Perumpamaan yang sering disematkan kepada orang yang berilmu adalah

Posted on December 20, 2019 ·

Perumpamaan Orang Berilmu

عَنْ أَبِي مُوسَى عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَثَلُ مَا بَعَثَنِي اللَّهُ بِهِ مِنْ الْهُدَى وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ الْغَيْثِ الْكَثِيرِ أَصَابَ أَرْضًا فَكَانَ مِنْهَا نَقِيَّةٌ قَبِلَتْ الْمَاءَ فَأَنْبَتَتْ الْكَلَأَ وَالْعُشْبَ الْكَثِيرَ وَكَانَتْ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتْ الْمَاءَ فَنَفَعَ اللَّهُ بِهَا النَّاسَ فَشَرِبُوا وَسَقَوْا وَزَرَعُوا وَأَصَابَتْ مِنْهَا طَائِفَةً أُخْرَى إِنَّمَا هِيَ قِيعَانٌ لَا تُمْسِكُ مَاءً وَلَا تُنْبِتُ كَلَأً فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقُهَ فِي دِينِ اللَّهِ وَنَفَعَهُ مَا بَعَثَنِي اللَّهُ بِهِ فَعَلِمَ وَعَلَّمَ وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللَّهِ الَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ

Dari Abu Musa dari Nabi SAW, Baginda bersabda: “Perumpamaan petunjuk dan ilmu pengetahuan yang Allah mengutusku untuk menyampaikannya adalah seperti hujan lebat yang jatuh ketanah. Diantara tanah itu ada jenis yang dapat menyerap air (subur) sehingga dapat menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan rumput yang banyak. Dan ada tanah yang keras lalu menahan air (tergenang) sehingga dapat diminum oleh manusia, memberi minum haiwan ternak dan untuk menyiram tanaman. Dan ada tanah yang permukaannya yang berbentuk lembah yang tidak dapat menahan air dan juga tidak dapat menumbuhkan tanaman. Perumpamaan itu adalah seperti orang yang belajar agama yang faham dan dapat memanfaatkan apa yang aku disuruh Allah menyampaikannya, dipelajarinya dan mengajarkannya. Begitu jugalah perumpamaan orang yang tidak mahu memikirkan dan mengambil peduli dengan petunjuk Allah yang aku diutus untuk menyampaikannya”. (HR Bukhari No: 77). Status: Hadis Sahih

Pengajaran:

1. Islam menggesa umatnya menuntut ilmu. Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap Muslim lelaki dan wanita.

2. Ilmu sangat penting dalam kehidupan seperti air hujan yang membasahi bumi. Tanpa air kehidupan akan menjadi sukar dan terjejas.

3. Ilmu menjadi alat untuk pembangunan peribadi, keluarga, masyarakat dan Negara

4. Ilmu pengetahuan perlu disertai dengan petunjuk hidayah Allah. Dengannya manusia akan terdorong melakukan perkara-perkara bermanfaat dan bencikan perkara-perkara yang membawa mudarat.

5. Ada orang yang mudah mendapat ilmu, mengamalkan ilmu serta menggunakan ilmu untuk memberi manfaat kepada orang lain. Orang seperti ini seperti bumi yang subur, menyerap air yang turun dan menumbuhkan tanaman untuk manafaat orang lain.

6. Ada orang yang semasa proses pembelajaran tidak mampu menyerapkan atau menyampaikan ilmu kepada orang lain hanya untuk diri dan ahli keluarganya. Ia tetap bermanfaat dan tidak memudaratkan orang lain.

7. Ada juga golongan orang yang menuntut ilmu tetapi hanya dapat pahala belajar kerana tidak mampu menerima ilmu daripada proses pembelajaran tersebut dan tidak pula mampu untuk menyampaikan kepada orang lain di atas kelemahan dirinya.

“Perumpamaan orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia sedang dia melupakan dirinya sendiri seperti lentera yang menerangi manusia tapi membakar dirinya sendiri.” (h.r. Thabrani, hadits hasan. Menurut Nashiruddin Al Albaniy hadits ini shahih, STT, 1/128).

Jangan jadi lilin, sobat Ini pesan singkat tapi sarat makna dan padat inspirasi. Lilin hanya dibutuhkan kalau perlu, bila listrik PLN mati, begitu bagi negeri kaya raya yang sering mati lampu.

Allah Azza wa Jalla telah memperingatkan dengan keras agar kita tidak menjadi orang-orang yang pintar menyuruh orang lain tapi melupakan diri sendiri. Allah berfirman,

“Apakah kamu menyuruh manusia untuk berbuat baik dan engkau lupakan dirimu sendiri, padahal engkau telah membaca Al Kitab, apakah kamu tidak berfikir?” (q.sAl Baqarah : 44)

Ayat ini berkenaan dengan orang-orang ahlul kitab yang hanya suka menyuruh dan menyuruh orang lain pada kebaikan, namun mereka melupakan memperbaiki dirinya sendiri. Namun, sesuai kaidah al ibrah bi umumil lafadz laa bi khushusis sabaab … pelajaran diambil dari umumnya lafadz bukan khususnya sebab, maka maksud ayat ini berlaku juga buat manusia pada umumnya, kaum muslim dan mukmin, lebih-lebih para da’i dan murabbi.

“Wahai orang-orang yang beriman, mengapakah engkau mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan. Amat besar kemurkaan di sisi Allah apabila kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat.” (q.s. As Shaff : 2)

Dua ayat di atas sudah sangat untuk menjadi warning bagi kaum muslimin agar selalu melakukan perbaikan diri(tarbiyah dzatiyah) secara terus menerus, melakukan perubahan dan sekaligus menjadi teladan di tengah umat. Tapi bukan menjadi lilin yang menerangi sementara dirinya terbakar habis. Rasulullah saw juga memperingatkan dalam sabdanya,

“Perumpamaan orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia sedang dia melupakan dirinya sendiri seperti lentera yang menerangi manusia tapi membakar dirinya sendiri.” (HR Thabrani, hadits hasan. Menurut Nashiruddin Al Albaniy hadits ini shahih, STT, 1/128).

Bulan Ramadhan begitu istimewa. Mengapa? Karena banyak da’i baru yang tampil dengan segala mutu, dari berbagai cabang ilmu dan mengalir aneka tafsir. Bila tak hati-hati akan banyak silang sengketa pemaknaan agama yang beraneka warna dan rasa. Nah, dinamika ini menjadi menarik agar para da’i Ramadhan benar-benar menjadikan kegiatan kultum dan kulkas bahkan kultwit menjadi tarbiyah dzatiyah bagi dirinya. Artinya tak lagi “momentum lilin” yang tiba-tiba menyala lalu membakar dirinya begitu bulan Ramadhan selesai maka keshalihannya pun selesai begitu saja.

Tak ada perubahan besar yang terjadi secara tiba-tiba.sering kali, ia dimulai dari sesuatu yang sangat sederhana. Maka ubahlah dirimu, niscaya engkau telah mengambil bagian dalam mengubah dunia dan peradaban. Empat belas abad silam, Rasulullah saw pun telah mengingatkan, ibda’ binafsik (mulailah segala sesuatu itu dari dirimu sendiri).

Imam Asy Syahid Hasan Al Banna juga menegaskan pentingnya hal ini sebagaimana ungkapan beliau, “ashlih nafsaka wad’u ghairaka… perbaikilah dirimu sendiri kemudian serulah orang lain.” Beliau juga menerangkan bahwa orang yang tidak memiliki sesuatu maka tak bisa memberikan apapu pada orang lain, faqidusy syai’ laa yu’tiih.

Pembinaan pribadi dan keluarga adalah dua hal yang sering terlupakan dalam upaya kita menegakkan nilai-nilai islam di negeri ini. Pada hal sudah diketahui umum, bahwa sebuah masyarakat itu dibangun dari kumpulan individu dan keluarga.

Nah, bila kita menginginkan dan mengharapkan perubahan besar negeri ini, pemimpinnya, masyarakatnya, maka kitalah yang harus memulai perubahan itu agar menjadi pelaku dan pelopor kebaikan. “Kita harus menjadi penggembala ilmu bukan sekadar perawi ilmu.” Begitu pesan mendalam para ulama agar kita tidak lagi jarkoni, ngajarke ning tidak ngelakoni alias dakwah omong doing. Dakwah akan efektif bila dimulai dengan keteladanan, lebih proofen. Diikuti karena diakui. Qudwah qobla dakwah.

17/07/2012

Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan bahwa kebutuhan manusia pada ilmu jauh lebih besar daripada kebutuhan mereka akan makan dan minum. Seseorang membutuhkan makan dan minum dalam sehari hanya satu atau dua kali. Sedangkan,ilmu, dibutuhkan manusia setiap detik napasnya. ALLAH berfirman,”ALLAH telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah ia (air) di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengambang. Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti (buih arus) itu. Demikianlah ALLAH membuat perumpamaan tentang yang benar dan yang batil…..”(QS.Ar-Ra’d[13]:17)

ALLAH mengumpamakan ilmu yang diberikan kepada Rasul-Nya dengan air hujan yang diturunkan dari langit sehingga air tersebut mendatangkan manfaat dalam kehidupan manusia banyak. Setelah itu, ALLAH mengumpamakan hati dengan lembah. Hati yang besar dapat menampung ilmu yang banyak, sedang hati yang kecil hanya akan menapung ilmu yang sedikit, seperti halnya dengan lembah. Lembah yang besar akan menampung air yang banyak, sedang lembah yang kecil hanya akan menampung air yang sedikit. ALLAH berfirman,”Maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengembang”. Inilah perumpamaan ALLAH terhadap ilmu. Ketika ilmu itu bercampur dengan hati maka hal-hal yang meragukan di dalam hati akan hilang dengan sendirinya, sebagaimana arus membawa buih yang mengalir di atas permukaan air laut. Jika kedatangan arus, buih itu tidak akan pernah menempati -dengan tetap- di atas air. Begitu pula hal-hal yang syubhat (dapat meragukan) yang senantiasa berada di dalam hati, akan hilang dengan sendirinya ketika hati seseorang di penuhi dengan ilmu. Keranguan itu tidak akan pernah menetap dan mendapatkan tempat di dalam hati yang di penuhi dengan petunjuk dan ilmu-Nya. Mereka adalah orang-orang yang berilmu. ALLAH membuat perumpamaan lain,”….Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti (buih) arus) itu”(QS Ar-Ra’d[13]:17). Maksud ayat ini adalah apa yang mereka lebur yang berupa emas, perak, besi, tembaga, atau logam lain pastilah mengeluarkan buih atau kotoran karena terkena api yang membakarnya. ALLAH mengumpamakan dengan air karena air adalah lambang kehidupan, keteduhan, dan manfaat. Sedangkan perumpamaan dengan api karena bersinar, panas, silau, dan sifatnya yang membakar. AYAT-AYAT AL-QUR’AN menghidupkan hati yang mati, membedakan yang buruk dari yang baik, sebagaimana api melebur emas dan logam-logam lain. Inilah perumpamaan yang sangat luar biasa yang di berikan oleh ALLAH dalam mengumpamakan ilmu. ALLAH berfirman,”Dan perumpamaan-perumpamaan ini kami buat untuk manusia dan tidak ada yang akan memahaminya kecuali mereka yang berilmu”.(QS Al-Ankabut[29]:43)

Sumber : //ummumarwah.blogspot.com

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA