Yadnya yang dilaksanakan berdasarkan keyakinan disebut

Oleh : Drs. Ketut Gede Ariasna, MBA,MM, M.Akt
(Walaka PHDI Jatim)

HP/ WA. 08125 9922866/ Gresik-Jawa Timur

Om Ano bhadrah kratawu yantu wiswatah & Om Suasti Astu

Semoga Ida Hyang Widi mencerahkan pikiran kita dan menganugerahkan keselamatan dan kesejahteraan bagi kita semua. Umat sedharma/ pembaca yang saya hormati,

Dengan pengaksama dan kerendahan hati tulisan “Yadnya“ ini tidaklah bermaksud “nguyahin segara“ , namun sekedar menyegarkan ingatan kita khususnya umat yang awam dalam rangka untuk meningkatkan sraddha dan bhaktikehadapan Ida Hyang Widi. Artikel kami sajikan dalam rangka menyambut hari raya ataupun yadnya yang rutin dengan harapan semoga Sidha Karya, memberikan vibrasi kesucian bagi kita semua.

Pengertian Yadnya :

Yadnya adalah segala pengorbanan yang kita persembahkan, yang kita lakukan didasari dengan niat yang tulus dan ikhlas (lascarya) kepada Hyang Widi (Parahyangan), sesama manusia (Pawongan) dan kepada alam semesta (Palemahan) atau (Tri Hita Karana) agar tercapai kehidupan yang harmoni/ sejahtera.

Pustaka Atharwa Weda menyebutkan :

“ Satyam brhad rtam ugram diksa, tapo Brahma Yadnya pratiwim dharayanti “

Artinya

Sebenarnya yang menyangga alam semesta ini sehingga menjadi ajeg adalah : Satya (kebenaran), rtam (hukum alam), diksa (sarana), tapa (pengendalian diri), brahma (orang-orang suci), dan yadnya (korban suci secara tulus ikhlas)

Yadnya juga disebut sebagai satu pilar (saka guru) dari Agama Hindu (Dharma), sesuai dengan yang tertera dalam susastra suci berikut :

“ Sila, Yadnya, Tapa, Dhanam, Pawrejya bhiksu evaca, Yogasca pisama senah, Dharma ya eko, winernayah “

Artinya

Agama Hindu (Dharma) mempunyai tujuh bagian/ pilar utama yaitu : Sila (etika/ tri kaya parisudha), Yadnya (korban suci), Tapa (Pengendalian diri termasuk yasa-kerti), Dhanam (Arta dana = dana punia, widya dana= pengajaran pengetahuan, dharma dana = pengajaran agama/ guru loka), Prawrejya (pensucian) , Bhiksu (sesana Pandita dan Pemangku) dan Yoga (pemusatan pikiran, sabda, bayu dan idep kepada Tuhan melalui meditasi/ pemujaan).

Terdapat setidaknya 4 unsur dalam melakukan Yadnya, yaitu :

  1. Karya (adanya perbuatan / action)
  2. Sreya (ketulusan hati/ lascarya)
  3. Budhi (Kesadaran yang mendalam)
  4. Bhakti (persembahan/ ada 9 bentuk bhakti yang disebut Nawa Wida Bhakti)

Dalam susastra suci Rg Veda menyebutkan beberapa cara beryadnya :

“ Rcam twah posagste pupuswam, Gayatram two gayatri sawawarisu, Brahma two wadati jata widyam, Yadnyasya mantram wi mimita u twah “

artinya :

Yang pertama, Menyembah Hyang Widi (Sembahyang/ Mebakti), Kedua membaca/ mengucapkan mantra-mantra dari pustaka suci (Weda). Ketiga, Menyanyikan kidung-kidung suci/ kekawin (Dharma gita/ Kirtanam). Keempat, mempelajari agama dan mengajarkan kepada orang lain. Keempat, berprilaku yang baik (Manacika, wacika, & kayika/ tri kaya parisudha). Kelima, melaksanakan Upacara Yadnya (Upacara Panca Yadnya dll)

( Reg Weda, X.71 adh.II )

Dalam susastra suci Bhagawad Gita, Sri Krisna, sbg Awatara Tuhan bersabda :

“ Dengan Yadnya (Yadnya sanatanam) manusia berbhakti kepada Hyang Widi dengan segala bentuk manifestasinya (Dewa-Dewi), dengan yadnya pula Hyang Widi menyayangi, memelihara dan melindungi manusia dan alam semesta ini untuk mencapai kebaikan, harmoni, Jagadhita dan tujuan yang Maha tinggi “

Artinya

Dengan korban suci Yadnya, penyucian jiwa, merupakan pengabdian pada Hyang Widi, maka manusia akan mencapai kebahagiaan yang sejati yakni “ manunggal dengan Tuhan “ dan tak lagi mengikuti perputaran cakra samsara/ punarbhawa.

( Bhagawad Gita III.11 )

Tidak hanya itu, secara berurutan kitab Bhagawad Gita Bab III sloka 9 sampai dengan 12 menyatakan :

Setiap pekerjaan (karya) hendaklah dilakukan sebagai Yadnya, karena Hyang Widi dengan yadnya pula memelihara dan mensejahterakan manusia, demikian pula halnya bahwa seseorang akan menjadi suci apabila dia memakan sisa yadnya (karena prasadam/ lungsuran adalah makanan yang telah disucikan). Dan dianggap pencuri/ berdosalah seseorang bila sesorang makan makanan yang belum dipersembahkan, karena pada hakekatnya seluruh makanan yang ada dialam ini milik Hyang Widi.

(Terjemahan bebas Bhagavad Gita III.9–12)

Pustaka Weda Smerti (Manawa Dharma Sastra) sebagai compendium Hukum Hindu menyatakan 5 (lima) ukuran Yadnya dikatakan Dharma Sidhiyatra (Sukses), yaitu :

  1. Iksha, setiap pelaksanaan Yadnya harus jelas tujuan ideal / idiologinya.
  2. Sakti, setiap Yadnya harus dilandasi/ disesuaikan dengan kemampuan (kemampuan meluangkan waktu, tenaga, pikiran, pengendalian diri, dana dan material, secara ikhlas/ lascarya, dll)
  3. Desa, setiap Yadnya harus mempertimbangkan wilayah, tempat, ruang, tradisi, Desa mawacara, Desa dresta, dll
  4. Kala, setiap Yadnya harus mempertimbangkan waktu yang baik (ala hayuning dewasa) dengan berpedoman kepada kitab Jyotisa (astronomi & astrologi)
  5. Tattwa, setiap yadnya harus dipahami filsafat/ hakekatnya agar kita yakin.

Kitab suci Bhagawad Gita menyatakan :

“ Patram Puspam Phalam Toyam, Yo mebhaktya praya schati, Tad aham bhaktyu pahritam, Asnami praya tat manah “

Artinya :

Siapapun yang sujud kepada Tuhan, dengan mempersembahkan sehelai daun, sekuntum bunga, sebiji buah-buahan, seteguk air yang dilandasi hati yang tulus, suci dan iklas (lascarya) akan diterima sebagai persembahan yang sempurna.

(Bhagavad Gita IX.26)

Dengan demikian hati yang tulus, suci dan lascarya adalah landasan Yadnya yang sempurna. Hal ini terkait dengan ajaran Satyam, Siwam, Sundaram, bahwa Yadnya harus dipersembahkan berdasarkan Kebenaran (Satyam), kesucian (Siwam) dan Keindahan (Sundaram).

Setelah sebelumnya kita sudah membahas terkait unsur yadnya dan landasan hukumnya sesuai dengan Susastra Hindu, kali ini kita akan membahas terkait jenis dan tingkatannya

Tri Manggalaning Yadnya

Dalam melaksanakan Yadnya ada 3 unsur yang pelaksana yang harus harmonis :

  1. Sang Yajamana adalah orang/ masyarakat yang menyelenggarakan Yadnya
  2. Sang Widya/ Pancagra adalah Ahli banten/ sarati dan asistennya
  3. Sang Sadhaka adalah yang muput atau Sulinggih (Pandita/ Pedanda/Mangku)

Tingkatan Yadnya (menurut Upacara & Upakara/ sarana) :

  1. Utama (Utamaning Utama, Madyaning Utama, Kanistaning Utama)
  2. Madya (Utamaning Madya, Madyaning Madya, Kanistaning Madya)
  3. Kanista (Utamaning Kanista, Madyaning Kanista, Kanistaning Kanista)

(Utama = istimewa/ agung, Madya = Menengah, Kanista = sederhana/ kecil)*

Adapun dasar-dasar hukum Yadnya yang tersebar di Susastra Suci Hindu, antara lain:

Tri Rna (Tiga hutang manusia)

  • Dewa Rna (hutang manusia kepada Sang Hyang Widi
    Wasa beserta Dewa-dewa sebagai manifestasi/ sinar sucinya, Tuhan memberikan kita Atman, sedangkan Dewa dewa,
    sebagai pemelihara & pelindung dan memberi sinar suciNya.
  • Resi Rna (hutang manusia kepad Para Agamawan misalnya :
    Pandita, Pemangku, Parisadha, Guru, dan sebagainya yang memberikan ilmu pengetahuan & teknologi serta ilmu agama/
    spiritual, pencerahan bathin)
  • Pitra Rna (hutang manusia kepada orang tua, leluhur,
    penglingsir pahlawan,dll) yang telah menurunkan dan membesarkan kita baik dari segi fisik, pendidikan dan menyediakan
    sarana kehidupan lainnya.

Wisudhi Marga (jalan pensucian diri)
Dengan pengertian bahwa manusia lahir dan hidup dalam keadaan berdosa, membawa Karma Wasana kehidupannya yang terdahulu (kehidupan sebelumnya, sebelum reinkarnasi/ menitis) sehingga Karma Wasana/ dosa-dosa itu perlu ditebus atau disucikan dengan beryadnya.

Tujuan Pokok Beryadnya :

  1. Yadnya sebagai sarana mengantarkan Atman manusia mencapai Tuhan/ Mukti & Moksha (Jagadhita & kebahagiaan
    yang abadi, suka tanpa wali duka)
  2. Yadnya sebagai sarana untuk memohon sesuatu kepada Tuhan
  3. Yadnya sebagai sarana untuk menciptakan keseimbangan (pikiran manusia, alam semesta, menjauhkan malapataka, dll)
  4. Yadnya sebagai sarana untuk memciptakan kesucian manusia dan lingkungannya serta penebusan dosa/ kesalahan akibat
    Sad Ripu/ Atetayi
  5. Yadnya sebagai sarana untuk pendidikan & pelatihan (praktek) tata laku pengamalan ajaran Agama (Dharma)
  6. Yadnya sebagai aplikasi dan sosialisasi ajaran Agama (Weda) kepada umat manusia secara berkesinambungan
    (regenerasi)

Kualitas Pelaksanaan / Praktek yadnya :

Menurut Bhagawad Gita Bab XVII sloka 11 sd 12 menyebutkan :

  1. Satwika Yadnya, Pelaksanaan yadnya yang mengutamakan/ berdasarkan sastra Agama, ketulusan, keheningan, kesucian, ketentraman, keikhlasan, kemampuan, ketertiban, kebersamaan, rame ing gawe (ngayah) sepi ing pamerih, menghayu-hayuning bhawana, berani mengambil risiko (Ngayah itu siap payah, layah, mayah dan pasrah, atau jer basuki mawa bea) dan yang sejenisnya.
  2. Rajasika Yadnya, Pelaksanaan yadnya yang mengutamakan kebesaran, kemegahan, pencitraan, pamer kemewahan, popularitas, dan yang sejenisnya.
  3. Tamasika Yadnya, Pelaksanaan yadnya yang landasan sastranya tidak difahami/ tidak jelas sehingga berdampak kurang sraddha / kurang meyakinkan (Yadnya tanpa tattwa = yadnya tanpa sraddha = yadnya tanpa phala baik/ suhba karma phala)

Dari uraian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa, Yadnya harus dilandasi :

  1. Sradha, beryadnya dengan penuh keyakinan kepada Ida Hyang Widi
  2. Sastra, beryadnya berpedoman Dharma yang bersumber dari Weda Sruti (sabda Tuhan), Weda Smerti (Dharma Sastra), Sila (Pedoman prilaku dari Para resi/ orang suci), Acara (tradisi, loka dresta, desa dresta, kuna dresta, dll),Atmanastuti (pedoman Parisadha, Sulinggih, hasil paruman, dan hati yg mantap)
  3. Lascarya, beryadnya harus hening, suci, tulus iklas, pengendalian bibir (mona brata), tanpa pamerih (rela berkorban waktu, tenaga, perasaan, materi & dana)
  4. Daksina, beryadnya dengan menyiapkan sarana upacara/ upakara sesuai sastra
  5. Mantra dan Gita, Yadnya dilakukan dengan pemujaan mantra-mantra dan persembahan kidung-kidung suci, gamelan (kirtanam), wali, dll
  6. Annasewa, yadnya dilengkapi suguhan kepada para tamu (Atiti Yadnya)
  7. Nasmita, yadnya yang dilakukan bukan untuk pamer kemewahan/ jor-joran dan hanya pencitraan.

Jenis-jenis Yadnya

  1. Dewa Yadnya (Tapa, Brata, Yoga, Samadi, Sembahyang rutin Tri Sandya, Piodalan, Purnama/ Tilem, Karya Agung ngenteg Linggih, Pembangunan/ renovasi Pura, dan yg sejenisnya)
  2. Resi Yadnya (Melaksanakan Diksa Pariksa, Hormat pada guru/ dosen, Ngaturang Sesari/ punia, ngaturang Daksina gede/ Alit, Ngaturang punia, hormat pada pandita / pinandita, dsb)
  3. Pitra Yadnya (Ngaben, ngerorasin/ mukur/ maligia, taat pada ajaran leluhur, melanjutkan cita cita leluhur, dsb nya)
  4. Manusa Yadnya (hubungan baik dengan sesama, donor darah, bantuan bencana, bantuan beasiswa, otonan, mewinten,metatah/ mepandes, ngraja sewala, wiwaha, menyekolahkan anak, membantu sesama,dll)
  5. Bhuta Yadnya (menjaga kelestarian lingkungan, Mecaru, segehan, Taur agung, melestarikan alam, Danu Kerti, Wana Kerti, Samudra Kerti, menyayangi binatang/ tumbuhan, dsb).

Upacara Yadnya pada umumnya tidaklah berdiri sendiri, biasanya saling melengkapi / dilaksanakan untuk saling mendukung agar terwujud “ Keharmonisan “ namun ada satu diantaranya yang menjadi prioritas.

Demikian sekilas tinjauan kami yang dangkal dan jauh dari sempurna, namun mudah-mudahan, tulisan yang kecil ini ibarat buah beringin, apabila ditanam dilahan yang subur, semoga kelak akan tumbuh rimbun dan memberikan kesejukan bagi banyak orang,

Om Awignam Astu,
Om sarwa karya prasidhantam,
Om Shanti, Shanti Shanti Om

Gresik, Anggara Kasih Kulantir, 13 Nopember 2018

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA