Setelah soeharto menerima supersemar langkah pertama yang diambil adalah

Setelah Letjen Soeharto menerima Supersemar, langkah pertama yang diambil adalah?

  1. membubarkan PKI
  2. menstabilkan situasi politik
  3. menstabilkan situasi ekonomi
  4. menciptakan keamanan dan ketertiban
  5. menciptakan kesejahteraan hidup dalam masyarakat

Jawaban yang benar adalah: A. membubarkan PKI.

Dilansir dari Ensiklopedia, setelah letjen soeharto menerima supersemar, langkah pertama yang diambil adalah membubarkan PKI.

[irp]

Pembahasan dan Penjelasan

Menurut saya jawaban A. membubarkan PKI adalah jawaban yang paling benar, bisa dibuktikan dari buku bacaan dan informasi yang ada di google.

Menurut saya jawaban B. menstabilkan situasi politik adalah jawaban yang kurang tepat, karena sudah terlihat jelas antara pertanyaan dan jawaban tidak nyambung sama sekali.

[irp]

Menurut saya jawaban C. menstabilkan situasi ekonomi adalah jawaban salah, karena jawaban tersebut lebih tepat kalau dipakai untuk pertanyaan lain.

Menurut saya jawaban D. menciptakan keamanan dan ketertiban adalah jawaban salah, karena jawaban tersebut sudah melenceng dari apa yang ditanyakan.

[irp]

Menurut saya jawaban E. menciptakan kesejahteraan hidup dalam masyarakat adalah jawaban salah, karena setelah saya coba cari di google, jawaban ini lebih cocok untuk pertanyaan lain.

Kesimpulan

Dari penjelasan dan pembahasan serta pilihan diatas, saya bisa menyimpulkan bahwa jawaban yang paling benar adalah A. membubarkan PKI.

[irp]

Jika anda masih punya pertanyaan lain atau ingin menanyakan sesuatu bisa tulis di kolom kometar dibawah.

Home / Sejarah / Soal IPA / Soal IPS

Terangkan tindakan pertama yang dilakukan Soeharto setelah menerima Supersemar!

Tindakan pertama yang dilakukan Soeharto setelah menerima Supersemar adalah membubar- kan dan melarang PKI beserta organisasi massanya yang bernaung dan berlindung ataupun seasas dengannya di seluruh Indonesia, terhitung sejak tanggal 12 Maret 1966.


------------#------------

Jangan lupa komentar & sarannya
Email:


Newer Posts Older Posts

WARTA KOTA, PALMERAH -- Peristiwa terkelam di tahun 1965 dalam sejarah bangsa berlanjut di episode 1966 dan sehari setelah 11 Maret.

Tepatnya 12 Maret 1966 atau satu hari setelah keluarnya Surat Perintah Sebelas Maret yang dikenal dengan Super Semar, genap 52 tahun yang lalu.

Peristiwa berdarah dan sangat mengerikan berlangsung dengan tema penumpasan PKI.

Penumpasan memang bermakna peristiwa berdarah yang menimbulkan sejarah dan dendam berkepanjangan pada sebagian anak bangsa.

Peneliti Sejarah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam mengatakan, Surat Perintah 11 Maret 1966 atau Super Semar sebenarnya berisi perintah Soekarno kepada Soeharto untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memulihkan ketertiban dan keamanan umum.

Perintah lainnya, meminta Soeharto untuk melindungi Presiden, semua anggota keluarga, hasil karya dan ajarannya.

Akan tetapi, kata Asvi, Soeharto tidak melaksanakan perintah tersebut dan mengambil tindakan sendiri di luar perintah Presiden Soekarno.

Menurut Asvi, tindakan yang dilakukan Soeharto karena Soekarno telah membuat kesalahan fatal dengan mencantumkan kalimat "mengambil suatu tindakan yang dianggap perlu."

Meski demikian, dalam artikel sebelumnya di Warta Kota, terungkap, surat itu memang konsepnya bukan dari Soekarno, bahkan surat asli Super Semar itu konsepnya berasal dari Angkatan Darat (AD).

"Frasa itu menjadi blunder yang dilakukan Bung Karno. Seorang sipil memberikan perintah yang tidak jelas pada seorang tentara. Perintah kepada tentara seharusnya itu kan jelas, terbatas, dan jelas jangka waktunya," ujar Asvi, saat dijumpai Kompas.com.

Asvi mengatakan, sebagai seorang sipil, Soekarno seharusnya tidak memberikan perintah yang tidak jelas kepada seorang tentara.

Lebih dekat dengan kekuasaan Surat perintah itu dinilai membawa Soeharto selangkah lebih dekat dengan kekuasaan.

Tafsir atas "mengambil suatu tindakan yang dianggap perlu" menjadi pengambilalihan kekuasaan dari Soekarno.

"Itu kan selangkah lagi untuk mengambil kekuasaan. Betul Jika dikatakan surat itu adalah kunci pengambilalihan kekuasaan. Jadi, kalau pakai itu, tinggal diputar kuncinya dan dapatlah kekuasaan," ujar Asvi.

Memang setelah itu, banyak peristiwa terjadi termasuk dalam kaitan penumpasan PKI.

Setelah menerima Supersemar, langkah pertama yang dilakukan Soeharto adalah membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan Surat Keputusan Presiden No 1/3/1966.

Surat itu dibuat dengan mengatasnamakan Presiden bermodal mandat Super Semar yang ditafsirkan oleh Soeharto sendiri.

Langkah kedua, Soeharto mengeluarkan Surat Keputusan Presiden No 5 tanggal 18 Maret 1966 tentang penahanan 15 orang menteri yang dianggap terkait PKI dan terlibat Gerakan 30 September 1965.

Presiden Soekarno sempat mengecam tindakan Soeharto menggunakan Super Semar di luar kewenangan yang diberikannya.

Dalam pidatonya yang berjudul “Jangan Sekali-Sekali Meninggalkan Sejarah” (Jasmerah), 17 Agustus 1966, Soekarno menegaskan bahwa Super Semar bukanlah transfer of sovereignity  (pengalihan kedaulatan) dan bukan pula transfer of authority (pengalihan wewenang).

"Dikiranya, Super Semar itu adalah surat penyerahan pemerintahan. Dikiranya Super Semar itu suatu transfer of soverignty. Transfer of authority," katanya.

Padahal, kata Asvi, tidak demikian.

"Super Semar adalah suatu perintah pengamanan. Perintah pengamanan jalannya pemerintahan," katanya.

Kecuali itu, kata dia, juga perintah pengamanan keselamatan pribadi Presiden.

"Perintah pengamanan wibawa Presiden. Perintah pengaman ajaran Presiden. Perintah pengamanan beberapa hal," kata sejarawan LIPI ini.

Pada tahun itu pula, kata Asvi, MPRS menetapkan TAP MPRS No. IX/MPRS/1966 tentang Super Semar karena kekhawatiran Super Semar akan dicabut oleh Soekarno

Sementara itu, menurut sejarawan Baskara T Wardaya melalui buku "Membongkar Supersemar", penetapan Super Semar sebagai ketetapan MPRS telah mengikis habis kekuasaan Soekarno sekaligus menghilangkan kemampuannya untuk mencegah tindakan politis yang dilakukan Soeharto atas nama surat tersebut.

Menurut Asvi, awalnya Soebandrio pernah menyarankan kepada Soekarno bahwa perintah kepada Soeharto sebaiknya diberikan dalam bentuk lisan saja.

Saran tersebut ditolak oleh Amirmachmud, sehingga menjadi perintah tertulis.

Soekarno juga pernah mencoba mengeluarkan perintah untuk menyebarkan surat yang membantah Super Semar.

Ia meminta bantuan Dubes Indonesia untuk Kuba, AM Hanafi, namun tindakan tersebut tidak membuahkan hasil.

Upaya kedua dilakukan Soekarno lewat Suryadharma, bekas Panglima Angkatan Udara.

Tindakan ini juga gagal karena Suryadharma mengatakan bahwa sudah tidak ada lagi jalur yang bisa digunakannya untuk menyebarluaskan perintah Soekarno.

"Pers juga tidak mau memberitakan," tutur Asvi.

Dengan terjadinya penangkapan dan tindakan represif setelah Super Semar diterbitkan, banyak peristiwa yang tercatat dan tidak tercatat dalam sejarah bangsa.

Super Semar memang diawali dengan penodongan dalam arti tidak melulu ditodong senjata api, tapi sudah diserahkan surat yang sudah dikonsep oleh Soeharto dan kawan-kawan (dkk) untuk ditandatangani oleh Soekarno.

Setelah itu, terjadi perburuan dan penangkapan terhadap sejumlah orang terkait PKI.

Semua ajaran PKI dilarang bahkan buku-buku yang dianggap karya orang yang terkait PKI juga dilarang.

Misalnya buku-buku karya Pramoedya Ananta Toer, yang banyak berkisah tentang sejarah bangsa dan negara ini bahkan dilarang.

Padahal, buku-buku berharga itu dibaca banyak bangsa di negara lain termasuk di antaranya di Malaysia menjadi bacaan wajib, khususnya tetralogi Pulau Buru, yang terdiri dari buku masterpiece karya Pramoedya Ananta Toer seperti Bumi Manusia.

Sumber : wartakota.tribunnews.com, 12 Maret 2018

Sivitas Terkait : Dr. Asvi Warman Adam APU.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA