Sebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi lunturnya penggunaan bahasa daerah

Ilustrasi. Medcom.id

Jakarta: Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemendikbudristek, E. Aminudin Aziz menyebut kemampuan masyarakat dalam berbahasa daerah kian luntur. Terdapat beberapa tantangan besar dalam melindungi bahasa daerah.

"Sikap dari penutur di sejumlah daerah itu mengatakan buat apa berbahasa daerah lagi. Toh memang sudah tidak banyak digunakan," kata Aziz dalam webinar Urgensi Pelestarian Bahasa daerah sebagai Kekayaan Bangsa dan Penyokong Bahasa Nasional, Rabu 27 Oktober 2021.

Ia menyebut, sejumlah penutur memprediksi jika bahasa daerah bakal tinggal kenangan. Atau, hanya sekadar untuk menghidupkan romantisme masa lalu.

Baca: Nadiem Bikin Pegiat Musik Tradisi di Toba Menangis Terisak-isak, Ini Sebabnya

Ia mengatakan, salah satu penyebab lunturnya bahasa daerah karena adanya migrasi masyarakat. Saat seseorang berpindah, mereka tak lagi menggunakan bahasa daerah.

"Dengan mobilitas itu kemudian bahasa daerah mati dengan sendirinya," terang dia.

Selanjutnya, kata dia, terancam punahnya bahasa daerah disebabkan adanya perkawinan beda etnis. Hal itu akan berdampak pada penurunan bahasa daerah kepada anak.

"Akhirnya menimbulkan konflik apakah anak diajarkan dibesarkan dengan bahasa ibunya atau ayahnya atau yang lain," sebut Aziz.

Globalisasi yang mengarah ke monolingualisme juga berpengaruh terhadap memudarnya penggunaan bahasa daerah. "Dengan adanya bahasa besar yang kuat secara politik dan ekonomi seperti bahasa inggris, ini melemahkan bahasa lainnya termasuk bahasa daerah," tutur dia.

Editor : Arga Sumantri

Top 1: Tuliskan 5 penyebab kepunahan bahasa daerah - Brainly.co.id

Pengarang: brainly.co.id - Peringkat 94

Ringkasan: . aapakah yg dimaksud dengan jaringan​ . setiap hari libur Anggi selalu membantu Ibunya membersihkan rumah pada hari Minggu Anggi membantu ibu membersihkan rumah dengan mengepel lantai setela. … h lantai diper-kan ada goresan di lantai granit kemungkinan yang terjadi setelah lantai di Pel adalah​ Corak Agama Kerajaan Majapahit adalah..#No Copas​ . berdasarkan aktifitas yang di tunjukkan dalam gambar, sumber daya alam apa yang digunakan untuk menghidup

Hasil pencarian yang cocok: Jawaban · 1. kurang nya kecintaan wni dalam mempelajari bahasa daerah · 2. masuknya bahasa asing ke indonesia · 3. orang tua tidak lagi mengajarkan ... ...

Top 2: Sebutkan 3 penyebab bahasa daerah hampir punah di Indonesia - Brainly

Pengarang: brainly.co.id - Peringkat 105

Ringkasan: . aapakah yg dimaksud dengan jaringan​ . setiap hari libur Anggi selalu membantu Ibunya membersihkan rumah pada hari Minggu Anggi membantu ibu membersihkan rumah dengan mengepel lantai setela. … h lantai diper-kan ada goresan di lantai granit kemungkinan yang terjadi setelah lantai di Pel adalah​ Corak Agama Kerajaan Majapahit adalah..#No Copas​ . berdasarkan aktifitas yang di tunjukkan dalam gambar, sumber daya alam apa yang digunakan untuk menghidup

Hasil pencarian yang cocok: Ini menjadi faktor utama kepunahan bahasa, karena penduduk yang pindah tempat otomatis tidak akan memakai bahasa daerahnya. Jika perpindahan ... ...

Top 3: Faktor Penyebab Lunturnya Bahasa Daerah di Indonesia

Pengarang: blokbojonegoro.com - Peringkat 147

Ringkasan: blokbojonegoro.com | Saturday, 18 November 2017 20:00Penulis: Lisa Anggriani Di zaman yang semakin berkembang, dunia seakan menawarkan kehidupan yang serba modern dan canggih. Seiring dengan perkembangan zaman, masyarakat seakan terlena akan kehidupan mewah itu. Tidak dapatdipungkiri bahwa globalisasi membawa dampak positif dari segi ekonomi, politik dan kemudahan berinteraksi. Namun, disamping membawa pengaruh positif, globalisasi juga membawa dampak negatif terhadap penggunaan bahasa daerah y

Hasil pencarian yang cocok: 18 Nov 2017 — Menurut penulis, lunturnya bahasa daerah dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu dari lingkungan keluarga,penggunaan bahasa dalam pendidikan dan ... ...

Top 4: Faktor Penyebab Hilangnya 139 Bahasa Daerah di Indonesia

Pengarang: kompasiana.com - Peringkat 179

Ringkasan: Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona Pada artikel sebelumnya telah dibahas mengenai ragam etnis di Indonesia serta berbagai jenis bahasa dan keunikannya. Pada artikel kali ini saya akan membahas mengenai factor apa sajakah yang menyebabkan hilang atau punahnya bahasa dari suatu etnis/suku bangsa.Indonesia adalah Negara pemilik bahasa daerah terbanyak kedua di dunia setelah papua nugini. Jumlah bahasa daerah di Indonesia saat ini kurang lebih mencapai 700-an, namun sekitar 139

Hasil pencarian yang cocok: 30 Des 2017 — Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi hilang atau punahnya bahasa-bahasa daerah tersebut, diantaranya adalah karena adanya pengaruh ... ...

Top 5: kepunahan bahasa-bahasa daerah: faktor penyebab dan implikasi ...

Pengarang: jmb.lipi.go.id - Peringkat 120

Hasil pencarian yang cocok: oleh H Tondo · 2009 · Dirujuk 88 kali — termasuk persoalan kepunahan bahasa daerah. ... banyak faktor yang dapat menyebabkan kepunahan bahasa. Berikut ... Hal ini turut mempengaruhi. ...

Top 6: Ancaman Kepunahan Bahasa Daerah: Penyebab dan Pencegahannya

Pengarang: lpmhayamwuruk.org - Peringkat 156

Ringkasan: Gambar : Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. “Ibune sampun linggar?”  (Ibunya Sudah Pergi?). “Ayun ning pundi, Kang?”  (Mau Kemana, Kang?). “Permios, geriyane Pak Juned ning pundi?” (Permisi, rumahnya Pak Juned di mana?). Bahasa yang digunakan di atas adalah bahasa Jawa dialek Banten tingkat Bebasan (krama), yang mungkin tidak akan kita dengar lagi 30-50 tahun ke depan. Karena, menurut Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Bahasa Jawa dialek Banten Bebasan sudah terancam punah

Hasil pencarian yang cocok: 9 Mar 2021 — Bahasa daerah dianggap terancam punah apabila semua penuturnya berumur 20 ... menyebutkan ada 10 faktor penyebab punahnya bahasa daerah. ...

Top 7: Bahasa Daerah di Indonesia Terancam Punah, Ini Faktor ...

Pengarang: amp.kompas.com - Peringkat 174

Ringkasan: . Lihat FotoKOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO Mahasiswa Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta mengikuti kirab budaya di kampus mereka di kawasan Karangmalang, Depok, Sleman, DI Yogyakarta, Jumat (7/12/2012). Kegiatan tersebut untuk memprotes rencana penghapusan muatan lokal bahasa daerah pada perubahan kurikulum yang akan datang. . KOMPAS.com - Keberadaan bahasa daerah di Indonesia kian hari makin tersisihkan. Bahkan beberapa bahasa daerah terancam punah karena sepi penutur..

Hasil pencarian yang cocok: 24 Jul 2021 — Bahasa daerah di Indonesia terancam punah. Salah satu faktor pemicunya, yakni bahasa daerah dianggap simbol keterbelakangan dan kemiskinan. ...

Top 8: Agustina DS_Prosiding_ISBN 978-602-1194-57-7_Bahasa Ibu ...

Pengarang: repository.unej.ac.id - Peringkat 243

Hasil pencarian yang cocok: oleh AD Setyari — satu kearifan lokal itu tentu dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi punahnya beberapa bahasa daerah itu adalah sebagai berikut. ...

Top 9: Ini penyebab bahasa daerah bisa punah | merdeka.com

Pengarang: m.merdeka.com - Peringkat 125

Ringkasan: Merdeka.com - Bahasa ibarat makhluk hidup yang akan menemui ajalnya jika tak ada yang memakainya. Maka tidak heran jika ke depan makin banyak bahasa daerah punah karena ditinggalkan pemakainya.Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Dingding Khaerudin mengungkapkan, untuk melestarikan bahasa daerah harus ada kepedulian dari masyarakat atau pemakainya. “Jika masyarakatnya tak peduli dengan bahasanya, bahasa akan punah. Setiap makhluk hidup akan mus

Hasil pencarian yang cocok: 28 Okt 2015 — Ini menjadi faktor utama kepunahan bahasa, karena penduduk yang pindah tempat otomatis tidak akan memakai bahasa daerahnya. BACA JUGA: Keakraban ... ...

Gambar : Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

“Ibune sampun linggar?”  (Ibunya Sudah Pergi?)

“Ayun ning pundi, Kang?”  (Mau Kemana, Kang?)

“Permios, geriyane Pak Juned ning pundi?” (Permisi, rumahnya Pak Juned di mana?)

Bahasa yang digunakan di atas adalah bahasa Jawa dialek Banten tingkat Bebasan (krama), yang mungkin tidak akan kita dengar lagi 30-50 tahun ke depan. Karena, menurut Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Bahasa Jawa dialek Banten Bebasan sudah terancam punah dan akan menjadi kritis jika bahasa tersebut tidak lagi dipelihara oleh masyarakatnya. Bahasa daerah dianggap terancam punah apabila semua penuturnya berumur 20 tahun ke atas dan jumlahnya sedikit, sementara generasi tua tidak berbicara menggunakan bahasa tersebut kepada anak-anaknya atau lingkungan mereka sendiri.

Indonesia adalah negara heterogen yang memiliki beragam suku, entik, dan ras, dan karenanya Indonesia menjadi negara yang memiliki bahasa yang beragam. Badan Bahasa, melalui kegiatan Pemetaan Bahasa yang dilakukan sejak 1991, menyatakan Indonesia memiliki 718 bahasa daerah. Dengan rincian sebagai berikut:

Dari 718 bahasa daerah, Badan Bahasa baru melakukan kajian pada 94 bahasa untuk melihat daya hidup bahasa tersebut. Dalam hal ini, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa mencatat 8 bahasa daerah yang sudah punah, yaitu: Bahasa Tandia (Papua Barat), Bahasa Mawes (Papua), Bahasa Kajeli (Maluku), Bahasa Piru (Maluku), Bahasa Moksela (Maluku), Bahasa Palumata (Maluku), Bahasa Hukumina (Maluku), Bahasa Hoti (Maluku). Bahasa Serua dan Nila belum punah, namun penuturnya berpindah.

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa mengelompokan status bahasa daerah di Indonesia menjadi beberapa kategori berdasarkan penuturnya, yaitu:

  • Bahasa aman, jika bahasa tersebut masih digunakan oleh semua kalangan dalam entik tersebut.
  • Bahasa rentan, jika penutur bahasa tersebut, baik anak maupun orang dewasa, jumlahnya sedikit.
  • Bahasa mengalami kemunduran, apabila bahasa tersebut dituturkan oleh sebagian anak dan orang dewasa, sedangkan sebagiannya tidak
  • Bahasa terancam punah, jika semua penuturnya berumur 20 tahun ke atas dan jumlahnya sedikit, sementara generasi tua tidak menuturkan bahasa tersebut kepada anaknya atau kalangan mereka sendiri.
  • Bahasa disebut kritis apabila penutur bahasanya berumur 40 tahun ke atas dan jumlahnya hanya sedikit.
  • Bahasa dapat disebut punah, apabila sudah tidak ada lagi yang menggunakannya.

Pengelompokan bahasa sesuai dengan kategori di atas, bisa diakses di sini 

“Bahasa-bahasa (daerah) tersebut mulai menurun statusnya dari aman menjadi rentan, rentan menjadi mengalami kemunduran, dan seterusnya, ketika bahasa-bahasa tersebut tidak lagi dipakai, atau berkurang fungsinya sebagai alat komunikasi dalam berbagai ranah,” ujar Koordinator Kelompok Kepakaran dan Layanan Profesional Pelindungan Bahasa dan Sastra, Anita Astriawati Ningrum.

Fanny Henry Tondo dalam Kepunahan Bahasa-Bahasa Daerah: Faktor penyebab dan Implikasi Etnologis dalam Jurnal Masyarakat & Budaya (284-290: 2009), menyebutkan ada 10 faktor penyebab punahnya bahasa daerah. Faktor-faktor tersebut adalah:

  • Pengaruh bahasa mayoritas di lingkungan yang menggunakan bahasa daerah.
  • Kondisi masyarakat penuturnya yang bilingual atau bahkan multilingual. Penutur yang bilingual atau multilingual dapat menyebabkan tercampurnya bahasa daerah dengan beberapa bahasa yang penutur kuasai.
  • Faktor globalisasi mendorong penutur bahasa untuk dapat berkomunikasi dan berinteraksi dengan penutur bahasa lain yang berasal dari daerah lain atau bahkan negara lain.
  • Migrasi penduduk keluar daerah, karena alasan apapaun, dapat menyebabkan punahnya bahasa tersebut jika dia tidak menuturkannya pada keluarga atau anaknya nanti.
  • Perkawianan antar etnik juga mendorong kepunahan bahasa daerah. Karena, perkawinan antar etnik akan sulit berkomunikasi jika menggunakan daerah masing-masing, akhirnya mereka menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi.
  • Bencana alam dan musibah yang meleyapkan seluruh penutur bahasa daerah di suatu tempat.
  • Kurangnya penghargaan dan kebanggan atas bahasa daerah oleh penuturnya.
  • Kurangnya intensitas komunikasi menggunakan bahasa daerah.
  • Faktor ekonomi secara tidak langsung dapat mendorong bahasa menuju kepunahan. Banyak penutur bahasa daerah yang lebih sering menggunakan bahasa lain, misalnya bahasa Indonesia atau bahasa Inggris, dalam motif tertentu, seperti pekerjaan.
  • Keberadaan bahasa Indonesia juga mendorong kepunahan bahasa daerah. Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi banyak digunakan di berbagai ranah, pendidikan, pekerjaan, acara kenegaraan, dan lain-lain.

Kepunahan bahasa daerah akan memengaruhi identitas kelompok penutur bahasa tersebut. jika bahasa daerah tersebut punah, maka jati diri dan kebudayaan kelompok penutur juga hilang. Masyarakat akan kehilangan kemampuan untuk memahami kearifan lokal dan pengetahuan tradisonal yang memiliki nilai dan manfaat tinggi untuk masa sekarang.

“Manifestasi atau bentuk kebudayaan yang paling mudah kita lihat adalah bahasanya, jika kita kehilangan suatu bahasa daerah, maka kita akan kehilangan kebudayaan tersebut,” tutur Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro, Sukarjo Waluyo.

Dia juga menyayangkan jika anak muda tidak tahu produk kebudayaan tradisionalnya. “Ada istilah ‘Ngunduh wohing pakarti’ dalam kebudayaan Jawa, artinya ‘memetik buah dari perbuatannya sendiri’. Kalau kita maknai, istilah ini tidak sekadar bahasa, tapi juga bentuk kekayaan budaya. Kosa kata tersebut atau ungkapan tersebut memiliki makna moral yang tinggi. Kalau orang Jawa atau anak-anak remaja tidak tahu ungkapan itu, sangat disayangkan juga.”

Anita mengatakan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa menekankan penilaian daya hidup bahasa daerah pada 10 indikator:

  • Jumlah penuturnya. Jika penuturnya di atas 80%, maka itu masih aman, jika 61-80 berarti sudah rentan, dan seterusnya.
  • Kontak bahasa. Semakin banyak kontak bahasa—semakin banyak penutur tersebut bermobilisasi, baik ke luar kota atau orang kota datang ke daerah tersebut, dapat memengaruhi daya hidup bahasa tersebut.
  • Banyaknya bahasa yang dikuasai oleh seseorang, akan memengaruhi daya hidup bahasanya.
  • Dominasi masyarakat penutur. Peran penutur dalam masyarakat, apakah dia seorang pemuka agama, pejabat negara, atau pelaku ekonomi.
  • Ranah pengunaan. Merujuk pada di mana saja bahasa ini digunakan, apakah dalam pendidikan, perdagangan atau sebagai ekspresi bedaya saja.
  • Sikap penutur. Apakah penutur tersebut mau menggunakannya di semua ranah, sebagian ranah, atau hanya ranah terntentu saja.
  • Regulasi pemerintah juga memengaruhi daya hidup bahasa tersebut, ada atau tidaknya regulasi yang mendukung atau malah membatasi perkembangan bahasa daerah.
  • Pembelajaran dan pewarisan bahasa pada generasi selanjutnya. Penutur bahasa daerah menurunkan bahasa daerah baik orang tua kepada anaknya, maupun guru terhadap muridnya.
  • Ada tidaknya dokumentasi berupa teks, baik buku pelajaran, buku cerita, atau kamus dapat memengaruhi daya hidup bahasa tersebut.
  • Tantangan baru. Seberapa adaptifnya bahasa daerah tersebut terhadap tantangan baru. Seberapa jauh bahasa tersebut dapat menjawab keberadaan teknologi baru, juga media sosial.

Banyaknya keberadaan bahasa daerah di Indonesia bisa menjadi pedang bermata dua. Dengan banyaknya bahasa daerah, Indonesia menjadi kaya akan keberagaman. Namun, dengan banyaknya bahasa, di dunia yang sudah terglobalisasi, maka bahasa yang secara intens digunakan sebagai bahasa penghubung akan secara lambat laun melenyapkan bahasa yang penuturnya sedikit.

“Globalisasi ini, kan, seperti kata ilmuwan budaya barat, Juggernaut. Seperti tank raksasa yang menindas apapun. Yang kecil akan semakin kecil, yang semakin kecil akan hilang, digantikan oleh sesuatu yang mainstream, termasuk dalam konteks bahasa,” ujar dosen yang akrab dipanggil ‘Pak Karjo’ oleh mahasiswanya.

Untuk melestarikan bahasa daerah, harus ada sinergitas peran, baik dari pemerintah, masyarakat, juga akademisi kebudayaan. Pemerintah harusnya mengeluarkan regulasi untuk mendukung pelestarian bahasa daerah. Masyarkat penutur bahasa harus mencitai bahasanya sendiri—mencintai budayanya. Sedangkan akademisi kebudayaan, bisa melakukan dokumentasi dan penelitian pada bahasa-bahasa daerah yang tersebar di Indonesia.

“Dari pihak pemerintah, baik pusat dan daerah, tentu upaya-upaya pelindungan harus dilakukan. Dari membuat regulasi atau kebijakan yang mendukung pelestarian bahasa daerah sampai dengan fasilitasi. Kemudian akademisi dan peneliti juga harus sebanyak mungkin membuat kajian, penelitian, dan dokumentasi bahasa daerah yang bisa digunakan sebagai bahan untuk melakukan tindakan lanjutan terhadap bahasa daerah tersebut. Penutur ini memiliki peran yang sangat penting dalam upaya pelestarian bahasa daerah dan ujung tombak untuk mencegah penurunan status bahasa daerah sebab bahasa daerah akan tetap lestari jika masih digunakan. Jadi para penutur harus tetap memfungsikan bahasa daerah sebagaimana mestinya, baik sebagai alat komunikasi dalam ranah keluarga, sebagai ekspresi budaya, bahkan dalam ranah lain,” jelas Anita.

Reporter: Teguh, Lina

Penulis: Muhsin Sabilillah

Editor: Ban

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA