Setiap pemberitaan yang kemudian ternyata tidak benar harus

Page 2

PEMBUKAAN

6. Penyiaran setiap berita atau tulisan yang berisi tuduhan yang

tidak berdasar, desas-desus, hasutan yang dapat memBahwasanya kemerdekaan pers adalah pengwujudan kemer

bahayakan keselamatan Bangsa dan Negara, fitnahan, pemudekaan menyatakan pendapat sebagaimana tercantum dalam

tarbalikan sesuatu kejadian, merupakan pelanggaran berat pasal 28 UUD 1945, dan karena itu wajib dihormati oleh semua

terhadap profesi jurnalistik. pihak.

7. Pemberitaan tentang jalannya pemeriksaan perkara pidana di Kemerdekaan pers merupakan salah satu ciri negara hukum dalam sidang-sidang pengadilan harus dijiwai oleh prinsip yang dikehendaki oleh penjelasan-penjelasan Undang-Undang "praduga tak bersalah", yaitu bahwa seseorang tersangka Dasar 1945. Sudah barang tentu kemerdekaan pers itu harus baru dianggap bersalah telah melakukan suatu tindak pidana dilaksanakan dengan tanggung jawab sosial serta jiwa Pancasila apabila ia telah dinyatakan terbukti bersalah dalam keputusan demi kesejahteraan dan keselamatan Bangsa dan Negara. Karena

pengadilan yang telah memiliki kekuatan tetap, itulah PWI menetapkan Kode Etik Jurnalistik untuk meles- 8. Penyiaran nama secara lengkap, identitas dan gambar dari tarikan asas kemerdekaan pers yang bertanggung jawab. seorang tersangka dilakukan dengan penuh kebijaksanaan, Pasal 1.

dan dihindarkan dalam perkara-perkara yang menyangkut Kepribadian Wartawan Indonesia.

kesusilaan atau menyangkut anak-anak yang belum dewasa.

Pemberitaan harus selalu berimbang antara tuduhan dan Wartawan Indonesia adalah warganegara yang memiliki kep- pembelaan dan dihindarkan terjadinya "trial by the press". ribadian :

Pasal 4. a. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

Hak Jawab. b. berjiwa Pancasila; c. taat pada Undang-Undang Dasar 1945;

1. Setiap pemberitaan yang kemudian ternyata tidak benar atau d. bersifat kesatria;

berisi hal-hal yang menyesatkan, harus dicabut kembali atau e. menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia;

diralat atas keinsafan wartawan sendiri. f. berjuang untuk emansipasi Bangsa dalam segala lapangan. 2. Pihak yang merasa dirugikan wajib diberi kesempatan secesehingga dengan demikian turut bekerja ke arah keselamatan patnya untuk menjawab atau memperbaiki pemberitaan yang Masyarakat Indonesia sebagai anggota Masyarakat Bangsa- dimaksud, sedapat mungkin dalam ruangan yang sama bangsa di dunia.

dengan pemberitaan semula dan maksimal sama panjangnya, Pasal 2.

asal saja jawaban atau perbaikan itu dilakukan secara wajar. Pertanggungjawaban.

Pasal 5. 1. Wartawan Indonesia dengan penuh rasa tanggung jawab dan

Sumber Berita. bijaksana mempertimbangankan perlu/patut atau tidaknya 1. Wartawan Indonesia menghargai dan melindungi kedudukan suatu berita, tulisan, gambar, karikatur dan sebagainya sumber berita yang tidak bersedia disebut namanya. Dalam disiarkan.

hal berita tanpa menyebut nama sumber tersebut disiarkan, 2. Wartawan Indonesia tidak menyiarkan :

maka segala tanggung jawab berada pada wartawan dan/atau a. hal-hal yang sifatnya destruktif dan dapat merugikan penerbit pers yang bersangkutan. Negara dan Bangsa;

2. Keterangan-keterangan yang diberikan secara ”off the b. hal-hal yang dapat menimbulkan kekacauan;

record” tidak disiarkan, kecuali apabila wartawan yang berc. hal-hal yang dapat menyinggung perasaan susila, agama, sangkutan secara nyata-nyata dapat membuktikan bahwa ia

kepercayaan atau keyakinan seseorang atau sesuatu sebelumnya memiliki keterangan-keterangan yang kemudian golongan yang dilindungi oleh undang-undang.

ternyata diberikan secara "off the record" itu. 3. Wartawan Indonesia melakukan pekerjaannya berdasarkan Jika seorang wartawan tidak ingin terikat pada keterangan

kebebasan yang bertanggung jawab demi keselamatan umum. yang akan diberikan dalam suatu pertemuan secara ”off the Ia tidak menyalah gunakan jabatan dan kecakapan untuk record”, maka ia dapat tidak menghadirinya.

kepentingan sendiri dan/atau kepentingan golongan. 3. Wartawan Indonesia dengan jujur menyebut sumbernya 4. Wartawan Indonesia dalam menjalankan tugas jurnalistiknya dalam mengutip berita, gambar atau tulisan dari suatu pener

yang menyangkut Bangsa dan Negara lain, mendahulukan bitan pers, baik yang terbit di dalam maupun di luar negeri. kepentingan nasional Indonesia.

Perbuatan plagiat, yaitu mengutip berita, gambar atau tulisan Pasal 3.

tanpa menyebutkan sumbernya, merupakan pelanggaran

berat. Cara Pemberitaan dan Menyatakan Pendapat.

4. Penerimaan imbalan atau sesuatu janji untuk menyiarkan 1. Wartawan Indonesia menempuh jalan dan cara yang jujur atau tidak menyiarkan suatu berita, gambar atau tulisan yang

untuk memperoleh bahan-bahan berita dan tulisan dengan dapat menguntungkan atau merugikan seseorang, sesuatu selalu menyatakan identitasnya sebagai wartawan apabila golongan atau sesuatu pihak dilarang sama sekali. sedang melakukan tugas peliputan.

Pasal 6. 2. Wartawan Indonesia meneliti kebenaran sesuatu berita atau keterangan sebelum menyiarkannya, dengan juga mem

Kekuatan Kode Etik. perhatikan kredibilitas sumber berita yang bersangkutan. 1. Kode Etik ini dibuat atas prinsip bahwa pertanggung jawaban 3. Di dalam menyusun suatu berita, Wartawan Indonesia mem- tentang pentaatannya berada terutama pada hati nurani

bedakan antara kejadian (fakta) dan pendapat (opini), setiap wartawan Indonesia.

sehingga tidak mencampur-baurkan fakta dan opini tersebut. 2. Tiada satu pasalpun dalam Kode Etik ini yang memberi 4. Kepala-kepala berita harus mencerminkan isi berita.

wewenang kepada golongan manapun di luar PWI untuk 5. Dalam tulisan yang memuat pendapat tentang sesuatu keja- mengambil tindakan terhadap seorang wartawan Indonesia

dian ("byline story'), Wartawan Indonesia selalu berusaha atau terhadap penerbitan pers di Indonesia berdasarkan untuk bersikap obyektif, jujur dan sportif berdasarkan kebe- pasal-pasal dalam Kode Etik ini, karena sanksi atas pelangbasan yang bertanggung jawab dan menghindarkan diri dari garan Kode Etik ini adalah merupakan hak organisatoris dari cara-cara penulisan yang bersifat pelanggaran pribadi (pri- Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) melalui organvacy), sensasional, immoral atau melanggar kesusilaan. organnya.

Page 3

Menjelang penutup tahun 1985 ini kita Pada bagian lain edisi ini kami muat dapat mencatat kembali dan menggarisba- beberapa naskah oleh penulis-penulis komwahi sejumlah peristiwa penting yang ber- peten yang disajikan dalam seminar-seminar kaitan dengan kedudukan dan peranan pers tentang pers

nasional dan nasional umumnya dan wartawan serta ke- wartawan/kewartawanan Indonesia. Mewartawanan Indonesia pada khususnya. nyambut HUT PWI dan HPN I, PWI Pusat Dimulai tanggal 23 Januari 1985, Presiden bekerjasama dengan PWI Jaya telah meSoeharto mengeluarkan Keputusan Presiden nyelenggarakan Seminar Tanggungjawab No. 5/1985 yang menetapkan tanggal 9 Sosial Wartawan Indonesia di Jakarta. Dua Februari sebagai Hari Pers Nasional. makalah dari seminar tersebut, masingKeputusan tersebut tidak saja penting bagi masing oleh D.H. Assegaff dan Tribuana pers nasional itu sendiri sebagai lembaga, Said, kami muat di sini. tetapi lebih dari itu, ia penting sebagai

Kemudian dengan bertolak dari hasilpenegasan kedudukan dan peranan pers

hasil Sidang Dewan Pers - XXV di Surakarnasional dan wartawan/kewartawanan Indo

ta, Departemen Penerangan bekerjasama nesia dalam perjuangan kemerdekaan dan

dengan PWI Pusat menyelenggarakan Semipembangunan bangsa serta negara. Me

nar tentang Upaya Pemantapan Kedudukan mang, ihwal kedudukan dan peranan terse- dan Peranan Pers Pancasila di Surakarta but sudah berulang kali dikumandangkan, dalam rangka menjabarkan pengertian yang tetapi tidak dapat disangkal bahwa pema

menyeluruh dan terpadu tentang Pers Pansyarakatannya perlu terus dikembangkan

casila. Dari Seminar tersebut, kami tampilsehingga kebulatan pengertian, kesepakatan

kan makalah-makalah B.M. Diah, Drs. T. dan kerjasama di antara Pers, Pemerintah

Atmadi, Dr. Alfian, Drs. Onong Uchjana dan Masyarakat mengenai fungsi-tugas pers

Effendy MA, dan Drs. Jakob Oetama. nasional semakin teguh dan mantap.

Ditambah dengan tulisan dan laporan Dalam rangka itulah kami sajikan dalam

penting lainnya, terutama yang berhubungedisi ini amanat Presiden Soeharto pada

an dengan Hari Pers Nasional 1, dan Peringatan Hari Pers Nasional pertama di seminar-seminar tersebut di atas, kami berJakarta pada 9 Februari bertepatan dengan harap majalah Pers Indonesia kali ini dapat penyelenggaraan Pameran HPN I. Dengan

berperan serta dalam upaya nasional untuk maksud yang sama kami tampilkan juga

menunjang dan memantapkan pembangunpidato Menteri Penerangan RI pada peristi- an Pers Pancasila kita. Semoga. wa tersebut.

Page 4

memupuk rasa saling percaya dan rasa persatuan nasional yang sekukuh-kukuhnya di antara kita semua. Landasan untuk itu telah kita sepakati bersama dengan menegaskan pembangunan sebagai pengamalan Pancasila dan penegasan mengenai Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Karena itu salah satu tugas pers nasional yang penting dewasa ini, adalah terus menerus menanamkan penghayatan dan pengamalan Pancasila dalam dirinya sendiri dan dalam masyarakat. Penghayatan dan pengamalan Pancasila itu merupakan syarat mutlak yang harus kita laksanakan dengan kesadaran

yang

sedalamdalamnya dan rasa tanggung jawab yang sebesar-besarnya sebagai bagian yang sangat penting dalam mewujudkan kerangka landasan pembangunan sebagai persiapan menuju tahap tinggal landas nanti.

Pers dalam zaman pembangunan ini tidak saja merupakan cermin yang pasif dari keadaan masyarakatnya, tidak hanya cukup memberi informasi kepada masyarakat melalui beritaberita yang obyektif. Sebagai kekuatan perjuangan bangsa, pers nasional dalam zaman pembangunan lahir batin ini harus dapat menjadikan dirinya sebagai kekuatan pembaharuan. Ini tentu meminta rasa tanggung jawab yang besar. Agar tanggung jawab itu dapat dilaksanakan sebaikbaiknya maka pers nasional harus terus menerus meningkatkan kemampuan dan mutunya memperteguh tekadnya sebagai kekuatan pembangunan bangsa.

Salah satu tugas pers adalah mengungkapkan kebenaran. Di mana kebenaran menjadi redup disitulah pers harus muncul

sebagai obor penerang. Hal ini memerlukan rasa tanggung jawab. Pertumbuhan dan peningkatan pers nasional yang demikian akan ikut memberi arah dan sifat yang positif terhadap perkembangan dan pertumbuhan bangsa kita secara keseluruhan.

Dalam GBHN '83 digariskan bahwa kita perlu mengembangkan interaksi positif antara pers, Pemerintah dan masyarakat. Petunjuk GBHN ini tidak kita tafsirkan secara sempit seolah-olah hanya merupakan sistem terpadu dalam melancarkan penerangan pembangunan. Interaksi positif harus kita beri arti sebagai terjalinnya suasana saling menunjang. Ini berarti membina iklim yang saling menyempurnakan, saling melengkapi, saling mendewasakan dan saling mengamankan. Untuk keperluan inilah kita menggalang komunikasi timbal balik yang seluas-luasnya, selancar-lancarnya dan sejujur-jujurnya.

Dengan komunikasi timbal balik yang demikian tadi, kita bangkitkan partisipasi seluruh rakyat, yang dalam GBHN ditegaskan sebagai kunci bagi keberhasilan pembangunan.

Perlu saya ingatkan bahwa pers, sebagaimana kekuatankekuatan perjuangan lainnya, tidak akan sepi dari gangguan. Bila kurang waspada, pers dan media massa lainnya di negeri ini akan disusupi oleh unsur-unsur merusak. Kita semua harus meningkatkan kewaspadaan untuk menutup semua peluang, agar jangan sampai dapat dimasuki unsur-unsur tadi. Pers nasional harus memiliki daya tangkal yang kuat. Pers harus berada di garis depan perjuangan untuk mencegah bahaya-bahaya ekstrim yang dapat menyesatkan atau bahkan merusak jalan fikiran bangsa kita.

Dalam menunaikan tugas pers dalam pembangunan, saya perlu mengingatkan lagi petunjuk GBHN ’83 bahwa kita akan terus berusaha mengembangkan pers yang sehat, pers yang bebas dan bertanggung jawab. Pers yang demikian itu adalah pers yang dapat menjalankan fungsinya sebagai penyalur informasi yang obyektif, melakukan kontrol sosial yang

konstruktif, menyalurkan aspirasi rakyat dan meluaskan komunikasi dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila. Kita semua memang mengharapkan peranan pers yang besar dalam menjamin keberhasilan pembangunan nasional, dalam menumbuhkan dan mengembangkan bangsa kita yang sehat, kuat dan terhormat. Mulai dari

zaman pergerakan kemerdekaan dahulu, dalam zaman perjuangan menegakkan dan

mempertahankan kemerdekaan nasional, dalam zaman pancaroba sampai zaman kebangkitan Orde Baru yang bertekad untuk menegakkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar '45 secara murni dan konsekuen, pers nasional telah merupakan kekuatan perjuangan bangsa yang handal. Dalam zaman pembangunan sekarang dan yang akan datang kita pun tetap mengharapkan peranan pers nasional yang tetap besar dan positif.

Pers Indonesia sejak mula pertama kehadirannya di bumi Indonesia selalu mencerminkan dirinya sebagai pers perjuangan. Suri tauladan para perintis pers kita membuktikan hal ini. Perjuangan mereka melalui pers semata-mata didorong oleh rasa cinta kepada Bangsa dan Tanah Air Indonesia. Motif keuntungan materi tak terpikirkan sama sekali. Bahkan ada diantaranya yang merogoh kantong sendiri guna membiayai perjuangannya melalui media pers. Tak ada mesin cetak offset, mesin stensil digunakan; tak ada kertas HHI, kertas merang dipakai. Yang penting bagi mereka ialah pena untuk menyuarakan hati nurani rakyat yang sedang berjuang demi kemerdekaan bangsanya.

Dalam kedudukannya sebagai pelopor di segala bidang, jauh se belum Indonesia merdeka, pers senantiasa mengobarkan semang at perjuangan dan menggelorakan perlawanan rakyat yang patriotik untuk menentang dan mengusir penjajah dari tanah air kita.

K

ita wajib pula menyam

paikan ucapan terima kasih kepada Pemerintah. Keuntungan tersebut di satu pihak merupakan pengakuan akan pentingnya peranan pers dalam ikut mempertahankan negara Republik kita,

Di pihak lain ketetapan yang bersangkutan meletakkan tanggung jawab yang lebih besar pada pundak pers nasional untuk ikut

berupaya membangun kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik dan lebih merata, jasmaniah maupun rohaniah, sesuai dengan hakekatnya masyarakat Pancasila.

Ini merupakan tantangan yang harus dijawab oleh masyarakat pers; ini adalah seruan agar apinya semangat perjuangan pers yang telah menyala, dapat terus dikobarkan dalam alam pembangunan yang sedang kita lalui.

Dalam masa membela dan mempertahankan kemerdekaan, pers berdiri di garis paling depan menggugah semangat rakyat untuk berjuang sampai menang. Dalam era pembangunan sekarang di bawah kepemimpinan Orde Baru pers tetap menempa semangat perjuangan rakyat untuk mengisi kemerdekaan dengan kegiatan (2) apakah tanggung jawab ke

masyarakatan pers Indonesia;

dan (3) bagaimana pers

Indonesia memenuhi tanggung jawab kemasyarakatannya.

pembangunan sebagai

sebagai bentuk pengamalan Pancasila.

Dengan di latar belakangi perjuangan pers sebagaimana digambarkan di atas, kelahiran Persatutuan Wartawan Indonesia (PWI) tanggal 9 Februari 1946 di Sala, kecuali merupakan kristalisasi perjuangan pers nasional, juga melambangkan suatu citra, di mana pers nasional, dalam kondisi apapun juga, akan selalu berperan untuk memperjuangkan kemajuan dan peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia.

Pertimbangan inilah yang dijadikan dasar oleh Pemerintah untuk menetapkan melalui Keputusan Presiden No. 5 Tahun 1985, hari lahirnya Persatuan Wartawan Indonesia Indonesia tanggal 9 Februari sebagai Hari Pers Nasional. Ini tidak berarti bahwa Hari Pers Nasional itu milik PWI. Sama sekali tidak. Hari Pers Nasional adalah milik Pers secara keseluruhan. Pers adalah usaha kolektif, di mana penerbit, wartawan, pencetak, penyelenggara periklanan bekerjasama berdasar atas asas kekeluargaan sesuai dengan hakekatnya Demokrasi Pancasila. Hari pers Nasional adalah milik mereka semua, bahkan milik masyarakat dan bangsa Indonesia, di mana pers merupakan bagian yang tak terpisahkan dari padanya.

Apabila dalam GBHN ditetapkan tugas Pers Nasional adalah untuk menggelorakan semangat pengabdian perjuangan bangsa, menumbuhkan persatuan dan kesatuan nasional, memperkokoh tanggung jawab dan disiplin nasional, serta memperluas partisipasi masyarakat dalam pembangunan, maka tanggung jawab sosial pers adalah untuk menumbuhkan motivasi, membentuk sikap masyarakat yang dapat melapangkan jalan bagi menggeloranya semangat pengabdian perjuangan bangsa, tumbuhnya persatuan dan kesatuan nasional, kokohnya tanggung jawab dan disiplin nasional, serta meningkatnya masyarakat dalam pembang

Kalau kita melihat sejarah perjuangan pers nasional Indonesia selama ini sebagaimana di atas telah digambarkan masalah tanggung jawab kemasyarakat Pers sebenarnya tidak lagi menjadi soal. Sejak dulu sampai sekarang perjuangan pers adalah selalu untuk memenuhi tanggung Jawab kemasyarakatannya. Tidak ada satupun suratkabar Indonesia yang memperjuangkan kepentingan orang seoerang, baik pribadi atau golongan. Pengabdian pers adalah untuk kepentingan masyarakat luas. Tanggung jawab kemasyarakatan pers karenanya adalah selalu mengait dengan kepentingan umum, bukan kepentingan pribadi orang-seorang atau golongan. Ini adalah ciri khas pers Indonesia. Oleh karena itu, antara Pers Indonesia dan tanggung jawab kemasyarakatannya terdapat relevansi yang sangat erat, sama eratnya dengan keterkaitan pers dengan kepentingan umum.

Motivasi demikian dapat dicapai melalui proses pendidikan atau pemahaman materi, serta bentuk-bentuk komunikasi lainnya seperti penyuluhan penerangan dan liburan. Dalam rangka ini; tanggung jawab sosial pers Indonesia ialah untuk membuat masyarakat khalayaknya termotivasikan sikapnya kearah kesatuan dan persatuan nasional, dan lain-lain melalui proses pendidikan, pemahaman masalah dan penerangan yang teratur dan berkesinambung.

Dalam menelaah apa yang menjadi tanggung jawab sosial atau kemasyarakatan pers, kita harus pertama-tama mengenali hakekat pers sebagai media komunikasi. Sebagai media, pers berkomunikasi dengan masyarakat atau khalayaknya untuk membentuk pendapat yang merupakan titik awal bagi pembentukan sikap masyarakat. Karena sikap menumbuhkan perilaku, maka sikap masyarakat yang sudah mantap akan menumbuhkan perilaku, maka sikap masyarakat yang sudah mantap akan menumbuhkan perilakunya yang sesuai dengan sikap tersebut. Ini yang dinamakan motivasi.

Saya gambarkan proses komunikasi di atas secara mendetail sekedar untuk merangsang tumbuhnya pola-pola pemikiran dalam Seminar ini dalam rangka tanggung jawab sosial pers Indonesia,

Tema Seminar Sehari ini adalah tentang tanggung jawab sosial Pers Indonesia. Tanggung jawab sosial adalah tanggung jawab kemasyarakatan. Dengan demikian, tema seminar ini, bila diurai lebih lanjut, menyangkut inti permasalahan sebagai berikut : (1) sampai di mana relevansi an

tara pers Indonesia dan tanggung jawab kemasyarakatannya;

Saya melihat Seminar ini begitu penting kaitannya dengan Hari Pers Nasional dalam arti, bahwa momentum yang begitu baik buat masyarakat pers dewasa ini hendaknya diisi dengan

PEMBANGUNAN PERS PANCASILA

dudukan dan Peranan Pers Pancasila" yakni : (1) Memantapkan kedudukan dan peranan Pers Pancasila, (2) Harus ada pengertian yang lebih baik mengenai Pers Pancasila, (3). Setelah ini dapat tercapai kita tingkatkan dharma bakti pers nasional.

Peningkatan dharma bakti pers nasional, harus pula melalui : (a) Pembangunan pers nasional, sebagai Pers Pancasila, (b) Perumusan bagaimana mekanisme interaksi positif antara Pemerintah, Pers dan Masyarakat dapat dilakukan (yang harus pula sesuai dengan pembangunan Pers Pancasila itu).

Pembangunan Pers Pancasila dan Mekanisme Interaksi Positif (antara) Pemerintah, Pers dan Masyarakat merupakan persoalan yang tidak mudah. Banyak masa. lah yang masih bersifat goyah, tidak pasti, belum baku dan belum dapat dihayati dan diamalkan masyarakat Indonesia, karena masih dalam tingkat memperke nalkan dan menga jarkan nilainilai tertentu pada masyarakat kita.

nya yang berlainan dari pada apa yang terbentang dalam perjenjangan masyarakat (stratifikasi sosial) disa'at itu. Pola dominasi (pola penjajahan) dan pertentangan antara penjajah dan terjajah tergambar jelas dalam cermin itu. Dari dimensi sejarah ini tergambar pula serangkaian ketidakseimbangan dalam kehidupan dimasyarakat, yang membawa akibat pula ketiadaan kesamarataan antara satu strata sosial dengan yang lain, yang tentulah) bermuara pada ketiadaan pengertian akibat pemegang pola dominasi tidak hendak memahami keluh-kesah masyarakat yang dijajah. Timbul berbagai tempat pembenihan pertentangan-pertentangan yang mempersatukan diri satu dan lain dan membuat dunia sipenjajah berada dalam keadaan fermentasi, pembusukan.

Pers adalah alat komunikasi juga pada kurun waktu itu, walaupun pengertian ini tidak sama bagi penjajah dan yang menjajah. Bagi siterjajah ia ingin meneruskan denyut jantungnya pada penguasa hidupnya, meminta perlakuan yang lebih baik, persamaan tingkat dengan penjajah. Sebaiknya komunikasi ini dianggap oleh yang memegang pola kekuasaan itu sebagai .merongrong kekuasaannya. Tetapi, alat komunikasi yang sama itu bagi sesama terjajah mempunyai nilai tersendiri. Ia mempertahankan dan memberikan kekuatan pada kehidupan bangsa dan stratastrata bangsa terjajah itu. Ko

Tetapi, jelas tujuan seminar ini,

PERS NASIONAL

Sejarah pers Indonesia adalah sejarah perjuangan bangsa Indonesia Mencapai kemerdekaan. Dengan melalui berbagai fase atau kurun waktu kehidupan bangsa, pers Indonesia menunjukkan coraknya dari setiap masa itu. Pers nasional mencerminkan kehidupan bangsa Indonesia, tingkat dan keadaan masyarakatnya serta apa yang dipermasalahkan masyarakat pada kurun waktu itu. Dengan demikian, tercerminlah dalam pers Indonesia dalam, sepanjang sejarah hidupnya citra Masyarakat Indonesia dikurun waktu tertentu dalam rangkaian kehidupan masyarakat itu.

Dalam masa lalu, ketika masyarakat kita adalah masyarakat jajahan, tidaklah mungkin pers Indonesia, pers nasional, mempunyai gambaran dalam halaman

Membangun Pers Pancasila. Dan untuk membangun pers yang mempunyai sifat seperti yang dicantumkan itu, perlu dirumuskan suatu mekanisme interaksi positif antara Pemerintah, Pers dan Masyarakat.

Perlu diperinci kembali apa yang dimaksud dalam tema seminar ”Upaya Pemantapan Ke

munikasi itu bagi mereka sebagai motor dan pernyataan aktivitas, dan kebudayaan sosialnya; ia menggerakkan masyarakat, dari kebiasaan hidup dengan jalan reaksi nalurinya saja, pada suatu gerak akibat suatu ilham, inspirasi. Ia melahirkan perasaan memiliki satu cita-cita bersama, satu sumber cita-cita bersama, memperkokoh perasaan kebersamaan karena menerima penerusan aba-aba dan pesan-pesan terarah dan menterjemahkan fikiran perencanaan menjadi tindakan-tindakan nyata, yang memancarkan kembali setiap emosi dan keperluan berbentuk kewajiban yang terendah untuk kehidupan manusia, sampai kepada peragaan (pertunjukan), dan kreativitas. Atas kemusnahan. Jelas dalam kurun waktu itu tidak ada interaksi positif, antara pemerintah, masyarakat dan pers. Ingin sekali penjajah melenyapkan pers (yang dibiayai, dikelola dan dipimpin secara idieel oleh putera-putera antaranya pejuang kemerdekaan - Indonesia sendiri) sebagai alat komunikasi itu. Penjajah tidak memerlukan satu "interaksi" dengan masyarakat yang di dominasi, dijajahnya. Interaksi negatif mungkin, yaitu mendiktir kehendak penjajah, atau menutup mulut pers nasional. tetapi pers nasional tidak tunduk pada sikap politis demikian. Kesediaan pengabdiaan wartawan Indonesia yang mempunyai dharma bhaktinya kepada bangsa dan tanah airnya membuat pers yang dikelolanya tetap berujud alat komunikasi antara masyarakat terjajah dan pers nasional, yang secara sadar menjadi pejuang memperbaiki nasib masyarakat itu. Postuur demikian ini dimiliki pers Indonesia sampai kepada kejatuhan pemerintah kolonial Belanda. Pers nasional bisa mempertahankan hak hidupnya. Masyarakat dan pers perlu in

teraksi, perlu penerangan dan pesan-pesan untuk merobah kedudukan sosialnya. Sementara itu penjajah hancur lebur. Mereka meninggalkan tanah air kita. Setelah penjajah menghilang, lahir suatu kurun waktu yang berbeda pada struktur sosialnya dengan yang baru sirna.

Pendudukan Tentara Jepang atas negeri kita, membuat pers nasional berobah bentuk. Tetapi tidak berobah nilai perjuangan dan harkat sosial-politisnya. Bentuk pers nasional dijamin penduduk tentera Jepang di tanah air ialah berupa penerbitan (pers) yang dikuasai dan dibiayai oleh pemerintah tentera Dai Nippon. Tidak dibicarakan tentang politik dan stratifikasi sosial, maupun tentang perkembangan ekonomi dalam s.k. Indonesia (bukan nasional) yang dikuasai Jepang itu. Yang hanya diutamakan untuk diberitahukan pada masyarakat ialah kemenangan-kemenangan angkatan perang Dai Nippon di segala medan perang dari Okinawa sampai ke tengah-tengah Lautan Teduh. Tetapi dinamika wartawan Indonesia, wartawan pejuang ialah mencari celah-celah di dalam pers yang dikuasai sepenuhnya oleh kekuasaan asing itu untuk dipakai meneruskan citacita bangsa. Antara kekuasaan (pemerintah) yang menguasai hidup bangsa Indonesia dan pers yang dikuasai mereka di bidang materinya, tetapi dalam pengaruh putera Indonesia di bidang penyebaran idee-idee, tidak ada komunikasi. Tentara penduduk dan strata masyarakat Indonesia adalah dua pola yang tidak terjamah oleh interaksi positif. Tetapi, antara pemimpin-pemimpin surat kabar yang diterbitkan Jepang itu ada hubungan bathin dengan masyarakat.

Pers itu berjasa sebagai alat komunikasi. Disinilah digambarkan (dalam buku Angkatan Baru

'45), bahwa walaupun pers ''dimiliki" dan "dikuasai'' bala tentara Jepang, akan tetapi jiwa pers itu dipergunakan oleh wartawanwartawan Indonesia yang bersemangat patriot menjalankan pola perhubungan yang berobah. Pola itu memungkinkan lembaga-lembaga pejuang kemerdekaan mencapai sasaran, karena rakyat dan masyarakat dihubungi oleh pers Indonesia untuk membentuk satu negara merdeka.

Setelah Indonesia diproklamirkan, sebagai negara merdeka dengan sendirinya dimensi persoalan semakin beragam. Pers Indonesia, pers nasional melaksanakan terus tugas sejarahnya, menjadi penghubung utama dalam penulisan pengalaman sejarah bangsa. Interaksi menjadi syarat utama, antara pemerintah sendiri yang didirikan sendiri, masyarakat dan persnya. Sejak sa'at ini haruslah diawasi tugas-tugas atau lakonlakon yang dijalankan atau dapat dijalankan, atau harus dijalankan oleh mereka yang aktif dalam masing-masing jajaran :pemerintah, masyarakat dan pers.

Sifat dan keadaan serta derajat, kwalitas masing-masing jajaran sudah mengalami perobahan, sekurang-kurangnya perobahan sosial. 1. Pemerintah ialah pemerintah

merdeka, yang berhak menentukan sendiri nasib bangsa dengan berpedoman kepada kedaulatan rakyat, dan menghormati perasaan keagamaan bangsa yang meluk kepercayaan pada ketuhanan yang

Maha Esa. 2. Masyarakat ialah masyarakat

bebas dengan hak menentukan nasib sendiri melalui sarana kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam

permusyawaratan. 3. Pers ialah pers yang bebas;

bertanggung-jawab, patriotik

Page 5

mempertahankan kemanusia- | Ujud, Fungsi dan Tugas Pers an yang adil dan beradab,

Nasional memperjuangkan persatuan bangsa (sebagaimana dilaku

Disejarah, pers nasional sama kannya dalam zaman penja

nilai dengan unsur penggerak jahan dan penguasaan bangsa

pergerakan kemerdekaan Indoasing) dan menegakkan cita

nesia. Tetapi ia bukan partai cita rakyat, yaitu membangun

politk. la satu kesatuan yang atau ikut serta dalam per

mempunyai programa beroperasi juangan membangun dan me

menurut perencanaanya. Atau wujudkan keadilan sosial bagi

satu badan yang mempunyai peseluruh rakyat Indonesia.

ngikut, tetapi tiada berbentuk. Dalam dua masa sejarah kita,

masa penjajahan Belanda dan Melalui ketiga unsur ini su

masa pendudukan pemerintah atu "negara" "nasion” bang

balatentara Jepang unsur pers nasa Indonesia sekarang secara sional ini memberikannya suatu modern dapat mem-program- kedudukan penggerak dan walau ma-kan kehidupan dan tujuan

bukan badan politik, namun berkehidupannya. Hidup berpro

sifat politis buat sebagian besar gramma berarti hidup dengan

dari pada pertumbuhannya, ujuddasar-dasar atau prinsip-prin

nya. Karena itu ia mempunyai sip.

nilai, value. Sejarah perjuangan pers tidak

Sebagai alat komunikasi dimasa terlepas dari pada sejarah per

itu untuk menjadi penghubung juangan bangsa Indonesia. Ja

antara mereka yang mempunyai ngan bertanya, siapa mengasin

cita-cita dan pengikutnya, baik kan air di luat, jika saya kemu

yang terang maupun terselukakan di sini, bahwa kalimat da

bung, ia mempunyai nilai tinggi. lam pembukaan UUD'45 yang

Termasuk dalam komunikasi berbicara tentang "perjuangan

yang dimungkinkan oleh pers napergerakan kemerdekaan Indo

sional ini penyebaran ilmu nesia”, aktivitas perjuangan

pengetahuan, ideologi cita-cita yang dilaksanakan pers nasional

suatu bangsa mencari kepribatidak kecil!

diannya. Kemungkinan berorga

nisasi, dan memupuk kekuatan Dan tidaklah salah, maupun tidak

menambah konseps nilai yang dapat dibantah pula jika dika- ada dalam pers nasional itu. Dan takan, bahwa kalimat mutiara Dalam penilaian ini kita dapat yang ditarik dari pembukaan melihat pembentangan seutas UUD'45 yang berbunyi : ..... benang yang menghubungi fikiran perjuangan pergerakan kemerde- manusia Indonesia dimasa kaan Negara Indonesia, telah penderitaan bathin itu dengan sampailah kepada saat yang ber- aspirasi, cita-citanya yang mulia, bahagia dengan selamat sentonsa yang dengan ketekunan yang mengantarkan rakyat Indonesia dipeluknya terus menerus berkedepan pintu gerbang | juang memperbaiki nasibnya dan kemerdekaan Negara Indonesia, kehidupan yang lebih baik. yang merdeka, bersatu, berdaulat, Sejalan dengan kemajuan dunia adil dan makmur, ”mengandung

dengan sadar dalam perjuangan membebaskan manusia Indonesia (khususnya dalam menempatkan diri pada masa tersebut) dan perikemanusiaan dalam arti melihat dunia dalam kurun universalitas, dari pada kekurangan, penindasan dan takut. Perjuangan itu harus lebih disempurnakan dengan mempersatukan manusia itu dalam masyarakat yang berhubungan satu dan lain dalam kesentosaan solidaritas dan pengertian. Ini termasuk dalam kategori pelaksanaan tugas pers nasional tersebut.

Tetapi, sebagaimana juga pergerakan kebangsaan yang berdasarkan politik, tergantung pada contoh manusia yang memimpinnya, demikian juga halnya dengan pers nasional. Melihat apa yang dikembangkan oleh pers nasional pada kurun waktu itu tidaklah salah jika dikatakan bahwa manusia Indonesia, pejuang kemerkedaan atau calon-calon ahli negara kita membuat cetak biru buat masa depannya sendiri. Dengan menarik konfigurasi ujud, fungsi dan tugas pers nasional dalam kerangka fikiran ini maka manusia penggerak kemerdekaan dan pers nasionalnya menghadapi konsep nilai, sarana dan tujuan sebagai dasar membentuk masa depannya. Dan akhirnya juga melahirkan nilai-nilai yang (akan) menentukan ciptaannya. Pembangunan Pers Pancasila

Telah digambarkan bagaimana ujud, fungsi dan tugas pers nasional. Bagaimana sejarahnya. Bagaimana menempatkannya, pada konsepsi nilai, sarana dan tujuan. Bagaimana bentuknya dan bagaimana ia dapat menjadi alat komunikasi massa diwaktu lalu, dimasa penjajahan dan masa pendudukan bala tentara asing. Jikalau pers nasional dimasa sebelum kemerdekaan dibagi

bahwa kalimat "mutiara Da

Page 6

dalam dunia pembangunan over- Pola dan sistim nilai yang all, di bidang ekonomi, politik, demikian inilah, menurut kepusosial, teknologi, kebudayaan dan tusan itu, menjadi dasar dan lain-lain yang setaraf atau lebih semangat dari hubungan antara baik dari pada taraf yang dicapai Pemerintah, Pers dan Masyaoleh masyarakat.

rakat. Antara Pemerintah, MaSeorang calon wartawan untuk syarakat dan Pers haruslah diPers Pancasila harus memulai kembangkan hubungan fungkedudukannya sebagai wartawan

sional sedemikian rupa sehingga dengan berpengetahuan yang

semakin menunjang tujuan berlebih tinggi dari pada rata-rata

sama, yaitu perwujudan masya

rakat adil dan makmur beranggota masyarakatnya.

dasarkan pancasila dalam Negara Interaksi Dan Makanismenya

Kesatuan Republik Indonesia. Di sidang pleno ke-XVIII Cukup jelas untuk apa diperlukan Dewan Pers di Solo yang diada- suatu 'komunikasi", suatu interkan dari tanggal 2 sampai dengan aksi dengan tujuan stratgegisnya. 5 Agustus 1977 telah diambil ke

Tujuan idiil haruslah dicapai. putusan yang menetapkan ke- Masyarakat Pancasila, masyaperluan suatu "interaksi positif rakat adil dan makmur, masyaantara Pemerintah, Masyarakat rakat yang tertib damai menghordan Pers”.

mati nilai-nilai universil sebagai Interaksi adalah suatu penger- bangsa beradab, berkebudayaan, tian tersendiri. Ia harus dikaitkan berilmu menjadi cita-cita seluruh dengan perhubungan; 'komuni- bangsa, sehingga tidak ada alasan kasi' antara jajaran kaum warta

bernada negatif yang dapat mengwan yang mengelola satu surat- halangi manusia Indonesia menkabar dengan anggota-anggota capai tujuan ini. masyarakat, baik sendiri-sendiri,

Dan untuk memungkinkan hamaupun dalam hubungan mas

rapan ini terpelukkan, maka saal. Tetapi secara universil dapat perlu-lah interaksi positif. Perlu dikatakan bahwa interaksi ialah

penerangan dan keterangan dari hubungan atau komunikasi yang satu jurusan ke lain dan timbal terjadi antara komunikator/com- balik, serta perlu juga pertukaran municator (penghubung) dan fikiran yang dinamis, yang tidak orang yang dihubungi (com

saja terbatas pada hubungan demunicant).

ngan satu arah saja. Manusia Persoalan ini dalam suatu memiliki sifat dinamis, militan. Ia negara, apapun sistim sosialnya bergerak secara fisik. Berpindah, menjadi persoalan yang meminta bekerja. Tetapi juga ia berpikir, perhatian dari sudut ilmiah, dari berfilsafah, bertemperamen, mesudut hukum dan gerakan peri- nyatakan pendapat tertulis dan kemanusiaan yang berpangkal lisan, dan menjalankan aktivitas pada 'hak-hak asasi manusia”. positif yang lain. Hubungan deDalam keputusan tentang in

ngan unsur-unsur Pemerintah teraksi yang dikeluarkan Dewan

atau dengan masyarakat haruslah Pers tahun 1977, dinyatakan bah

memperhitungkan unsur-unsur wa ”Negara Indonesia yang ber

manusianya. dasarkan Pancasila berpaham Mereka yang aktif dalam propada keselarasan dan keseim- ses komunikasi adalah orangbangan, baik antara individu dan

seorang (pribadi-individuals), masyarakat, maupun antara be- golongan sosial, golongan pengberapa kelompok sosialnya”. usaha swasta, pembesar-pembesar

pemerintahan, organisasi nasional dan internasional, demikian juga yang bersifat multinasional.

Yang kita bicarakan masalahmasalah yang umum. Karena itu di dalam persoalan menghadapi unsur-unsur yang disebut itu ada persoalan tempat dan pendekatan, tetapi, dengan atau melalui pers keadaan berlainan. Ini tidak melepaskan kewajiban mereka yang mengelola alat komunikasi itu - seperti pers - menyediakan dalam suratkabarnya hal-hal yang menarik berbagai golongan yang akan dihampiri. Tidak kurang artinya kewajiban atau 'tugas' ini dalam hubungan seorang pemimpin redaksi dengan pembacanya yang berada di kalangan Pemerintah. Berbeda dengan hubungan antara pribadi, yang disebut hubungan interpersonal, masalah manusia berhadapan denggan manusia tidak terdapat dalam interaksi antara pers dan masyarakat. Hubungan ini, dalam pengalaman sehari-hari berupa : 1. hubungan horizontal, dalam

bahasa UNESCO ialah "alter

native communication”, dan 2. hubungan vertikal yang biasa,

sebagaimana sifat komunikasi massa.

Menurut definisi, komunikasi massa ialah hubungan yang dituju pada orang ramai yang luas, tidak berbentuk - amorphous. Tetapi, reaksi merekalah, apakah dalam bentuk orang-seorang (individu) atau dalam golongan, group, dapat memberikan kemungkinan bahwa hubungan horizontal atau "hubungan pilihan” itulah yang memberikan kebalikan dari pada hubungan itu, yaitu apakah ia membawa dampak, berisi, terarah sebagai yang diinginkan politik dan tujuan interaksi/komunikasi itu. Jika demikian halnya dengan pers, tentulah demikian pula halnya dengan masyarakat. Dan dengan Pemerintah. Kedua-dua

Page 7

pers yang bernafaskan cita-cita libertarianisme.

Dalam Undang-undang Pokok Pers dinyatakan bahwa pers Nasional berkewajiban untuk mewujuddkan kehidupan pers yang dari segi idiil berjiwakan pasal 28 dan dari segi manajemen berdasarkan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini mencakup pencerminan kehidupan pers yang sehat dan merata di seluruh wilayah tanah air, seta pencerminan bagi keikut sertaan wartawan serta karyawan pers lainnya dalam kepemilikan peneribatan pers.

Ketentuan ini akan turut juga memberi warna pada perilaku pers Pancasila.

Yang sangat menonjol di sini adalah sistematik kekeluargaan, yang menjiwai Pembukaan dan Batang Tubuh Undang-undang Dasar 1945.

Kalau kita baca sejarah mengenai rancangan Undangundang Dasar 1945, maka akan dapat kita simpulkan bahwa kemerdekaan "mengeluarkan pikiran” yang dimaksud dalam konstitusi Indonesia, termasuk kebebasan persnya, adalah kebebasan yang dijiwai semangat kegotong-royongan, usaha bersama, musyawarah dan kekeluargaan, dan bukannya kebebasan

Yang lebih jelas lagi adalah ketentuan Pasal 33, dimana azas kekeluargaan disebutkan secara eksplisit.

Jadi, yang menjadi salah satu kriteria bagi penentuan perilaku Pers Pancasila adalah keterikatannya pada azas kekeluargaan dalam teori maupun praktek.

Azas kekeluargaan tersebut sekarang ini telah tercermin dalam pola manajemen pers dalam sistem SIUPP. Dan sistem tersebut diharapkan akan lebih dapat menggairahkan pertumbuhan dan perkembangan pers, baik dari segi pengusahaannya maupun dari redaksionalnya.

Terlepas dari ketentuan dua pasal tersebut, Pers Pancasila juga perlu memperhatikan Undangundang Dasar 1945, khususnya yang bertalian dengan ketentuanketentuan konstitusional yang menjadi landasan pembangunan di bidang sosial budaya. Di samping Pasal 28 dan Pasal 33 ..... masih terdapat pasal-pasal lain, seperti Pasal 27 mengenai hak-hak warga negara; Pasal 29 mengenai agama; Pasal 31 mengenai pendidikan; Pasal 32 mengenai kebudayaan; Pasal 34 mengenai kesejahteraan sosial dan Pasal 36 mengenai bahasa Indonesia.

Pasal-pasal tersebut berikut penjelasannya memberikan arah dan kerangka bagi pembangunan di bidang sosial budaya, yang erat hubungannya dengan kehidupan pers sebagai media massa dan lembaga kemasyarakatan, yang harus pula turut memberi warna bagi pola perilaku Pers Pancasila.

secara efektif sebagai jalur media massa dalam rangka memasyarakatkan P-4 di kalangan semua lapisan masyarakat yang dapat dijangkau

nya. 2. Dalam negara demokrasi

seperti di negara kita, wajar apabila antara Pers, Pemerintah dan Masyarakat mungkin timbul dissonansi dalam rangka masing-masing hendak melaksanakan fungsi, tugas dan tanggungjawab kemasyarakatan sebaik-baiknya. Meskipun demikian, sebagai samasama partner dalam pembangunan yang sepenuhnya bertanggungjawab atas suksesnya pembangunan nasional yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat Pancasila maka dissonansi apapun yang mungkin terjadi antara ketiga komponen tersebut, perlu segera dicarikan penyelesaian yang konsisten dengan prinsip ”'interaksi positip”, dan senantiasa mengusahakan tercipta

nya equilibrium yang dinamis. 3. Pers Pancasila, secara per

suasif dan edukatif, menanamkan motivasi agar masyarakat turut aktif berpartisipasi da

lam pembangunan nasional. 4. Pers Pancasila menjunjung

tinggi azas kekeluargaan baik dalam pengelolaan usaha maupun dalam pengelolaan tanggungjawab redaksional, dalam bentuk kritik, kontrol

dan koreksi yang konstruktif. 5. Ketentuan-ketentuan konstitu

sional yang menjadi landasan pembangunan di bidang sosial budaya erat hubungannya dengan kehidupan pers sebagai media massa dan lembaga kemasyarakatan, yang harus pula turut memberi warna bagi pola perilaku Pers Pancasila.

Kesimpulan, 1. Pers Pancasila di samping

berkewajiban turut mengamalkan nilai-nilai Pancasila sesuai P-4, juga harus berfungsi

POLA TINGKAH LAKU

PERS NASIONAL

Pada tanggal 7 dan 8 Desember 1984 Dewan Pers menyelenggarakan Sidang Pleno XXV bertempat di Gedung Monumen Pers Nasional, Solo. Sehari sebelumnya, yaitu pada tanggal 6 Desember 1984, telah diselenggarakan pula Sidang Komisi Idiil dan Komisi Materiil dari Dewan Pers di tempat yang sama yang berhasil memberi masukan untuk Sidang Pleno XXV tersebut. Dalam Sidang Pleno XXV Dewan Pers itu telah berhasil diambil beberapa keputusan penting. Salah satu dari keputusankeputusan penting tersebut ialah berupa keinginan atau usul agar pemerintah mengukuhkan tanggal 9 Februari (hari lahir PWI, di Solo, 39 tahun yang lalu) sebagai Hari Pers Nasional. Melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 5 Tahun 1985 bertanggal 23 Januari 1985 pemerintah telah menetapkan tanggal 9 Februari yang bersejarah itu sebagai Hari Pers Nasional. Dari situ tersimpul salah satu cerita sukses dari rangkaian perjuangan pers Indonesia selama ini.

Masyarakat, Pers dan Pemerintah. Dalam hal ini Dewan Pers berperan sebagai pengembang mekanisme interaksi positif tersebut."

Sebagaimana dapat dilihat, judul makalah ini sesungguhnya berada di dalam kerangka rumusan Pers Pancasila di atas, terutama paragraf pertamanya.

S

atu keputusan penting lagi da

ri Sidang Pleno XXV Dewan Pers ialah berupa rumusan tentang Pers Nasional atau Pers Indonesia sebagai Pers Pancasila, Lengkapnya rumusan itu berbunyi sebagai berikut : "'Pers Indonesia adalah Pers Pancasila dalam arti pers yang orientasi, sikap dan tingkah lakunya berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Pers Pembangunan adalah Pers Pancasila dalam arti mengamalkan Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945 dalam Pem

bangunan berbagai aspek kehidupan bermasyarakat, ber- bangsa dan bernegara, termasuk pembangunan pers itu sendiri.

Hakekat Pers Pancasila adalah
Pers yang sehat yakni Pers yang bebas dan bertanggung jawab dalam menjalankan fungsinya

sebagai penyebar informasi yang


benar dan obyektif, penyalur aspirasi rakyat dan kontrol sosial

yang konstruktif. Melalui hakekat

dan fungsi itu Pers Pancasila mengembangkan suasana saling percaya menuju masyarakat ter-

buka yang demokratis dan ber-

tanggung jawab.

Dalam mengamalkan Pers Pancasila mekanisme yang dipakai adalah interaksi positif antara

II Nilai-nilai yang berlaku dan berkembang di dalam sesuatu masyarakat membentuk apa yang disebut pandangan hidup atau "worldview” masyarakat itu. Pandangan hidup itulah yang melahirkan pola pikir atau orientasi yang selanjutnya menjelmakan pola sikap dan yang akhirnya menetaskan pola tingkah laku. Dengan lain perkataan, pandangan hidup sesuatu masyarakat merupakan sumber yang mewujudkan pola pikir, pola sikap dan pola tingkah laku para anggotanya. Pandangan hidup itu dapat pula disebut sebagai falsafah hidup, ideologi atau paradigma, tergantung dalam hubungan/kaitan apa seseorang melihatnya.

Sehubungan dengan itu, pengertian kita tentang Pers Pancasila tidak lain tidak bukan adalah pers yang berpandangan hidup Pancasila. Itu berarti bahwa pola pikir, pola sikap dan

pola tingkah laku pers itu bersumber dari atau berdasar pada nilai-nilai Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945. Bilamana hal itu telah berhasil dicapai, maka berarti bahwa pers itu bukan saja telah mengamalkan Pancasila tetapi juga telah menjadikan pandangan hidup bersama kita itu suatu realita yang hidup di dalam masyarakat kita sehingga ia mampu memelihara kelestarian dan aktualitas dirinya dalam proses dinamika perkembangan bangsa dan negaranya. Pers yang semacam itu akan muncul sebagai salah satu ujung tombak dalam memainkan peranan sebagai penjaga, pemelihara dan pengembang pandangan hidup bersama kita itu. Dengan begitu media massa ini dapat diharapkan akan menjadi suatu alat yang ampuh dalam membudayakan atau mensosialisasikan nilai-nilai Pancasila dan UUD'45 secara terus menerus dari satu generasi ke generasi berikutnya, sebagaimana, pers di beberapa negara maju telah berhasil memainkan peranan itu terhadap pandangan hidup bangsanya selama puluhan atau ratusan tahun.

Apa yang disebut pers Barat, umpamanya, jelas memiliki pola pikir, pola sikap dan pola tingkah laku yang bersumber pada atau tertanam di dalam pandangan hidup, ideologi atau paradigma masyarakat Barat. Bahkan dapat dikatakan bahwa pers Barat memanifestasikan falsafah hidup masyarakatnya secara terus menerus sehingga ia langsung berhasil menjadi salah satu alat yang ampuh dalam membudayakan atau memanifestasikan pandangan hidup itu secara turun temurun. Dengan begitu, pandangan hidup itu berhasil dilestarikan dan dikembangkan menjadi realita yang hidup yang memiliki kemampuan untuk memelihara relevansinya dengan tun

tutan perkembangan masyarakatnya dan perubahan zaman.

Dapatkah pers nasional kita menjadikan dirinya salah satu alat yang ampuh dalam menjaga, memelihara dan mengembangkan pandangan hidup bangsanya yang berdasarkan Pancasila dan UUD'45 ? Dapatkah media massa kita ini diharapkan menjadi salah satu ujung tombak dalam membudayakan atau mensosialisasikan falsafah hidup Pancasila secara turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya ? Untuk gampangnya, seseorang dapat saja memberikan jawaban yang netral terhadap dua pertanyaan pokok ini, yaitu dengan mengatakan bahwa perkembangan sejarah bangsa kita selanjutnya jualah yang akan menentukan. Tetapi, bagi kita yang berkeinginan untuk menjaga, memelihara dan mengembangkan pandangan hidup bersama kita itu tentunya menghendaki jawaban yang positif. Jawaban yang positif hanya akan berhasil diwujudkan bilamana kita semua, terutama pers nasional sendiri, mempunyai keyakinan yang kuat tentang kebenaran pandangan hidup bersama kita itu sebagai landasan dan tujuan bersama kita dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dan melalui itu bertekad untuk berupaya sejauh mungkin guna merealisasikannya. Dari situ kita mulai mengambil langkahlangkah yang diperlukan dalam perjalanan kita menuju tujuan bersama itu.

pola tingkah lakunya. Keberhasilan langkah pertama yang amat penting ini antara lain ditentukan oleh sejumlah problematik yang perlu diperhatikan dan dipecahkan oleh pers nasional kita. Beberapa dari problematik itu kita coba kemukakan di bawah ini.

Problematik pertama ialah kenyataan bahwa pers nasional kita secara umum belum lagi memiliki pandangan hidup atau paradigma Pancasila secara sempurna. Memang betul bahwa secara formal pandangan hidup bersama itu telah diterima oleh berbagai pihak, termasuk pers nasional kita, tetapi sama-sama diakui bahwa nilai-nilai Pancasila dan UUD'45 belum lagi betulbetul membudaya di dalam kehidupan sehari-hari mereka. Di sini, sebagaimana juga halnya dengan pihak-pihak lain, manusia-manusia pers nasional kita perlu melakukan transformasi budaya di dalam dirinya sendiri, yaitu merubah atau memperbaharui nilai-nilai yang tidak relevan, kalau ada, dan menggantinya dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam pandangan hidup bersama yang telah disepakati itu.

Pengalaman sejarah bangsa kita semenjak proklamasi kemerdekaan jelas menunjukkan betapa sulitnya bagi bangsa kita, termasuk pers nasionalnya, melakukan transformasi atau pembaharuan budaya itu. Hampir empat puluh tahun lamanya semenjak kesepakatan bersama kita capai tentang Pancasila dan UUD'45 masyarakat kita bergumul dengan dirinya sendiri dalam suatu proses yang kita sebut transformasi budaya itu. Dalam proses itu bangsa kita pernah terkurung di dalam serangkaian pengalaman traumatis yang merisaukan hati dan nyaris mencabik-cabik dirinya sendiri.

Langkah pertama yang mesti diambil ialah berupa keperluan menjadikan nilai-nilai Pancasila dan UUD'45 sebagai pandangan hidup, ideologi atau paradigma pers nasional kita sehingga ia betul-betul berhasil menjadi sumber pola pikir, pola sikap dan

lakukan nilai-nilai yang telah disepakati bersama itu, dalam hal ini terutama nilai-nilai yang terkandung di dalam lima sila Pancasila. Apakah masingmasing dipahami atau diperlakukan secara terpisah-pisah, sendirisendiri, ataukah semuanya perlu dilihat, dipahami dan diperlakukan sebagai suatu rangkaian yang saling berkaitan dan mengisi ? Jawaban terhadap pertanyaan akan menentukan ketepatan dan kualitas pembudayaannya pemahaman, penghayatan, pengamalan dan pengembangannya.

Krisis politik silih berganti, pertentangan ideologi menjadijadi, ikatan-ikatan primordial semakin mengeras, suasana saling curiga yang tidak sehat meningkat, gejala ke arah fanatisme sempit berkembang, dan meletusnya berbagai corak kekerasan atau pemberontakan, sehingga praktis melumpuhkan kapabilitas sistim politik yang ada dan berlaku pada waktu itu untuk mampu membangun bangsa dan negara di dalam berbagai bidang kehidupannya. Suasana rawan sebelum lahirnya Orde Baru dalam tahun 1966 itu antara lain diwarnai pula oleh tajamnya pengaruh pandangan hidup atau paradigma Barat yang liberalistis di kalangan pemimpin atau politisi kita, yang juga melimpah dan menyusup ke dalam kehidupan pers nasional kita. Sebagaimana diketahui bangsa kita pernah pula selama beberapa tahun berada dalam iklim Demokrasi Terpimpin yang memperlihatkan kecenderungan yang kuat ke arah paradigma diktatorial atau totaliterisme. Pers nasional kita tentunya tidak pula luput dari pengalaman pahit yang jauh dari sehat itu.

Demikianlah, sewaktu Orde Baru mencetuskan tekadnya untuk menegakkan dan melaksanakan Pancasila dan UUD'45 secara murni dan konsekwen sekitar sembilan belas tahun yang lalu, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila dan UUD'45 masih jauh daripada membudaya dalam kehidupan sehari-hari bangsa kita. Pandangan-pandangan hidup lain seperti yang dibawa oleh Demokrasi Liberal, Demokrasi Terpimpin, fanatisme agama yang sempit, marxisme/komunisme, dan ikatan primordial yang kuat pernah sempat mempunyai pengaruh yang kuat di dalam membentuk pola pikir, pola sikap dan pola tingkah laku bangsa kita, ter

masuk pers nasionalnya. Melalui tekad Orde Baru yang disebut di atas sebenarnya bangsa kita memulai langkah baru dalam berupaya untuk membudayakan nilai-nilai Pancasila dan UUD'45 sebagai pandangan hidup atau paradigma bersama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Itu sekaligus juga berarti mengupayakan terkikisnya nilai-nilai yang dianggap tidak sehat atau tidak relevan yang berhasil menyusup ke dalam masyarakat kita melalui pandanganpandangan hidup atau paradigma-paradigma lain yang pernah berpengaruh secara tajam di dalam dirinya. Proses itu semua yang kini tengah kita alami bersama-sama disebut transformasi atau pembaharuan budaya. Transformasi atau pembaharuan dari pandangan hidup atau paradigma yang tidak sesuai dengan falsafah hidup atau ideologi yang telah disepakati bersama dan menggantikannya dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD'45. Pers nasional kita dewasa ini berada pula di dalam suasana transformasi atau pembaharuan budaya ini. Problematik yang dihadapinya tentunya adalah bagaimana untuk dapat berhasil mentransformasikan secepatnya dan semantap-mantapnya pandangan hidup atau paradigma Pancasila itu ke dalam dirinya. Itulah problematik pertama yang kini dihadapi oleh manusia-manusia pers nasional kita.

Sepanjang pengetahuan kita, bangsa kita diharapkan untuk melihat dan memahami nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan UUD'45 dalam suatu rangkaian yang saling berkaitan dan mengisi. Hal itu antara lain karena bobot kualitas serta keorisinalan pandangan hidup bersama kita itu terutama terletak pada sifat saling berkaitan dan saling mengisinya itu. Di samping itu, kalau seseorang melihat dan memahami masing-masing nilai secara sendiri-sendiri hal itu akan membuka kemungkinan yang lebih besar untuk terjerumus ke dalam perangkap pemikiran yang cenderung memusatkan perhatian pada nilai-nilai tertentu saja, sehingga lengah atau melupakan makna penting dari nilai-nilai lainnya. Pemahaman seperti itu dengan sendirinya akan merupakan suatu pemahaman yang senjang terhadap pandangan hidup bersama, bukan suatu pemahaman yang bulat, utuh atau sempurna. Lebih berbahaya lagi bilamana seseorang menjadi obsesi dengan salah satu nilai tertentu sehingga sadar ataukah tidak sadar dia telah menjadikan nilai itu saja sebagai pandangan hidupnya, bukan keseluruhan nilai yang terkandung di dalam Pancasila dan UUD'45.

Problematik kedua yang dihadapi oleh pers nasional kita dalam melahirkan dan mengembangkan pola pikir, pola sikap dan pola tingkah laku berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan UUD'45 ialah bagaimana seyogyanya memahami atau memper

Umpamanya, seseorang yang menjadi obsesi dengan nilai atau sila Ketuhanan Yang Maha Esa dari Pancasila, bukan saja akan cenderung melupakan arti yang tidak kalah pentingnya dari empat nilai atau sila lainnya, tetapi obsesi semacam itu mengandung kemungkinan yang besar untuk mengundangnya terkurung ke dalam perangkap pemikiran yang sempit tentang pandangan hidup bersama kita itu. Antara lain dia mungkin akan terjerumus ke dalam suasana fanatisme agama yang sempit dan tidak sehat. Fanatisme agama yang sempit seperti biasanya mudah mengundang pola pikir, pola sikap dan pola tingkah laku otoriter/totaliter yang sesungguhnya ditentang oleh salah satu sila lain dari Pancasila. Fanatisme agama yang sempit mudah pula mengundang suasana saling curiga yang tidak sehat yang pada gilirannya dapat merusak rasa persatuan dan kesatuan bangsa yang ingin ditegakkan dan dikembangkan oleh salah satu sila lain lagi dari Pancasila.

Misal lain adalah kalau ada pula orang yang sampai menjadi obsesi dengan nilai atau sila Persatuan Indonesia dari Pancasila. Obsesi semacam itu mudah pula mengundang pola pikir, pola sikap dan pola tingkah laku yang tidak sesuai atau bahkan bertentangan dengan Pancasila, seperti kemungkinan terkurungnya orang itu dalam alam pikiran fanatisme nasionalisme yang sempit dan tidak sehat sebagaimana antara lain pernah diperlihatkan oleh Nazisme dan Fascisme yang juga otoriter/totaliter sifatnya.

Dari kedua misal di atas kita lihat kemungkingan bahaya dari pemahaman masing-masing nilai atau sila secara terpisah-pisah. Sungguhpun begitu, itu tidaklah berarti bahwa masing-masing nilai tidak perlu dipahami dan dihayati secara mendalam dan sungguh

sungguh. Hanya dalam mendalami dan menghayati itu janganlah hendaknya sampai menjadikannya suatu obsesi yang menjurus pada fanatisme sempit. Bahaya seperti itu akan dapat dicegah bilamana dalam upaya mendalami dan menghayati sesuatu nilai atau sila selalu diingat bahwa sila itu berkaitan erat pula dengan empat sila lainnya. Jadi, pemahaman kita tentang sila Ketuhanan Yang Maha Esa atau sila Persatuan Indonesia, umpamanya, selalu perlu dilihat dalam konteks perkaitannya yang erat dengan sila-sila lainnya. Itu berarti bahwa kita perlu memahami dan menghayati kelima sila itu dalam suatu rangkaian atau rangkuman yang harmonis serasi, seimbang dan selaras.

V Problematik ketiga yang dihadapi pers nasional kita dalam membudayakan nilai-nilai Pancasila dan UUD'45 di dalam dirinya menyangkut soal visi yang perlu dimiliki terhadap pandangan atau falsafah hidup bersama itu. Apakah kita harus melihatnya sebagai suatu paradigma yang tertutup, ataukah sebagai suatu pandangan hidup yang terbuka ? Kalau visi kita cenderung untuk menjadikannya suatu pandangan hidup yang tertutup, maka hal itu diperkirakan akan mudah mengundang kita buat menjadikannya kaku dan beku. Bilamana sampai demikian, visi kita yang sempit itu akan menyebabkan pandangan hidup bersama kita itu mengalami kesulitan dalam menjaga, memelihara dan mengembangkan relevansinya dengan perkembangan masyarakatnya dan perubahan zaman. Lebih berbahaya lagi kalau visi semacam itu sampai mendorong kita memiliki fanatisme yang sempit terhadapnya yang pada gilirannya mungkin pula melahirkan dan mengembangkan pola pikir, pola sikap

dan pola tingkah laku otoriter atau totaliter yang justru ditentang oleh pandangan hidup bersama kita itu.

Kalau begitu, kita rupanya memang perlu memiliki visi yang terbuka, luas dan jauh terhadap Pancasila dan UUD'45. Pemilikan visi semacam itu nampaknya disadari betul oleh para perumus atau penyusun konstitusi bersama kita ini. Dalam penjelasan tentang UUD'45 mereka antara lain mengingatkan kepada kita bahwa kita harus senantian ingat kepada dinamika kehidupan masyarakat dan negara kita. Dinamika itu menunjukkan bahwa masyarakat kita terus bergerak dan tumbuh, sejalan dengan tuntutan perubahan zaman, di dalam berbagai aspek kehidupannya, termasuk pemikirannya. Yang ingin disampaikan mereka rupanya adalah jangan sampai kita dan generasigenerasi berikutnya dibelenggu oleh sejarah, terkurung dalam suatu pola pemikiran yang sempit, kaku dan beku. Pada waktu yang sama itu tidaklah berarti bahwa kita sama sekali harus meninggalkan sejarah, karena sejarah mengandung fungsi tersendiri yang amat penting dalam kehidupan sesuatu bangsa. Antara lain sejarah memungkinkan kita untuk memahami diri kita secara kritis dan mendalam, dan dari situ kita akan memperoleh makna yang lebih jelas tentang diri kita sendiri sekarang ini dan tentang masa depan kita.

Visi terbuka, luas dan jauh yang kita maksudkan bukanlah suatu visi yang seenaknya terhadap pandangan hidup bersama kita, me-lainkan suatu visi yang dijalin dengan rasa tanggungjawab yang dalam. Melalui visi itu bangsa kita tidak akan terjerumus ke dalam perangkap keterkurungan pemikiran. Visi semacam itu justru akan membuka pintu-pintu bagi pengem

Page 8

itu menunjukkan kehadiran problematik kelima yang kita kemukakan di atas yang dihadapi oleh pers nasional kita dalam berupaya melahirkan dan mengembangkan pola pikir, pola sikap dan pola tingkah laku yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan UUD'45. Senang, ataukah tidak senang, realita kehidupan politik yang dihadapi pers nasional kita dari waktu ke waktu, termasuk yang sekarang ini, ikut berpengaruh terhadap hasil akhir dari upaya itu. Pengaruh positifnya lebih dimungkinkin kalau pers nasional kita berhasil memahami realita kehidupan politk itu secara wajar, obyektif dan sehat.

dalam kehidupan politik kita politik yang demokratis. dan seterusnya. Langkah lain ialah konstitusional yang lebih tinggi. berupa keberhasilan dalam Sudah sama disepakati bahwa pemmengadakan sidang umum MPR bangunan kita, termasuk pemsecara reguler pula setiap lima bangunan politik, adalah evelutahun, dan pada setiap sidang sioner sifatnya, yaitu melangkah umum itu berhasil pula dirumus- dari satu tahap ke tahap berikutkan dan ditetapkan GBHN, di- nya. Dalam pembangunan politik pilih dan diangkatnya Presiden persoalan pokok yang dihadapi dan Wakil Presiden, serta bebe- ialah untuk mengetahui dan merapa keputusan atau ketetapan melihara keseimbangan yang harpenting lainnya. Melalui itu kita monis antara keperluan untuk melihat berkembangnya kehidup- memelihara kestabilan politik di an konstitusional kita. Satu satu pihak, dan keinginan untuk langkah lagi ialah keberhasilan

meningkatkan kualitas kehidupan dalam menyederhanakan sistim politik yang demokratis dan konkepartaian menjadi dua partai po- stitusional di pihak lain. Kalau litik dan satu GOLKAR, di sam- seandainya diberikan perhatian ping keikutsertaan ABRI melalui yang terlalu berlebihan pada kedwi fungsinya di dalam kehidupan stabilan politik, hal itu dikhapolitik kita. Dewasa ini tengah watirkan akan menghambat dibahas di DPR lima RUU yang kelancaran jalannya proses penberkaitan dengan bidang politik, ingkatan kualitas kehidupan yang antara lain akan memantap- politik yang demokratis dan konkan posisi Pancasila sebagai satu- stitusional. Sebaliknya, bilamana satunya azas bagi organisasi- perhatian yang terlalu berlebihan organisasi sosial politik.

itu diberikan kepada hal yang Apa-apa yang telah dicapai itu disebut terakhir, maka itu dimemang masih mempunyai ber- khawatirkan akan membahayabagai kelemahan dan kekurangan kan kestabilan politik yang justru yang memerlukan penyempurna- diperlukan. Itulah sebabnya an lebih lanjut. Umpamanya, mengapa selalu diperlukan kepenyelenggaraan pemilu-pemilu hadiran keseimbangan yang haryang lalu mengundang sejumlah monis antara keduanya dari kritik dari masyarakat kita. Be- waktu ke waktu, dari satu tahap berapa kelemahan dan kekurang- pembangunan ke tahap berannya, seperti suasana kampanye ikutnya. yang kadang-kadang diwarnai oleh kebringasan, sama kita Realita kehidupan politik kita ketahui dan pahami. Tetapi pada

dewasa ini antara lain dapat akhirnya semua kekuatan politik dipahami melalui kedua hal penyang ikut bersaing, sebagaimana ting itu. Apakah keseimbangan juga masyarakat kita pada umum- yang harmonis antara keduanya nya, menerima hasil-hasil setiap sekarang ini hadir dan terpelihara, pemilu itu sebagai hal yang sah.

ataukah sedang terganggu ?. Demikianlah, selama Orde Kalau terganggu apakah yang meBaru ini antara lain kita catat dua nyebabkannya ? Apakah karena perhal penting yang ikut mewarnai hatian kita terlalu berlebihan kepada kehidupan politik, yaitu : (1) kestabilan politik, ataukah karena keperluan untuk memelihara dan perhatian yang berlebihan itu kita memantapkan kestabilan politik, berikan kepada keinginan untuk dan (2) keinginan untuk mening- meningkatkan kualitas kehidupan katkan proses pembangunan politik yang demokratis dan politik menuju kualitas kehidupan konstitusional? Semua pertanyaan

Problematik keenam yang dihadapi oleh pers nasional kita dalam melahirkan dan mengembangkan pola pikir, pola sikap dan pola tingkah laku berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan UUD'45 diungkapkan secara gamblang oleh kutipan berikut ini dari penjelasan tentang UUD'45 tentang bagaimana kita seyogyanya memahami konstitusi bersama kita itu :

"Undang-Undang Dasar Negara manapun tidak dapat dipahamkan, kalau hanya dibaca teksnya saja. Untuk dapat mengerti sungguhsungguh maksudnya UndangUndang Dasar dari suatu negara, kita harus mempelajari juga bagaimana terjadinya teks itu, harus diketahui keteranganketerangannya dan juga harus diketahui dalam suasana apa teks itu dibikin.

Dengan demikian kita dapat mengerti apa maksudnya undangundang yang kita pelajari, aliran pikiran apa yang menjadi dasar undang-undang itu”.

Dari kutipan di atas jelaslah kepada kita bahwa untuk memperoleh pemahaman atau persepsi

Page 9

kepercayaannya kepada pers, di samping memang ada alasan lain.

Memang, seperti dikatakan oleh Kompas dalam tajuk rencananya tanggal 2 Nopember 1984, mengenai kebebasan yang bertanggung jawab itu belum seluruhnya terang bulan. "Mungkin juga tidak akan sampai bulan purnama”, kata Kompas, "karena masih terjadi juga imbauan di sana-sini, malahan menyangkut perkara yang kalah eksplosif dan tidak menyangkut soal keamanan”.

Akan tetapi, apabila Bapak Presiden Suharto pada Peringatan Hari Pers Nasional yang lalu mengatakan bahwa salah satu tugas pers

adalah mengungkapkan kebenaran, dan ini dilaksanakan oleh para wartawan Pers Pancasila, bukan tidak mungkin bulan purnama akan muncul juga.

berlangsung secara ekstrim. Kebebasan pers dipergunakan untuk saling mencaci maki dan memfitnah lawan politik. Kebijaksanaan pemerintah dibeberkan tanpa rasa salah dan penyesalan. Pemalsuan foto dan penampilan karikatur dilakukan untuk menista seseorang. Dan lain sebagainya.

Hingga kini, meski tidak memprihatinkan seperti pada tahuntahun itu, etos wartawan belum pulih dalam kadarnya yang tertinggi seperti pernah dimiliki para wartawan perintis kemerdekaan. Sebutan "wartawan amplop” yang dilontarkan masyarakat, peradilan oleh pers yang dilakukan oleh beberapa media tertentu, serta pelanggaranpelanggaran lain terhadap kode etik jurnalistik, telah merusak citra wartawan Indonesia.

Apabila saya mengetengahkan masalah etos wartawan ini, karena saya berpandangan bahwa keberhasilan operasionalisasi Pers Pancasila akan ditentukan oleh etos wartawan. Dalam hubungan ini saya hanya menyoroti faktorfaktor intern dalam kehidupan lembaga kewartawan; tidak meneropong faktor-faktor ekstern---misalnya kebijaksanaan pemerintah---, karena lembaga pers sebagai subsistem dari sistem pemerintahan

harus menyesuaikan diri kepadanya, kalau memang eksis.

Dalam rangka memantapkan pelaksanaan Pers Pancasila, pertama-tama para wartawan perlu terlebih dahulu dibenahi dan membenahi diri, sehingga dirinya kembali menjadi pusat kepercayaan (source credibility) bagi masyarakat dan pemerintah; etosnya kembali berkadar tinggi selaras dengan keluhuran Pancasila yang diembannya. Dalam hubungan ini nilai wartawan tidak lepas dari kedudukannya sebagai

obyek dan sebagai subyek. Di satu fihak perusahaan pers perlu bersikap selektif dalam menerima calon wartawan, sedang yang sudah menjadi wartawan seyogyanya dibina, sehingga dapat diandalkan akan mampu melaksanakan nilai-nilai yang dikandung Pancasila. Dalam menerima calon wartawan perlu dites bakat plus pengetahuan. Wartawan yang berbakat tanpa pengetahuan yang diperoleh dari lembaga pendidikan formal, memerlukan waktu yang lama untuk pembinaannya guna melayani khalayak yang semakin kritis. Wartawan yang berpenddiikan formal---meskipun lulusan Fakultas Ilmu Komunikasi Jurusan Jurnalistik---, bila tidak berbakat, belum tentu dapat diandalkan dedikasi dan idealismenya.

Di lain pihak, si wartawan sendiri sebagai subyek perlu memiliki otoaktivitas dalam membina dirinya, disertai kesadaran akan kedudukannya di masyarakat dan kesadaran akan fungsi lembaga yang diwakilinya.

Pada saat ini suasana kebebasan pers yang bertanggung jawab sedang mendukung pembenahan itu. Sejak peristiwa Tanjung Priok dan kompleks marinir Cilandak, apa yang disebut "kebudayaan telepon" sudah tiada lagi. Pers dibiarkan meliput peristiwa itu tanpa himbauan apa-apa dari fihak pemerintah. Rekan-rekan anggota Dewan Pers mungkin masih ingat, ketika pada rapat tertutup dalam rangka Sidang Pleno XXV Dewan Pers bulan Desember yang lalu di gedung ini, yakni untuk mendengarkan ceramah Pangab Jenderal Murdani, saya bertanya kepadanya mengenai tidak adanya lagi himbauan melalui telepon itu. Jawaban beliau dapat dijadikan indikasi bahwa pemerintah telah menunjukkan

Masalah Ketrampilan Wartawan

Dalam hubungannya dengan ketrampilan wartawan kita dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya, saya

akan menyorotinya, dari tiga dimensi yang melekat pada dirinya, yakni dimensi-dimensi (1) persepsi, (2) ideasi dan (3) transmisi. Dengan demikian, kita dapat mengetahui kekurangannya untuk kemudian diperbaiki dan disempurnakan.

Pengkajian terhadap karya jurnalistik wartawan kita dapat dilakukan dengan memperhatikan nilai berita (news value) dan cara penyusunan berita (news writing). Jika saya amati berita-berita yang dimuat media cetak, terutama surat kabar yang memerlukan kesigapan karena dikejar waktu, saya dapat mengatakan bahwa umumnya karya jurnalistik mereka sudah cukup baik, dalam arti kata mereka sudah mahir menyusun kisah berita dalam bentuk "piramida terbalik” yang dilengkapi dengan unsur-unsur "5W + 1H” sebagai persyaratan minimal. Ini mungkin berkat kegiatan KLW atau pendidikan penigkatan ketrampilan jurnalistik yang diselenggarakan beberapa perguruan tinggi yang dibiayai Departemen Penerangan.

Akan tetapi, ditinjau dari dimensi persepsi, berita-berita tersebut hanya merupakan liputan hasil penginderaan saja, hasil penglihatan dan hasil pendengaran semata-mata tanpa aspek emotif. Umumnya para wartawan kita meliput suatu peristiwa dengan penginderaan yang polos; belum mampu mengkorelasikan suatu gejala sosial dengan aspekaspek yang sebenarnya secara fungsional berkaitan. Mereka belum mampu menghayati suatu gejala dengan melihatnya dengan mata hati sejauh mana dampaknya yang akan timbul. Menurut Prof. Daniel Lev wartawan seperti itu hanyakah teknolog dalam soal tulis menulis, tak dapat diberikan predikat jurnalis kepadanya. Memang benar bahwa hasil liputan si reporter tadi menjadi informasi bagi khalayak, tetapi tidak menimbulkkan dampak apa-apa.

Saya setuju dengan pendapat Julian Harris dan Stanley Johnson dalam bukunya "The Complete Reporter” yang menyatakan bahwa "the news must disrupt the status quo”. Tetapi, kiranya perlu diberi tambahan bahwa perubahan atau perombakan status quo itu harus bersifat konstruktif, mengandung pembaharuan. Dalam meliput sebuah peristiwa, pembangunan suatu proyek, misalnya, sebaiknya si reporter memadukan dengan faktor yang disebut "Enviromental Impact Assessment”. Mata hatinya melihat dampak apa yang mungkin timbul pada lingkungan. Di Amerika Serikat pernah terjadi sebuah proyek reaktor atom tidak jadi dibangun dise

buah daerah disebabkan berita sebuah surat kabar yang mengandung faktor tersebut.

Saya berpendapat, untuk menumbuhkan daya persepsi yang kuat pada para reporter, mereka perlu dilengkapi dengan pengetahuan sosiologi, psikologi sosial dan antropologi budaya, meskipun hanya prinsip-prinsipnya saja, tetapi yang relevan dengan profesi kewartawanan. 260 sarjana dan 375 sarjana muda dari sejumlah 2.726 wartawan di Indonesia sekarang tentunya sudah mempelajari ketiga ilmu yang saya sebutkan tadi ketika mereka kuliah. Tetapi, saya tidak yakin bahwa ilmu-ilmu tersebut telah memperkuat daya persepsinya. Daya persepsi hanya dapat dibina dengan latihan meneropong suatu gejala sosial dengan pendekatan ketiga ilmu tadi. Tetapi latihan ini harus benar-benar merupakan "exercise'', bukan hanya mendengarkan kuliah atau ceramah yang biasa diberikan dalam pendidikan formal atau tak formal.

Dimensi ideasi sebagai tahap kedua setelah persepsi merupakan suatu proses penataan pikiran, proses memadukan hal-hal yang sudah ada pada benak si reporter dengan hasil persepsinya tadi. Jelas bahwa pada benaknya harus sudah ada butir-butir Kode Etik Jurnalistik dan nilai-nilai dari setiap sila dari Pancasila.

Barangkali tidak terlalu mengada-ada, jika saya sarankan agr para wartawan jangan dilepas dahulu sendirian ke lapangan sebelum ditatar P-4 dan sebelum menguasai Kode Etik Jurnalistik, sebab hasil liputannya mempertaruhkan nama baik korps wartawan Pers Pancasila. Seperti kita sama-sama mengetahui pada Penataran P-4 itu, selain diberikan ihwal Pancasila, juga Undangundang Dasar 1945 dan GBHN sebagai penjabarannya, yang

sudah tentu teramat penting bagi para wartawan dalam melaksanakan misinya, agar masyarakat mengamalkan nilai-nilai Pancasila. Jadi, Penataran P-4 yang sudah pernah diberikan kepada para wartawan perlu dimantapkan secara menyeluruh.

Juga barangkali tidak terlalu mengada-ada, apabila saya sarankan agar para wartawan diberi pengetahuan logika meskipun hanya prinsip-prinsipnya saja---, karena logika berfungsi sebagai pematri hasil proses persepsi dengan proses ideasi. Berfikir logis akan menghasilkan sebuah karya yang argumentatif, yang bisa meluluhkan sikap seseorang, mungkin sikap yang sudah membantu sekalipun.

Pada dimensi ideasi inilah kemampuan memotivasi akan dapat ditingkatkan sehingga julukan pers Indonesia sebagai motivator pembangunan dapat menjadi kenyataan, yakni perwujudan partisipasi masyarakat.

Tetapi, unsur-unsur yang disebutkan tadi akan merupakan butir-butir yang lepas saja, bila tidak dipadukan dalam latihan yang bermakna "exercise” dalam bentuk diskusi. Latihan seperti ini dapat ditambahkan pada KLW yang telah sering diselenggarakan itu, dengan menampilkan nilainilai dari setiap sila dari Pancasila sebagai faktor sentral.

Dimensi yang ketiga adalah transmisi yang merupakan proses penuangan produk ideasinya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya pada secarik kertas; jadilah ia suatu kisah berita untuk disebarluaskan kepada khalayak. Untuk dimensi transmisi ini penguasaan ilmu komunikasi akan amat membantu, karena ilmu ini mengajarkan bagaimana cara-cara agar suatu pesan yang disebarkan kepada khalayak yang heterogen itu, dapat diterima

tidak saja secara inderasi, tetapi juga secara rohani, yang pada gilirannya mampu merubah pandangan atau perilaku.. Atas dasar itu saya sarankan agar para wartawan yang belum pernah mempelajari ilmu komunikasi, diberi kesempatan untuk menguasainya.

Demikianlah analisa alakadarnya mengenai proses jurnalistik yang menjadi profesi para wartawan kita.

Apabila saya amati berita surat kabar atau majalah sekarang, saya dapat menilai pada umumnya cukup komunikatif, tetapi komunikatifnya dalam kadar yang rendah, hanya mampu menimbulkan dampak kognitif; belum banyak yang bisa membangkitkan dampak afektif, apalagi menimbulkan dampak behavioral sebagai derajat komunikatif yang paling tinggi.

Memang tak dapat dipungkiri bahwa kadang-kadang ada berita yang membangkitkan dampak behavioral. Sebagai contoh, sebuah berita yang dilengkapi foto, yang menampilkan seorang anak dengan benjolan yang besar pada matanya

disebabkan penyakit tumor, atau seorang gadis dengan perutnya yang besar tiada tara dikarenakan penyakit kanker; berita tersebut mampu membuat para pembaca tahu (kognitif), mampu pula membikin mereka merasa iba (afektif), dan mampu juga membuat mereka mengirim sumbangan uang melalui surat kabar yang memberitakannya (behavioral).

Pers Pancasila dapat dinilai telah melakukan fungsinya, apabila para wartawannya mampu menghasilkan berita yang menimbulkan dampak behavioral seperti disebutkan tadi, bukan saja pada masyarakat, tetapi juga pada pimpinan masyarakat. Mudah-mudahan

dengan ketrampilan dan kemampuan

seperti itu disertai etos dalam kadar yang tinggi, tidaklah terjadi lagi seperti yang diberitakan Harian Pikiran Rakyat tanggal Pebruari yang lalu, yang merupakan hasil wawancara dengan sejumlah tokoh dalam hubungannya dengan Hari Pers Nasional. Baiklah saya kutip saja bagian dari berita yang menyentuh hati saya itu :

Kolumnis MAW Brouwer, ketika dijumpai wartawan, dengan tegas menyatakan, tidak bersedia diwawancara. "Sebab wartawan sering salah menulis opini. Lebih baik saya menulis sendiri,ujarnya.

Sedangkan tokoh Majelis Ulama, Dr. KHEZ Muttaqien, mengemukakan kekesalannya kepada wartawan yang salah menangkap maksud pembicaraan sumber berita. "Karena wartawan acapkali salah menulis opini, sehingga merugikan sumber berita,tuturnya.

Pada kenyataannya tidak semua wartawan seperti yang dianggap Pak Brouwer dan Pak Muttaqien tadi, tetapi peribahasa mengatakan "sebab nila setitik rusak susu sebelanga”. Tuntutan masyarakat kepada wartawan terlalu tinggi. Bagi masyarakat semua wartawan tidak boleh salah dan tidak boleh buruk. Dan hal inilah yang seringkali tidak disadari para wartawan.

Penutup.

Sebagai kesimpulan dari paparan yang singkat tadi, dalam rangka memantapkan pengabdian pers nasional kepada masyarakat, para wartawan perlu "bersih” dalam pandangan masyarakat dan perlu peningkatan pengetahuan dan ketrampilan yang lebih intensif dan ekstensif secara simultan bersama para karyawan pers dalam semua bidang.

Karya pers adalah karya kolektif, yang dihasilkan oleh ber

bagai unsur yang beda dalam fungsinya, tetapi sama dalam derajat pentingnya. Keterpaduan gerak dan persamaan persepsi di antara insan-insan pers amat penting dalam menghadapi masyarakat yang semakin kompleks yang diakibatkan oleh teknologi---terutama teknologi elektronik---yang semakin maju. Melihat potensi negara kita yang kaya raya dan bangsa kita yang dinamis, era komunikasi kini bukan tidak mungkin akan segera menjadi era kompunikasi, suatu perkembangan dalam perpaduan antara komunikasi dengan komputerisasi. Dalam menghadapi pengaruh kompunikasi yang sukar dielakkan itu, pers nasional kita perlu siap secara dini, sebab pers berperanan amat penting dalam menjaga semakin menganganya kesenjangan peradaban.

Ada orang yang mengatakan bahwa kita sekarang ini hidup dalam dua puluh abad skaligus. Jika di kota-kota metropolitan orang hidup dalam abad satelit, nun jauh di sana masih ada saudara-saudara kita yang masih hidup dalam zaman batu.

Apakah kata-kata Marshall McLuhan bisa terjadi di negara kita? McLuhan mengatakan bahwa negara-negara belum maju dapat melakukan suatu "lompatan katak” (leapfrog), katakanlah dari abad 10 Sebelum Masehi ke abad 20 tanpa proses penuh rintangan. Sebagai contoh dikemukakan Amerika Serikat pada abad 18, pada waktu mana teknologi Eropa mutakhir digunakan tanpa halangan dari sistem feodal kuno; tanpa rintangan dalam menyusun dan melaksanakan program literasi dan publikasi. Hollywood dan new York tidak pernah tersentuh oleh abad 19, melainkan langsung dari abad 18 ke abad 20, kata McLuhan.

Bersambung ke hal. 43

Pers Pembangunan Sebagai Pers Pancasila

Orang pers pada umumnya tidak terlalu tertarik dengan suatu pembahasan mengenai dirinya yang sarat akan ideologi, ungkapanungkapan formal dan yargon-yargon. Namun agak sukar membicarakan tema seminar ini, pers pembangunan dan pers Pancasila, tanpa menyinggung visi dasar dan berbagai pola atau kerangka referensi yang menjadi tempat pers itu bekerja serta memperoleh masukanmasu kannya.

Pancasila sebagai Visi Dasar Pers Indonesia

ambil kelima sila sebagai faham dasar, visi dan kerangka acuan, dalam praktek kerja jurnalistik, pers akan cenderung untuk melakukan dua hal : 1. dalam praktek pers akan melakukan pilihan tekanan dari kelima nilai dasar tersebut, misalnya perikemanusiaan yang adil dan beradab, kerakyatan, keadilan sosial atau tekanan lain misalnya Ketuhanan Yang Maha Esa, kerakyatan, persatuan. 2. Dalam praktek jurnalistik, pers akan menjabarkan secara kritis kelima nilai dasar itu dengan kenyataan-kenyataan dalam masyarakat, sehingga terjadilah suatu penjabaran yang aktual, dinamis dan kritis dan melalui proses itu sesungguhnya pers ikut mengembangkan faham dasar nasional.

dasar serta visi sentral yang berlaku dalam masyarakat, tempat penerbitan itu berada, berkembang, bekerja melaksanakan peranan-peranannya.

Nilai, faham dan visi dasar yang berlaku bagi masyarakat bangsa Indonesia ialah nilai dasar : Ketuhanan Yang Maha Esa, Perikemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan, Keadilan Sosial, disebut juga Pancasila.

Persoalan yang timbul, bagaimana hubungan antara kelima nilai dasar itu dengan visi pers Indonesia ? 1. Hanya dipengaruhi, 2. Memilih beberapa, 3. Mengambil seluruhnya, 4. Mengambil seluruhnya tetapi memberikan tekanan kepada beberapa atau 5. Mengambil seluruhnya dan mendukung secara kritis dengan realitas masyarakat dalam proses membuat berita dan menyusun komentar.

Orang dapat berbantah panjang lebar mengenai persoalan di atas. Barangkali pilihan dari berbagai kemungkinan dapat dirumuskan sebagai berikut : jika pers meng

oal ini baru saja saya singS

gung ketika saya berbicara di depan Hari Pers Nasional tentang Pers sebagai lembaga kemasyarakatan. Sebagai titik tolak berpikir, perkenankanlah saya mengulanginya lagi.

Pers adalah suatu organisme sosial, dapat juga disebut suatu lembaga kemasyarakatan. Sebagai suatu organisme sosial, pers mempunyai visi yang oleh berbagai ilmuwan sosial disebut juga suatu rangkaian nilai-nilai dasar yang menjadi kerangka acuan dan karena itu juga dimiliki dan dihayati secara reflektif kritis oleh mereka yang bekerja pada lembaga surat kabar atau majalah yang bersangkutan.

Nilai-nilai dasar yang menjadi visi dan kerangka acuan pers dapat bermacam-macam tergantung dari mereka yang mendirikan suratkabar atau majalah. Namun, sekalipun nilai-nilai dasar yang dirumuskan menjadi visi dapat bermacam-macam, ia tidak akan dapat melepaskan diri dari nilai

Timbul pertanyaan, bagaimana sesungguhnya visi dasar itu menjadi fungsional dalam penyelenggaraan penerbitan pers.

Pertama, visi dasar itu berlaku untuk seluruh pers sebagai lembaga, mencakup bidang redaksi, pengelolaan segi bisnisnya yakni keuangan, sirkulasi, periklanan, administrasi, percetakan, teknologi, industri. Saya tidak tahu persis, apakah segi itu juga menjadi tanggungjawab saya untuk mengantarkannya dalam diskusi.

Kedua, berlakunya nilai dasar atau visi tersebut dalam bidang redaksional. Saya mengartikan, terutama segi inilah menjadi tanggungjawab saya untuk membahasnya dalam diskusi ini. Proses pembuatan berita.

Berita adalah laporan tentang kejadian yang aktual, bermakna, menarik. Setiap hari selalu lebih banyak kejadian dari pada jumlah berita dalam media massa, termasuk dalam pers, Karena kejadian hanya menjadi berita setelah diangkat oleh wartawan, terjadilah proses seleksi. Koran melalui wartawa memilih sejumlah kejadian yang diliputinya menjadi berita. Kriteria seleksi itu apa?. Ada yang menyebut, semua berita yang pantas dicetak atau diterbitkan, semua kejadian yang pembaca ingin tahu, semua kejadian yang bermanfaat, semua yang menarik dan berbagai kualifikasi lain.

Dalam setiap buku tentang jurnalistik, disebutkan sejumlah kriteria tentang berita. Kriteria itu umumnya bersifat teknis dan psikologis, hampir tidak ada yang mempersoalkan lebih jauh sampai ke visi. Bahwa sesungguhnya, visi, nilai dasar, kerangka acuan perslah yang menjadi kriteria pokok pemilihan peristiwa dan permasalahan menjadi berita. Di sini kita dapat mengenali bagaimana peranan nilai dasar atau visi dalam pembuatan berita.

Apakah koran atau wartawannya memiliki visi kerakyatan atau tidak akan ikut mempengaruhi, jika misalnya koran atau wartawan itu berhadapan dengan kejadian yang melibatkan nasib rakyat banyak dalam suatu kejadian politik, ekonomi, sosial dan lainlain. Misalnya faham keadilan sosial begitu kuat pada masyarakat kita dan karena itu juga pada pers Indonesia, sehingga kita semua tidak dapat mengambil sikap acuh misalnya terhadap semua gejala ekonomi yang menunjukkan kesengajaan kuatlemah, besar-kecil. Orang tidak

tahu jalan keluar, namun orang merasakan dan membicarakannya dan menjadi ukuran untuk melihat berbagai hal dalam masyarakat. Karena

peranan visi dalam mencari dan membuat berita, maka ditunjukkan hubungan antara pers dan masyarakat bukanlah hubungan yang mati atau pasif, melainkan hubungan yang aktif, dinamis, timbal-balik dengan tetap memberikan peranan kepada pers untuk memberikan semacam bimbingan. Pers memamng bukan suatu cermin masyarakat yang mati.

Nilai dasar dan visi tidak hanya berperanan dalam membuat, seleksi berita. Ia juga menjadi pegangan

dan pedoman koran atau majalah dalam membangun pendapat dan komentarnya tentang berbagai kejadian dan permasalahan melalui berbagai rubrik opini seperti tajuk, karikatur, pojok, artikel yang disertai nama.

Dalam pers Barat, orang membuat kategori tentang yang disebut "presse d'opini on dan presse d'information, yang membawa opini dan yang membawa informasi. Orang dapat memperoleh kesan keliru, seakan-akan nilai dasar atau visi hanya menjadi persoalan koran opini, bukan koran informasi. Tidaklah demikian halnya. Kedua pembagian itu bukanlah suatu pembagian yang mati dan absolut, sekedar suatu pembuatan distingsi. Apakah titik berat kepada opini atau titik berat kepada informasi, nilai dasar atau visi selalu ikut berperan dan menjadi kerangka acuan. Pers Pembangunan.

Cukup kiranya, pembahasan tentang peranan nilai dasar atau visi sebagai kerangka acuan dan semacam jaring untuk memilih berita serta semacam kerangka referensi untuk membuat penda

pat dan komentar. Saya mencoba memasuki jalan pikiran berikutnya, ialah hubungan pers dan pembangunan.

Jika misalnya, pendapat ilmuwan seperti Prof. De Rooy dapat disepakati, jelaslah persoalan sekitar hubungan pers dan pembangunan. Ilmuwan itu menulis, pers di suatu negara, akan selalu dipengaruhi oleh pikiran dasar dan orientasi pokok yang sedang berlaku dalam masyarakatnya. Dengan kata lain, apabila sejak 1966, pikiran dan orientasi pokok berpusat kepada pembangunan nasional dan segala permasalahannya, maka perspun akan terbawa olehnya. Pers Indonesia memang juga terbawa oleh orientasi pembangunan.

Karena di sinipun berlaku pendapat bahwa pers bukan sekedar dipengaruhi tetapi juga mempengaruhi, pers bukan sekedar cermin melainkan juga pembimbing, maka tetaplah syah dan relevan untuk membicarakan bagaimana hubungan pers dengan pembangunan.

Kepustakaan yang membicarakan pers dan pembangunan bertitik tolak dari peranan apa yang dapat dilakukan oleh pers untuk pembangunan. Pendekatan yang dipakai ialah pendekatan fungsional.

Pendekatan fungsional itu misalnya pernah mencoba melihat peranan pers terhadap pembangunan ke dalam tiga kategori: 1. peranan dan pengaruhnya me

nentukan; 2. peranan dan pengaruhnya nol

serta; 3. peranan dan pengaruhnya rela

tif dan terjadi dalam interaksi dengan variabel-variabel lain.

Lebih dulu dari rumusan kategori itu adalah penyusunan peranan yang banyak disandarkan pada berbagai penelitian dan empirisme di berbagai negara sedang

Page 10

tadi, jelas tampak sekali kenya- Dengan tingkat kenaikan 8% taan yang mengejutkan bahwa per tahun, maka disini barulah sirkulasi suratkabar Indonesia angka minima Unesco dapat (Suratkabar Harian, Suratkabar dipenuhi atau terlampaui, yakni Tiga kali seminggu, Suratkabar oplah pada tahun 2000 akan mendua kali seminggu, Surat kabar jadi 13 juta lebih, yang berarti untengah bulanan, Surat kabar tuk setiap 100 orang penduduk Mingguan, Suratkabar Bulanan), akan terdapat 11 surat kabar. angkanya menunjukkan tingkat Masalah lain yang dihadapi perkembangan yang rendah, yak- adalah kenyataan bahwa suratni sirkulasinya hanya mencapai kabar masih akan merupakan ge3,8 juta. Atau satu peningkatan

jala kota atau terpusatkan di kotarata-rata 4% setiap tahun. (Ber

kota besar. Dari statistik berdasarkan perhitungan antara dasarkan inventarisasi pers oleh tahun 70 dan 80, dalam satu

Deppen ternyata bahwa lebih dari dasawarsa).

60% sirkulasi suratkabar masih Faktor yang menentukan berada di kota-kota atau urban perkembangan sirkulasi suratka

areas. bar umumnya adalah tiga yang paling utama, yakni :

Kemajuan Teknologi dan DamPenghasilan per capita.

paknya pada Perkembangan Pers

Nasional. Pendidikan Umum. Transportasi.

Sekarang marilah kita lihat
Dari ketiga faktor tadi, yang

perkembangan teknologi dan dalam tahun-tahun mendatang di

dampaknya pada pers nasional.

Ada dua dekade di mana pers Inproyeksikan akan berkembang

donesia mencatat kemajuan dengan pesat, dapat di buat dua

dibidang teknologi yang ditrapproyeksi perkembangan sirkulasi

kan, yakni sekitar tahun 70-an yakni :

dengan masuknya percetakan offa. Tingkat kenaikan oplah rata- set, yang memungkinkan pers Inrata 5% setahun (suatu setahun (suatu dor

donesia di cetak secara lebih berperhitungan yang moderat sih dan lebih bagus. Yang kedua dengan mengingat perkem- pada tahun 80-an, yakni masukbangan per capita income, nya

nya cold printing system dengan pendidikan umum dan trans- adanya penggantian zet machine portasi yang terus berkem

to setting dengan komputer bang).

(photo type setting), atau yang b. Tingkat kenaikan oplag rata- lazi

lazim disebut juga cold-printing rata sampai dengan 8-10 pro

system. Pada pertengahan dekade (suatu perhitungan 80-an kita melihat perkembangan didasarkan pada perkem- percetakan suratkabar dengan bangan yang terjadi dan efek

warna. pergandaan yang besar).

Kemajuan teknologi ini memDari dua proyeksi ini dapat punyai dampak yang luas sekali digambarkan bahwa pada tahun terhadap perkembangan pers di 2.000, dengan tingkat perkem

tanah air, khususnya pers bangan 5% setahun, oplah

daerah : suratkabar sudah akan mencapai a. Pers daerah merasa tersaingi. 8 juta, atau untuk setiap 100 orang b. Konsentrasi iklan pada surathanya tersedia 5 suratkabar, yang suratkabar besar dengan berarti bahwa kita masih berada kemampuan cetak dan teknologi di bawah angka minima Unesco. yang maju.

c. Suara-suara prihatin yang

terdengar terhadap hal-hal yang disebutkan di atas. Namun dari segi "hukumusaha", perkembangan dan dampak teknologi yang masuk ini merupakan tantangan bagi pers daerah, untuk mereka memperbaiki diri dan mencari rumusrumus usaha sendiri sehingga berhasil keluar dari situasi dilematis

yang

diakibatkan kemajuan pers di pusat tadi. Surat-surat kabar daerah yang kuat dapat berkembang, sedang yang lemah dan selama ini di lola dengan manajemen yang kurang pandai akan mati atau terpaksa "menerima" kenyataan untuk bergabung (merge) dengan perusahaan besar untuk dapat mengatasi masalahnya.

Hal-hal yang dikonstatir ini merupakan kecenderungan perkembangan industri suratkabar sampai ke tahun 2.000, yakni konsentrasi pemilikan yang bersifat monopolitis dari suratkabar,

mengecilnya jumlah suratkabar. Hanya yang benar-benar canggih dalam arti manajemen dan isi, akan dapat keluar dari situasi kemelut yang dihadapinya.

Kemajuan teknologi lebih pesat lagi berjalan dan Indonesia seperti negara-negara berkembang lainnya juga di hadapkan kepada. suatu kenyataan yang sangat dilematis menghadapi perkembangan ini. Kemajuan teknologi yang kami maksudkan tadi adalah :

a. Sistem komputerisasi redak

sional; b. Faksimili dan jaringan

telekomunikasi satelit.

Kedua macam teknologi ini akan mempunyai dampak yang besar sekali terhadap perkembangan pers Indonesia. Dari segi manajemen penggunaan sistem

Page 11

kemajuan teknologi tadi dan kemajuan ekonomi kita akan memaksa kita menerima kenyataan kehadiran teknologi tadi.

Saingan Media Elektronika.

Marilah kita kini menyinggung bagaimana pula proyeksi kita terhadap potensi saingan suratkabar dari media elektronika.

komputerisasi redaksional akan memungkinkan efisiensi dan penurunan harga/ongkos cetak suratkabar dengan hasil yang jauh lebih baik serta kecepatan yang tinggi. Sedangkan dengan faksimili dan telekomunikasi mutakhir akan mendorong efisiensi dan penggunaan secara optimal fasilitas cetak di daerah yang selama ini setengah menganggur; di samping juga pengembangan fasilitas pelabuhan, gudang dan penghematan transport (selama ini Garuda dan pesawat terbang banyak membawa air cargo yang berupa suratkabar dengan harga yang disubsidi).

Namun sampai sekarang tampaknya pemerintah dan dalam hal ini Dewan Pers menahan perkembangan atau kecenderungan surat kabar yang akan menggunakan sistem ini, karena di takutkan bahwa pers daerah akan lebih terpukul lagi. Sebenarnya dalam hal ini kita dihadapkan kepada pilihan apakah Indonesia akan mengembangkan : a. Sistem suratkabar nasional

(kehadiran National paper

seperti di Inggris). b. Sistem suratkabar regional

dengan community paper sistem Amerika). Di pandang dari segi luasnya Indonesia dan masyarakat majemuk yang ada (terdiri dari sukusuku yang begitu beragam), barangkali sistim yang kedua yang patut di kembangkan. Jika ini adalah tujuan mungkin kebijaksanaan untuk menunda atau melarang datangnya teknologi yang dari segi coct efisient, cost benefit dapat diterima dapat dibenarkan. Namun proyeksi yang kami buat atau katakanlah sedikit meramal, kedua macam sistem dan kemajuan teknologi tadi akan masuk, Karena pada akhir dasawarsa delapan puluhan

Sebenarnya mengenai hal ini tidak perlu terlalu dikhawatirkan, karena dari pengalaman sejarah menunjukkan teknologi media elektronika yang maju sekali tidak membunuh suratkabar malah sebaliknya mendorong kemajuan suratkabar. Sebagai contoh ketika di temui radio dan televisi, khususnya pengembangan pekabaran radio dan tv; orang meramalkan masa suratkabar sudah habis. Namun kenyataannya tidak demikian, karena sifat pesan-pesan media elektronika yang sementara; justru mendorong pengembangan oplah suratkabar. Pendengar radio dan penonton tv, mencari ulasan pers untuk lebih mengetahui berita-berita yang didengarnya dari radio atau tv.

Pengembangan Kantor Berita :

Semua perkembangan masa depan yang diuraikan di atas, akan pula berpengaruh kepada pengembangan kantor berita dan biro features serta foto. Disini akan terasa sekali tantangan yang besar yang di hadapi oleh kantor berita nasional kita, baik di bidang pelayanan maupun di bidang jaringan koresponden yang harus dikembangkan. Tantangan yang pasti akan di hadapi adalah kenyataan bahwa di tahun-tahun sembilan puluhan itu, "rantai suratkabar” (newspaper), akan dapat mengembangkan suatu jaringan koresponden dan sindikat karangan khas.

Untuk menjawab tantangan ini kantor berita akan harus memodernisir dirinya, sehingga pada tahun-tahun sembilan puluhan itu kantor berita yang melakukan dinas pelayanan bullettin sudah akan mengubah pelayanannya menjadi pelayanan apa yang di sebut "wire service". Terkait di dalamnya adalah komputerisasi baik di bidang redaksional sehingga surat-suratkabar akan terbantu sekali baik di dalam pelayanan kecepatan pemberitaan, maupun data' dan latar belakang dari sistem dokumentasi kantor berita. Seperti kantorkantor berita lainnya yang tidak dapat menggantungkan dirinya pada dinas pelayanan pemberitaan umum, kantor-kantor berita akan bergerak juga di bidang data, khususnya apa yang lazim disebut "data seketika”.

Suatu potensi besar yang di hadapi oleh pers adalah kenyataan tumbuhnya penerbitan berkala yang amat bersifat khusus. Majalah-majalah wanita, hobi, dan segala berkala yang sangat khusus dan ditujukan untuk lingkungan pembaca yang amat khusus akan terjadi.

Disini masalah yang besar yang

di hadapi industri pers adalah kenyataan kurangnya tenaga trampil atau wartawan ahli, dimana pendidikan dan sistem pendidikan kita tidak memadai untuk memenuhinya. Jika ini terjadi maka sekitar tahun-tahun sembilan puluhan akan terjadi pembajakan-pembajakan redaktur dan wartawan oleh sesama penerbitan dan "head hunters" akan terasa sekali.

Inilah beberapa proyeksi yang dapat di gambarkan akan masa depan pers Indonesia.

Semuanya sangat tergantung pula pada faktor-faktor di luar pers

sendiri, yang amat berpengaruh terhadap perkembangan pers itu yakni :

1. Surat Kabar Harian 2. Surat Kabar Mingguan 3. Majalah Mingguan 4. Majalah Tengah Bulanan 5. Majalah Bulanan 6. Majalah Triwulanan 7. Bulletin

TABEL : III.1.11. PERSENTASE RUMAH TANGGA YANG MEMPUNYAI FASILITAS SURAT KABAR, RADIO, TELEVISI
TABLE

MENURUT PROPINSI /PULAU DAN DAERAH KOTA/PEDESAAN
PERCENTAGE OF HOUSEBOJ.DS OWNING NEWSPAPER, RADIO, TELEVISION
BY PROVINCE/ISLAND AND URBAN/RURAL

1978

JUMLAH OPLAH DAN SIRKULASI PENERBITAN PERS NASIONAL BERDASARKAN INVENTARISASI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PERS NASIONAL

TAHUN - 1982

PERE D AR AN Sumatera Sumatera Riau Jambi Sumatera Bengkulu Lampung Daerah Utara Barat

Selatan

Khusus Ibukota Jakarta

Daerah Istimewa Yogyakarta

37.672

26 13.525 15.202

96

210.408

36 20.000 34.027

1.186

61.645 25.069

41 · 26 2.225 2.160 16.809 12.521 1.532 1.866

11.469 2.251 1.555 9.527

818

9.688 10.505 30.267 2.004

5.000 26.532

3.330 17.503 13.237

2.679.893

59.360 172.350 1.095.848 209.100

12.600 1.152.038

124.000 833.455 523.739

5.700 7.000 7.917 1.015

311

12.993

1.870 8.930 2.576 5.400

75.926

5.270 39.120 20.728

15 175 841

35.845 1.003.046 332.252 254.978 8.651 2.070 26 26 3.655 36.255 23.010 16.210 20.808 303.382 106.030 121.029 6.075 92.239 17.915 20.595 2.550 375 12.903 328.974 127.862 123.394 425

34.400 17.600 11.900 7.858 303.123 60.955 61.211 7.637 171.204 46.076 45.405

75 5

5 3.000 300 500 108 3.028 498 313 864

7

5 2 235 14

8

67.137 284.730

31 22.224 1.300 6.735 55.044 105.112 1.784 19.132

75 38.042 188.043

2.100 20.400 30.539 96.010 18.093 92.623 5

10 200 1.950 93 184 1

30 2

18

20.011 17.918

3.250 2.270 15.591 8.972 8.306 3.966

5 5 100 25 168 263 3

1 2 10

Page 12

-perundangan nasional, terutama yang menyangkut kehidupan pers nasional. Yang kedua, wartawan sendiri wajib mengtetahui hak tolak yang dimilikinya menurut ketentuan hukum yang berlaku tidak saja untuk menjungjung harkat martabat pribadinya tetapi di atas itu guna melindungi integritas profesi kewartawanan Indonesia dalam arti luas.

Kedudukan dan tugas PWI sebagai organisasi profesi.

Sebagai organsisasi wartawan Indonesia yang diakui dan dikukuhkan sebagai anggota suatu profesi, PWI adalah organisasi profesi. Keabsahan dan legalitas PWI sebagai organisasi profesi kewartawanan Indonesia bersumber dari berbagai faktor.

PWI didirikan pada tanggal 9 Februari 1946 sebagai pelembagaan aspirasi perjuangan para pejuang kemerdekaan yang memilih peran ganda sebagai aktivis di bidang pers dan di bidang politik. Sejak itu PWI tetap merupakan wadah pengabdian wartawan Indonesia dari segala aliran baik fungsional maupun frofesional guna melanjutkan tugas mencapai tujuan nasional. Berdasarkan Peraturan Menteri Penerangan No. 02/PER/MENPEN/1969 tentang Ketentuan-Ketentuan mengenai Wartawan, PWI mendapat pengakuan Pemerintah sebagai Organisasi Wartawan Indonesia dan wartawan Indonesia diwajibkan menjadi anggotanya. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Penerangan No. 47/KEP/MENPEN/1975, PWI dikukuhkan sebagai satu-satunya Organisasi Wartawan Indonesia. UU Pers Tahun 1966 menetapkan „Organisasi Pers ialah

organsisasi wartawan dan or- Dengan berlandaskan pada hal-
ganisasi perusahaan pers yang -hal di atas, dan pada Keputusan disahkan Pemerintah,,. Dengan Kongres PWI, Kode Etik Jurnalis- keluarnya Peraturan dan Ke- tik serta Peraturan Dasar dan putusan Menteri Penerangan, Peraturan Rumah Tangga PWI, masing-masing pada tahun tugas-tugas PWI adalah sebagai 1969 dan tahun 1975, eksis- berikut tensi dan kedudukan PWI

Mengamankan tujuan-tujuan sebagai organisasi wartawan

idiili pers nasional. Indonesia menjadi jelas.

Membina tugas, fungsi, hak Pada upacara pembukaan

dan kewajiban pers nasional

sebagaimana digariskan dalam Kongres XVII PWI di Manado Presiden Soeharto mengamanat

produk-produk hukum yang

berlaku. kan bahwa PWI adalah satu

Menghimpun segenap wartasatunya organisasi profesi

wan Indonesia di dalam satu kewartawanan Indonesia.

wadah guna menjamin tercaDalam kesempatan itu pula Presiden menyatakan agar

painya tujuan-tujuan idiil ter

sebut di atas. hanya wartawan anggota PWI

Mengamankan pengertian waryang benar-benar menjalankan

tawan dan kewartawanan sepraktek jurnalistik yang boleh melaksanakan tugas-tugas ke

bagaimana dituangkan di da

lam Undang-undang maupun wartawanan.

di dalam ketentuan organisasi, Pada upacara penutupan Kong- serta mengamankan hak warres di Manado tersebut, tawan sebagaimana dijamin Wakil Presiden Umar Wiraha- oleh Undang-undang, seperti dikumah menegaskan kembali hak tolak. bahwa PWI merupakan satu-sa- Menunjang pembinaan dan tunya organisasi profesi kewar- pengembangan pengetahuan, tawanan di Indonesia dan PWI keterampilan dan wawasan bertugas dan bertanggung ja- wartawan Indonesia. wab untuk membina wartawan Menunjang rasa kebersamaan, dan hidup kewartawanan.

kesejahteraan, dan jaminan/ke

pastian pekerjaan wartawan Pada tanggal 27 Mei, 1980,

Indonesia. Departemen Penerangan, De-

Juga menunjang terwujudnya wan Pers dan PWI menge-

ketertiban, kelancaran, dan luarkan seruan bersama yang

kemudahan kerja segenap warmeminta instansi-instasni, lem

tawan dalam hubungan dengan baga-lembaga Pemerintah dan

Pemerintah dan Masyarakat. swasta untuk hanya melayani wartawan-wartawan anggota

Strategi pokok PWI. PWI dan menunjukkan surat Dalam kerangka memperkuat penugasan pemimpin redaksi. kedudukan PWI dan merealisasi- Pada tanggal 23 Januari 1985,

kan tugas-tugasnya seperti diuraiPresiden Soeharto mengeluar

kan di atas, PWI menempuh kan surat keputusan menetap

strategi yang terpusat pada 3 kan tanggal 9 Januari sebagai

aspek pokok sejalan dengan Hari Pers Nasional dengan

penggarisan Kongres. XVII di

Manado bulan November 1983. pertimbangan bahwa PWI sebagai kekuatan perjuangan di- a. Bidang organisasi : dirikan pada tanggal 9 Febru

Di bidang organisasi, PWI telah ari 1946.

dan akan terus melakukan pener

Page 13

PERNYATAAN PWI PUSAT

Tentang Penerbitan Profesi Kewartawanan Dan Keanggotaan PWI

Jakarta, 14 Februari 1985

PWI yang dikeluarkan oleh PWI Cabang / Cabang Persiapan berwarna hijau.

1. Menyusul Kongres XVII Persatuan Warta

wan Indonesia (PWI) di Manado, tanggal 14-16 November 1983, Pengurus Pusat PWI telah melaksanakan langkah-langkah penertiban profesi kewartawanan dan keanggotaan

PWI. 2. Setelah melakukan penertiban tersebut melalui

proses pendaftaran ulang semua wartawan
yang bekerja aktif bersama-sama segenap PWI Cabang/Cabang Persiapan di seluruh Indo- nesia, dan setelah mengadakan penelitian seksama terhadap masing-masing wartawan, PWI menetapkan status seorang wartawan, sesuai dengan Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga PWI, sebagai berikut :

2.1. Wartawan anggota Biasa PWI yang


memiliki Kartu Tanda Anggota Biasa dikeluarkan oleh PWI Pusat berwarna

kuning. 2.2. Wartawan anggota Muda PWI yang

4. Penertiban profesi kewartawanan melalui

penetapan status keanggotaan PWI seorang wartawan dilandasi oleh tanggung jawab dan kewajiban PWI sebagai satu-satunya organisasi profesi kewartawanan di Indonesia untuk menegakkan dan memantapkan integritas wartawan Indonesia dan kredibilitas pers nasional dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya di bidang penerangan, pemberitaan dan pengawasan sosial.

Atang Ruswita Sekretaris Jenderal

SEMINAR UPAYA PEMANTAPAN

KEDUDUKAN DAN PERANAN

Dewan Pers dalam sidang pleno ke 25 tanggal 7 dan 8 Desember 1984, memutuskan dan merumuskan bahwa Pers Pancasila, dalam arti pers yang orientasi sikap dan tingkah lakunya berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.

Pers Pancasila adalah Pers Pembanguanan dalam arti mengamalkan Pancasila dan UUD 1945 dalam membangun berbagai aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, termasuk pembangunan pers itu sendiri.

Grafika Soekarno, S.H. setelah mendengar sambutan Gubernur Kepala Daerah Tingkat 1 Jawa Tengah Ismail, dan Ketua Umum PWI Pusat Zulharmans.

Seminar dihadiri lebih 50 peserta yang terdiri dari para pimpinan redaksi, masyarakat/cendikiawan dan unsur-unsur Pemerintah.

alam mengamalkan Pan

casila, pada hakekatnya Pers Nasional adalah pers yang sehat, yakni pers yang bebas dan bertanggung jawab guna mengembangkan suasana saling percaya menuju masyarakat terbuka yang demokratis dengan mekanisme interaksi positif antar Pers, Pemerintah dan Masyarakat.

Walaupun landasan serta ketentuan-ketentuan mengenai Pers Nasional telah jelas dan tegas, serta yang terakhir telah dimantapkan oleh Dewan Pers sebagai Pers Pancasila, namun dalam penerapannya sehari-hari masih diperlukan kesatuan persepsi di kalangan masyarakat tentang peranan dan fungsi pers tersebut ditinjau dari aspek-aspek operasionalnya.

Seminar berthemakan Upaya pemantapan kedudukan dan peranan Pers Pancasila telah berlangsung di gedung Monumen Pers Indonesia di Surakarta pada tanggal 18 - 21 Pebruari 1985 atas kerjasama Departemen Penerangan Republik Indonesia dan Persatuan Wartawan Indonesia.

Seminar dibuka oleh Direktur Jenderal Pembinaan Pers dan

Grafika Departemen Penerangan R.I., Soekarno, S.H.

Gubernur Kepala Daerah Tingkat 1 Jawa Tengah, Isamil.

Ketua Umum PWI Pusat, Zulharmanas.

Seminar mengajukan 5 makalah :

Pola pikir dan pola sikap Pers Nasional berdasarkan nilainilai Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945 yang disajikan oleh Drs. Tjuk Atmadi dengan pembanding Dr. Alfian.

Pembangunan Pers Pancasila dan Mekanisme interaksi positif Pers Pemerintah dan Masyarakat yang disajikan oleh BM Diah dengan pembanding Drs. Lukito Santoso.

Konsepsi Pers Pembangunan sebagai Pers Pancasila yang disajikan Drs. Jakob Oetama dengan Pembanding Dr. Alwi Dahlan.

Pembangunan Pers sebagai obyek pembangunan dalam upaya mewujudkan Pers pancasila yang disajikan oleh Subagiyo Pr dengan Pembanding Bram M. Darmaprawira.

Masalah ketrampilan Wartawan Indonesia di masa depan dalam memantapkan Pers Pancasila yang disajikan oleh Drs. Onong Uchyana, M.A. dengan pembanding Syamsul Basri.

Seminar juga memperhatikan : - Hasil-hasil Sidang Pleno ke 25 Dewan Pers yang diadakan di Surakarta pada tanggal 7 - 8 Desember 1984.

Hasil rumusan seminar mengenai Tanggung Jawab sosial Wartawan Indonesia yang diselenggarakan Persatuan Wartawan Indonesia di Jakarta, tanggal 6 Pebruari 1985.

Kesimpulan.

Setelah membahas ke 5 makalah dan mengkaji pokok-pokok pikiran yang timbul dan berkem

Tujuan. Seminar bertujuan :

Memberikan pengertian dan pemahaman yang lebih mendalam bagi kalangan pers dan masyarakat mengenai ujud, fungsi dan tugas Pers Nasional sebagai Pers Pancasila.

Menggali dan menyalaraskan pendapat-pendapat dan persepsi-persepsi yang ada di kalangan pers, Pemerintah, Perguruan Tinggi dan masyarakat mengenai aspek-aspek operasional dari Pers Pancasila yang mencakup masalah poleksosbudhankam.

Merumuskan pola-pola dasar mengenai hakekat Pers Pancasila dan pelaksanaan operasionalnya.

Lingkup Pembahasan. Seminar mendengar sambutan : Direktur Jenderal Pers dan

Pola Tingkah Laku Pers Pancasila

yang terkandung dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 melahirkan pola sikap untuk menjalankan fungsinya secara bebas dan bertanggung jawab; memberikan informasi yang benar dan obyektif; menjalankan fungsi sosial yang konstruktif; memberikan motivasi kepada masyarakat untuk melakukan pembaharuan melalui Pembangunan Nasional; serta mengamankan dan mengamalkan Pancasila.

Sikap Pers Pancasila untuk memberikan motivasi kepada masyarakat melakukan pembaharuan dalam rangka Pembangunan Nasional harus tercermin dalam pola tingkah lakunya.

Pers Pancasila sebagai lembaga kemasyarakatan dalam geraknya langsung berada dalam masyarakat dan secara operasional banyak mempunyai titik singgung dengan pemerintah dan masyarakat. Oleh karena itu Pers Pancasila berpegang teguh kepada mekanisme interaksi positif antara Pers, Pemerintah dan Masyarakat.

Pers Nasional adalah Pers Pancasila, dalam arti Pers yang berorientasi, sikap dan bertingkah laku berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pers Pancasila adalah Pers pembangunan dalam arti mengamalkan Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945 dalam membangun berbagai aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, termasuk pembangunan pers itu sendiri. Dalam mengamalkan Pancasila, pada hakekatnya Pers Nasional adalah Pers yang sehat, yakni pers yang bebas dan bertanggung jawab guna mengembangkan suasana saling percaya dan masyarakat terbuka yang demokratis dengan mekanisme interaksi positif antara Pers, Pemerintah dan Masyarakat.

Pola Pikir Pers Pancasila

Dengan demikian, Pers Pancasila selalu mematuhi landasan idiil, kode etik jurnalistik, perundangundangan dan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku serta memperhatikan nilai-nilai budaya masyarakat dan pengalaman sejarah Pers Nasional sebagai bagian dari pengalaman sejarah bangsa, serta realita kehidupan demokrasi Pancasila.

Pembangunan Pers dan Mekanisme Interaksi Positif

III Komunikasi dan interaksi menempati kedudukan yang vital dan strategis dalam hubungan manusia dengan manusia maupun dengan lingkungannya.

Pers Nasional yang mencerminkan kehidupan rakyat dan bangsa Indonesia dalam segala tingkatan telah membangun menumbuhkan interaksi sejak masa kebangkitan nasional hingga masa Pembangunan Nasional mulai Pelita I dan seterusnya dalam rangka meningkatkan ketahanan Nasional menuju masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Kecenderungan

Interaksi positif antara Pers, Pemerintah dan Masyarakat dalam masa pembangunan dewasa ini semakin berkembang, namun dirasakan masih ada hambatan dalam pelaksanaan. Ini diakibatkan karena masih ada perbedaan pandangan tentang peranan, fungsi, kewajiban, hak dan tanggung jawab pers.

Atas Dasar itu semua, Pers Pancasila memasyarakat P4 di lingkungan kehidupan Pers Nasional sendiri dan masyarakat.

Pandangan hidup masyarakat merupakan sumber yang melahirkan pola sikap dan pola tingkah laku para anggotanya. Pandangan hidup itu adalah falsafah hidup, ideologi atau paradigma. Karena Pers Nasional kita sebagai lembaga kemasyarakatan berada dan mencerminkan masyarakat, yang di dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara berpandangan hidup Pancasila, maka dengan sendirinya Pers Nasional adalah pers yang berpandangan hidup Pancasila.

Oleh karena itu pola pikir Pancasila berlandaskan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Pers Pancasila Alat Perjuangan

Dengan pola pikir, pola sikap dan pola tingkah laku berdasarkan Pancasila, diharapkan terwujud dan berkembangnya pers sehat, yakni pers bebas dan bertanggung jawab, yang mandiri, kreatif, kritis, waspada serta menjadikan dirinya alat perjuangan nasional untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

Pola Sikap Pers Pancasila

a. Pers Nasional sebagai Pers

Pembangunan harus terus menerus mempupuk kewibawaannya sebagai pers yang bebas dan tanggung jawab.

Pola pikir Pers Pancasila yang berlandaskan kepada nilai-nilai

Pembangunan Pers Sebagai Obyek Dalam Upaya mewujudkan Pers Pancasila

b. Penghayatan dan pengamalan

interaksi positif perlu dilakukan secara timbal balik dengan bobot yang seimbang atas dasar saling menghormati dan saling mempercayai antara Pers, Pe

merintah dan Masyarakat. c. Untuk mewujudkan interaksi

positif perlu dibina persamaan pandangan tentang peranan, fungsi, kewajiban, hak dan tanggung jawab pers mulai dari Pusat sampai ke daerah

daerah. d. Interaksi positif bagi pers hen

daknya berujud pemerataan informasi kepada seluruh masyarakat berlandaskan obyektivitas, kejujuran dan kebenaran guna meningkatkan keterbukaan informasi secara

vertikal dan horizontal. e. Untuk mendorong dan men

dinamisasikan interaksi positif antara pers, Pemerintah dan Masyarakat, diperlukan iklim yang lebih sehat dan lebih terbuka agar mencapai daya guna dan hasil guna yang optimal, sehingga Pers Nasional dapat menyajikan informasi yang jujur dan benar.

a. Dalam melaksanakan fung

sinya, kebebasan yang bertanggung jawab merupakan kode moral yang mengikat Pers Pancasila, bukan karena masalah sanksi dari luar, tetapi oleh kesadaran bahwa kebebasan justru mempunyai arti

jika diisi oleh tanggung jawab. b. Pers Pancasila melaksanakan

kebebasan yang bertanggung jawab dengan mekanisme interaksi positif antara Pers, Pemerintah dan masyarakat. Ini mengandung arti bahwa Pers Pancasila harus mampu menjadi cermin aktif masyarakatnya yaitu melaporkan pelaksanaan dan hasil pembangunan dan sekaligus menyampaikan pendapatnya dan sumbangan pemikirannya tentang pembangunan sebagai pengamalan Pancasila. Oleh karena itu Pers Pancasila dituntut untuk selalu mengembangkan dirinya, agar dapat mengamati dan menangkap masalah-masalah yang timbul dalam masyarakat.

a. Pembangunan Pers Nasional

identik dengan sifat Pembangunan Indonesia; yakni berkesinambungan, konsisten, bergerak maju; dan dalam pelaksanaannya harus positif, konstruktif, kreatif, kritis dan realitas bahwa ia selalu dituntut untuk berkembang dan bergerak maju sesuai dengan gerak dinamika masyara

katnya. b. Pada dasarnya Pers Pancasila

harus diartikan sebagai pers
yang sehat di bidang idiil mau- pun di bidang materiil. Di bidang materiil berarti baik perangkat lunak maupun pe- rangkat kerasnya secara ter-

padu dan berimbang harus

mampu terus menerus me- mengembangkan dan mema- jukan dirinya sesuai dengan meningkatnya perkembangan masyarakat, kemajuan ilmu dan teknologi. Dalam hal ini perhatian pemerintah masih tetap diperlukan.

Konsepsi Pers Pembangunan se

bagai Pers Nasional

Hakekat pembangunan sebagai usaha bersama antara pemerintah dan masyarakat menempatkan Pers Nasional pada fungsi dan kedudukan sebagai subyek dan obyek pembangunan yang ikut memberi warna dan menentukan keberhasilan pembangunan mencapai masyarakat Pancasila.

Fungsi dan kedudukan ini menjadi ciri Pers Nasional sebagai Pers Pembangunan dan Pers Pancasila. Salah satu perwujudan tersebut adalah mengamati secara cermat cara dan proses serta hasil dan tujuan pembangunan Nasional.

a. Pers Nasional menganut visi

dasar Pancasila. Agar visi dasar Pancasila menjadi fung- sional dalam menyeleng- garakan penerbitan pers, maka

visi dasar itu harus tercermin


dalam kegiatan pemberitaan atau redaksional. Dalam melaksanakan fungsi- nya sesuai dasar Pancasila Pers Nasional perlu memperhatikan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan antara dinamika

dan stabilitas. b. Berlandaskan visi Pancasila,

Pers Nasional menjunjung tinggi integritas dan kredibilitas fungsionalnya dalam kehidupan nasional dan internasional.

a. Pembangunan Pers Nasional

perlu ditingkatkan, mencakup : a.1. Pembangunan perang

kat lunak seperti pendidikan, latihan ketrampilan profesional, pengelolaan usaha penerbitan pers, termasuk jaminan kesejahteraan bagi wartawan dan

karyawan pers. a.2. Pembangunan perangkat

keras seperti penerapan teknologi tepat guna tanpa melahirkan dampak negatif misalnya pengangguran, sebaliknya diarahkan untuk mampu mandiri dengan penguasaan teknologi mutakhir

bi dibidang grafika pers. b. Perkembangan Pers Nasional

perlu dirangsang sehingga perbandingan jumlah penduduk dan jumlah oplag surat kabar dan majalah menjadi semakin

memadai. c. Agar Perkembangan Pers Na

sional selaras dengan tingkat perkembangan masyarakat, diperlukan kemudahankemudahan dari Pemerintah dalam peng-adaan kebutuhankebutuhan fisik pers nasional,

antara lain kertas dan grafika. d. Pengembangan Pers Nasional

sebagai unit usaha perlu lebih ditingkatkan melalui cara-cara yang efektif, terutama peningkatan kemampuan dan ketrampilan mengelola industri pers yang maju/modern

secara sehat. e. Peningkatan kesejahteraan

wartawan dan karyawan pers lainnya perlu diwujudkan dalam rangka upaya memantapkan pertumbuhan dan perkembangan Pers Pancasila.

tawan perlu dibenahi dan membenahi diri sehingga menjadi sumber kepercayaan bagi

masyarakat dan Pemerintah. b. Di samping Etos Wartawan,

ketrampilan wartawan juga harus ditingkatkan. Salah satu cara yang paling efektif adalah dimulai dari rekruiting caloncalon wartawan, berdasarkan pertimbangan bakat, idealisme, dedikasi dan pengetahuan akademis terutama ilmu

dasar sosial yang relevan. c. Yang dimaksud dengan ke

trampilan wartawan adalah antara lain kemampuan meliput, mengolah dan mengkomunikasikan informasi.

b. Di samping terus menerus

meningkatkan ketrampilan,
wartawan Indonesia harus
mempunyai sikap yang di jiwai oleh Kode Etik Jurnalistik seperti : b.1. menghormati hak-hak

dan kebebasan orang lain. b.2. Mencintai orang lain, dan

tidak bersikap semena

mena. b.3. Berani membela kebe

naran dan keadilan b.4. Menempatkan kepenting

an Bangsa dan Negara di

atas kepentingan pribadi. b.5. Memelihara persatuan dan

kesatuan. b.6. Bersikap demokratis, so

pan santun, tenggang rasa dan tidak mau menang

sendiri. b.7. Menghindarkan diri dari si

kap arogan dan sikap tidak terpuji.

Kondisi

Ketrampilan wartawan bisa didorong ke tingkat yang optimal apabila didukung oleh kondisikondisi intern dan ekstern.

Kondisi intern, antara lain suasana kerja, kesejahteraan yang memadai, kesempatan mengenibangkan kreativitas serta kemauan untuk meningkatkan ketrampilan serta ilmu pengetahuan secara terus menerus dengan pendidikan dan latihan berjenjang.

Kondisi ekstern, antara lain kelancaran terlaksananya interaksi positif, iklim politik dan unsur-unsur penunjang lainnya.

Masalah Ketrampilan Wartawan Indonesia di Masa

Depan Dalam Upaya Memantapkan Pers Pancasila

PWI SEBAGAI ORGANISASI ..... Sambungan dari hal. 47 ikut menujang peranan pers nasional untuk menjadi komunikator yang positif dan efektif di tengah proses pembangunan nasional yang sedang berlangsung. Pada gilirannya keberhasilan PWI dalam melaksanakan tri-program tersebut akan merupakan suatu tingkat kemantapan profesi kewartawanan Indonesia.

VI a. Masalah ketrampilan war

tawan Indonesia tidak bisa dilepaskan dari landasan dasarnya, yakni Etos Wartawan (itikad baik, terpercaya, keahlian).

Etos wartawan Indonesia pernah mencapai derajad tinggi pada masa perjuangan. Kini Etos Wartawan itu perlu lebih dikembangkan lagi dalam masa pembangunan seraya terus memantapkan pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik. Dalam memantapkan pelaksanaan Pers Pancasila para war

Upaya

Penyajian berita oleh wartawanwartawan sekarang, dinilai masih cenderung mengungkapkan faktafakta secara sederhana. a. Agar masyarakat memperoleh

informasi yang lebih seimbang dan mendalam perlu ditingkatkan ketrampilan pengembangan permasalahan dengan menganalisa korelasi dan latar belakang antara fakta yang satu dengan yang lain serta penyajian perspektifnya yang menunjang pelaksanaan pembangunan.

Page 14

Seminar Mengenai Keterbukaan Informasi Dan Interaksi Positif Antara Pers, Pemerintah

Dan Masyarakat

dalam mensukseskan Pembangunan Nasional.

Dalam rangka meningkatkan peranan pers dalam pembangunan, Garis-garis Besar Haluan Negara menegaskan perlunya meningkatkan usaha pengembangan pers yang sehat, yaitu pers yang bebus dan bertanggung jawab. Ini berarti pers harus dapat menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi yang obyektif, melakukan kontrol sosial yang konstruktif, menyalurkan aspirasi rakyat dan meluaskan komunikasi dan partisipasi masyarakat. Untuk itu perlu dikembangkan interaksi positif antara Pers, Pemerintah dan Masyarakat.

Lingkup Pembahasan. Seminar mendengar sambutan : Wakil Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Timur, Drs. Soeparmanto. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Penerangan Departemen Penerangan R.I. Drs. Tjoek Atmadi. Ketua Umum PWI Pusat, Zulharmans. Seminar mengajukan 3 maka-

i dalam Seminar mengenai

Upaya Pemantapan Kedudukan dan Peranan Pers Pancasila yang diadakan di Surakarta, 18 20 Pebruari 1985, disimpulkan bahwa interaksi positif antara Pers, Pemerintah dan Masyarakat dalam masa pembangunan dewasa ini semakin berkembang, namun dirasakan masih ada hambatan dalam pelaksanaan. Hambatan ini disebabkan masih belum adanya keterbukaan informasi secara optimal sebagai salah satu kunci bagi suksesnya pelaksanaan interaksi positif. Untuk mengatasi hambatan itu, dilangsungkan Seminar ber temakan ''Memantapkan Peranan Pers dalam mensukseskan Pembangunan Nasional melalui Keterbukaan Informasi dan Interaksi Positif antara Pers, Pemerintah dan Masyarakat” di kota Surabaya pada tanggal 28-29 Maret 1985 atas kerjasama Departemen Penerangan RI dan Persatuan Wartawan Indonesia.

Seminar dibuka oleh Wakil Gubernur Kepala Daerah

Tingkat I Jawa Timur Drs. Soeparmanto, setelah mendengar sambutan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Penerangan Departemen Penerangan RI, Drs. Tjoek Atmadi dan Ketua Umum Persatuan Wartawan Pusat, Zulharmans.

Seminar dihadiri kurang lebih 50 peserta yang terdiri dari para Ketua PWI Cabang di seluruh Indonesia, masyarakat/cendekiawan dan unsur-unsur Pemerintah. Tuju a n. Seminar bertujuan : Mendapatkan masukan-masukan dan memadukan pandangan yang ada di kalangan Pers/Wartawan, Pemerintah dan Masyarakat mengenai makna, ujud dan cara-cara mengembangkan interaksi positif antara Pers, Pemerintah dan Masyarakat. Menggalakkan keterbukaan informasi di antara ketiga komponen tersebut di atas, guna memantapkan peranan pers

Hubungan Pers dengan Pemerintah dalam Sistem Pers Pancasila yang disajikan oleh Drs. Jakob Oetama dengan Pembanding Rusli Desa. Mekanisme Keterbukaan Informasi yang disajikan oleh Suwarno, SH dengan Pembanding Mayor Jenderal Sarwono dan Drs. Tjoek Atmadi. Jaminan Kebebasan dan Perlindungan bagi Wartawan yang disajikan oleh Drs. D.H. Assegaf dengan Pembanding Jacob Rahim, SH dan Kepala Kepolisian RI. Jenderal Anton Soedjarwo. Seminar juga memperhatikan : Hasil-hasil Sidang Pleno ke 25 Dewan pers yang diadakan di Surakarta pada tangal 7 - 8 Desember 1984. Hasil Rumusan Seminar mengenai Tanggung Jawab

Kesimpulan.

Setelah membahas ketiga makalah dan mengkaji pokokpokok pikiran yang timbul dan berkembang dalam seminar selama dua hari penuh, seminar merumuskan kesimpulannya yang dibagi ke dalam tiga bidang sesuai dengan judul makalah sebagai berikut :

c. Timbulnya ketidak serasian

dalam pelaksanaan hubungan Pers dan Pemerintah dapat pula disebabkan belum adanya persepsi yang sama tentang kepentingan Nasional dan masalah-masalah mendasar

lainnya. d. Timbulnya ketidak serasian

dalam pelaksanaan hubungan Pers dan Pemerintah disebabkan pihak yang satu belum memahami dengan baik watak

(nature) pihak lain. e. Timbulnya ketidak serasian

dalam pelaksanaan hubungan pers dan Pemerintah disebabkan oleh tidak adanya keseimbangan dalam derajat pemahaman terhadap fungsi dan peranan masing-masing pihak. f. Timbulnya ketidak serasian

dalam pelaksanaan hubungan Pers dan Pemerintah disebabkan oleh belum adanya kesadaran dari masing-masing pihak untuk senantiasa melakukan introspeksi.

HUBUNGAN PERS DAN PEMERINTAH DALAM SISTEM PERS PANCASILA.

Upaya Pemantapan Hubungan.

Sebagai penyelenggara Negara, Pemerintah menempati kedudukan yang penting sebagai sumber informasi bagi pers, yang selanjutnya merupakan sumber informasi pula bagi masyarakat. Karena itu, hubungan yang mantap antara Pers dan Pemerintah sangatlah esensial.

Hubungan Pers dan Pemerintah dalam sistem Pers Pancasila adalah hubungan yang berada dalam semangat kerjasama, semangat seiring, semangat kekeluargaan, yang menjadi ciri khas masyarakat Indonesia.

Hubungan Pers dan Pemerintah yang dilandasi semangat kebersamaan itu tidak meniadakan atau mengurangi posisi masing-masing pihak, melainkan seyogyanya menjadi sumber kreativitas yang saling menunjang.

Hubungan Pers dan Pemerintah harus merupakan hubungan timbal balik antara dua pihak yang saling memerlukan, saling mempengaruhi, saling meman

a. Pemerintah, baik pada tingkat

pusat maupun daerah dan dalam berbagai sektor merupakan sumber informasi utama bagai Pers. Pers merupakan penyalur informasi timbal balik antara Pemerintah dan Masyarakat serta antar semua unsur yang ada dalam Pemerintah dan Masyarakat, baik pada tingkat pusat maupun daerah. Pada tingkat pusat untuk merealisasikan hubungan antara Pers dan Pemerintah telah terbentuk Dewan Pers. Sedangkan di daerah, wadah semacam itu belum ada, sehingga hubungan itu belum semantap sebagai

mana diharapkan. b. Timbulnya masalah dalam

hubungan antara Pers dan Pemerintah disebabkan oleh masih adanya sementara pejabat yang belum bersikap terbuka dalam arti responsif dan akomodatif terhadap kontrol kritik dan koreksi. Sedangkan di kalangan pers masih ada wartawan-wartawan yang belum menghayati Kode Etik Jurnalistik serta Jurnalisme Pembangunan.

a. Salah faham dan perbedaan

cara melihat persoalan yang mungkin timbul dalam hubungan Pers dan Pemerintah, harus diterima sebagai keadaan yang tak terhindarkan. Namun demikian tetap harus senantiasa dicarikan jalan

keluarnya. b. Ketidak serasian yang mung

kin timbul dalam pelaksanaan hubungan antara Pers dan Pemerintah, dapat diatasi dengan : (1). Menumbuhkan saling

pengertian tentang fung- si, tugas dan hak masing-

masing. (2). Menumbuhkan sikap sa

ling percaya. (3). Menyelenggarakan fo

rum komunikasi yang Pers memerlukan informasi untuk dapat memberitakan dan mengulas fakta-fakta maupun masalah-masalah pembangunan. Informasi diperoleh dari pemerintah maupun masyarakat. Untuk mendapatkan informasi, perlu ada keterbukaan.

dilembagakan maupun sesewaktu (insidentil) tanpa membatasi kebebasan

Pers. (4). Untuk menciptakan

hubungan yang serasi dan selaras, diperlukan sudut pandang yang sama tentang kepentingan Nasional dan masalah-masalah

mendasar lainnya. c. Untuk memantapkan hu

bungan Pers dan Pemerintah perlu pula dilakukan hal- hal berikut : (1) Di tingkat Nasional, De-

wan Pers meningkatkan

peran sertanya. (2) Di Daerah perlu dibentuk

lembaga yang mencakup unsur Pemerintah, Pers dan Masyarakat, yang berfungsi memecahkan permasalahan-permasalah

an yang menyangkut Pers. (3) Pers dan Pemerintah

menghayati dan melaksanakan norma-norma yang berlaku bagi masingmasing pihak, sebagaimana sudah digariskan oleh

Dewan Pers. (4) Pers dan Pemerintah

senantiasa mawas diri.

Mekanisme Keterbukaan Informasi. a. Keterbukaan informasi yang

merupakan ciri kehidupan demokrasi Pancasila pada hakekatnya juga merupakan pancaran dari penghargaan yang tinggi atas martabat manusia. Guna mengembangkan keterbukaan tersebut, perlu partisipasi dan tanggungjawab Pers, Pemerintah dan

Masyarakat. b. Keterbukaan informasi pada

Pemerintah menghendaki keterbukaan Pemerintah . berikut segenap aparatnya di Pusat dan daerah-daerah dalam memberikan informasi. Keterbukaan informasi pada melahirkan masyarakat yang cukup informasi (wellinformed) mengenai masalahmasalah yang dihadapi pemerintah dan mendorong masyarakat ikut lebih aktif

dalam pembangunan. c. Keterbukaan informasi pada

Masyarakat adalah kebebasan warga masyarakat untuk menyatakan pendapat dan pikirannya dalam partisipasi memecahkan masalah-masalah pembangunan, masyarakat dan negara. Dengan demikian, Pers akan memperoleh informasi me-

ngenai apa saja yang sedang

dipikirkan dan dirasakan masyarakat. Kebebasan menyatakan pen- dapat dan pikiran merupakan hak asasi manusia dalam kehidupan berdemokrasi Pan-

casila karena tanpa jaminan terhadap kebebasan tersebut di atas, dapat meniadakan hakhak asasi manusia yang

dimaksud. d. Keterbukaan informasi bagi

Pers berarti kesediaan untuk secara jujur dan obyektif menggunakan informasi yang diperoleh dari Pemerintah dan Masyarakat sebaik-baiknya untuk kemajuan bersama dalam fungsinya memberi informasi, mendidik, menghibur, menggairahkan masyarakat untuk ikut berperan serta

dalam pembangunan. e. Walaupun disadari pentingnya

keterbukaan informasi dalam menunjang pertumbuhan masyarakat yang berpedoman hidup pada Pancasila dan pembangunan manusia seutuhnya, Seminar mencatat masih ada kendala atas keserasian hubungan fungsional antara Pers, Pemerintah dan

masyarakat. *) Hubungan fungsional adalah

hubungan antara ketiga komponen interaksi dengan berlandaskan pada saling percaya mempercayai, saling mengingatkan dan saling menunjang demi mencapai kemajuan bersama dan kemajuan masing-masing komponen interaksi

Pers, Pemerintah dan Masyarakat. f. Seminar mencatat masih ada

kendala di pihak Pers, Pemerintah dan Masyarakat yang kurang menunjang keterbukaan informasi, dan perlu

diatasi secara bersama. Mekanisme hubungan Pers, Pemerintah dan Masyarakat. a. Untuk menjamin keterbuka

an informasi, perlu mekanisme interaksi Pers, Pemerintah dan Masyarakat yang dilandasi iktikad baik, hubungan fungsional yang saling memerlukan

MEKANISME KETERBUKAAN INFORMASI UNTUK MENGEMBANGKAN INTERAKSI POSITIF PERS, PEMERINTAH DAN MASYARAKAT.

1. Pendahuluan.

Dalam meningkatkan peranannya dalam pembangunan, Pers berfungsi menyebarkan informasi yang obyektif, menyalurkan aspirasi masyarakat, meluaskan komunikasi dan partisipasi masyarakat serta melakukan kontrol sosial yang konstruktif. Dalam hal ini perlu dikembangkan interaksi positif antara Pemerintah, Pers dan Masyarakat.

(membutuhkan) dan kerjasama yang kreatif untuk mencapai tujuan dan sasaran

pembangunan nasional. b. Mekanisme keterbukaan infor

masi dapat diwujudkan melalui metode berikut ini :

Proses pemecahan masalah.

Pemecahan masalah adalah proses untuk memilih tindakan yang paling tepat guna menyelesaikan masalah sesuai dengan tujuan yang telah digariskan dan dengan pengorbanan yang sekecil mungkin. Dalam hubungan ini perlu dicegah kemungkinankemungkinan timbulnya masalah sosial baru atau bergesernya masalah ke bidang lain sebagai akibat pemecahan yang kurang tepat.

Metoda ini perlu dihayati sehingga di dalam proses berlakunya suatu informasi yang sudah ditelaah dengan matang lebih dulu. Dengan demikian sasaran yang ingin dicapai dapat terlaksana secara tepat. Motivasi. a) Motivasi adalah setiap

usaha yang dilakukan untuk mengarahkan alam pikiran manusia agar di dalam menghadapi pertarungan motif-motif dengan menggunakan norma-norma tertentu memperoleh pertimbangan yang menentukan pilihan dan dorongan yang membangkitkan kemauan dan perbuatannya. Metoda komunikasi ini perlu digunakan sebagai landasan dalam mengembangkan dan menyalurkan setiap infor

masi, dengan maksud agar penerima informasi benar-benar dapat menghayati dan menanggapi setiap infor

masi yang diterima. b) Motivasi berhubungan

erat dengan kebutuh- an, keinginan pokok manusia dan lingkung-

annya yang dalam ben-

tuk sederhana dapat digambarkan sebagai berikut : (1) Kebutuhan pokok

manusia (misal makan) menimbul- kan rangsangan

(misal lapar). (2) Dipengaruhi oleh

latar belakang kebudayaan (ling

kungan). (3) Kemudian tim

bullah keinginan. (4) Keinginan itulah

yang mendorong timbulnya tanggapan atau per

buatan. c) Dengan demikian maka

motivasi tidak dapat dilihat terpisah dari manusianya, karena motivasi adalah me- nyangkut masalah manusiawi, artinya ber- sumber, berpangkal dan bermuara pada manusia itu sendiri. Di sini motivasi merupakan soal manu-

sia yang fundamental

bagi hidup dan per- juangannya, artinya bahwa motivasi itu melekat pada kodrat manusia.

simplikasi dari berbagai unsur yang terlibat di dalamnya dalam rangka mencapai suatu sasaran (out put) dengan memperhatikan sistem, azas, hak dan kewajiban yang berlaku serta tanggungjawab dari masing-masing komponen yang terlibat di dalam kegiatan yang bersangkutan. Di samping itu perlu adanya sarana pendekatan terpadu, ialah semua peraturan perundangan yang diberlakukan sebagaimana mestinya. Komunikasi dua arah.

Guna menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, perlu dikembangkan sistem komunikasi timbal-balik antara Pemerintah dan Masyarakat dan antara masyarakat dengan masyarakat.

Suatu sistem komunikasi dimana tercipta arus informasi dari Pemerintah kepada masyarakat dan sebaliknya tercipta arus informasi dari masyarakat kepada pemerintah yang merupakan tanggapan masyarakat atas kebijaksanaan Pemerintah serta arus komunikasi antara masyarakat dengan masyarakat itu sendiri.

Dalam sistem komunikasi sosial atau komunikasi timbal-balik ini, masalah hasrat, pikiran serta pendapat yang hidup dikalangan masyarakat dapat disampaikan kepada Pemerintah sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan dalam merumuskan danmemperbaiki kebijaksanaan.

Hal ini tidak mengurangi pentingnya peranan

Pendekatan terpadu.

Pendekatan terpadu adalah suatu kegiatan yang memerlukan koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan

si dan be

terlibat am rangka itu saarz ngan mengenai

em, azas, a an yang mer nggungen masing keras Elibat di dala ang bersangka ping itu. ana pendelez

3) Dalam mengembangkan sarana sumber informasi, Seminar menyarankan pemanfaatan dan pengembangan Pusat Informasi Nasional (PIN) Departemen Penerangan RI sebagai suatu "Data Bank” yang mampu memberikan informasi yang tepat, cepat dan benar setiap kali diperlukan oleh Pers, Pemerintah dan Masyarakat.

perlu disadari bahwa par- tisipasi pers masih dapat lebih ditingkatkan dan disempurnakan lagi.

Peran serta masyarakat.


Berhasilnya programprogram Pemerintah banyak terantung kepada peran serta masyarakat itu sendiri.

Peran serta masyarakat mencakup baik pada tahap perencanaan maupun pada tahap-tahap pelaksanaan.

Dengan demikian, peran serta masyarakat tidak hanya dihimbau pada waktu suatu kegiatan sudah berjalan.

Dengan adanya peran serta sedini mungkin, masyarakat mempunyai motivasi kuat untuk senantiasa memberikan sahamnya kearah berhasilnya suatu kegiatan.

JAMINAN KEBEBASAN DAN PERLINDUNGAN WARTAWAN.

aparatura Pemerintah untuk secara aktif merekam dan mengolah masalah, hasrat, pikiran serta pendapat yang hidup di kalangan masyarakat tersebut dan secara teratur merumuskannya melalui saluran yang telah ditentukan.

Komunikasi timbal-balik yang sehat hanya mungkin terselenggara dalam iklim percaya-mempercayai, baik antara Pemerintah dan masyarakat maupun antara berbagai lapisan serta golongan dalam masyarakat sendiri. Dengan demikian masing-masing pihak dapat dan rela memberikan informasi yang obyektif, saran serta pendapat yang luhur, serta kritik yang konstruktif. Komunikasi tanpa dilandasi oleh rasa saling percaya-mempercayai akan menimbulkan benih-benih rasa keresahan yang akhirnya akan mencetuskan gejolak-gejolak yang mengganggu stabilitas keamanan. Peran serta pers.

Harus diakui bahwa peranan pers dalam pengawasan pembangunan sebenarnya telah mulai berjalan dan sangat dihargai Pemerintah.

Banyak kerawanan dan masalah baru mendapat perhatian atau diketahui oleh yang berwenang setelah muncul dalam pers. Dalam berbagai kasus penyimpangan, pengawasan sering mendapatkan "lead” dari pers dan pada beberapa peristiwa informasi dari pers telah membantu mengungkapkan pemborosan dan kebocoran. Walaupun demikian

Suasana & Wadah Yang Diperlukan.

Dalam rangka membina Keterbukaan Informasi untuk mengembangkan interaksi positif antara Pers, Pemerintah dan Masyarakat perlu dikembangkan pula iklim yang memberi jaminan bagi kebebasan dan perlindungan Wartawan dalam menjalankan profesinya baik dari ancaman bahaya fisik maupun non fisik.

Sebagai penduduk dan Warga Negara Indonesia, jaminan kebebasan dan perlindungan sudah diatur menurut hukum positif. Sedang jaminan kebebasan pers sebagai perwujudan hak demokrasi telah ditetapkan dalam UUD 1945, Pasal 28 dalam Undang-undang No. 11 Tahun 1966 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Pers yang diubah dengan Undangundang No. 4 Tahun 1967 dan diubah lagi dengan Undangundang No. 21 Tahun 1982.

cu sistem ko
a tercipta nuk
Hari Pemer masyarakar uzz

tercipta arbete
Jari masyarakat
merintahan

tanggapar
atas kehvate
rintah ser nikasi antara

dengan masa


ndiri.

Untuk melaksanakan metoda tersebut di atas, perlu wadah yang memungkinkan dan mengembangkan proses keterbukaan informasi dalam mekanisme interaksi Pers, Pemerintah dan Masyarakat.

Suasana dan wadah yang diperlukan adalah : 1) Forum komunikasi yang me

lembaga dan berlanjut antara Pers, Pemerintah dan Masyarakat yang memungkinkan pers mendapat informasi yang

benar. 2) Peningkatan peranan dan

status Pejabat Hubungan Masyarakat (Humas) sebagai fungsi manajemen tinggi guna memungkinkan Hubungan Masyarakat bertugas sebagai saluran informasi, sumber informasi dan jurubicara instansi pemerintah dan organisasi masyarakat.

am sistem in osial atau koma 11-balik in on 7, pikiran

Jaminan perlindungan dalam melaksanakan profesi.

Dalam melaksanakan profesinya yang selalu menghadapi ancaman bahaya fisik dan non fisik, Wartawan Indonesia perlu mendapat perlindungan sebagai berikut : 1) Jaminan perlindungan bagi

Wartawan untuk melaksanakan tugas di daerah-daerah

Bersambung ke hal. 74

Page 15

Suatu Catatan Selintas Tentang Pertumbuhan PWI Sejak Berdiri

PERSATUAN WARTAWAN INDONESIA, disingkat PWI, adalah organisasi profesi wartawan Indonesia yang didirikan pada tanggal 9 Februari 1946 di kota Sala (Surakarta).

Pembentukan PWI diprakarsai oleh tokoh-tokoh perjuangan nasional yang juga berkecimpung di bidang kewartawanan. Bermula dengan jumlah anggota yang kecil, organisasi profesi ini sekarang telah menghimpun ribuan wartawan Indonesia, terdiri dari para sesepuh pers nasional yang masih aktif terlibat dalam kehidupan jurnalistik ditambah tokoh-tokoh wartawan muda dan kader-kader.

ntuk memberi gambaran se

lintas tentang perkembangan PWI sejak masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan antara tahun 1946-1949 hingga sekarang, di bawah ini kita sajikan catatan kegiatan dari kongres ke kongres. Kongres I, 9 - 10 Februari 1946 di Sala. Ketua :

Mr. Raden Mas Soemanang

Soeriowinoto Ketua Sekretariat :

Soedarjo Tjokrosisworo Anggota Pengurus :

Sjamsoeddin Soetan Makmur - B.M. Diah · Soemantoro

Ronggo Danoekoesoemo - Djawoto

Harsono Tjokroaminoto.

Pokok-pokok Keputusan, antara lain :

Dalam rapat anggota di Yogyakarta, 28 Oktober 1946; mengangkat Sjamsoeddin Soetan

Makmur sebagai Wakil Ketua. - Menyetujui berdirinya Perhim

Ketua :

Djawoto Wk. Ketua : - Djamal Ali Penulis 1 :

Darsjaf Rachman Penulis II :

Mashud Pembantu :

Mohamad Soepardi - A.Z. Palindih

Rosihan Anwar Soekrisno

Pokok-pokok Keputusan, antara lain : - Pengukuhan terbentuknya

Sarekat Perusahaan Suratkabai

(SPS) dalam tubuh PWI. Kongres IV, 12 dan 15 Mei 1950 di Surabaya. Ketua :

Djawoto Wk. Ketua :

Djamal ALi Penulis :

Darsyaf Rachman Penulis II :

Mashud Pembantu :

Mohamad Soepardi

A.Z. Palindih - Rosihan Anwar

Soekrisno.

Pokok-pokok Keputusan, antara lain :

Memulai pengiriman/pertukar

an wartawan ke luar negeri. Kongres V, 13 - 15 Januari di Jakarta.

donesia, Membentuk Panitia Pengurus-

an bahan-bahan pers. Kongres II, 23 - 24 Februari 1947 di Malang. Ketua : - Usmar Ismail Wk. Ketua : - Djamal Ali Penulis 1 :

Soedarjo Tjokrosisworo Penulis II :

Mr. Soemanang Soeriowinoto Anggota Pengurus :

Boerhanoedin Ananda (untuk (Priangan) Mochtar Lubis (untuk Jakarta) Asa Bafagih (untuk Jakarta) Soegijono (untuk Jawa Tengah) Hetami (idem) Sofyan Hadi (untuk Jawa Timur) Toeti Amisoedin (idem) Pouw Kioe An (idem)

Pokok-pokok Keputusan, antara lain :

Mempersatukan PWI dan IWI (Ikatan Wartawan Indonesia).

Kongres III, 7 - 9 Desember 1949 di Yogyakarta.

Page 16

Sipahutar, Soemanang dan Adam siaran-siaran di pelbagai kota Malik adlah pendiri Kantor Ber- baik dalam wilayah Republik ita Nasional Antara pada tanggal maupun

di kota-kota pendu13 Desember 1937. Peranan dukan. Pada

masa ini PWI kantor berita tersebut di masa melangsungkan tiga kali kongres. pergerakan waktu itu diwujud- Kongres pertama bertepatan dekan melalui penyiaran berita-be- ngan pembentukan PWI dilakurita yang sejalan dengan perge

kan di kota Solo dengan mengrakan nasional mencapai Indo- hasilkan susunan pengurus yang nesia merdeka. Karena itu pihak diketuai Mr. Soemanang. Kongpenjajah tidak jarang melancar- res II di Malang, 23-24 Februari kan penggerebekan terhadap kan- 1947, memutuskan mengangkat tor berita Antara dan menjeblos- Usmar Ismail sebagai ketua, yang kan wartawan-wartawannya ke

tidak lama kemudian mengundalam penjara.

durkan diri untuk diganti oleh b. Masa mempertahankan Kemer

Mr. Soemanang. Soemanang juga dekaan RI 1945 1949 mengundurkan diri tidak lama

setelah itu dan diganti oleh Setelah Proklamasi Kemerde

Djawoto. Kongres ke tiga berkaan Indonesia pada tanggal 17

langsung di Yogyakarta pada Agustus 1945, yang disusul tidak

tanggal 7-9 Desember 1949. lama kemudian dengan pendaratan pasukan Sekutu (termasuk c. Masa liberalisme, 1950-1959 tentara Belanda/NICA), kegiatan

Masa antara tahun 1950 dan wartawan Indonesia dan pers

1959 ditandai dengan kemelut nasional terpecah antara mereka dibidang politik dan keamanan, yang beroperasi di wilayah RI,

serta kehidupan pers yang berterutama Yogyakarta, dan mere- corak liberalistis. Di bidang peka yang bertahan di wilayah merintahan terjadi serangkaian pendudukan Sekutu/NICA.

krisis karena negara diselengWartawan-wartawan Republik- garakan berdasarkan sistem paren melaksanakan missi perjuang- lementer. Kabinet yang dibentuk an di kota-kota yang diduduki berdasarkan koalisi partai-partai Sekutu/NICA seperti Jakarta de

tidak bertahan lama dan jatuh ngan menerbitkan harian-harian

setiap kali terjadi pertentangan di Merdeka, Sumber, Pemandangan,

antara partai-partai tersebut. Di Rakyat dan Pedoman; di Medan

bidang keamanan tercatat sejumPewarta Deli, Waspada, Mimbar

lah gerakan pemberontakan, seUmum; dan sebagainya. Di da- perti DI, RMS, PRRI/Permesta erah Republik, seperti Tasikma- dan aksi-aksi militer lainnya. laya terbit harian Suara Merdeka;

Menyangkut kehidupan pers, di Mojokerto, kemudian pindah

penyerbuan dan pengrusakan terke Malang dan Kediri, harian

hadap suratkabar oleh segeromSuara Rakyat; di Magelang

bolan orang terjadi di beberapa Penghela Rakyat; sedang di Yog

tik yang saling menyerang tiap kali partai-partai tersebut terlibat dalam pertentangan terbuka. A- kibatnya, dengan alasan keter- tiban umum, beberapa harian mengalami pemberangusan dan sejumlah wartawan mengalami penahanan. d. Masa "politik adalah pang-

lima", 1959-1965

Pada tanggal 5 Juli 1959, sistem parlementer dan liberalisme diakhiri dengan satu Dekrit Presiden yang menyatakan berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945. Sistem demokrasi terpimpin yang diterapkan sejak itu ternyata menimbulkan penyimpangan-penyimpangan lain. Masa ini merupakan masa "politik adalah panglima”. Pada masa ini Partai Komunis Indonesia (PKI) bersama organisasi-organisasi politik pendukungnya mulai meningkatkan gerakan untuk menguasai kehidupan nasional. Salah satu sasaran penting PKI adalah merebut pengaruh dan kemudian kekuasaan dalam PWI dan SPS.

Sementara sejumlah koran anti PKI ditutup oleh penguasa, PKI memunculkan koran-koran baru. Situasi yang membahayakan ini mendorong sejumlah wartwan senior seperti Adam Malik, B.M. Diah, dan Soemantoro, dengan dibantu wartawan-wartawan muda seperti Asnawi Idris, Harmoko, Zulharmans, dan lain-lain, untuk membentuk Badan Pendukung Sukarnoisme (BPS) di lingkungan pers, radio dan televisi sebagai wadah perlawanan terhadap ofensif PKI. Merdeka, Berita Indonesia, Warta Berita, dan sejumlah hairan Jakarta lainnya, seperti Waspada, Mimbar Umum, dan beberapa harian maupun mingguan lainnya di Medan, ditambah sejumlah penerbitan pers di kota-kota lainnya, adalah koran-koran BPS.

Page 17

Pers tersebut ditinjau dari aspekaspek operasionalnya.

(a). Dari segi idiil secara aktif,

kreatif, dan positif memberi sumbangan ke arah tegaknya kehidupan Demokrasi Pan

casila. (b). Dari segi materiil secara

aktif, kreatif, dan positif memberi sumbangan ke arah tegaknya Demokrasi Ekonomi sesuai dengan ketentuan Pasal 33 UndangUndang Dasar 1945, dalam pengelolaan usaha pers di

merumuskan bahwa Pers Nasional adalah Pers Pancasila, dalam arti Pers yang orientasi sikap dan tingkah lakunya berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.

Pers Pancasila adalah Pers Pembangunan dalam arti mengamalkan Pancasila dan UUD 1945 dalam membangun berbagai aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, termasuk Pembangunan Pers itu sendiri.

Dalam mengamalkan Pancasila, pada hakekatnya Pers Nasional adalah Pers yang sehat, yakni pers yang bebas dan bertanggung jawab guna mengembangkan suasana saling percaya menuju masyarakat terbuka yang demokratis dengan mekanisme interaksi positif antara Pers, Pemerintah dan Masyarakat.

Walaupun landasan serta ketentuan-ketentuan mengenai Pers Nasional telah jelas dan tegas, serta yang terakhir telah dimantapkan lagi oleh Dewan Pers sebagai Pers Pancasila, namun dalam penerapannya sehari-hari masih diperlukan kesatuan persepsi di kalangan masyarakat tentang peranan dan fungsi

Ketua Umum PWI Pusat Zulharmans, dalam sambutannya, mengemukakan bahwa dalain posisi kasus pembangunan dan pengembangan Pers Nasional, yang diperlengkapi baik dengan referensi sejarah perjuangan dan pertumbuhannya, maupun referensi hukum positif yang telah mengukuhkannya, permasalahan filosofi dan ideologi sudah tidak relevan lagi. Bahkan Pers Pancasila dari sudut konsepsi pun sudah jelas, yaitu sejak lahirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang KetentuanKetentuan Pokok Pers. Dalam Penjelasan UU Nomor 21 Tahun 1982 tentang Perubahan atas Undang-Undang nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 4 Tahun 1967 dinyatakan, bahwa pasal-pasal yang terkandung dalam Undang-undang nomor 11 Tahun 1966 pada hakekatnya telah mencerminkan aspirasi perjuangan Orde Baru untuk mewujudkan suatu sistem Pers Nasional yang :

(c). Secara profesional, ber

nafaskan kebebasan yang bertanggung jawab, dengan dukungan keterampilan di bidang pengabdiannya yang mampu memberi isi serta bobot pada asas kebebasan

yang bertanggungjawab. Bertolak dari Ketetapan MPR Tahun 1983 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara, hal-hal yang menjadi tugas Strategik pers nasional kiranya cukup jelas. Akan tetapi rasanya masih perlu kita tegaskan bahwa pers nasional harus merangka tugas-tugas yang dilaksanakannya dalam konteks perwujudan Indonesia sebagai satu kesatuan politik, kesatuan sosial-budaya, kesatuan ekonomi

dan kesatuan pertahanan-keamanan (Wawasan Nusantara), serta dalam konteks Ketahanan Nasional. Doktrin Kesatuan Indonesia dan doktrin Ketahanan Nasional mengharuskan kita di satu pihak menyadari berbagai hambatan, tantangan, ancaman, dan gangguan yang harus ditanggulangi dalam upaya mewujudkan cita-cita, aspirasi, kepentingan dan tujuan nasional, dan di lain pihak keterkaitan antara berhasilnya pembangunan nasional dan Ketahanan Nasional itu sendiri.

Dalam konteks kedua doktrin ini, maka pola pikir dan pola sikap pers nasional haruslah berintikan hal-hal sebagai berikut : (a). Bahwa pers nasional sebagai

lembaga kemasyarakatan secara konsekuen membangun dirinya menjadi wadah demokrasi serta bertugas menegakkan dan mengamankan demokrasi

Pancasila secara nasional. (b). Dan bahwa pers nasional

bertugas untuk menyatukan Pemerintah dalam kedudukan dan fungsinya selaku penyelenggara negara dan masyarakat sebagai kekuatan pembangunan.

menghayati dan mengamalkan Pancasila sesuai dengan kriteria sebagai tercakup dalam P-4.

Dalam negara demokrasi seperti di negara kita, wajar apabila antara Pers, Pemerintah dan Masyarakat mungkin timbul dissonansi dalam rangka masing-masing hendak melaksanakan fungsi, tugas dan tanggungjawab kemasyarakatan sebaik-baiknya. Meskipun demikian, sebagai sama-sama partner dalam pembangunan nasional apapun yang mungkin terjadi antara ketiga komponen tersebut, perlu segera dicarikan penyelesaian yang konsisten dengan prinsip "interaksi positip”, dan senantiasa mengusahakan terciptanya equilibrium yang dinamis.

Problematik kedua yang dihadapi oleh pers nasional kita dalam melahirkan dan mengembangkan pola pikir, pola sikap dan pola tingkah laku berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan UUD'45 ialah bagaimana seyogyanya memahami atau memperlakukan nilai-nilai yang telah disepakati bersama itu, dalam hal ini terutama nilai-nilai yang terkandung di dalam lima sila Pancasila. Apakah masingmasing dipahami atau diperlakukan secara terpisah-pisah, sendiri-sendiri, ataukah semuanya perlu dilihat, dipahami dan diperlakukan sebagai suatu rangkaian yang saling berkaitan dan mengisi? Jawaban terhadap pertanyaan ini akan menentukan ketepatan dan kualitas pembudayaannya pemahaman, penghayatan, dan pengembangannya.

Sepanjang pengetahuan kita, bangsa kita diharapkan untuk melihat dan memahami nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan UUD'45 dalam suatu rangkaian yang saling berkaitan dan mengisi. Hal itu antara lain karena bobot kualitas serta keorisinalan pandangan hidup bersama kita itu terutama terletak pada sifat saling berkaitan dan saling mengisinya itu. Di samping itu, kalau seseorang melihat dan memahami masing-masing nilai secara sendiri-sendiri hal itu akan membuka kemungkinan yang lebih besar untuk terjerumus ke dalam perangkap pemikiran yang cenderung memusatkan perhatian pada nilai-nilai tertentu saja, sehingga lengah atau melupakan makna penting dari nilai-nilai lainnya.

Umpamanya, seseorang yang menjadi obsesi dengan nilai atau sila Ketuhanan Yang Maha Esa dari Pancasila, bukan saja cenderung melupakan arti yang tidak kalah pentingnya dari empat nilai

Tetapi Dr. Alfian selaku pembanding mensinyalir adanya enam problematik utama dalam penerapan Pola Pikir dan Pola Sikap Pers Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut.

Problematik pertama ialah berupa kenyataan bahwa pers nasional kita secara umum belum lagi memiliki pandangan hidup atau paradigma Pancasila secara sempurna. Memang betul bahwa secara formal pandangan hidup bersama itu telah diterima oleh berbagai pihak, termasuk pers nasional kita, tetapi sama-sama diakui bahwa nilai-nilai Pancasila dan UUD'45 belum lagi betulbetul membudaya di dalam kehidupan sehari-hari mereka. Di sini, sebagaimana juga halnya dengan pihak-pihak lain, manusia-manusia pers nasional kita perlu melakukan transformasi budaya di dalam dirinya sendiri, yaitu merubah atau memperbaharui nilai-nilai yang tidak relevan, kalau ada, dan menggantinya dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam pandangan hidup bersama yang telah disepakati itu.

Sementara itu, Drs. T. Atmadi, Kepala Badan Penelitian dan

Pengembangan Departemen Pe- be

nerangan, dalam makalahnya yang berjudul "Pola Pikir dan Pola Sikap Pers Nasional berdasarkan Nilai-nilai Pancasila dan UUD'45, mengemukakan bahwa pers di satu pihak harus mengamalkan nilai-nilai Pancasila itu untuk dirinya sendiri, dan di lain pihak Pers sebagai jalur media massa harus turut menanamkan kesadaran kepada masyarakat, bahwa mereka harus secara benar

hanya dibaca teksnya saja. Untuk dapat mengerti sungguh-sungguh maksudnya Undang-Undang Dasar dari suatu negara, kita harus mempelajari juga bagaimana terjadinya teks itu, harus diketahui keterangan-keterangannya dan juga harus diketahui dalam suasana apa teks itu dibikin.

atau sila lainnya, tetapi obsesi semacam itu mengandung kemungkinan yang besar untuk mengundangnya terkurung ke dalam perangkap pemikiran yang sempit tentang pandangan hidup bersama kita itu. Antara lain dia mungkin akan terjerumus ke dalam suasana fanatisme agama yang sempit dan tidak sehat.

Problematik ketiga yang dihadapi pers nasional kita dalam membudayakan nilai-nilai Pancasila dan UUD'45 di dalam dirinya menyangkut soal visi yang perlu dimiliki terhadap pandangan atau falsafah hidup bersama itu. Apakah kita harus melihatnya sebagai suatu paradigma yang tertutup, ataukah sebagai suatu pandangan hidup yang terbuka ? Kalau visi kita cenderung untuk menjadikannya suatu pandangan hidup yang tertutup, maka hal itu diperkirakan akan mudah mengundang kita buat menjadikannya kaku dan beku. Bilamana sampai demikian, visi kita yang sempti itu akan menyebabkan pandangan hidup bersama kita itu mengalami kesulitan dalam menjaga, memelihara dan mengembangkan relevansinya dengan perkembangan masyarakatnya dan perubahan zaman.

Problematik keempat yang ingin kita kemukakan di sini menyangkut soal pemahaman kita tentang sistim politik Demokrasi Pancasila yang kini sedang kita bangun. Bagaimanakah seyogyanya pers nasional kita memahami Demokrasi Pancasila itu secara benar dan tepat ?

Sepanjang yang kita ketahui konsep musyawarah-mufakat mengakui dan memperkenankan adanya perbedaan pandangan dan pendapat, sejauh pandangan atau pendapat yang berbeda-beda itu tidak sampai berlarut-larut tak berketentuan, melainkan pada

akhirnya bermuara pada suatu kesepakatan melalui hasil pemufakatan bersama. Adanya perbedaan pendapat adalah wajar dan lumrah di dalam suatu masyarakat, apalagi dalam masyarakat majemuk seperti bangsa kita ini. Tetapi, memang betul pula bahwa sistim demokrasi manapun, termasuk Demokrasi Pancasila, tidak akan mungkin berjalan sebagaimana mestinya bilamana perbedaan-perbedaan pendapat itu tidak bermuara pada suatu konsensus bersama dari waktu ke waktu.

Problematik kelima yang dihadapi oleh pers nasional kita dalam melahirkan dan mengembangkan pola pikir, pola sikap dan pola tingkah laku berdasarkan Pancasila dan UUD'45 ialah bagaimana seyogyanya memahami realita kehidupan politik dewasa ini.

Selama Orde Baru ini antara lain kita catat dua hal penting yang ikut mewarnai kehidupan politik, yaitu: (1) keperluan untuk memelihara dan memantapkan kestabilan politik menuju kualitas kehidupan politik yang demokratis dan konstitusional yang lebih tinggi. Sudah sama disepakati bahwa pembangunan kita, termasuk pembangunan politik, adalah evolusioner sifatnya, yaitu melangkah dari satu tahap ke tahap berikutnya. Dalam pembangunan politik persoalan pokok yang dihadapi ialah untuk mengetahui dan memelihara keseimbangan yang harmonis antara keperluan untuk memelihara kestabilan politik di satu pihak, dan keinginan untuk menigkatkan kualitas kehidupan politik yang demokratis dan konstitusional di pihak lain.

Problematik keenam adalah menyangkut cara pemahaman UUD'45 itu sendiri. UndangUndang Dasar Negara manapun tidak dapat dipahamkan, kalau

Dalam makalahnya yang berjudul "Konsepsi Pers Pembangunan sebagai Pers Pancasila” Drs. Jakob Oetama menegaskan bahwa pers adalah suatu organisme sosial, dapat juga disebut suatu lembaga kemasyarakatan. Sebagai suatu organisme sosial, pers mempunyai visi yang oleh berbagai ilmuwan sosial disebut juga suatu rangkaian nilai-nilai dasar yang menjadi kerangka acuan dan karena itu juga dimiliki dan dihayati secara reflektif oleh mereka yang bekerja pada lembaga surat kabar atau majalah yang bersangkutan.

Nilai-nilai dasar yang menjadi visi dan kerangka acuan pers dapat bermacam-macam tergantung dari mereka

yang

mendirikan suratkabar atau majalah. Namun, sekalipun nilai-nilai dasar yang dirumuskan menjadi visi dapat bermacam-macam, ia tidak akan dapat melepaskan diri dari nilai dasar serta visi sentral yang berlaku dalam masyarakat, tempat penerbitan, itu berada, berkembang, bekerja melaksanakan perananperanannya.

Nilai, faham dan visi dasar yang berlaku bagi masyarakat bangsa Indonesia ialah nilai dasar : Ketuhanan Yang Maha Esa, Perikemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan Keadilan Sosial, disebut juga Pancasila.

Dalam hubungan ini Jakob Oetama mengutarakan bahwa

pertama-tama pers senantiasa dapat mengamati secara sejujurjujurnya dan sejauh daya kemampuannya, apakah perkembangan yang terjadi dalam pembangunan semua bidang yang tercakup sebagai pembangunan nasional, sesuai dengan bobot, semangat dan orientasi masyarakat yang berperikemanusiaan berkerakyatan, bersatu dalam kemajemukan, berkeadilan sosial dan berketaqwaan.

Lebih dulu, pers diandaikan sanggup menyerap nilai-nilai dasar Pancasila itu sendiri sesuai dengan keaslian maknanya, agar dapat menggunakannya sebagai ukuran rasional dan ukuran isi hati, apakah yang terjadi dalam masyarakat dalam bidang-bidang pembangunan sesuai dengan Pancasila.

Karena persoalan ukuran adalah persoalan yang mempunyai unsur subyektif, tidaklah berkelebihan untuk memberikan peringatan agar pekerjaan itu dilakukan dengan semangat sederhana dan kesediaan menerima koreksi. Melalui sikap itu barangkali terbawa serta upaya bersama-sama semakin menemukan tolok ukur yang mendekati kesamaan.

Unesco, menyoroti masalah kepincangan/kesenjangan informasi dalam suatu sistem sebagai tolok ukur dari sistem itu sendiri. Hamelink sendiri menyebutkan faktor struktur ekonomi dari industri informasi, peranan sistem informasi dan komunikasi dalam ekonomi nasional serta keterkaitannya dengan keseluruhan sistem nasional, sebagai hal-hal yang perlu diperhatikan. Tamias Szesko menyoroti makin pentingnya masalah pemilikan, dominasi pasar serta siapa yang berhak menyaring informasi. Sementara Herbert Schiller mengingatkan bahwa sistem nasional tak dapat terlepas dari sistem transnasional yang semakin lama semakin kian besar peranannya sebagai "mesin pendorong kemajuan masyarakat

ke arah informatisasi".

Sebagai pembanding atas makalah yang disajikan Jakob Oetama, Dr. Alwi Dahlan mensinyalir bahwa banyak pertanyaan yang kurang nyaman yang agaknya perlu dipikirkan secara tajam, agar benar-benar dapat memantapkan peranan pers Nasional sebagai pers Nasional sebagai Pers Pembangunan dan pers Pancasila. Umpamanya : apakah pemikiran kita telah melampaui tahap 'bukanbukan". Kita mengatakan bahwa pers Pancasila 'bukan pers liberal, bukan pers otoriter, bukan totaliter dan bukan seperti pers Barat dewasa ini (yang notabene pertamakali menamakan dirinya sebagai pers dengan tanggungjawab sosial sebagai hasil dari pekerjaan Komisi Hocking pada akhir 1940-an). Tetapi apa jawaban kita terhadap pertanyaan mengenai berbagai ciri sistem pers kita yang dapat juga dijumpai pada hampir semua paradigma yang lazim dipergunakan orang luar ? Apakah pers kita memakai sistem pers campuran ? Bagaimana pula dengan sifat keuniversalan Pancasila : jika pers luarnegeri mencerminkan kepancasilaan dengan latar belakang budayanya sendiri apakah dia juga pers Pancasila ? bagaimana caranya menghindarkan agar konsepsi kita bukan hanya sekedar label dan jangan sampai dijadikan azimat untuk memecahkan masalah praktis dan mungkin bersifat jangka pendek (seperti soal pengendalian, kebebasan, dsb.) yang mungkin harus ditanggulangai dengan cara lain ?

Dr. Alwi Dahlan menerangkan bahwa perangkat tolok ukur dalam menelaah sistem pers juga makin berkembang belakangan ini. Cees Hamelink dan berbagai penulis yang menyumbangkan pemikiran dalam bukunya Communication in the Eighties (1982) yang membahas Laporan Komisi Mc Bride untuk

Menurut hemat saya, kita perlu mulai menelaah faktor-faktor seperti itu dalam memantapkan konsepsi mengenai pers Pancasila.

Kedua, pers jika akan menjalankan peranannya dengan memadai, senantiasa ditantang untuk sanggup mengamati dan menangkap tibanya masalah-masalah yang amat mendesak dalam masyarakat.

Misalnya, sebagai gambaran, tidakkah persoalan mendesak sekarang dan sedasawarsa mendatang ialah soal hadirnya pencari kerja yang semakin besar terdiri dari orang-orang muda terdidik dan setengah terdidik. Dihadapkan pada urgensi baru itu bagaimana harus dijabarkan pengertian trilogi pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas. Lapangan kerja tercakup dalam pemerataan, pertumbuhan atau menjadi kategori tersendiri ?

Dalam kaitan dengan masalah interaksi positif, B.M. Diah mengingatkan keputusan tentang interaksi yang dikeluarkan Dewan Pers tahun 1977, dinyatakan bahwa "Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila berpaham pada keselarasan dan keseimbangan, baik antara individu dan masyarakat, maupun antara beberapa kelompok sosialnya". Pola dan sistem nilai yang demikian inilah, menurut keputusan itu, menjadi dasar dan semangat dari hubungan antara Pemerintah, Pers dan Masyarakat. Antara Pemerintah, Masyarakat dan Pers haruslah dikembangkan hubungan fungsional sedemikian rupa sehingga semakin menunjang tu

Bersambung ke hal. 81

vidak heran jika PWI Pusat

mempertaruhkan segenap daya fikir, tenaga dan kreasinya untuk membuat HUT PWI ke-39 dan Hari Pers Nasional ini sesemarak mungkin kendati prinsip kesederhanaan tetap dipegang teguh.

Titik berat peringatan ditekankan pada segi edukatifnya, dimulai dari yang bersifat intern dalam rangka integrasi seperti mengadakan lomba karya tulis, olahraga dan bhakti sosial hingga ke program interaksi yang meliputi pameran pers dan seminar-seminar yang hasilnya berupa masukan sangat berharga bagi PWI dan segenap jajarannya dalam pelaksanaan berintegrasi dan berinteraksi positif dengan Pemerintah dan Masyarakat.

Meski persiapan-persiapan kegiatan untuk menyambut peristiwa bersejarah tsb diselenggarakan dalam waktu yang relatif singkat, namun dengan dedikasi yang tinggi dari segenap aparat pelaksana/ panitianya, hari-hari yang bernilai historis ini tetap dapat berlangsung secara mengesankan. Peristiwa tsb diabadikan dengan hadirnya segenap pimpinan redaksi mass media cetak dan elektronika dan sepuluh wartawan yang berusia lebih 70 tahun yang mendapat piagam "pengabdian profesi" dari Departemen Penerangan atas nama Pemerintah.

Luapan kegembiraan menyambut Hari Pers Nasional ke-1 ini juga dirasakan di segenap Cabang-cabang Persiapan Perwakilan PWI di seluruh Indonesia yang turut merayakannya berbarengan dengan HUT PWI. Di Pusat, dibentuk Panitia Hari Pers Nasional, yang diketuai oleh Ketua Umum PWI Pusat Zulharmans, sedang di daerah-daerah, oleh masing-masing Ketua Cabang/Perwakilan PWI setempat.

1985, dihadiri oleh Presiden dan Ny. Tien Soeharto, Wapres dan Ny. Karlina Umar Wirahadikusumah, pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, para Duta Besar, Menteri-menteri dan keluarga besar pers nasional.

Ketua Panitia Nasional yang juga Ketua Umum PWI Pusat Zulharmans dalam laporannya menyatakan, keputusan Presiden tentang Hari Pers Nasional dikaitkan dengan Hari lahirnya PWI, mencerminkan penghargaan kepada sejarah perjuangan pers nasional yang bila ditelusuri sebagai "benang emas'' dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia. Di

Hari Pers Nasional Ke-1 Hari Pers Nasional yang pertama kalinya ini diselenggarakan di pelataran Gedung Utama Pekan Raya Jakarta, Sabtu tgl. 9 Februari

Page 18

benar sesuai Pasal 8 Undangundang Tentang Ketentuanketentuan Pokok Pers No. 11 Tahun 1966 yang telah dirubah dengan Undang-undang No. 4 Tahun 1967 dan dirubah lagi dengan Undang-undang No.

21 Tahun 1982. 6) Untuk melindungi agar war

tawan bisa menjalankan fungsinya dengan baik dan jujur harus dicegah adanya tekanan-tekanan yang dapat merugikan perusahaan pers dalam melaksanakan fungsinya sebagai pers yang bebas dan bertanggung jawab.

Kewajiban memberi perlindungan.

Bersamaan dengan perlindungan terhadap wartawan dalam melaksanakan profesinya wartawan berkewajiban :

pembangunan. Interaksi positif masyarakat umum itu, memamerharus diberi arti sebagai terjalin- kan perkembangan pers Indonesia nya suasana saling menunjang. Ini sejak jaman kemerdekaan sampai berarti membina iklim yang saling sekarang. Walau di sana sini termenyempurnakan, melengkapi, dapat beberapa kekuranganmendewasakan dan saling meng- kekurangan mengingat pameran amankan. Untuk keperluan inilah ini diselenggarakan dalam waktu kita menggalang komunikasi tim- yang sangat sempit, namun bal balik yang seluas-luasnya, semangat yang terkandung di selancar-lancarnya dan sejujur

dalamnya, memanifestasikan jujurnya.

adanya kesatuan kerjasama yang Menurut Presiden kita semua

erat antar organisasi/instanmemang mengharapkan peranan

si/lembaga yang berkepentingan pers yang besar dalam menjamin dengan perkembangan dan kemakeberhasilan pembangunan na

juan pers nasional. Memadailah, sional, dalam menumbuhkan dan

dalam keterbatasannya. mengembangkan bangsa kita yang sehat, kuat dan terhormat.

Dalam jaman pembangunan sekarang dan yang akan datang, SEMINAR MENGENAI kita pun tetap mengharapkan (Sambungan dari hal. 57) . peranan pers nasional yang tetap konflik bersenjata hendaknya besar dan positif, kata Presiden.

diperhatikan konvensi Jeneva Pameran Pers Nasional.

yang khusus mengatur tentang Seusai memberi amanat Presiden, perlindungan Wartawan.

Ibu Tien Soeharto, Wapres dan 2) Untuk Wartawan yang mela-

Ibu Karlinah Umar Wirahadi-

kukan tugas yang mengankusumah serta undangan lainnya

dung bahaya yang dapat meninjau kegiatan pameran pers

mengancam keselamatan jiwa nasional. Pembukaan pameran dan raga hendaknya diberi ditandai dengan pengguntingan jaminan asuransi oleh penerpita berbentuk untaian rangkaian bit. melati oleh Ibu Tien Soeharto,

3) Untuk mencegah Wartawan dilanjutkan dengan peninjauan ke

dari perbuatan-perbuatan yang stand-stand pameran pers yang

tercela atau penyalahgunaan diselenggarakan di Hall C Pekan

profesi, hendaknya wartawan Raya Jakarta ini. Pameran Pers Nasional ini berlangsung hingga

dan keluarganya diberikan

jaminan kesejahteraan yang tanggal 12 Februari 85.

memadai di samping gaji yang Pameran diikuti oleh segenap

diterimanya. unsur pers seperti PWI, SPS,

4) Untuk melindungi wartawan SGP, PPPI, BP3, beberapa perusahaan penerbitan pers seperti

dari kesalahan-kesalahan suratkabar dan majalah baik dari

hukum dalam pemberitaan, ibu kota maupun daerah, lembaga

hendaknya wartawan dibekali lembaga dan perusahaan-perusahaan

dengan pengetahuan hukum yang bergerak di bidang yang ada

dan kewaspadaan Nasional. hubungannya dengan pers seper- 5) Untuk melindungi keamanan, ti Departemen Penerangan, RRI, ketenteraman bekerja dan TVRI dan lain-lain.

kesejahteraan hidup wartawan Pameran yang mendapat kun

dan karyawan pers pada jungan ramai dari kalangan pers umumnya pelaksanaan mengesendiri, mahasiswa, pelajar dan nai SIUPP hendaknya benar

1) Menghayati, mengamalkan

dan melaksanakan Kode Etik Jurnalistik PWI serta landasan-landasan lainnya yang telah ditetapkan oleh Dewan Pers

dengan baik dan konsekuen. 2) Guna menjamin perlindungan

wartawan terhadap sumber berita sebagaimana yang dikehendaki oleh Undangundang tentang Ketentuanketentuan Pokok Pers No. 11 Tahun 1966 yang telah dirubah dengan Undang-undang No. 4 Tahun 1967 dan dirubah lagi dengan Undang-undang No. 21 Tahun 1982, hendaknya segera dikeluarkan Peraturan Pemerintah tentang Hak Tolak dan Hak Jawab.

Page 19

lah-masalah dunia.

jumlah uang langganan yang di- nasional maupun dengan organiSk. Markisxchen Volksstimme

bayar oleh para pelanggan adalah sasi-organisasi multilateral seperti dipimpin oleh tokoh partai daerah

biaya jasa kantor pos sedang si- CAJ (Confederation of ASEAN tersebut yang menyambut delegasi

sanya merupakan penghasilan pe- Journalists). Karena itu IOJ PWI di ruang kerjanya. Distribusi

nerbit. Cara penyebaran surat menawarkan kerja sama baik surat kabar ini dilakukan sepe

kabar seperti ini ditempuh karena secara bilateral dengan PWI nuhnya oleh kantor pos setempat. pelayanan kantor pos RDJ terke

maupun dalam kerangka CAJ. Menurut penjelasan 50% dari nal sangat efisien sejak dulu. Dalam hubungan ini Kubka

menghargai peran utama peran utama dan kegiatan jurnalistik PWI.

Dalam pertemuan formal dengan Persatuan Wartawan Cekoslowakia yang diadakan di kantornya, Jan Risko, direktur jenderal radio Cekoslowakia, selaku presiden PWC mengharapkan bahwa kunjungan delegasi PWI akan menjadi awal dari kontak baru setelah terputus sekian lama. Prinsip-prinsip hubungan internasional PWC adalah sama dengan pemerintah -- perdamai

an, menentang perang dan persenSetibanya di Berlin Timur dalam rangka kunjungan ke Republik Demokrasi Jerman (5-10 Maret), jataan, koeksistensi damai seperdelegasi dijamu oleh pimpinan Persatuan Wartawan RDJ. Dari kiri ke kanan : Zulharmans,

ti termaktub dalam Dasasila BanSekretaris PW-RDJ Kurt Vogel, Tribuana Said, Presiden PW-RDJ, Dr. Heinrich, pembantu khusus PW-RDJ dan wartawati Martina Feist dan Soffyan.

dung. Prinsip-prinsip umum ini

menurutnya dapat dijadikan daCekoslowakia

Kubka mengatakan bahwa se- sar bagi protokol kerja sama Kunjungan delegasi PWI ke

luruh negara Arab telah menjadi kedua organisasi wartawan. Cekoslowakia adalah atas undang

anggota IOJ, kecuali Tunisia yang Risko menjelaskan bahwa PWC IOJ yang bermarkas di ibukota akan menyusul.

bukan serikat buruh (trade Praha. Pada hari pertama delegasi IOJ mengadakan hubungan union), namun berperan serta dadijamu makan siang oleh pengu

kerja sama internasional baik se- lam mengatasi masalah-masalah rus teras sekretariat IOJ dipim- cara bilateral dengan organisasi- kesejahteraan wartawan. Anggota pin Jiri Kubka.

organisasi wartawan yang bersifat PWC berjumlah lebih 6000 orang.

Kunjungan delegasi PWI ke Cekoslowakia (10-13 Maret) adalah memenuhi unKetua Umum PWI Pusat berbincang dengan Presiden Per- dangan International Organization of Journalists yang berpusat di Praha. satuan Wartawan Cekoslowakia Jan Risko di ruang ker- Gambar kiri : sebelum acara makan siang delegasi diajak ke terras atas Hotel janya. Risko menjabat Direktur Jenderal Radio Intercontinental oleh pengurus IOJ yang bertugas di Praha, antara lain Sekjen

IOJ Dr. Kubka (tengah-depan) dan Sekretaris TOJ Dr. Weigand (paling kanan).

Page 20

dana masyarakat ke sektor produktif dan perluasan investasi bagi pemerataan pendapatan dan pemilikan usaha, membantu serta mendorong perusahaan yang memilih "GO PUBLIC" dan mewujudkan Indonesianisasi perusahaan-perusahaan Modal Asing (PMA) sesuai dengan ketentuan Undang-Undang yang berlaku. Usaha-usaha untuk merangsang Perusahaan Go Public

Untuk mendorong dan merangsang lebih banyaknya perusahaanperusahaan Go Public, perlu diambil langkah-langkah sebagai berikut : a. Perlu adanya penyederhanaan

produser perizinan dan memperingati persyaratan-persyara

tan Go Public. b. Badan pengembangan Pasar

Modal dan PT (Persero) Danareksa, agar lebih aktif mendekati assosiasi-assosiasi perusahaan secara langsung dalam mencari dan mendorong perusahaan

perusahaan untuk Go Public. c. Badan Koordinasi Penanaman

Modal (BKPM) agar lebih aktif merangsang perusahaan-perusayang mengadakan perluasan/ investasi agar Go Public dan mewujudkan Indonesianisasi sesuai dengan Undang-Undang

dan ketentuan yang berlaku. d. Badan pengembangan Pasar

Modal, agar memberi kemudahan Go Public bagi perusahaan

perusahaan menengah. e. Bapepam dan PT (Persero)

Danareksa, perlu lebih aktif mendorong perusahaan-perusahaan di daerah-daerah untuk Go Public dengan memberi ke

mudahan. f. Pemerintah agar memberikan

perhatian, pembinaan dan bimbingan yang lebih banyak dan berarti bagi perusahaan-perusahaan Go Public, dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan

yang belum Go Public. g. Meningkatkan pengaktifan

Pasar Sekunder menuju tercip

tanya likwiditas efek. h. Menggalakan Sayembara Lapo

ran Tahunan Perusahaan. Peranan Komunikasi Massa Dalam Memasyarakatkan Pasar Modal

Komunikasi massa berupa media pers cetak, RRI dan TV-RI mempunyai peranan besar dan penting dalam memasyarakatkan dan membudayakan Pasar Modal kepada seluruh lapisan masyarakat.

Dalam mewujudkan peranan komunikasi massa untuk memasyarakatkan dan membudayakan Pasar Modal harus dilandasi dengan sikap keterbukaan informasi, saling percaya dan mekanisme interaksi kebersamaan, untuk meningkatkan peran serta yang aktif dan konstruktif.

Langkah-langkah yang perlu diambil dalam meningkatkan peranan komunikasi massa ini adalah : a. Mengadakan dan menyelengga

rakan program bersama, meningkatkan pengetahuan warta

wan tentang Pasar Modal. b. Meningkatkan jalur informasi

berbagai usaha dan kegiatan Pasar Modal dalam bentuk : - pemberitaan;

wawancara; - ulasan; - karangan khas dan reportase; - sponsor artikel;

penyebaran iklan; masukan-masukan informasi

yang bermanfaat; c. Langkah-langkah dan usaha ini dimaksudkan untuk : Menyampaikan informasi yang cepat dan luas kepada masyarakat untuk mengerahkan dana-dana masyarakat ke sektor produktif dan demokrasi investasi melalui Pasar Modal. Mendorong masyarakat peng

usaha untuk Go Public dan mewujudkan Indonesia bagi perusahaan-perusahaan PMA yang sudah 10 tahun beroperasi di Indonesia melalui Pasar Modal, atau mengikutsertakan masyarakat sebagai pemilik saham dari PMA. Menjalankan sosial kontrol yang konstruktif, bagi perlindungan kepentingan dana modal masyarakat serta peranan Bapepam/PT (Persero) Danareksa untuk terwujudnya pemerataan pendapatan dan pemilikan perusahaan serta

demokrasi investasi. Penyuluhan Tentang Pasar Modal ke Daerah-Daerah

Penyuluhan tentang Pasar Modal ke daerah-daerah oleh Bapepam dan PT (Persero, Danareksa perlu ditingkatkan dalam satu paker penyuluhan yang integral, melalui perangkat Bapepam/PT (Persero) Danareksa, maupun dengan peranan komunikasi media massa di daerah-daerah.

Hal ini, karena banyak dana masyarakat di daerah-daerah yang ditabungkan belum mengarah pada pola produktif dan investasi. Sehingga dengan demikian masyarakat pemilik dana di daerahdaerah perlu didorong untuk menabungkan danayna melalui lembaga keuangan formal, termasuk Pasar Modal yang besar artinya bagi pengembangan dan pemasyarakatan Pasar Modal.

Untuk ini, terutama dalam memanfaatkan komunikasi massa di daerah, perlu diambil langkahlangkah : a. Mengadakan dan menyeleng

garakan program bersama dalam meningkatkan pengetahuan para wartawan tentang

Pasar Modal. b. Meningkatkan peran serta

media massa di daerah-daerah.

Hari Pers Nasional & HUT. PWI

di Cabang / Perwakilan

oleh PWI Pusat pada malam peringatan HPN-I/HUT ke-39 PWI tanggal 9 Februari 1985 di Manggala Wana Bhakti Jakarta.

Dalam pada itu, untuk kalangan remaja, di Press Club Indonesia, diselenggarakan lomba breakdance selama dua hari berturut-turut, diikuti oleh 29 peserta.

Masih dalam rangka perayaan Hari Pers Nasional (HPN) ke-I, dan HUT ke-39 PWI yang terpusat di Jakarta, maka pada Malam Integrasi yang berlangsung di gedung Manggala Wana Bhakti Jakarta, Menteri Penerangan H. Harmoko menyerahkan penghargaan "pengabdian Profesi” dari Pemerintah berupa piagam penghargaan, plakat dan uang @ Rp. 1 juta kepada 10 orang wartawan tua di atas usia 70 tahun yang masih aktif bertugas.

Ke-10 wartawan "3 zaman" tersebut adalah : M. Ali (lahir tahun 1907 dari majalah Panyebar Semangat, Surabaya; Soerono Wirohardjono (1910, majalah Adil, Surakarta), Soegeng (1904, KNI Semarang), F. Manuhutu (1902, Harian Nasional, Ambon), Husein St.M. Noor (Bulletin Ekonomi & Keuangan, Jakarta), Ramelan (1911, Harian Berita Buana, Jakarta), Hasbullah Parinduri (1910, majalah Selecta, Jakarta), M. Basri (1910, Harian Jakarta Post, Jakarta), M. Said (1907, Harian Waspada, Medan), Kasoema (1912, Harian Haluar, Padang).

Pada kesempatan tersebut, Menteri Penerangan juga menyampaikan Hadiah Jurnalistik Adinegoro yang terdiri dari 6 bidang itu, yaitu bidang-bidang pembangunan nasional, metropo

litan, P-4, foto, karikatur dan tajuk rencana.

Pemenang I, II dan III bidang Metropolitan, masing-masing diraih M. Adi (majalah Selecta), Afrizal Anoda (majalah Sarinah), Suyono (majalah Famili), Susilo Murti (majalah Sarinah). Bidang Foto, masing-masing : Tatang S. (majalah Zaman), Ilham Sunharyo (majalah Tempo), Sunu Nova Sadewa (majalah Zaman. Bidang karikatur : GM Sudarta (Harian Kompas), Pramono (Sinar Harapan), Alex Dinuth (Berita Yudha). Tajuk Rencana : Harian Berita Yudha, Harian Sinar Harapan dan Harian Pelita.

Kemudian Menteri dan Ketua Umuin PWI Pusat serta Ketua PWI Jaya secara bergantian menyerahkan pula hadiah-hadiah berbagai pemenang lomba dan olahraga, serta penghargaan kepada sejumlah atlit terbaik pilihan SIWO PWI Jaya.

Acara perayaan tersebut dirangkaikan pula dengan penyebaran rumusan hasil seminar yang berlangsung di Jakarta, 6-7 Februari yang lalu tentang "Tanggung Jawab Sosial Wartawan Indonesia" dari Ketua Umum PWI Pusat Zulharmans, kepada Menpen Harmoko.

Di tingkat Nasional, PWI Pusat juga menyelenggarakan pula 'penataran dan diskusi Sepakbola”, yang berlangsung di Gedung Dewan Pers tanggal 25-27 Januari 1985. Hasil diskusi diserahkan

Surakarta

HPN-I dan HUT ke-39 PWI dirayakan di Surakarta dengan berbagai acara selama dua hari berturut-turut, yang dapat dinikmati seluruh masyarakat.

Malam pertama, masyarakat dihibur dengan wayang kulit purwo semalam suntuk dengan dalang R. Ng. Anom Subroto Lebda Carito, yang di tahun sebelumnya pernah mendapat piagam penghargaan PWI Sala, karena prestasinya sebagai dalang terbaik. Pagelaran berlangsung di Gedung Monumen Pers Nasional, diselenggarakan atas partisipasi tokoh pembina olahraga catur Nasional. Begug Purnomosidi, SH, yang juga adalah tokoh pembina olahraga catur terbaik tahun 1984 pilihan PWI Surakarta. Piagam penghargaan kepadanya diserahkan dalam resepsi malam kedua.

Malam resepsi yang berlangsung tanggal 9 Februari 1985 itu diawali dengan laporan Ketua Panitia HS Sumaryono yang juga Ketua PWI Cabang Surakarta, di

Garden Hotel Yogyakarta, diikuti oleh lebih kurang 50 peserta terdiri dari Pem. Umum, Pemred. Perusahaan mass media Yogyakarta. Empat makalah disajikan dari PWI Pusat, SPS Pusat, Fispol UGM (Drs. Hasjim Nangtjik) dan Sekwilda Prop. DIY (Drs. Soemidjan). Mewakili PWI Pusat, berbicara Wkl. Sekjen Tribuana Said. (SM/Bernas)

susul sambutan Ketua PWI Pusat Sondang Meliala, Sugeng, Kakandeppen Jateng dan Gubernur Jateng Haji Ismail. Acara dilanjutkan dengan penyerahan piagam penghargaan kepada beberapa tokoh pembina dan olahragawan terbaik, juga seniman/ seniwati, antara lain, Waljinah dan Gesang.

Dengan iringan musik kolintang IKWI Surakarta, Gesang berduet melagukan Bengawan Solo, sedang Waljinah menyanyikan Puteri Solo dan lain-lain. Seninam/seniwati pelawak RRI Surakarta turut berpartisipasi dalam perayaan tersebut.

Acara HUT ke-39 PWI ini masih berlanjut dengan acara bhakti sosial, seminar, serta pertandingan sepakbola.

Yogyakarta

PWI Cabang Yogyakarta merayakan Pameran Pers Nasional, diadakan di gedung kesenian Senisono, Yogyakarta, selama 3 hari, malam kesenian dan pemberian hadiah kepada para pemenang lomba penulisan Perkoperasian, lomba majalah dinding, lomba gerak jalan.

Rangkaian peringatan HPN-I itu ditutup tanggal 24 malam di pendopo Agung Hotel Ambarukmo Palace, Yogyakarta.

Di antara para pembina olahraga yang mendapat penghargaan, tercatat pula Wkl. Gubernur DIY Sri Paku Alam VIII yang malam itu tampil ke mimbar untuk menerima penghargaan dimaksud.

Di antara tamu-tamu lainnya seperti Muspida Tkt. I dan II juga hadir anggota Kehormatan PWI Mr. KPH Soedarisman Poerwokoesoemo.

Sebelumnya, tanggal 15 Februari 1985, masih dalam rangkaian acara peringatan HPN-I

dan HUT ke-39 PWI, PWI Cabang Yogyakarta menyelenggarakan pesta kebun untuk para tunawisma dan buruh kecil, di halaman Art Gallery Senisono. Dalam acara yang meriah ini, para wartawan dan IKWI bertindak sebagai pelayan, membagi kebahagiaan kepada para tunawisma dan buruh kecil tersebut.

Sedang dalam upacara bendera yang diselenggarakan tepat pada tanggal 9 Februari 1985 di halaman Gedung Agung Yogyakarta, Wagub DIY Sri Paku Alam VIII menyerahkan ”Kunta Pencar Werta” yaitu nama yang diberikan oleh Wagub dalam bentuk ”pena bermata dua” yang dilambangkan sebagai senjata wartawan, kepada Ketua PWI Cabang Yogyakarta. Kunta Pencar Werta yang berlapis emas itu semula diberikan oleh masyarakat Yogyakarta 17 Januari yang lalu di Balaikota Timoho ketika Pengurus PWI Yogyakarta periode 1984- 1988 dilantik.

Dalam masa mendatang Kunta Pencar Werta akan dibuatkan duplikat, yang akan diberikan kepada wartawan Yogyakarta yang berprestasi.

Pelaku upacara bendera, semua terdiri dari para wartawan anggota PWI. Sedang para peserta upacara, terdiri dari segenap pers media cetak dan elektronik, SPS, SGP, jajaran Deppen barisan spedamotor Noviani dan Ibu-ibu IKWI. Selesai upacara, diteruskan berziarah ke makan TMP Kusumanegara dan Wijayabrata dengan Irup Kakanwil Deppen DIY serta makam para wartawan senior dan pejuang pers.

Dalam pada itu, PWI Cabang Yogyakarta juga menyelenggarakan seminar "Upaya Meningkatkan Sirkulasi Pers Nasional Yang Terbit Di DIY” tanggal 21/2, dibuka oleh Wkl. Sekjen SPS Pusat H.M. Hamidy di Sahid

Jawa Tengah

PWI Cabang Jateng mengadakan Apel Komponen Pers di halaman GOR Jateng Semarang, Sabtu, 11 Februari 1985 dengan Gubernur Jateng H. Ismail bertindak sebagai Pembina Upacaranya. Komponen pers tersebut, selain para wartawan anggota PWI, juga mahasiswa Fispol Undip, APPD, Bakohumas, Kanwil Deppen, Kandeppen Kodya dan unsur-unsur lainnya.

Hadir pada upacara tersebut, Pangdam Diponegoro, Mayjen TNI Soegiarto, Ketua Pengadilan Tinggi Jateng Anityo Subakdo SH serta anggota Muspida lainnya.

Gubernur dalam sambutannya menyampaikan 4 pesan kepada warga pers : pertama, agar konsekuen pada penerapan asas tunggal Pancasila, hingga tidak hanya mengejar ideal dalam pemberitaan, yang berakibatkan pembentukan opini berbau liberal. Kedua, interaksi positif antara pers, pemerintah dan masyarakat agar terus dimantapkan. Ketiga, KMD (Koran Masuk Desa) harus ditingkatkan, baik kualitas maupun kuantitasnya. Sedang keempat, wartawan harus menjaga integritas pribadinya karena hal tersebut akan menjaga kredibilitas (citra) pers nasional. Semangat profesionalisme harus terus dijaga dengan mematuhi kode etik jurnalistik.

Gubernur juga berkenan menyerahkan berbagai hadiah pengtulis, foto jurnalistik, maupun lomba olahraga. Untuk karya Jurnalistik, diperebutkan anugerah "Prapanca”, dengan jenis yang diperlombakan : straight news, feaures, artikel dan karya tulis lainnya yang pernah dimuat di mass media cetak di tahun 1984. Peraih hadiah Prapanca memperoleh hadiah dari Rp. 200.000 hingga Rp. 1 juta. (Ant/SP)

hargaan dari PWI Jateng kepada unsur-unsur pers di Jateng, seperti para eks Pimpinan PWI Semarang Jateng (almarhum Waluyo Sejati, almarhum Boerhan, almarhum Moechtar Hidayat, almarhum H. Anwar Hadi Suyanto, Wahyudi, Mintardjo, Bambang Sumbino), para wartawan tertua yang masih aktif (Sugeng, 81 tahun; HS Mintardjo, 72; Tjwan Dwan Soen, 78).

Penghargaan juga diberikan kepada bekas pimpinan SPS Jateng (Hetami, pendiri Suara Merdeka; dan Daryono) dan loperkoran tertua (Tasman Abduldjalil, 76 thn; dan Achmad, 76 thn).

Selain apel, dilakukan temu wicara tentang kode etik jurnalistik oleh LPI bekerjasama dengan PWI Jateng. Sedang Ibuibu IKWI dan Panitia beranjangsana ke panti asuhan ”Rindang Sari” dan berziarah ke makam para wartawan.

Malam harinya, diselenggarakan syukuran di Balai Wartawan. Pada kesempatan tersebut dibagikan hadiah kepada para pemenang dari lomba senam kesegaran jasmani.

(SM)

poster berthemakan lingkungan hidup, pariwisata, pers, hasil karya mahasiswa ISI Yogyakarta.

Ketua PWI Jatim Drs. Agil H. Ali dalam sambutannya antara lain membantah kritik dan pendapat yang mengemukakan bahwa pers nasional kita sekarang pucat, tidak bergairah dan hanya penyambung lidah pemerintah saja. Dalam era pembangunan ini dibutuhkan sikap yang bijaksana, katanya. Keberanian moral pers nasional tidak lagi dimanifestasikan dalam tulisan yang keras dan memaki-maki, tetapi lebih diarahkan pada upaya menyodorkan alternatif-alternatif Kendati menyadari falsafah pembangunan yakni keteraturan dan kesabaran, karenanya pers nasional tidak akan menulis kebenarankebenaran kalau dibalik kebenaran itu akan menggoncangkan keteraturan dan ketertiban. "Kita tidak akan menulis kebenaran suatu peristiwa kalau itu harus dibayar dengan harga mahal yakni keresahan masyarakat", katanya.

Gubernur, dalam sambutannya mengemukakan tantangan bagi pers yang harus dihadapi Jawa Timur ialah bagaimana agar dapat lebih menjangkau masyarakat di pedesaan yang jumlahnya 80% dari penduduk Jatim agar minat baca mereka lebih besar sehingga hasil-hasil pembangunan bisa mereka ikuti lewat mass media.

Seusai membuka pameran pers, Gubernur serta para tamu dan wartawan berjalan kaki sejauh lebih kurang 500 meter menuju Balai Wartawan yang kemudian diresmikan sebagai Gedung Pers A. Azis itu.

Acara-acara kegiatan PWI Cabang Jatim dalam rangka HPN-I dan HUT PWI ke-39 itu antara lain dilakukannya berbagai acara lomba, baik lomba karya

Jawa Barat

Perayaan HPN-I/HUT ke-39 PWI Cabang Jabar ditandai dengan peresmian pemakaian kembali Gedung Sekretariat PWI Cabang Jawa Barat Bandung, disertai pameran karya-karya terbaru dari 14 seniman Bandung. Pameran diselenggarakan tanggal 21 Februari 1985 di Jalan Asia Afrika 67-69 Bandung.

Untuk wilayah Jawa Barat, HPN-I/HUT ke-39 PWI dirayakan juga dengan semarak di segenap Koordinatorat-Koordinatorat PWI seperti Tangerang, Garut, Cirebon, Bekasi dan lain-lain.

Sedang di Hotel Panghegar Bandung, PWI Cabang Jabar menyelenggarakan Seminar Tentang Profesi Kewartawanan, dengan menyajikan tiga makalah, masingmasing dari H. Moeh Koerdi, H. Achmad Saelan dan Drs. Tumpal Sirait.

Seminar dibuka oleh Gubernur Jawa Barat, H. Aang Kunaefi.

(Ant./PR/Gala)

Jawa Timur

PWI Cabang Jawa Timur merayakan HPN-I dan HUT ke-39 PWI dengan acara peresmian Gedung Pers A. Azis, serta pameran Poster, tepat pada tanggal 9 Februari 1985.

Peresmian Gedung A.Azis semula bernama Balai Wartawan di Taman Apsari itu, dilakukan oleh Gubernur Jatim, Wahono.

Pameran Poster, diadakan atas kerjasama PWI Cabang Jatim dengan SPS Jatim, SGP Jatim, P31 Jatim dan ISI (Institut Seni Indonesia) Yogyakarta, dibuka oleh Gubernur Wahono. Pameran tersebut menampilkan 300 buah

Sumatera Utara.

PWI Cabang Sumut menyelenggarakan resepsi perayaan HPN-I di Balai Wartawan, Medan Kamis malam (14/2), dihadiri oleh Dirjen PPG Deppen Sukarno, SH yang mewakili Menpen, Ketua Umum PWI Pusat Zulharmans, Wapangkowilhan I Marda

Ketua PWI Pusat dalam sambutannya menekankan agar PWI membenahi diri dengan jalan melakukan penertiban terhadap wartawan-wartawan yang berwenang melaksanakan tugas kewartawanan.

Gubernur Jambi, H. Masjchun Sofwan, SH. dalam sambutannya mengharapkan agar pers Jambi dalam melaksanakan tugas dan pengabdiannya benar-benar dapat membantu menciptakan iklim yang sehat bagi kelancaran pelaksanaan pembangunan. (BB)

Hashari Hasanuddin, serta unsurunsur Muspida Tkt. I dan II.

Ketua Panitia HPN Sumut, Kakanwil Deppen Sumut Drs. Ananda Rarasto melaporkan berbagai kegiatan dalam rangka peringatan HPN-I, sedang Ketua PWI Cabang Sumut Ibrahim Sinik melaporkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan pengurus PWI, sedang Ketua PWI Pusat Zulharmans dalam sambutannya menguraikan sejarah lahirnya PWI, hingga sekarang ini.

Dirjen PPG Sukarno SH dalam sambutannya menekankan, HPN bukan hanya milik PWI, melainkan milik seluruh jajaran pers, milik seluruh masyarakat dan bangsa kita.

Acara-acara peringatan HPN-I di Sumut ini, a.l. pemutaran film ''Pengkhianatan G30S/PKI” di Olympia Theater, ziarah ke Makam Pahlawan, ziarah ke makam ex Ketua PWI Sumut H. Anwar Effendi, temu ramah dan penyerahan bingkisan kepada jandajanda dan anak yatim wartawan, ceramah dan diskusi film dengan penceramah Kakanwil Deppen Sumut, semuanya ini dilakukan tepat pada hari ulang tahun PWI ke-39 dan HPN-I tgl. 9 Februari, sedang keesokan harinya diselenggarakan gerak jalan dan perlombaan cabang-cabang olahraga lainnya. (AB/rel)

Peringatan tsb dihadiri oleh Gubernur Sumbar Ir. Azwar Anas, yang dalam sambutannya antara lain menegaskan, pers nasional di daerah ini harus mampu melahirkan Adinegoro-Adinegoro baru, yaitu wariawan-pejuang yang mengabdi kepada nusa, bangsa dan Negara Indonesia.

Pada acara tsb diserahkan hadia-hadiah bagi pemenang berbagai cabang olahraga kalangan wartawan, juga kepada para olahragawan dan pembina olah raga terbaik Sumbar versi SIWO/PWI Sumbar. Penyerahan piala dan tanda penghargaan dilakukan oleh Gubernur; Ketua DPRD Sumbar dan anggota-anggota Muspida.

Hadir juga segenap Muspida tkt. I Sumbar, para Bupati/ Walikota, generasi muda dan masyarakat Talawi.

Masih dalam rangkah HPN-I, Walikota Padang dengan persetujuan DPRD-nya, telah meresmikan nama jalan Jamaluddin Adinegoro untuk jalan terusan Jl. Angkasa (Tabing) sampai ke simpang Lubuk Buaya, Kecamatan Koto Tangah. Jalan tsb. merupakan jalan pertama pintu gerbang kota Padang dari arah Utara (Bukittinggi).

Sedang PWI Cabang Sumbar pada hari itu juga (9/2) menggantikan nama Balai Wartawan Padang menjadi Balai Wartawan Adi Negoro. (Ant.)

Sumatera Selatan.

HPN-I dirayakan di Palembang, Sabtu, 23/2-85, sekaligus peresmian pemakaian gedung Sekretariat PWI Cabang Sumsel di Jl. Supeno no. 11 Palembang. Pembukaan selubung papan nama dilakukan oleh Danrem Garuda Dempo, Kol. A.M. Sembiring (mewakili Pangdam Sriwijaya), sedang pengguntingan pita dilakukan oleh Kejati Sumsel T.A. Rachman, SH.

Didahului dengan laporan Ketua PWI Cabang Sumsel drs. Ismail Djalili dan sambutan Kakanwil Deppen Sumsel drs. H. Djamaluddin Syarif, Wkl. Sekjen PWI Pusat Tribuana Said, kemudian sambutan tertulis Gubernur Sumsel dibacakan oleh Sekwilda drs. H. Mansjurdin Arma.

Dalam himbauannya, Gubernur mengatakan, agar PWI berani mengadakan koreksi, terutama terhadap anggotanya yang bertindak kurang terpuji, sehingga integritas dan citra terhormat pers dan wartawan di masyarakat dapat dipelihara dan dipertahankan.

Wkl. Sekjen PWI Pusat Tribuana Said menguraikan tentang lima masalah dasar yang merupakan hasil keputusan Dewan Pers yang telah menjadi program pokok PWI, yang harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Page 21

PWI PUSAT

Cibulan, Bogor, selama tiga hari. Forum tsb dibuka Sekjen PWI Pusat di Riau

oleh Direjen PPG Deppen Soekarno, SH., yang

dalam sambutannya menghimbau seluruh aparatur Kunjungan kerja Sekjen PWI Pusat Atang Ruswita

pemerintah untuk lebih terbuka dalam melayani pers. ke Tanjung Pinang, Riau, (11 s/d 13'85) selain dalam rangka menghadiri HPN-I dan HUT ke-39 PWI yang

Sebaliknya, Soekarno, SH., mengingatkan pula dipusatkan di Tanjung Pinang, juga sempat

agar pers sendiri harus mampu mengimbangi ketermengadakan pembicaraan dengan Pangkowilhan Let

bukaan itu dengan sikap tanggung jawab selaku pers jen TNI Susilo Sudarman dan unsur Muspida perjuangan. Dalam hal ini perlu ada interaksi posistif Kab.Kep. Riau.

antara kedua fihak, ujarnya.

Acara tsb dihadiri oleh Ketua Umum PWI Pusat Dalam kunjungan kerjanya itu, Sekjen Atang

Zulharmans dan Presdir PT. Danareksa J.A. Sereh. Ruswita mengingatkan, jangan cepat merasa puas menjadi wartawan karena masih banyak lagi yang

(Kps). harus dipelajari. Persyaratan yang perlu dipenuhi makin lama makin berat buat pers, ujarnya.

Langkah penertiban wartawan Dikatakannya, bakat memang penting bagi siapa saja PWI Pusat dalam rangka usaha penertiban profesi yang ingin terjun ke dunia jurnalistik. Tetapi lebih kewartawanan mengatakan, wartawan yang baik lagi, jika bakat tsb dibarengi pula dengan pen- berwenang melaksanakan tugas-tugas kewartawanan didikan formal yang memadai, katanya. (Genta). di Indonesia adalah wartawan anggota PWI yang

memiliki kartu tanda anggota biasa, muda atau kar

tu tanda calon anggota PWI, ditambah dengan karTerima kasih kepada Gubernur Kaltim

tu pers yang dikeluarkan pimpinan redaksi yang Pengurus Pusat PWI dalam surat tertanggal 12

memiliki SIT. Desember 1984 yang ditandatangani Ketua Umum

Langkah-langkah tsb diambil PWI Pusat, sebagai Zulharmans dan Wakil Sekjen Tribuana Said MDS

tindak lanjut dari Kongres Ke-17 PWI di Manado menyampaikan penghargaan dan terima kasihnya

14-16 November 1983 lalu dan dimaksudkan untuk kepada Gubernur Kaltim atas peran serta dan

menegakkan dan memantapkan integritas wartawan bantuannya terhadap pembinaan dan pengembangan

Indonesia dan kredibilitas pers nasional dalam pers di daerah itu, khususnya terhadap PWI Cabang

melaksanakan fungsi dan tugasnya. Kaltim di Samarinda.

Seusai melaporkan kepada Menteri Penerangan Hal ini berdasarkan laporan PWI Cab. Kaltim

dan Mendagri Supardjo Rustam di Deppen, 14 kepada PWI Pusat, bahwa partisipasi Pemda Kaltim

Februari yang lalu mengenai usaha penertiban yang tsb a.l. dengan difungsikannya kembali Gedung Balai

dilakukan PWI Pusat, Ketua Umum PWI Pusat Wartawan Samarinda sejak Oktober 1984, setelah

di ruang kerjanya menyatakan, saat ini jumlah angbesar melalui APBD Kaltim tahun 1984/1985. Selain untuk keperluan wartawan, gedung tsb dimanfaatkan gota dan calon anggota PWI seluruh Indonesia adalah

1642 orang. Ini merupakan hasil inventarisasi angjuga sebagai lokasi Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi

gota PWI sampai awal tahun 1985, yang diperinci (STIK) Mahakam. (BS Jaya).

sbb : 600 anggota biasa, 342 anggota muda dan 700

calon anggota yang baru selesai pemerosesannya dari Forum Diskusi Pasar Modal

sejumlah 1400 permohonan yang masuk. Sebelum Medio Des, yl PWI Pusat bersama PT Danareksa Kongrs PWI Manado, tercatat sekitar 3000 anggota menyelenggarakan Forum Diskusi Pasar Modal di PWI.

diperbaiki dan diperluas dengan dana bantuan cukup Zulharmans yang didampingi Sekjen Atang Ruswira

Page 22

suratkabar Berita Nasional Yogyakarta datang hen- Nusra yang mulai terbit 1966. dak menghadirinya, kontan dicegat oleh Satpam di Dalam sambutannya, Panglima mengharapkan gedung Pengadilan tersebut : ” Atas instruksi Bapak kepada para wartawan di samping meningkatkan Menteri dan Bapak Ketua Pengadilan, hari ini ketrampilan dan kecermatan, harus mempunyai sikap siapapun yang bukan karyawan Pengadilan dilarang yang dijiwai kode jurnalilstik, antara lain menghormasuk. Pertemuannya bersifat tertutup, dan sangat mati hak-hak dan kebebasan orang lain, dan berani intern”.

membela kebenaran dan keadilan. Anehnya, para wartawan ibukota yang ikut dalam

Pada kesempatan yang dihadiri oleh Ketua PWI rombongan Menteri dengan tenang tanpa hambatan

Cabang Bali, Ketua SPS Bali/Nusra, Kastaf Kodam mengikuti pertemuan yang dihadiri oleh seluruh Ketua

Udayana dan undangan lainnya itu, diserahkan juga Pengadilan di Jawa, Ketua Pengadilan Tinggi dan

piagam dan bingkisan kepada seorang "wartawan DIY itu.

teladan” dan seorang 'karyawan teladan". (BP) Seusai pertemuan, salah seorang wartawan ibukota

HUT ke-35 Harian ’'Suara Merdeka”, Semarang, tersebut mengatakan kepada harian "Bernas", bahwa pengarahan Menteri itu tidak bersifat tertutup. ”Kami

diperingati di kantornya di jalan Kaligawe Semarang, baru saja mengirimkan beritanya ke Jakarta tentang

pada tanggal 11 Februari 1985 dengan upacara

pelepasan empat wartawan/karyawan yang menjalani pertemuan Menteri ini. Seingatnya, tidak ada yang off the record. Kami malah heran kok tidak ada

purna karya. Mereka, berusia di atas 60 tahun dan

memiliki kerja lebih dari 35 tahun, masing-masing : wartawan-wartawan Yogya yang hadir.....'

Tjan Thwan Soen (wartawan), H.R. Wahyudi (warDalam pengarahannya, Menteri antara lain berka

tawan), Tedjo (perpustakaan) dan Soetanto ta, Ketua-Ketua Pengadilan harus dekat dengan

(periklanan). Selain itu, dilakukan pula upacara simwartawan......(Bernas).

bolis penyerahan pena besar dari wartawan purna

karya (Wahyudi) kepada wartawan muda, sebagai HUT KE-47 ANTARA

upaya pelestarian ilmu kewartawanannya dengan Perayaan HUT ke-47 LKBN Antara ditandai

harapan perjuangan yang pernah dirintis wartawan dengan pemberian tanda jasa kepada 28 karyawan

senior tersebut dapat diteruskan oleh wartawandengan masa bakti 30 tahun, 25 tahun dan 15 tahun,

wartawan muda. dilakukan oleh Pemimpin Umum Tranggono, SH.,

Upacara dihadiri juga oleh Kakanwil Deppen di ruang redaksi Antara, jalan Merdeka Selatan

Jateng G. Sugeng, yang turut memberikan kata samJakarta, 13 Desember yang lalu.

butan. (Ant) Di antara rangkaian acara, terdapat kunjungan ke

Tanggal 13 Januari yang lalu surat kabar Karya Taman Makam Pahlawan Kalibata, dimana pendiri

Darma, Surabaya, genap berusia 14 tahun, Antara almarhum Adam Malik dimakamkan, kun

berlangsung di rumah Wakil Pemred harian tersebut, jungan ke panti asuhan Seroja, dan acara pemberian

Soehartono, Wagub Jatim Drs. Soeparmanto dan hadiah-hadiah berbagai acara perlombaan. Selain itu,

Sekwilda Jatim Trimarjono, SH. Gubernur, yang Tranggono, SH. juga menyerahkan santunan untuk

juga selaku Pelindung surat kabar yang terbut 3 kali 3 orang (2 puteri dan seorang putera) anak asuh dari

seminggu ini, meminta para pimpinan instansi di wartawan/karyawan keluarga besar "Antara"

lingkungan Pemda tingkat I Jatim, untuk memberi kepada 3 Kepala SD di Tebet, Depok dan Pondok

perhatian yang lebih besar terhadap perkembangan Gede. Perayaan Peringatan HUT ini juga dilakukan

suratkabar ini. (Ant) di segenap Cabang Antara di seluruh Indonesia.

Penerbitan-penerbitan pers lainnya yang juga (Ant).

berulang tahun merayakannya dengan cara-caranya

sendiri, tercatat antara lain Harian Waspada, Medan, HUT PENERBITAN-PENERBITAN PERS

berusia 38 tahun pada 11 Januari yang lalu Harian Harian "Nusa Tenggara" memperingati HUT-I- Suara Rakyat Semesta, Palembang, berusia 15 tahun nga ditandai derigan sambutan Pangdam Udayana pad tanggal 14 Februari 1985. Harian Pedoman Brigjen D. Soetarto, Kakanwil Deppen Bali, Pemim- Rakyat, Ujungpandang, ber-HUT ke-26 tanggal 1 pin redaksi M. Kaspin dan Pemimpin Umum Sukar- Maret 1985. Harian Pelita, Jakarta, merayakan HUTniman, dalam suatu upacara di Denpasar Senin 11/3 nya yang ke-11, dengan menyelenggarakan seminar malam. Selain ulangtahun I terbitnya kembali harian sehari mengenai ”pengetahuan Keagamaan an Kewa”Nusa Tenggara”, peringatan itu dirangkaikan juga jiban Orang Tua Menurut Tuntutan Ajaran Islam" dengan HUT ke-19 ”nenek moyang” Harian Nusa dengan mengundang tokoh-tokoh agama/ilmuwan Tenggara yakni harian "Angkatan Bersenjata” edisi | menyampaikan kertas kerjanya. Mereka adalah Ketua

Page 23

MUI Dr. K.H.E.Z. Muttaqien, Dr. Nurcholis Ma- yang berani dengan status 3 kali seminggu. Hal ini djid, K.H. Abdurrachman Wahid dan Dr. Sri Eddy disebutnya dengan tegas, bahwa surat kabar harian Swasono. Seminar tersebut berlangsung tepat pada yang tidak bisa terbit secara teratur selama 3 bulan, hari ulangtahun suratkabar tersebut, 1 April 1985. akan gugur SIUPP-nya, sedang untuk mingguan, 4 Suratkabar "Memorandum", Surabaya, berusia 3 bulan. Juga peraturan referensi Bank untuk satu tahun pada tanggal 1 Februari yang lalu. Dalam ta- tahun biaya cetak penerbitan, dipandang sangat juknya, suratkabr ini membentangkan tentang dite- memberatkan. (Bogani) muinya "rahasia” untuk mensukseskan suratkabar ini hingga mencatat kenaikan oplah yang drastis. WARTAWAN JADI SARJANA

Wartawan/Redaksi Pelaksana ”Banjarmasin 51 SARJANA MUDA KOMUNIKASI LAGI

Post”, Banjarmasin, M. Hoesni Thamrin, termasuk Stikosa (Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi di antara 82 orang sarjana yang pekan terakhir Surabaya, bekas AWS Akademi Wartawan

Februari yang lalu diyudisium di lingkungan Fakultas Surabaya), November lalu mewisuda 51 sarjana Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unlam Banjarmasin. mudanya, berlangsung di Garden Palace Hotel Jurusan yang ditekuninya ialah Ilmu Pendidikan Surabaya. Perwisudaan dilakukan oleh Menteri dengan Program Study Pendidikan Luar Sekolah. Penerangan Harmoko, yang mengatakan, saat ini di

Di samping sebagai wartawan senior, ia juga duduk Indonesia terdapat 3.600 wartawan, yang tidak seim

dalam pimpinan Balai Diklat Depsos K.T.S. bang dengan jumlah penduduk yang 160 juta jiwa. Mulawarman. (Banj. Post.)

Menurut Harmoko, pada saat lepas landas dalam Pelita VI nanti, Indonesia akan memiliki 11.000 war- Dalam Al Qur'an juga ada tawan. Pada saat itu, Indonesia sudah mampu mencapai standar UNESCO, yakni setiap suratkabar

Kode Etik untuk Wartawan dibaca 10 orang.

Seorang Khatib, drs Toyb Izi ikut serta dalam mePewisudaan kali ini adalah yang ke-7, sejak lem

nyongsong Hari Pers Nasional; dalam khotbah sholat

Jum'atnya (8-2-85) di Masjid "Al-Khadamut Taqwa” baga ini didirikan 20 tahun lalu, yang telah

Perum Pelabuhan II Cabang Tg. Priok. Ia mengajukan menghasilkan 227 sarjana muda negara. Masih ada

tiga ayat suci Al Qur'an, yang dikatakannya sebagai 132 sarjana muda lokal lagi yang belum menempuh

"kode etik” yang harus dipegang oleh para wartawan. ujian negara. Alumni Stikosa, 60% bekerja sebagai

Pertama, ayat 19 Surah An-Nur, memperingatkan wartawan, 25% sebagai humas, 10% di radio

orang-orang yang suka membuka cela atau aib seorang swasta/negeri dan hanya 5% bekerja di bidang lain.

beriman (tanpa bukti) akan mendapat azab di dunia dan (Kps)

akhirat. Kedua, ayat 12 Surah Al-Hujarat yang menekankan orang beriman agar menjauhi sifat buruk

sangka, karena di balik buruk sangka terkandung dosa; KORAN TURUN PANGKAT ?

jangan mencari-cari kesalahan orang dan saling memakan Pada pertemuan para pemimpin umum suratkabar daging mayat teman sendiri, Ketiga, ayat 11 Surah Adyang berbit di Sulut dengan Kakanwil Deppen Prop. Dhuha yang menganjurkan untuk menyebut dan meSulut Drs. IA Zakaria, BA. didampingi stafnya awal nyiarkan nikmat yang diterima oleh seseorang dari Allah. Maret yang lalu di Manado, terungkap akan ter

Menurut khatib tersebut, nikmat yang dimaksud dalam bayang bahwa di antara 9 buah koran di Sulut ada

tersebut dapat diibaratkan sebagai rahmat Tuhan seperyang tidak akan mampu lagi berstatus harian. Ini, jika

ti misalnya hasil-hasil Pembangunan yang sewajarnya

diberitakan oleh Pers. disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku pada Undang-Undang No. 11/1982 tentang penyempur

Sedang maksud dari ayat yang pertama tadi, termasuk naan UU No. 11/1966 yang dijabarkan dengan

pemberitaan dan gambar pornografis, sadisme dan segala Permenpen RI No. 01/1984.

macam kejahatan yang terdapat di mass media yang

dapat memberi rangsangan atau petunjuk bagi seseorang Pertemuan tersebut dilakukan dalam rangka

untuk melakukan pelanggaran susila. pengarahan dokumen IPPN (Inventarisasi Pembinaan

Khatib menambahkan pula, hadis yang menganjurkan Pengembangan Pers Nasional) tahun 1984 kepada

orang 'menuntut ilmu walau di negeri Cina", menurutpada penerbit di ruang kerja Kakanwil Deppen Sulut.

nya, di zaman Rasulullah (abad ke-7) negeri Cina sudah Dalam percakapan dengan para penerbit tersebut dikenal maju dalam pembuatan kertas dan sistem cetak diperoleh kesan, dalam penyesuaian dengan peraturan yang belum dikenal di negeri lain. Di zaman Nabi baru itu, mereka tidak lagi mampu memertahankan Muhammad s.a.w. orang menulis sesuatu di atas pelepah status harian, tapi akan menurunkan derajadnya juga tamar, tulang dsb. (Buana)

Page 24

Kongres nasional ke- 18 PWI di Samarinda

ndang 2

ukum Sebaga Nasiora

Menurut rencana, Presiden Soeharto akan membuka Kongres ke-18 Persatuan Wartawan Indonesia di Samarinda, 28 November 1988, dan Wakil Presiden Sudharmono akan menutupnya tiga hari kemudian. Lima tahun lalu adalah juga Pak Harto yang membuka kongres nasional PWI di kota Manado, sedang penutupnya dilakukan oleh Pak Umar, waktu itu wakil Presiden.

Korps wartawan Indonesia patut mencatat sebagai satu kehormatan besar, yang memiliki tempat dan arti tersendiri, betapa perhatian yang diberikan oleh para pimpinan negara terhadap kedudukan, peranan dan pengembangan wartawan dan kewartawanan di republik tercinta ini.

Pengurus Pusat PWI telah menetapkan "Memantapkan Pers Pancasila Untuk Menyukseskan Pelita V" sebagai tema kongres. Para manggala pers nasional dari Aceh hingga Irian Jaya akan berkumpul di kota Kalimantan tersebut untuk menelaah apa kelak yang harus dirumuskan sebagai rancangan tugas-tugas memantapkan Pers Pancasila itu.

Landasan-landasan untuk itu, yang bersifat nilai-nilai falsafat maupun normatif, sudah ada, sudah baku, dan tetap menjadi kesepakatan dan kebulatan tekad PWI dalam pola pikir, pola sikap dan pola perilaku serta dalam aktualisasi atau pelaksanaannya sebagai pengamalan Pancasila. Tetapi, karena pembangunan nasional merupakan gerakan besar yang bertahap dan berlanjut, tiap saat tertentu memanggil kita untuk melakukan pengenalan dan penyadaran ulang serta menajamkan fokus. Ibarat melaksanakan mawas diri-lah,

Jelas, Pelita V adalah fokus sentral bangsa dan segenap lembaga-lembaganya dalam lima tahun mendatang. Ini merupakan masa konsolidasi sebelum memasuki tahap tinggal landas dalam pembangunan. Berarti, ini pun masa konsolidasi Sistem Pers Pancasila yang menuntut langkah-langkah nyata untuk menjamin bersih-, waspada-dan siaga-diri, kemandirian serta ketangguhannya.

Page 25

nyimpangan-penyimpangan dapat diketahui sedini mungkin. Dengan membudayanya pengawasan diharapkan programprogram dapat berjalan sesuai dengan apa yang telah ditetapkan. Sebab tanpa pengawasan kemungkinan terjadi penyimpangan-penyimpangan. Oleh karena itu masalah pengawasan mendapat perhatian yang cukup tinggi dalam Kabinet Pembangunan V.

Untuk itu pers dituntut untuk ikut memasyarakatkan serta membudayakan pengawasan, baik pengawasan fungsional maupun pengawasan melekat. Pengertian dan kesadaran pengawasan di kalangan masyarakat perlu terus ditingkatkan.

Karena dengan memasyarakatkan pengertian dan kesadaran pengawasan, akan berdampak positif, yakni dapat mendorong berkembangnya partisipasi aparatur pemerintah dan masyarakat dalam melaksanakan pembangunan. Pengertian dan kesadaran tersebut diharapkan juga akan memulihkan kembali serta memperkuat nilai-nilai yang lemah dalam pemerintahan dan masyarakat sehingga jangan sampai perilaku penyimpangan menjalar menjadi realitas sosial yang seolah-olah justru menganggap penyimpangan merupakan suatu kelumrahan.

Pengawasan melekat dengan sendirinya berlaku juga bagi masyarakat pers sendiri. Di dalam tubuh perusahaan penerbitan pers, yang mencakup wartawan dan karyawan umumnya, mulai dari eselon yang tertinggi, yaitu Pimpinan Umum dan Pemimpin Redaksi sampai kepada eselon yang terendah, pengawasan melekat perlu ditanamkan dan dimantapkan.

Dalam hal ini norma-norma yang berlaku termasuk dalam pengawasan melekat itu tentu sudah dipahami dengan baik oleh masyarakat pers sendiri, yaitu etika pers nasional termasuk Kode Etik Jurnalistik dan semua ketentuan perundangundangan yang berlaku di negara kita mengenai pers nasional kita.

Kita telah memiliki Etika Pers. Maka masalah "Etika Pers” adalah juga perlu mendapatkan perhatian kita bersama untuk dilaksanakan. Batasan Etika Pers, berhubungan erat dengan nilai-nilai dan norma-norma yang terkandung dalam falsafah Pancasila.

Mengingat pentingnya peranan pers dalam melaksanakan fungsinya sebagai

Proses peningkatan kesadaran bermasyarakat, berbangsa dan bernegara adalah bagian dari sasaran pesan-pesan pers yang disampaikan kepada khalayak, dengan berpedoman pada prioritas kepentingan nasional. Bersih Lingkungan

Termasuk di dalam pengawasan melekat bagi masyarakat pers dan oleh masyarakat pers sendiri adalah bersihnya pers nasional dari unsur-unsur atau pengaruh-pengaruh yang bertentangan dengan falsafah bangsa kita, Pancasila. Mengingat pentingnya fungsi pers sebagai pembentuk opini masyarakat, maka kedudukan pers tidak kalah strategisnya dibanding dengan tanggung jawab aparat lainnya.

Kedudukan yang strategis dan saling melengkapi, dalam arti dari segi negatifnya, pers dapat merusak, meracuni dan menghasut opini pribadi warga negara Indonesia secara individu dan masyarakat atau kelompok masyarakat secara kolektif, sehingga dapat mengakibatkan gangguan stabilitas keamanan, pada gilirannya terpaksa merepotkan aparat keamanan.

Sebaiknya dari segi positifnya, pers dapat membina, mendidik dan membangun opini warganegara dan masyarakat

kita secara konstruktif dan dinamis, sehingga memperkuat atau memelihara bahkan memantapkan stabilitas nasional pada umumnya termasuk kestabilan di bidang keamanan.

Oleh karena itu, pers nasional sebagai lembaga yang kadar strategisnya juga tinggi bobotnya, maka wajib menegaskan syarat mutlak "bersih lingkungan" bagi seluruh jajaran pers nasional dan keluarga besar pers nasional, termasuk lingkungan perusahaan percetakan pers, dan lain-lain yang langsung terkait.

"Bersih lingkungan" yang kita maksudkan, yaitu bersih dari pengaruh dan kecenderungan berfaham ideologi Komunis. Jadi bukan saja bersih lingkungan dalam arti tidak boleh mempekerjakan sisa-sisa G.30.S/PKI di lingkungan media massa dan keluarga besar pers nasional, tetapi bersih lingkungan dari orang-orang yang condong berfaham atau mendukung faham Komunis.

Di samping itu, sejalan dengan pentingnya "bersih lingkungan" dalam keluarga besar pers nasional kita, maka pers nasional hendaklah lebih aktif mendorong pelaksanaan krida yang langsung menyentuh sendi kemantapan ideologi bangsa kita, yaitu krida ketiga Kabinet Pemba

ngunan V, yang berbunyi sebagai berikut : "Membudayakan Ideologi Pancasila, Demokrasi Pancasila dan P4 (Eka Prasetia Pancakarsa) dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara",

Jadi pesan krida ketiga ini jelas, yaitu "membudayakan" Pancasila, jadi bukan menghayati dan mengamalkan saja tetapi "membudayakan” Pancasila, Demokrasi Pancasila dan P4 (Eka Prasetia Pancakarsa). Ada sejumlah 36 butir-butir dari Pedo

Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), yang tercantum dalam TAP MPR No. Il Tahun 1978. Pers kita tidak boleh alpa dan kendor dalam mendorong peningkatan pelaksanaan TAP MPR tentang P4 tersebut.

Panca Krida Kabinet Pembangunan V secara khusus menetapkan pentingnya membudayakan ideologi Pancasila yang perincian butir-butirnya terdapat dalam P4 tersebut.

Karena itu sekali lagi saya menghimbau, agar sejalan dengan upaya kita bersama agar keluarga besar pers nasional itu benar-benar "bersih lingkungan”, maka tugas nasional dalam membudayakan ideologi Pancasila, Demokrasi Pancasila

SISTEM PERS PANCASILA

DIPANDANG DARI SUDUT KETATANEGARAAN DAN HUKUM

Ceramah ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Pembinaan Pers dan Grafika, Deppen, Dr. Janner Sinaga di Universitas Andalas dalam rangka Hari Pers Nasional IV tanggal 9 Februari 1988

di Kota Padang

Tiap negara memiliki sistem pers sendiri-sendiri. Sistem itu sejalan dengan sistem ketatanegaraan yang merupakan cerminan dari falsafah atau ideologi yang . dianut oleh sesuatu bangsa. Penjabaran sistem pers tersebut diatur melalui hukum dan ketentuan-ketentuan yang membuat sistem tersebut dapat berjalan sesuai dengan fungsi dan peranannya pada masyarakat di mana pers itu berada. Bagaimanapun juga sistem politik dari suatu lingkungan sosial tertentu atau negara tertentu dengan sendirinya pula menentukan corak fungsi dan peranan persnya. Bahkan falsafah atau ideologi dan sistem ketatanegaraan dari suatu negara menentukan fungsi dan peranan persnya.

emikiran ini juga menyangkut ma

salah tanggung jawab sosial pers. Tanggung jawab sosial pers bagi tiap negara selalu merupakan buah dari pandangan hidup, ideologi, dan falsafah bangsanya. Di kalangan pemikir pers atau ahli komunikasi massa di negara liberal atau Barat umumnya, teori tanggung jawab sosial pers (''social responsibility of the press'') selalu diartikan bahwa setiap sistem pers merupakan bentuk tanggung jawab sosial pers di negara bersangkutan. John C. Merrill, dari Universitas Missouri (A.S) dalam sebuah buku anthology yang disuntingnya bersama Heinz Deitrich Fischer dari Universitas Bochum dan Cologne (Jerman Barat) yang berjudul ''International Communication" mengatakan bahwa : "... all press systems conceiving of themselves as socially responsible". Artinya ialah bahwa semua sistem pers menganggap dirinya sebagai mempunyai tanggung jawab sosial

Kalau kita mengikuti jalan pikiran di atas, dengan sendirinya pula tiap negara mempunyai perbedaan yang hakiki de

ngan negara lainnya dalam sistem pers yang dimilikinya.

Bahwa perbedaan-perbedaan itu ada, itu sudah lumrah, tanpa menganggap bahwa yang satu lebih baik dari yang lain.

Dalam buku karangan Fred S. Siebert, Theodore B. Petersen, dan Wilbur Schramm berjudul "Four Theories of the Press" yang terbit tahun 1956 dan telah menjadi salah satu buku yang terhitung klasik di bidang komunikasi massa disebutkan ada empat konsep atau teori pers di dunia ini, yakni; 1) pers otoriter, 2) pers liberal, 3) pers komunis, dan 4) pers bertanggung jawab sosial. William A. Hachten dalam bukunya "'The World News Prism" (1981) membagi pers dunia atas lima kategori yaitu : 1) pers otoriter, 2) pers liberal, 3) pers komunis, 4) pers revolusioner, dan 5) pers pembangunan atau disebut juga pers negara dunia ketiga.

Dewasa ini kalangan ahli maupun praktisi di bidang komunikasi massa cenderung membedakan hanya tiga sistem atau

mutlak pers sebagai hak asasi manusia dengan fungsi sebagai alat kontrol sosial, alat mana tidak perlu dikontrol.

Mengenai pers dunia ketiga sendiri, pada hakikatnya masih merupakan wiayah perdebatan yang sengit dan belum dapat dirumuskan secara jelas. Sebab masing-masing negara dunia ketiga, kecuali adanya satu persamaan dalam hal sedang berkembangnya", memiliki banyak perbedaan warna dan corak masyarakat, ideologi sosial-budaya, politik, nilai-nilai budaya dan beberapa hal yang esensial lainnya.

Makalah ini tidaklah bermaksud membahas masing-masing konsep, teori, dan sistem pers seperti sudah disinggung di muka atau membandingkannya dengan Sistem Pers Pancasila, tetapi menjelaskan bagaimana sesungguhnya sistem Pers Pancasila itu dilaksanakan dipandang dari sudut ketatanegaraan dan hukum yang mengaturnya.

Dalam hubungan ini ada baiknya kita telaah sejenak Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia sebagaimana tertuang dalam Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945.

ada pada rakyat dan dilaksanakan oleh suatu lembaga yang mewakili rakyat (MPR, DPR) dan merumuskan kehendak rakyat dalam bentuk produk hukum. Jalan pikiran para pendiri negara Republik Indonesia mengenai negara termuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Pada pokoknya Pembukaan UUD 1945 menunjukkan adanya : 1. Negara persatuan yang melindungi se

genap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan mengatasi segala pa

ham golongan maupun perseorangan. 2. Negara hendak mewujudkan keadilan

sosial bagi seluruh rakyat. 3. Sesuai dengan sifat masyarakat Indo

nesia, negara haruslah yang berkedaulatan rakyat berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan per

wakilan 4. Negara berdasar atas Ketuhanan Yang

Mahaesa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.

Empat pokok pikiran di atas jelas menunjukkan, para pendiri Negara Indonesia mengambil proses berpikir yang bersifat "integralistik" tentang Negara. Teori Negara yang dipilih ialah "teori integralistik" dengan mengambil pelajaran dari praktekpraktek kenegaraan yang ada, baik dari negara yang menganut sistem liberal maupun sosialis dengan mengutamakan

unsur-unsur yang ada di dalam kebudayaan dan sejarah bangsa Indonesia sendiri. Hasil final proses pemikiran tersebut dapat dikatakan merupakan kristalisasi dari upaya penyingkiran unsur-unsur negatif dan penyerapan unsur-unsur yang positif baik menyangkut aspek substansinya maupun aspek operasionalnya sejalan dengan suasana kebatinan bangsa Indonesia ketika itu. Rumusan yang lahir dari dialog nasional, yang diperoleh melalui perdebatan yang sengit, adalah amat penting dalam menjabarkan hal yang sifatnya fundamental yaitu falsafah atau ideologi Negara. Keempat pokok pikiran yang telah disebut terdahulu pada dasarnya merupakan penjabaran dari Pancasila seperti tertuang dalam alinea keempat dari UUD 1945. Masing-masing komponen saling berkait secara fungsional dalam proses menciptakan suatu sistem ketatanegaraan. Dalam UUD 1945 antara lain disebutkan : ...maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar : 1) Ketuhanan Yang Mahaesa, 2) Kemanusian yang adil dan beradab, 3) Persatuan Indonesia, dan 4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu 5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pokok pikiran tersebut yang juga merupakan suatu pedoman mengenai pembentukan sistem pemerintahan negara yang dianut oleh pendiri Negara Republik Indonesia, menurut Penjelasan UUD 1945 meliputi tujuh aturan pokok yakni:

II. SISTEM KETATANEGARAAN RI

Sistem ketatanegaraan yang dianut oleh Indonesia didasarkan atas teori negara modern dengan kekuasaan tertinggi ber

Undang Dasar 1945 itu. Demikian juga yang berkaitan dengan sistem pers nasional; ia harus dikembalikan kepada landasan konstitusional yaitu Pancasila itu sendiri.

7. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas. Ia bukan seorang diktator walaupun ia bukan bertanggung jawab kepada Dewan. Bahkan ia harus memperhatikan suara Dewan. Kedudukan Dewan adalah kuat dan tidak dapat dibubarkan oleh Presiden seperti lazim-nya dalam sistem parlementer. Dewan senantiasa mengamat-amati tindakan Presiden dan apabila Presiden dianggap sungguh-sungguh melanggar Haluan Negara, maka Majelis · dapat diundang untuk mengadakan sidang istimewa agar bisa meminta pertanggungjawaban kepada Presiden.

Dari ketujuh aturan pokok tersebut dapatlah disimpulkan bahwa pada prinsipnya Indonesia menolak sistem absolut atau sistem kediktatoran. Karenanya, meskipun dalam Pembukaan UUD 1945 dan pasal-pasalnya tidak pernah disebut istilah demokrasi tetapi sistem pemerintahan negara Indonesia pada hakikatnya menjalankan prinsip-prinsip demokrasi. Penjelasan UUD 1945

1945 menyebutkan bahwa seluruh aturan pokok di atas tadi berlaku pula bagi aturan-aturan dasar tidak tertulis yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggara negara.

Perspektif ketatanegaraan ini perlu dipahami secara mantap untuk dapat memahami secara tepat korelasinya dengan sistem pers, yang dianut oleh bangsa Indonesia. Karena sistem ketatanegaraan pada dasarnya menentukan sifat dan corak sistem pers yang dianut.

kepada pemerintah pusat dan lain-lain penyelenggara negara dalam mencapai cita-cita nasional.

3. Kekuasaan Negara yang tertinggi berada di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Segala keinginan rakyat haruslah dirumuskan oleh pemegang kedaulatan yang merupakan penjelmaan rakyat Indonesia, baik dalam bentuk Garis-garis Besar Haluan Negara ataupun ketetapan Majelis.

4. Presiden adalah penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi di bawah Majelis. Jabatan Presiden sebagai Kepala Negara tidak diperoleh secara langsung dari rakyat sebagai sumber kewenangannya. Presiden merupakan Mandataris dari Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai lembaga pertanggungjawaban.

5. Presiden tidak bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Di samping Presiden ada Dewan Perwakilan Rakyat yang merupakan bagian dari Majelis Permusyawaratan Rakyat. Presiden selaku pemegang mandat dari Mejelis memegang kewenangan pembentukan Undang-undang dan penetapan anggaran pendapatan dan belanja negara. Majelis selaku pemegang kedaulatan rakyat ikut menentukan pula tentang jalannya pemerintahan yang dalam hal ini dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Presiden sebagai Mandataris tidak bertanggung jawab kepada Dewan dan tidak dapat diberhentikan oleh Dewan melainkan kepada Majelis yang menentukan kedudukannya. Sebaliknya Presiden juga tidak dapat membubarkan Dewan. Oleh sebab itu Presiden harus bekerja sama dengan Dewan di dalam menjalankan kewenangan membuat Undang-undang dan menetapkan anggaran pendapatan dan belanja negara.

6. Menteri negara ialah pembantu Presiden. Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Artinya Menteri-menteri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Kedudukannya tidak tergantung kepada Dewan sebagaimana lazimnya dalam sistem parlementer, tapi menteri adalah pembantu Presiden sebagaimana lazim dalam sistem Presidentil. Dewan bukannya lembaga yang berhak meminta pertanggungjawaban baik kepada Presiden maupun kepada Menteri.

Jadi Sistem Pers Pancasila sebagai subsistem dari sistem ketatanegaraan RI atau sistem nasional, sewajarnya mendukung berlangsungnya mekanisme sistem nasional tersebut. Penyimpangan (deviasi) yang terjadi dalam salah satu sistem maupun subsistem nasional lang. sung atau tidak langsung, akan mempengaruhi mekanisine sistem nasional secara keseluruhan.

Dengan demikian Sistem Pers Pancasila haruslah pertama-tama disusun sejalan dengan sistem nasional dimaksud yang juga berarti tunduk kepada jalan pikiran pembentukan Undang-Undang Dasar 1945. Jelasnya jalan pikiran pembentukan sistem Pers Pancasila itu harus pula dikembalikan kepada jalan pikiran pembentukan Negara RI yang pada pokoknya ialah PANCASILA, yaitu : Pers yang dalam melaksanakan peranan dan fungsi kemasyarakatannya dalam mendukung sistem nasional memiliki rasa ketuhanan Yang Mahaesa, berkemanusian yang adil dan beradab, menjunjung tinggi rasa persatuan, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan/perwakilan, serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Seluruh pasal-pasal yang ada dalam Undang-Undang Dasar 1945 menyangkut 11

sistem yang meliputi 1) sistem

III. SISTEM PERS PANCASILA

SEBAGAI BAGIAN SISTEM NASIONAL

Undang-Undang Dasar 1945 memberikan pedoman bahwa pasal-pasal dalam UUD ialah penjabaran lebih lanjut dari pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar, dan yang terutama adalah kelima sila dari Pancasila.

PANCASILA bukanlah sekadar pemikiran yang tematis tetapi juga operatif. Bukan hanya sekadar isi dan wadah maupun alat mencapai tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara tetapi merupakan dasar negara, ideologi negara dan sekaligus tujuan nasional. Oleh sebab itu seluruh pasal-pasal dari Undang-Undang Dasar harus senantiasa dikembalikan pada hakikatnya yakni PANCASILA yang digariskan dalam Pembukaan Undang

Mewakili Menteri Penerangan, memberkan sambutan pada Lokakarya PWI Pusat di Palembang, April 1988.

Page 26

Pengalaman-pengalaman pahit dalam sejarah bangsa kita di zaman Orde Lama lalu melandasi tekad Pemerintah Orde Baru untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekwen. Di bidang pembinaan dan pengembangan pers tekad tersebut tercermin pada perangkat hukum yang mengatur perikehidupan pers nasional, baik yang menyangkut idiil, profesional maupun pengusahaannya.

IV. ASPEK HUKUM SISTEM PERS

PANCSILA

Undang-undang, 2) sistem

negara, 3) sistem keuangan, 4) sistem pemerintahan, 5) sistem kehakiman, 6) sistem kewarganegaraan, 7) sistem kehidupan keagamaan, 8) sistem pertahanan negara, 9) sistem pendidikan dan kebudayaan, 10) sistem kesejahteraan sosial yang meliputi perekonomian, dan 11) sistem integrasi.

Kesebelas sistem ini dapat disebutkan sebagai sistem nasional karena meliputi seluruh aspek kehidupan bernegara dan berbangsa.

Dengan demikian, maka sistem nasional ialah seluruh totalitas kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang disusun berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945.

Sistem Pers Pancasila sebagai salah satu unsur atau komponen kehidupan bermasyarakat dalam konteks sistem nasional, di dalam Undang-Undang Dasar 1945 termasuk dalam sistem kewarganegaraan yang diatur melalui Pasal 26, 27 dan 28.

Pasal 28 menyebutkan : "Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang". Kemudian di dalam Penjelasan UUD 45 yang menyangkut hal ini ditegaskan, "Pasal-pasal baik yang hanya mengenai warganegara maupun yang mengenai seluruh penduduk memuat hasrat bangsa Indonesia untuk membangun negara yang bersifat demokratis dan yang hendak menyelenggarakan keadilan sosial dan perikemanusiaan".

Berdasarkan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945, maka sistem pers di Indonesia telah diatur dalam Undang-undang Pokok Pers No. 11 Tahun 1966, yang kemudian diamendir dengan Undangundang No. 4 Tahun 1967 dan disempurnakan dalam Undang-undang Pokok Pers No. 21 Tahun 1982.

Agar jangan salah tafsir mengenai prinsip kebebasan pers yang dianut oleh Indonesia, pasal ini tidak boleh dilihat sebagai berdiri sendiri tetapi harus dikembalikan pada korelasi keseluruhan pasal dengan Pembukaan UUD 1945 maupun Penjelasan UUD tersebut. Dengan demikian sistem pers harus dikembalikan pada pokok-pokok pikiran yang termuat dalam seluruh pembentukan konstitusi

A. LANDASAN-LANDASAN

Berbicara mengenai aspek hukum Sistem Pers Pancasila, maka kita tidak bisa melepaskan diri dari beberapa persoalan yang menyangkut aspek-aspek yuridis mengenai pers. Aspek-aspek tersebut menyangkut kebebasan pers beserta pembatasan-pembatasan yang dipandang sah dan konstitusional. Aspek lainnya adalah persoalan pertanggung jawaban pidana atas isi dari tulisan dalam pers. Hak Jawab pembaca dan Hak Tolak wartawan. Demikian pula peraturan-peraturan tentang perusahaan penerbitan pers.

Aspek-aspek hukum pers tersebut tidaklah sempit sifatnya yang hanya dihubungkan dengan peraturan-peraturan hukum, melainkan mempunyai pengertian yang lebih luas, baik yang menyangkut peraturan-peraturan yang dituangkan dalam bentuk tertulis maupun tidak tertulis.

Pembinaan pers nasional Indonesia, dalam Sistem Pers Pancasila, dalam penjabarannya mempunyai beberapa landasan pokok yang dipakai sebagai pedoman, yaitu : 1. Landasan Idiil : Pancasila. 2. Landasan Konstitusional : Undang

Undang Dasar 1945. 3. Landasan Strategis : Ketetapan MPR,

Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945

Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia merupakan sumber dari segala sumber hukum yang berlaku di Indonesia. Oleh karena itu sebagai sumber dari segala sumber hukum, maka Pancasila dapat dikatakan mempunyai kedudukan tertinggi dalam tata urutan perundangan di negara kita, meskipun di dalamnya tidak terdapat pasal-pasal maupun ayat-ayat seperti lazimnya dalam suatu perundang-undangan.

Pancasila sebagai landasan idiil dalam pembinaan pers nasional, sekaligus merupakan sumber hukum dari aspek-aspek hukum Sistem Pers Pancasila. Dengan kata lain, aspek-aspek hukum yang berlaku dalam Sistem Pers Pancasila bersumber dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila yakni : 1. Ketuhanan Yang Mahaesa; 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab; 3. Persatuan Indonesia; 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah

kebijaksanaan dalam Permusyawarat

an/Perwakilan; 5. Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia. Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan landasan konstitusional pers nasional merupakan hukum dasar tertulis, yang juga merupakan sumber hukum tertinggi bagi seluruh hukum yang berlaku di Indonesia, termasuk hukum mengenai pers. Sebagai hukum dasar tertulis, Undang-Undang Dasar 1945 mengakui adanya hukum dasar yang tidak tertulis, yaitu aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara. Hukum dasar yang tidak tertulis tersebut lazim disebut sebagai konvensi-konvensi dalam hukum ketatanegaraan Indonesia. GBHN dan Sistem Pers Pancasila

Aspek hukum lain dari Sistem Pers Pancasila adalah Garis-garis Besar Haluan Negara yang merupakan landasan strategis dari pers nasional.

Garis-garis Besar Haluan Negara mengatakan tentang penerangan dan media massa yang dengan sendirinya mencakup aspek pers sebagai berikut :

"Pembinaan dan pengembangan media massa nasional harus berdasarkan semangat dan jiwa Pancasila, agar media

massa mampu menunjang pembangunan masyarakat Pancasila". Selanjutnya GBHN menegaskan sebagai berikut :

"Penerangan dan media massa sebagai sarana penghubung bangsa, harus dapat membudayakan Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945 dalam semua segi kehidupan masyarakat dan meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara seluruh rakyat Indonesia. Dalam rangka ini peranan penerangan dan media massa dalam memasyarakatkan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) perlu lebih ditingkatkan". Lebih lanjut GBHN mengatakan :

"Dalam rangka meningkatkan peranan pers dalam pembangunan perlu ditingkatkan usaha pengembangan pers yang sehat, pers yang bebas dan bertanggung jawab, yaitu pers yang dapat menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi yang obyektif, melakukan kontrol sosial yang konstruktif, menyalurkan aspirasi rakyat dan meluaskan komunikasi dan partisipasi masyarakat. Dalam hal itu maka perlu dikembangkan interaksi positif antara pers,

Pemerintah dan masyarakat".

GBHN sebagai landasan strategis dari pers nasional merupakan dasar hukum yang dijabarkan dalam bentuk Undangundang dan ketentuan-ketentuan hukum lainnya. Undang-undang Pokok Pers

Aspek hukum Sistem Pers Pancasila yang menyangkut Undang-undang Pokok Pers tertuang dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 21 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers yang merupakan penyempurnaan atas Undang-undang No. 11 Tahun 1966.

Satu pasal yang amat penting dalam Undang-undang No. 21 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers karena sifatnya yang fundamental yang menyangkut fungsi, kewajiban dan hak pers ialah dalam Bab II, pasal 2 ayat 2 dan 3, yang wajib dipahami, dihayati dan ditaati oleh setiap wartawan Indonesia dari reporter di lapangan sampai ke Pimpinan Redaksi dan Pimpinan Umum.

Pasal 2 ayat 2 dari Undang-undang No. 21 Tahun 1982 tentang Ketentuanketentuan Pokok Pers berbunyi sebagai berikut :

"Pers nasional bertugas dan berkewajiban : a. Melestarikan dan memasyarakatkan

Pancasila sebagaimana termaktub di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dengan Pedoman Peng

hayatan dan Pengamalan Pancasila; b. Memperjuangkan pelaksanaan amanat

penderitaan rakyat berlandaskan

Demokrasi Pancasila; c. Memperjuangkan kebenaran dan ke

adilan atas dasar kebebasan pers yang

bertanggung jawab; d. Menggelorakan semangat pengabdian

perjuangan bangsa, memperkokoh persatuan dan kesatuan nasional, mempertebal rasa tanggung jawab dan disiplin nasional, membantu meningkatkan kecerdasan kehidupan bangsa serta menggairahkan partisipasi rakyat

dalam pembangunan; e. Memperjuangkan terwujudnya

internasional baru di bidang informasi dan komunikasi atas dasar kepentingan nasional dan percaya pada kekuatan diri sendiri dalam menjalin kerja sama regional, antar-regional dan internasional khususnya di bidang pers".

Pasal 2 ayat 3 dari Undang-undang No. 21 Tahun 1982 bersumber dari isi GBHN yang tadi telah dikutip, dan merupakan ayat yang penting karena meletakkan atau mendefinisikan peranan dan fungsi pers, yaitu sebagai berikut :

"Dalam rangka meningkatkan peranannya dalam pembangunan, pers berfungsi sebagai penyebar informasi yang obyektif, menyalurkan aspirasi rakyat, meluaskan komunikasi dan partisipasi masyarakat serta melakukan kontrol sosial yang konstruktif. Dalam hal ini perlu dikembangkan interaksi positif antara Pemerintah, pers dan masyarakat”.

Pasal 3 dari Undang-undang No. 21 Tahun 1982 merumuskan hak pers sebagai berikut :

"Pers mempunyai hak kontrol, kritik dan koreksi yang bersifat konstruktif".

Pasal 2 ayat 2 dan 3 serta pasal 3 di atas menjadi sangat penting, karena dalam Undang-undang No. 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers, khususnya pasal 14 ayat (4) ditegaskan sebagai berikut :

Dalam pasal ini terdapat 8 ayat yang menarik tentang cara pemberitaan dan menyatakan pendapat. Pasal-pasal lain dari Kode Etik Jurnalistik antara lain yang mengatur tentang Hak Jawab (pasal 4), Sumber Berita (pasal 5), dan yang terakhir, pasal 6, memuat tentang Kekuatan Kode Etik.

Apabila semua anggota PWI benarbenar memahami, menghayati dan mengamalkan Kode Etik Jurnalistik sesuai dengan apa yang telah ditetapkan oleh Persatuan Wartawan Indonesia sendiri maka rasanya tidak perlu timbul persoal an-persoalan yang tidak dikehendaki, baik oleh wartawan itu sendiri, masyarakat yang kebetulan menjadi objek berita, maupun Pemerintah.

"Pimpinan umum, Pimpinan Redaksi dan Pimpinan Perusahaan harus memahami benar-benar kedudukan dan fungsi pers seperti yang dimaksud dalam pasal 2 dan pasal 3 Undang-undang ini".

Dan pasal 16 ayat (1) b dari Undangundang No. 11 Tahun 1966 itu menentukan syarat-syarat untuk menjadi wartawan sebagai berikut :

"Memahami sepenuhnya kedudukan, fungsi dan kewajiban pers sebagai tercantum dalam pasal 2 dan pasal 3 Undang-undang ini".

Jadi kalau Pimpinan Umum, Pimpinan Redaksi, Pimpinan Perusahaan dan wartawan tidak "memahami benar-benar kedudukan dan fungsi pers seperti yang dimaksud dalam pasal 2 dan pasal 3 Undang-undang ini" maka menurut ketentuan di atas itu bertentangan dengan Undang-undang Nilai-nilai Kemasyarakatan

Sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat bangsa Indonesia dapat dipandang sebagai aspek hukum tak tertulis dari Sistem Pers Pancasila, yang dalam pembinaan pers nasional, nilai-nilai tersebut merupakan landasan kemasyarakatan dari pers. Falsafah Pancasila yang menjadi dasar sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat juga menentukan corak, sifat dan kedudukan persnya.

Nilai-nilai sosial budaya masyarakat yang berlaku di dunia Barat misalnya secara alamiah berbeda dengan nilai-nilai yang berlaku di Indonesia. Namun demikian tidak dapat dihindarkan bahwa nilainilai yang berlaku di negara yang satu memperoleh masukan atau pengaruh dari bangsa lain dalam proses hubungan antarmanusia dan antarbangsa. Hal tersebut terjadi sebagai akibat dari kemajuan teknologi yang sangat pesat, yang membuat hubungan antarbangsa yang semakin intensif dengan berbagai kemudahan, sehingga dunia ini terasa semakin kecil dan interaksi serta interdependensi antarbangsa semakin terasa.

Apabila ada aspek-aspek positif pengaruh nilai budaya luar, biasanya ia tersaring dan tersesuaikan secara alamiah dengan kondisi setempat. Namun ini tidak berarti bahwa aspek-aspek negatif dari budaya luar itu tidak bisa menembus ke Budaya kita. Justru aspek-aspek negatif inilah yang harus dihindari.

B. BIDANG PENGUSAHAAN PERS

Pada uraian terdahulu telah dikemukakan berbagai aspek hukum Sistem Pers Pancasila di bidang idil dan profesional. Maka pada uraian ini akan kita bahas mengenai aspek hukum sistem pers yang menyangkut bidang pengusahaannya.

Aspek hukum segi pengusahaan yang menjadi dasar Sistem Pers Pancasila adalah pasal 33 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi sebagai berikut : "'Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”.

Kemudian dalam penjelasan Pasal 33 dari UUD 1945 disebutkan sebagai berikut : "'Dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua di bawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasai atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi".

Dari pasal 33 beserta penjelasannya ini dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam mengelola ekonomi bentuk perusahaan yang paling sesuai adalah Koperasi, atau setidak-tidaknya yang didasari kekeluargaan dan kebersamaan yang sesungguhnya merupakan hakikat koperasi itu sendiri. Demikianlah pula dalam pengusahaan pers, segi pengusahaannya yang paling sesuai adalah yang mencerminkan usaha bersama dan berdasar atas asas kekeluargaan, karena dengan asas ini

Pokok Pers memiliki ciri-ciri yang positif dalam rangka mendorong tumbụh dan berkembangnya perusahaan pers yakni adanya ketentuan yang berlaku bagi perusahaan pers yang tadinya memerlukan SIT (Surat Izin Terbit) dan telah diubah menjadi SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers).

Pada dasarnya hakikat SIUPP adalah untuk mewujudkan kehidupan pers yang dalam segi idiil berjiwakan pasal 28 UUD 1945 dan segi manajemennya berdasarkan pasal 33 UUD 1945. Sedangkan media periklanan pada prinsipnya merupakan hal yang positif, karena iklan selain menunjang kehidupan perusahaan pers, juga bagi masyarakat merupakan sarana komunikasi yang praktis antara produsen dan konsumen. Bahkan dalam Undang-undang Pokok Pers ditegaskan bahwa adanya iklan memang sangat diperlukan oleh perusahaan pers. Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) dan Usaha Bersama

Aspek hukum yang menyangkut SIUPP seperti tercantum dalam Undang-undang No. 21 Tahun 1982 lebih lanjut diatur dalam Peraturan Menteri Penerangan RI

No. 01/PER/MENPEN/1984 tentang Surat Izin Usaha Penerbitan Pers.

Diberlakukannya Peraturan Menteri Penerangan RI No. 01/PER/MENPEN 1984 tentang SIUPP tersebut seperti disebutkan tadi mencerminkan pasal 33 UUD 1945 dalam rangka mewujudkan Sistem Pers Pancasila dalam bidang pengusahaannya. Pasal-pasal yang menggambarkan pencerminan dari jiwa dengan asas usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan tersebut adalah pasal 16, yang uraiannya adalah sebagai berikut : (1) Perusahaan/penerbit

perusahaan tidak semata-mata mencari keuntungan akan tetapi lebih mencerminkan kebersamaan, termasuk kebersamaan dalam rasa memiliki perusahaan pers tersebut.

Meskipun dalam kenyataan banyak perusahaan pers nasional berbeniuk hukum Perseroan Terbatas (P.T.) hal ini disebabkan oleh alasan bahwa bentuk perusahaan tersebut lebih lugas dan mudah dikendalikan dari segi manajemennya. Namun demikian, bentuk-bentuk badan usaha lain di luar koperasi pun dapat diselenggarakan sesuai dengan jiwa pasal 33 UUD 1945, karena yang terpenting disini bukan bentuknya saja, tetapi jiwa penjabarannya.

Dalam hubungan ini, adanya ketentuan tentang diperuntukkannya sekurangkurangnya 20% dari modal perusahaan bagi seluruh wartawan/karyawan secara kolektif sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Penerangan RI No. 01/PER/MENPEN/1984, pasal 16 a mencerminkan asas gotong-royong dan koperasi sesuai dengan jiwa Pasal 33 UUD 1945.

Hal ini dilaksanakan oleh penerbitanpenerbitan pers, namun belum semua penerbitan pers di seluruh Indonesia, karena kondisi intern perusahaan pers yang bersangkutan. Namun asas gotongroyong dan kebersamaan ini telah menjadi ketentuan yang harus dilaksanakan oleh semua perusahaan penerbitan pers.

Undang-undang No. 11 Tahun 1966 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 4 Tahun 1967 dan disempurnakan dengan Undang-undang No. 21 Tahun 1982, memberikan jaminan hukum kepada pers nasional agar dapat menjalankan fungsinya dengan sebaikbaiknya, dapat melaksanakan tugas kewajibannya dan menggunakan hak-haknya serta menyongsong perkembangan di masa mendatang akibat kemajuan ilmu dan teknologi di segala bidang, khususnya bidang pers.

Dalam Undang-undang Pokok Pers terdapat Bab yang mengatur mengenai perusahaan pers, karena pers juga harus didukung secara finansial dan materiil agar dapat tetap bertahan hidup, bahkan diharapkan dapat semakin tumbuh dan berkembang.

Setelah mengalami perubahan dan penyempurnaan justru Undang-undang

memperoleh kesempatan diikutsertakan dalam pemilikan tidak le

bih dari 10 (sepuluh) tahun; c. Saham atau bentuk pemilikan lain

nya sebagaimana dimaksud ayat (1) a pasal ini tidak boleh jatuh ke tangan orang yang bukan karyawan perusahaan/penerbit

pers yang bersangkutan, dan oleh karenanya pemilikan saham atau bentuk pemilikan lainnya oleh wartawan dan karyawan pers ber

sifat kolektif. Dengan adanya ketentuan tentang saham atau bentuk pemilikan lainnya tersebut, hubungan pengusaha dan karyawan bukan lagi sekadar hubungan antara pengusaha yang memberi upah dengan buruh yang mendapat upah, melainkan telah meningkat menjadi semacam usaha bersama karena karyawan juga merasa turut memiliki perusahaan tempatnya bekerja.

7. Sistem Pers Pancasila, sesuai dengan Garis-garis Besar Haluan Negara menganut prinsip pers yang sehat, pers yang bebas dan bertanggung jawab. Sehat isi dan pengusahaannya dan bebas disertai tanggung jawab dalam pemberitaannya.

8. Di samping Undang-undang dan peraturan peraturan perundang-undangan yang mengatur kehidupan pers, keputusan-keputusan lembaga yang ditetapkan oleh Undang-undang, yaitu Dewan Pers dan ketentuan-ketentuan pokok yang ditentukan oleh masyarakat pers sendiri, seperti Kode Etik Jurnalistik merupakan pedoman-pedoman yang patut diperhatikan dan ditaati oleh masyarakat pers.

9. Mekanisme interaksi positif antara Pemerintah, pers dan masyarakat merupakan sarana yang dampaknya saling menguntungkan dan saling mengisi antara tiga komponen utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, di mana Pemerintah memerlukan pers, pers juga memerlukan Pemerintah, sedangkan Pemerintah bersama pers berfungsi melayani masyarakat yang memerlukan baik Pemerintah maupun pers.

Ketiga unsur tersebut dalam interaksi positifnya bahu-membahu melaksanakan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila.

V. BEBERAPA KESIMPULAN

Dari uraian di atas, dapatlah disimpulkan pokok-pokok sebagai berikut :

1. Sistem Pers Pancasila adalah sistem pers yang didasarkan kepada lima sila seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu : Ketuhanan Yang Mahaesa; Kemanusiaan yang adil dan beradab; Persatuan Indonesia; Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan dan Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

2. Sistem Pers Pancasila merupakan subsistem dari sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, yaitu sistem nasional yang didasarkan pada Ideologi Pancasila.

3. Sistem Pers Pancasila tidak berada di luar sistem nasional, tetapi merupakan bagian integral dari pada sistem nasional. Dengan demikian Sistem Pers Pancasila tersebut turut mendukung dan menyukseskan sistem nasional melalui pembangunan nasional, karena pembangunan nasional adalah pengamalan Pancasila.

4. Perintah pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 bahwa "Kemerdekaan berserikat dan berkumpul mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undangundang" dalam kaitannya dengan pers

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA