Sebenarnya, trotoar yang sering disalahgunakan tidak hanya terjadi di Indonesia. Di beberapa negara Asia Tenggara lainnya, seperti Thailand atau Malaysia, pedestrian masih menjadi prioritas kedua. Di negara-negara yang banyak memakai penggunaan sepeda motor dan tingkat kemacetan tinggi, di sana tidak ada prioritas bagi pejalan kaki.

“Jadi ibaratnya sepeda motor itu sudah seperti kakinya para warga kota. Jadi kalau melewati trotoar itu sudah seperti : ini jalan gue! Begitu," lanjutnya.

  • Baca juga: Pejalan Kaki Mempertaruhkan Nyawa di Jalan

Banyaknya tiang-tiang pembatas yang dipancang di ujung trotoar jalan juga tidak bisa menjadi solusi. Masih saja banyak pihak-pihak yang melanggar dan membuat tiang tersebut kadang rusak. Yayat berharap, pembangunan transportasi publik yang semakin matang bisa menjadi solusi bagi pemanfaatan trotoar seperti yang seharusnya diatur dalam Undang-undang. Tentu saja, kemajuan transportasi publik juga harus didukung oleh pedestrian yang memadai.

“(MRT tahun 2018) Efektif. Tapi harus ada pedestrian yang besar-besar. Jakarta itu harus banyak pedestrian. Pedestrian itu adalah sebuah kata kunci yang harus ada dan wajib ada terutama di kota-kota utama," tegasnya.

Baca juga artikel terkait PEJALAN KAKI atau tulisan menarik lainnya Felix Nathaniel
(tirto.id - fel/nqm)

Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti

Subscribe for updates Unsubscribe from updates

Para pedagang yang berjualan di trotoar merupakan pelanggaran HAM terhadap para pejalan kaki, sehingga menyebabkan para pejalan kaki berjalan di pinggir jalan sehingga sangat rentan terjadi kecelakaan.

Mengapa penjualan di trotoar termasuk sikap tidak bertanggung jawab?

Jawaban: Karena, Trotoar untuk pejalan kaki. Penjelasan: Kalau banyak orang yang berjualan pra pejalan kaki tidak bisa lewat.

Apakah boleh pedagang berjualan di trotoar?

Berdasarkan aturan tersebut, PKL boleh berjualan di atas trotoar. Asalkan, trotoar itu memiliki lebar minimal 5 meter. Dari 5 meter tersebut, area yang bisa digunakan untuk berjualan maksimal selebar 3 meter.

Apa akibat yang ditimbulkan apabila banyak penjual yang berjualan di trotoar?

jika trotoar digunakan untuk berjualan maka pejalan kaki akan berjalan di lintasan jalan Raya dan itu membahayakan pejalan kaki dan pengendara motor/mobil (alat transportasi).

Apa saja pelanggaran yang terjadi di masyarakat tentang peruntukan trotoar?

Berikut ini adalah lima pelanggaran yang sering terjadi trotoar:

  1. Parkir kendaraan di atas trotoar. IDN Times/Gregorius Aryodamar P.
  2. 2. Tempat jualan pedagang kaki lima. IDN Times/Gregorius Aryodamar P.
  3. 3. Dilintasi kendaraan bermotor.
  4. 4. Tidak ramah untuk penyandang disabilitas.
  5. Luas trotoar tidak memadai.

You might be interested:  Mengapa Alat Reproduksi Harus Dijaga Kebersihan?

Siapa yang berhak menggunakan trotoar?

Menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, jelas disebutkan bahwa pejalan kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung berupa trotoar, tempat penyeberangan, dan fasilitas lainnya. Ancaman sanksinya juga jelas.

Apa akibat dari pelanggaran sepeda motor yg melintas di trotoar?

‘Pengendara kendaraan bermotor yang tidak mengutamakan keselamatan pejalan kaki atau sepeda, diancam dengan denda lima ratus ribu rupiah (Rp 500.000,-) atau kurungan maksimal dua bulan,’.

Apakah boleh berjualan di bahu jalan?

‘Berdagang di bahu jalan tidak boleh. Di atas trotoar asal tidak menutup batas garis kuning masih ditolerir,’ tegas Irwandi, Rabu (28/4/2021) seperti dikutip BeritaJakarta.id. Selain itu, Irwandi juga mengimbau para pedagang untuk mentaati aturan protokol kesehatan seperti memakai masker dan menjaga jarak.

Apa yang dimaksud dengan pedagang kaki lima?

Pedagang Kaki Lima (PKL) menurut Peraturan Gubernur Nomor 10 Tahun 2015 tentang Penataan dan Pemberdayaan PKL adalah pelaku kegiatan usaha jasa perdagangan yang tergolong mikro yang menempati fasilitas umum baik milik pemerintah maupun milik perorangan yang telah mendapatkan izin.

Dimana pedagang kaki lima itu berjualan?

Pedagang kaki lima atau disingkat PKL adalah istilah untuk menyebut penjaja dagangan yang melakukan kegiatan komersial di atas daerah milik jalan (DMJ/trotoar) yang (seharusnya) diperuntukkan untuk pejalan kaki (pedestrian).

Dampak negatif PKL yaitu menempati ruang publik yang bukan peruntukannya, seperti di trotoar dan bahu jalan. Hal ini dipengaruhi faktor dari luar seperti adanya perbaikan pasar dan dari dalam diri PKL untuk meraih konsumen sehingga pendapatan bertambah.

Merusak trotoar jalan di denda berapa?

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), trotoar sejatinya merupakan salah satu hak dari pejalan kaki. Bagi pengendara yang tidak mengutamakannya, bakal terjerat hukuman pidana atau denda Rp 500.000.

Apa fungsi dari trotoar?

Berikut fungsi trotoar dalam Perencanaan Trotoar, Departemen Pekerjaan Umum (1990) di antaranya: – Untuk jalur transportasi bagi pejalan kaki agar selamat dan merasa nyaman dalam transportasinya. – Untuk meningkatkan kelancaran lalu lintas baik kendaraan maupun pejalan kaki.

Mengapa kita harus menggunakan peralatan berkendara sesuai standar saat berada di kendaraan bermotor?

Jika kita tidak melengkapi kelengkapan sepeda motor tentunya kita melanggar peraturan lalu lintas yang ada, sehingga kita akan mendapatkan sanksi sesuai dengan pelanggaran lalu lintas yang kita lakukan. Jadi lebih baik kita melengkapi kelengkapan tersebut agar kita selalu merasa tenang saat berkendara di jalan.