Sebutkan Penyebab Penyebab kemacetan yang terjadi di jalan

Antrean kendaraan terlihat menjelang titik penyekatan baru di Mampang, Jakarta, Kamis (15/7). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO

Siapa sih yang tidak pernah merasakan kemacetan? Apalagi yang terjadi dari pagi sampai malam, terutama di kota besar.

Padahal pemerintah selalu ikut turun tangan dalam mengatasi masalah ini. Namun, semua itu tidak mudah dilaksanakan jika semua kalangan masyarakat tidak ikut berkontribusi dalam masalah ini.

Lantas, di mana saja kemacetan lalu lintas bisa terjadi? Biasanya kemacetan terjadi di daerah-daerah yang dekat dari fasilitas umum seperti sekolah, pasar, terminal bus, stasiun kereta api, persimpangan kereta api hingga lampu merah (traffic lights).

Kemacetan pasti tidak datang begitu saja, tetapi ada sebab akibatnya. Lalu, apa saja faktor yang mempengaruhi kemacetan di jalan raya? Berikut informasinya untuk Anda.

Antrean kendaraan terlihat menjelang titik penyekatan baru di Mampang, Jakarta, Kamis (15/7). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO

4 Faktor yang Mempengaruhi Kemacetan

1. Berpindah Jalur Seenaknya

Yang pertama ini masih sering dilakukan, yaitu berpindah jalur seenaknya. Biasanya hal ini dilakukan ketika kita merasa terjebak oleh kemacetan dan melihat peluang berpindah jalur di samping kiri maupun samping kanan, secara tidak langsung hal itu akan mengakibatkan perlambatan kendaraan di belakangnya.

2. Bersikap Ragu di Jalan

Alasan kedua ini biasanya diakibatkan oleh ketidaktahuan jalan yang ingin kita tuju yang mengakibatkan pergerakan kendaraan menjadi pelan. Jika kita ragu di jalan, maka tujuan kendaraan kita tidak lancar, dan akan menyebabkan kendaraan di belakangnya terganggu.

3. Berkendara Tidak pada Jalurnya

Biasanya yang sering melakukan hal ini adalah pengendara sepeda motor. Jika ada kendaraan yang melaju pada pertigaan/perempatan jalan, lalu ada kendaraan yang bertujuan lurus ternyata ada di jalan kiri yang diperuntukkan bagi kendaraan yang belok kiri, maka ini bisa memancing terjadinya kemacetan.

Sangat jelas hal ini menjadi salah satu penyebab masalah kemacetan. Dengan adanya seseorang yang parkir sembarangan maka otomatis lebar jalan akan menjadi sempit. Maka dari itu carilah tempat yang dikhususkan untuk parkir, selain mencegah kemacetan, hal ini juga dapat membuat kendaraan kita aman.

Masalah-masalah/dampak negatif yang sering timbul dalam diri seseorang jika menghadapi kemacetan di antaranya:

  1. kerugian waktu, jelas hal ini seseorang akan memakan waktu yang lama jika mengalami kemacetan.

  2. kerugian ekonomi, dalam hal ini seseorang biasanya akan menghabiskan BBM yang lebih boros dibandingkan dengan yang tidak mengalami kemacetan.

  3. stres, dalam hal ini biasanya dialami oleh orang yang sedang terburu-buru untuk sampai ke tempat tujuan.

  4. kelelahan, setiap orang jika menghadapi kemacetan tentu saja akan mengalami kelelahan akibat terus bergeraknya anggota tubuh, biasanya yang sering merasakan dampak ini ialah anggota tubuh bagian tangan dan kaki.

Maka untuk menghindari masalah-masalah tersebut kita dianjurkan untuk lebih bersikap dewasa dalam berkendara di jalan. Perlunya sopan santun di jalan sangat penting untuk semua pengendara.

Jakarta, KOMPAS.com – Khususnya di kota besar di Indonesia, apalagi Jakarta, kemacetan lalu lintas hampir setiap hari terjadi. Entah sampai kapan permasalahan ini bisa selesai dialami.

Direktur Keamanan dan Keselamatan (DirKamsel) Korlantas Polri Brigjen Pol Chryshnanda Dwilaksana mengatakan, kemacetan semestinya menjadi masalah besar, karena lalu lintas merupakan urat nadi kehidupan. 

Namun faktanya, kata Chryshnanda, di kota-kota besar di Indonesia sering  dianggap sebagai hal biasa. Dirinya menyebut kalau kemacetan sendiri disebabkan adanya perlambatan, yang disumbang setidaknya oleh 10 faktor.

“Sayangnya lagi faktor perlambatan ini hampir tidak pernah dipikirkan solusinya secara holistik atau sistemik. Cara penangananya masih parsial konvensional bahkan manual. Secara strategis dan politis hampir tidak tersentuh,” ujar Chryshnanda kepada Kompas.com,  Kamis (8/3/2018).

Faktor penyumbang perlambatan pertama, yaitu kapasitas jalan yang tidak memadai. Kepadatan arus lalu lintas tidak pernah dipikirkan berapa persentase  over kapasitas di jalur tersebut. Analisa petugas yang berada di back office, mungkin sama sekali tidak memahami atau mungkin tidak pernah terpikir soal aplikasi digital traffic count untuk mengetahui dan menjawab tingkat kepadatan arus.

Baca juga : Rawan Kecelakaan dan Bikin Macet, Perlintasan Kereta Akan Ditutup

“Tatkala kepadatan arus sudah melampaui batas maksimal atau potensi terjadinya kemacetan parah, harusnya diambil tindakan pengalihan arus atau setidaknya ada upaya memberi informasi kepada publik, untuk dapat melalui jalan alternatif,” kata Chryshnanda.

Kedua faktor jalan, di mana kondisi jalan yang bottle neck atau terjadi penyempitan, perlu dilakukan upaya-upaya rekayasa untuk menyelesaikannya, atau setidaknya ada tindakan pengaturan untuk mempercepat arus dengan mengatasi faktor perlambatan lainya.

Lihat Foto

KOMPAS.com / ANDREAS LUKAS ALTOBELI

Pengendara melintas di jalan layang Pancoran usai dibuka di Jalan Layang Pancoran, Jakarta, Selasa (16/01/2018). Petugas Kepolisian dan Dinas Bina Marga DKI Jakarta melakukan pembukaan arus lalu lintas jalan layang Pancoran sebagai salah satu upaya untuk mengurangi kemacetan di jalan protokol Ibu Kota

“Kemudian ada faktor kerusakan jalan, tikungan, persimpangan sebidang, tanjankkan, traffic light, sistem penerangan jalan, gerbang tol yang belum menggunakan sistem electronic toll collecting, serta berbagai faktor jalan lainya yang menyebabkan para pengemudi mengurangi kecepatannya,” tutur Chryshnanda.

Ketiga, faktor kendaraan. Urusan ini, terkadang standar operasional kendaraan sering diabaikan. Saat mobil digunakan, bisa saja pecah ban, patah as, atau tidak memenuhui batas standar kecepatan minimal, over loading dan sebagainya.

“Ini semua menimbulkan perlambatan. Sistem kontrol yang ada untuk me-manage kendaraan yang digunakan berlalu lintas, lagi-lagi belum terintegrasi secara online untuk mengendalikan atau setidaknya bisa menjadi solusi pengurai,” ujar Chryshnanda.

Keempat, faktor pengemudi. Mereka yang kelelahan kemudian juga memperlambat kendaraannya. Begitu juga dengan driver yang kurang kompetensi, melakukan pelanggaran dan yang lainnya. Ini semua berdampak terjadinya kemacetan.

Kelima, adanya pembangunan jalan. Kondisi ini sangat mempengaruhi terjadinya perlambatan. “Sayangnya belum juga ada standar-standar yang menjadi SOP (Standar Operasional Prosedur) untuk mengatasi atau setidaknya mengurangi tingkat perlambatan,” kata Chryshnanda.

Baca juga : Jalan Thamrin Berpotensi Macet Lagi karena Sepeda Motor

Lihat Foto

KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG

Sejumlah kendaraan terjebak kemacetan di jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (25/7/2017). Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya memberlakukan rekayasa lalu lintas untuk mempercepat pengerjaan proyek pembangunan underpass Mampang-Kuningan.

Keenam, parkir kendaraan bermotor yang sembarangan. “Inipun sistem-sistemnya masih manual konvensional, bahkan menjadi ajang perebutan sumber daya dan di kelola dengan cara-cara manual,” ucapnya.

Ketujuh, sistem-sistem tata ruang perkotaan, yang mengabaikan dampak lalu lintas. Chryshnanda menyebut, kebijakan dan pengaturan tata ruang seringkali dilanggar dan diabaikan. Analisa dan solusinya sebatas  kelengkapan administrasi dan kepentingan seremonial atau supersial.

Kedelapan, kebijakan industri dan perdagangan kendaraan bermotor. Antara perindustrian dan perdagangan tidak mau tahu urusan kelancaran berlalu lintas, dengan alasan tenaga kerja atau devisa negara. “Lupa mungkin kalau lalu lintas juga menjadi cermin budaya bangsa,” tutur Chryshnanda.

Kesembilan, sistem angkutan umum yang tidak mampu menjadi ikon kebanggaan bagi seluruh warga. Angkutan umum yang buruk berdampak pada penggunaan kendaraan pribadi. Buruk di sini maksudnya, sistem angkutan masanya tidak  mampu menjangkau atau melayani kebutuhan publik sampai dengan minimal 90 persen atau setidaknya 80 persen.

“Belum lagi sistem-sistem pengawasan dan pengaturan pada interchange (simpang susun) yang tidak profesional, sehingga menyebabkan perlambatan,” kata Chryshnanda.

Kesepuluh, kesadaran masyarakat yang rendah dari perilaku berlalu lintas yang melanggar, menggunakan jalan atau badan jalan yang bukan untuk lalu lintas.

“Kemudian pertanyaannya, penanganan ada? Iya pasti ada. Siapa yang dituding bersalah? Pertanyaanya ke mana Polisinya? Polisi-pun tidak menganalisa dan menjawab dengan penjagaan, pengaturan dan berbagai rekayasa terbatas, hingga membentuk tim urai. Ini sama juga kematian mendadak yang dikatakan serangan jantung,” ujar Chryshnanda.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link //t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA