Sikerei adalah seorang ahli pengobatan yang memimpin upacara pengobatan

Simak pembahasan soal dan kunci jawaban tema 5 kelas 5 SD halaman 89 Buku Tematik Subtema 2 Pembelajaran 5 tentang tarian Turuk Langgai.

Tarian Turuk Langgai. - Buku Tema 5 Kelas 5 SD

TRIBUNPADANG.COM - Simak pembahasan soal dan kunci jawaban tema 5 kelas 5 SD halaman 89 Buku Tematik Subtema 2 Pembelajaran 5.

Jawaban pada artikel ini dapat digunakan orang tua sebagai pedoman untuk mengawasi anak belajar di rumah.

Para siswa diharap dapat menjawab dengan jawabannya sendiri terlebih dahulu.

Kemudian gunakan jawaban pada artikel ini untuk mengoreksi. 

Berikut Kunci Jawaban Buku Tema 5 Kelas 5 Halaman 89:

Untuk menjawab pertanyaan pada halaman 89, telah disediakan bacaan berjudul "Alam dan Tarian" pada halaman 88.

Berdasarkan bacaan di atas, lakukanlah kegiatan berikut.

1. Menjawab pertanyaan

a. Sebutkan properti tari yang dipergunakan dalam Tari Turuk Langgai!

Jawaban: Hiasan kepala dan dedaunan.

b. Apakah tujuan dari tarian Turuk Langgai?

Jawaban: Memberi hiburan kepada orang sakit yang telah berobat agar segera sembuh.

c. Sebutkan gerakan-gerakan yang terdapat dalam tarian Turuk Langgai!

Jawaban: 

1. Membungkukkan badan sambil berjingkat-jingkat.
2. Menengadahkan kepala ke atas sambil mengepakkan daun telinga.
3. Menghentakkan kaki ke lantai.
4. Berputar-putar berkeliling yang terkadang saling mengejar atau berjajar berhadapan.

2. Cobalah untuk memperagakan gerakan tari Turuk Langgai seperti dijelaskan dalam bacaan di atas. Kalian juga dapat mencoba beberapa gerakan hewan lain seperti monyet atau ular.

3. Gunakan properti tari yang berasal dari alam sebagaimana yang terdapat dalam Tari Turuk Langgai, seperti dedaunan atau bulu-bulu unggas.

4. Lakukan tarian tersebut secara berkelompok. Bagilah kelompok menjadi dua, penari dan pemain musik ritmis. Gunakan alat musik ritmis sederhana yang dapat ditemukan di kelas. Pastikan semua gerakan memiliki ketukan yang sama. Berlatihlah untuk pementasan pada hari berikutnya.  

Alam dan Tarian

Alam tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Suku Mentawai yang tinggal di Pulau Nias, Sumatra Utara. Selain menjadi sumber kehidupan, alam memberikan inspirasi seni. Alam sebagai inspirasi seni dapat dilihat dari tarian tradisional mereka yang diberi nama Turuk Langgai. Dalam tarian ini, penari menirukan aneka gerak hewan seperti unggas, kelinci, dan monyet.

Tarian ini biasanya ditarikan sebagai penutupan prosesi pengobatan yang dilakukan oleh ahli pengobatan tradisional Suku Mentawai. Tujuan tarian ini adalah memberikan penghiburan kepada si sakit agar segera sembuh. Tarian ini ditarikan oleh beberapa Sikerei. Seorang ahli pengobatan yang memimpin upacara ini. Sikerei mengenakan hiasan kepala berupa manik-manik dan bulu unggas dan memegang dedaunan. Beberapa dedaunan diselipkan di bagian belakang tubuhnya menyerupai ekor. Dengan diiringi tuddukat, gendang tradisional, Sikerei lalu berjingkat-jingkat sambil membungkukkan badan. Kepalanya menengadah ke atas sambil mengepakkan daun di tangan. Kakinya menghentak papan lantai menghasilkan suara ritmis yang teratur. Keduanya berputar-putar berkeliling, terkadang saling mengejar atau berjajar berhadapan. Lengkingan keluar dari mulut Sikerei. Dalam temaram lampu petromak, bayangan para Sikerei yang menari jatuh di dinding, tampak hidup seperti dua ekor burung menari di alam bebas.

Usai menarikan gerakan unggas, Sikerei kemudian memulai gerakan yang lain. Ia melompat tinggi dan terlihat lincah bagaikan seekor kelinci. Tangkai daun yang awalnya dijadikan sebagai sayap, dinaikkan sejajar dengantelinga. Gerakannya pun terlihat menarik bagaikan seekor kelinci yang berlari menghindari kejaran pemangsa. 

*)Disclaimer: Jawaban di atas hanya digunakan oleh orang tua untuk memandu proses belajar anak.

(TribunPadang.com)

Suku mentawai di Sumatera Barat saat melakukan ritual

Indonesia kaya akan budaya, alam dan pariwisatanya. Salah satu buktinya adalah tradisi pengobatan Sikerei yang ada di Mentawai. Kerei atau Sikerei adalah orang yang sangat dipercaya bisa menyembuhkan penyakit dengan cara ritual tertentu.

Di Mentawai, Sumatra Barat ada tradisi pengobatan kuno yang namanya Sikerei, atau orang yang dipercaya bisa menyembuhkan penyakit. Salah satu ritual dari Sikerei ini adalah Tari Turuk tarian yang dilakukan untuk berkomunikasi dengan arwah leluhur (ukkui).

Sebelum melakukan ritual tari tarian, dimulai dengan mengolah daun-daunan yang digunakan sebagai ramuan obat, saat mengolah obat pun Sikerei sambil membacakan mantera. Mantra tersebut adalah cara masyarakat setempat untuk berkomunikasi Sikerei dengan arwah para leluhur, untuk membantu pembuatan obat tersebut.

Masyarakat setempat percaya, bila ada seseorang yang sakit hal tersebut dikarenakan jiwanya sedang meninggalkan tubuhnya. Dan memerlukan pengobatan khusus seperti kekuatan spiritual yang tinggi untuk mengobatinya agar kembali sembuh.

Setelah obat dari dedaunan jadi, barulah melakukan ritual Tarian Turuk, merupakan tarian mistis sambil membacakan mantra yang sama saat pembuatan obat.

Suku Mentawai lekat sekali dengan kehidupan tradisional yang sulit dilepaskan dari kepercayaan terhadap roh leluhur. Hubungan manusia dan arwah para leluhur mereka percaya harus dijaga dengan baik agar tercipta keselarasan.

Konon, seorang yang menjadi Sikerei cukup memegang peranan penting dalam keseimbangan kehidupan Suku Mentawai, tak hanya ahli dalam obat- obatan , mereka juga adalah orang kepercayaan untuk menjadi pemimpin dalam upacara adat, seperti kelahiran, berburu makanan, pergi ke hutan/ ladang, hingga upacara kematian.

Menjadi seorang Sikerei pun mempunyai pantangan yang tidak boleh di langgar seperti makan hewan pakis, babi, bilou (monyet khas Mentawai), belut, tupai, dan juga kura-kura.

Oleh Liputan6 pada 29 Nov 2003, 06:02 WIB

Diperbarui 29 Nov 2003, 06:02 WIB

Perbesar

Liputan6.com, Mentawai: Jika sakit, orang biasanya pergi ke dokter atau ke ahli pengobatan alternatif untuk menyembuhkan penyakit. Namun berbeda dengan masyarakat di pedalaman Kepulauan Mentawai, Kecamatan Siberut Selatan, Kapubaten Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Berdasarkan informasi yang dihimpun SCTV baru-baru ini, orang Mentawai hanya mengenal Sikerei untuk menyembuhkan segala penyakit. Sikerei adalah sebutan masyarakat pedalaman Mentawai untuk dukun pengobatan tradisional. Pada Sikerei inilah warga pedalaman Mentawai menggantungkan kesehatan dan kesembuhan mereka dari berbagai macam penyakit. Selain pandai mengobati, seorang Sikerei juga harus pandai menari. Sebab, dengan menarilah Sikerei baru dapat mengobati sang pasien. Hal pertama yang disiapkan untuk pengobatan adalah ramuan obat-obatan yang dibuat dari daun-daunan yang diambil dari hutan. Setelah itu prosesi pengobatan dimulai dan Sikerei pun mulai menari. Saat kendang ditabuh dan musik dimainkan, Sikerei memanggil roh-roh nenek moyang sambil menari. Melalui roh yang masuk ke tubuh Sikerei inilah pasien kemudian diobati.

Menurut Tajui Lebok, seorang Sikerei setempat, tarian untuk prosesi pengobatan selalu sama, yaitu Tari Burung Bercinta. Sedangkan untuk upacara adat, seperti menyambut tamu atau ingin mendapat menantu, tarian yang dipakai adalah Tari Beruk atau Tari Kera.(LIA/Denni Risman)

Sikerei adalah sebutan bagi seorang dukun di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat yang dianggap memiliki kekuatan supranatural. Sikerei dinobatkan melalui upacara khusus yang disebut taddek.

Sikerei yang sedang mengobati warga yang sakit

Bagi orang Mentawai, kerei adalah pengetahuan, keahlian, serta keterampilan akan pengobatan dan tanaman obat. Orang yang dapat berhubungan dengan roh-roh dan jiwa orang-orang di alam nyata maupun di alam gaib.[1] Oleh karena keistimewaan tersebut, sikerei memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan orang Mentawai. Sikerei menjadi tokoh pengobatan dan spiritual dan pemimpin ritual dalam setiap upacara adat atau punen (pesta) di uma (rumah adat Mentawai).

Kemampuan istimewa seorang sikerei tidak diperoleh begitu saja, ada beberapa banyak tahapan dan ujian yang harus dilalui seseroang untuk menjadi sikerei, Ia harus melalui proses yang panjang untuk mendapatkan pengetahuan tentang ramuan obat-obatan, ritual atau upacara adat, nyanyian-nyanyian (urai sikerei), dan tarian (turuk sikerei). Semua itu didapatkan dengan belajar dari sikerei senior. Sikerei senior berperan sebagai guru dan pembimbing yang disebut dengan sipaumat.

Walaupun tidak ada batasan untuk jenis kelamin untuk menjadi sikerei, pada umumnya dan bahkan dapat dikatakan sebagian besar sikerei adalah laki-laki dan bersama dengan rimata (pemimpin kelompok kerabat/klan) dia memimpin suatu upacara. Bagi sikerei yang berjenis kelamin perempuan, pada dasarnya adalah bersifat membantu sikerei laki-laki dan biasanya adalah istri dari sikerei tersebut. Pekerjaan sikerei perempuan hanyalah terbatas pada membantu suaminya. Akan tetapi, pada masa sekarang sikerei perempuan atau istri dari sikerei bekerja untuk membantu persalainan dan mengobati penyakit anak-anak.[2]

Masyarakat Mentawai sangat menghormati sikerei karena dipandang sebagai orang yang memiliki kematangan, kedewasaan, dan kearifan dalam menjalankan tradisi dan adat istiadat. Serta pelayanan dan kemampuannya dalam memberikan pengobatan termasuk pula perannya kepada anggota uma. Orang yang bukan sikerei disebut simatak yang berarti mentah. Akan tetapi, perbedaan sebutan tidak menciptakan perbedaan kelas atau strata sosial dalam kehidupan masyarakat Mentawai.

 

Sikerei di Sikakap (sebelum 1940)

Cerita mengenai asal-usul sikerei dalam cerita rakyat Si Malinggai . Dahulu ada seorang anak laki-laki yang telah yatim piatu bernama Si Malinggai. Suatu hari ia dikubur hidup-hidup oleh pengasuhnya. Siang dan malam Si Malinggai menangis di dalam kuburnya. Kuburan pada zaman dahulu diletakkan di atas pohon besar dan tidak berada dalam tidak timbunan tanah. Kemudian di dalam kuburnya itu Si Malinggai dibimbing dan dilinduingi oleh kerei sipageta sabbau. Oleh sebab itulah Si Mallinggai dapat bertahan hidup meski dikubur. Beberapa hari kemudian ada seseorang yang merasa iba dan bergerak hatinya untuk menyelamatkan si Malinggai. Orang itu membawa Malinggai pulang ke rumah, lalu ia di magri (ritual mandi untuk pembersihan diri dan jiwa) agar roh-roh jahat atau hantu yang mungkin telah merasuki jiwanya dan raganya dapat terusir.

Setelah dewasa si Malinggai mulai menunjukkan adanya keanehan dalam dirinya. Ia tiba-tiba bisa bernyanyi lagu-lagu kerei seperti: suppa, balungan dan sering menyanyikannya. Ia pun mulai menyiapkan berbagai keperluan dan kebutuhan yang nantinya menjadi kebutuhan dan proses mendapatkan kerei. Mulailah ia menjalani berbagai tahapan kegiatan hingga akhirnya selesai. Ia pun menjadi sikerei yang disebut sikerei karai.

Ada beberapa hal yang menjadi latar belakang seseorang menjadi sikerei. Pertama dan yang paling umum adalah karena diwahyukan melalui suatu penyakit dan mimpi. Orang Mentawai percaya bahwa seseorang dipilih oleh leluhur untuk menjadi sikerei melalui tanda. Tanda-tanda itu seperti menderita suatu penyakit dalam waktu yang lama, penyakit tersebut tidak dapat disembukan meski telah diobati.[1] Dalam mimpi yang dialami oleh seorang calon sikerei, seseorang tersebut mendapat tanda-tanda agar menjadi seorang sikerei. Pada banyak kasus ketika orang tersebut bersedia menjadi sikerei makan penyakit itu akan sembuh dengan sendirinya.

Alasan lain seseorang menjadi sikerei ialah karena adanya dorongan dari dalam diri sendiri atau dari orang lain. Keinginan dalam diri sendiri bisa timbul karena memiliki ketertarikan akan kerei. Selain itu, seseorang mendapat dorongan dari orang lain atau anggota uma yang menginkan adanya sikerei baru di uma mereka. Namun, apapun alasan yang menjadi latar belakang pengangkatan sikerei. Calon sikerei beserta keluarga harus menyiapkan diri untuk upacara pengangkatan sikerei.

Upacara untuk pengangkatan seseorang menjadi sikerei disebut juga dengan Tadek. Seluruh rangkaian upacara Tadek disiapkan oleh keluarga calon sikerei, ada banyak pesyaratan yang harus dipenuhi, termasuk juga dengan pembiayaan upacara. Upacara ini sebagai pemberitahuan adanya sikerei baru, sekaligus menunjukkan bahwa untuk menjadi sikerei orang harus belajar dulu kepada sikerei senior. Calon sikerei biasanya berasal dari anak laki-laki dari seorang sikerei atau orang biasa. Pertanda seseorang dipilih menjadi sikerei adalah kondisi badannya sakit-sakitan dan baru sembuh setelah ayahnya mempersiapkan upacara untuk sikerei.[3]

 

Pakaian Sikerei

Sikerei harus memakai pakaian khusus yang dipakai sebagai pakaian sehari-hari sebagai simbol seseorang yang terlibat dalam upacara-upacara pakaiannya terdiri dari:

Sorot

Ikat kepala yang terbuat dari rotan dan manik-manik. Ikat kepala ini menyimpulkan bahwa dirinya adalah orang dipercaya oleh mahkluk supranatural sebagai pembawa berita keadaan sosial di alam nyata.

Lekkau

Adalah gelang untuk lengan atas yang terbuat dari rotan. Gelang ini menggambarkan bahwa dirinya adalah sipengobat segala sakit atau penyakit, baik yang ada pada diri seseorang maupun yang sedang menjadi epidemik pada sebuah dusun

Tudda

Adalah kaluang yang terbuat dari untaian manik-manik. Kalung dengan hiasan manik-manik ini menggambarkan bahwa dirinya adalah anggota masyarakat biasa juga, sama dengan individu lainnya.

Tonngoro

Adalah cawat yang terbuat dari kulit kayu yang berwarna merah. Cawat ini sangat erat kaitannya dengan dirinya dan selalu digunakan sebagai pakaian sehari-hari. Walaupun sebagian anggota masyarkat mengenakan pakaian dari katun (celana maupun baju), akan tetapi seorang sikerei tetap harus menggunakan cawat yang terbuat dari kulit kayu. Berbeda dengan sikerei perempuan, sikerei perempuan menggunakan rok berwarna merah, namun dada dibiarkan terbuka.

Abak Ngalau

adalah kalung yang menggantung seperti gelang di leher. Abak ngalau menyimbolkan bahwa setiap perkataannya bermanfaat bagi kehidupan sosial masyarakat.

Jara-jara

adalah hisan rambut yang terbuat dari bulu burung. ini menggambarkan bahwa sikerai merupakan anggota dari dunia supranatural yang dapat hidup di dua dunia (nyata dan tidak nyata).

Urai Sikerei merupan lagu atau nyayian yang dibawakan ketika ritual pengobatan tradisional yang dilakukan oleh Sikerei. Dalam upacara pengonatan sikerei melaului lagu yang dinyanyikan meminta bantuan kekuatan pada roh agar obat yang sedang diramu majur. Lagu-lagu yang biasa dinyanyikan sikerei dalam pengobatan adarai urai ukui, urai tirik langgai dan urau tibbalet.[4]

  1. ^ a b Hernawati, Tarida (ed) (2015). Upacara Adat Mentawai. Padang: Yayasan Citra Mandiri Mentawai. hlm. 14. ISBN 978-979-98602-9-3. Pemeliharaan CS1: Teks tambahan: authors list (link)
  2. ^ Bambang Rudito, Dan Sunarseh (2013). Masyarakat dan Kebudayaan Mentawai. Padang: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatra Barat UPTD Museum Nagari. hlm. 178. 
  3. ^ Rudito, Bambang (2013). Bebetei Uma Kebangkitan Orang Mentawai: Sebuah Etnografi. Yogyakarta: Gading. hlm. 135. ISBN 978-979-16776-2-2. 
  4. ^ Warisan budaya tak benda di [nama tempat]. Balai Pelestarian Nilai Budaya Padang (Indonesia), (edisi ke-Cetakan pertama). Padang, Sumatra Barat. ISBN 978-602-8742-66-5. OCLC 892305159. 

Diperoleh dari "//id.wikipedia.org/w/index.php?title=Sikerei&oldid=17683526"

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA