Permasalahan ekonomi yang timbul akibat pandemi Covid-19 di Indonesia

Merdeka.com - Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, bahwa permasalahan ekonomi yang tengah dihadapi oleh Indonesia bukan hiperinflasi. Menurutnya, persoalan ekonomi yang saat ini dihadapi negara ialah penanganan pandemi Covid-19.

"Saudara-saudara sekalian, permasalahan (ekonomi) yang kita hadapi pada hari ini bukan hiperinflasi. Permasalahan yang kita hadapi pada hari ini adalah menangani pandemi," terangnya dalam acara Peringatan Hari Oeang Republik Indonesia (HORI) ke-75, Sabtu (30/10).

Anak buah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati ini menyampaikan, untuk menangani pandemi Covid-19 secara baik diperlukan sejumlah kebijakan yang bersifat prudent atau bijaksana. Ini berlaku baik untuk kebijakan fiskal maupun moneter.

"Jadi, prudent-nya kebijakan fiskal dan kebijakan moneter tetap harus kita pegang," tegasnya.

Selain itu, lanjut Suahasil, untuk mengawal pemulihan ekonomi nasional di tengah pandemi Covid-19 juga diperlukan sinergi yang kuat antar stakeholders terkait. Mengingat, kompleksnya persoalan yang timbul akibat penyebaran virus corona jenis baru tersebut.

"Kerja sama yang baik dengan berbagai kementerian/lembaga, pemerintah daerah, otoritas-otoritas moneter, komite stabilitas sistem keuangan, maupun jajaran aparat penegak hukum menjadi suatu keharusan dan harus ditingkatkan," tandasnya. (mdk/did)

Baca juga:

Pemerintah Sebut Selalu Sukses Turunkan Kasus Covid-19, ini Rahasianya


Pesan Sri Mulyani di Hari Sumpah Pemuda
Uang Pajak Tak Cukup, Indonesia Butuh Rp3.500 Triliun untuk Kurangi Pemakaian PLTU
Bersiap Hidup Berdampingan Covid-19, Pemerintah Minta Jaga Protokol Kesehatan
Cerita Sri Mulyani Tentang Perkembangan Ekonomi Syariah Sejak 30 Tahun Lalu
Pemerintah Siapkan Peta Jalan Transisi Pandemi Jadi Endemi
Jajaran Kemenkeu Diminta Sinergi Beri Pelayanan Solutif

14 Aug 2021, 17:11 WIB - Oleh: Feni Freycinetia Fitriani

Bisnis.com Rektor Universitas Paramadina Didik J. Rachbini

Bisnis.com, JAKARTA - Rektor Universitas Paramadina Didik J. Rachbini mengungkapkan ada lima masalah ekonomi politik paling krusial yang terjadi di Indonesia selama masa pandemi Covid-19.

Hal tersebut dia paparkan dalam acara diskusi publik Paramadina Public Policy Institute (PPPI) dengan tema “Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Fondasi Ekonomi & Agenda Pembangunan di Indonesia" yang berlangsung Jumat (13/8/2021).

"Pertama, fiskal yang rapuh dan utang besar. Utang luar negeri Indonesia hingga Juni 2021 tercatat telah mencapai Rp6.554 triliun dengan beban bunga Rp367,3 triliun. Rasio utang terhadap GDP [gross domestic bruto] sendiri telah mencapai 41,35 persen," ujarnya dalam keterangan resmi, Sabtu (14/8/2021).

Kedua, Didik mengatakan tidak memadainya kepemimpinan dalam kebijakan mengatasi dampak pandemi Covid-19. Menurutnya, banyak pengeluaran sosial justru mengalami tumpang tindih. Hal tersebut, lanjutnya, merefleksikan keadaan dimana kebijakan tidak terkoordinasi dengan baik.

Selain itu, tidak memadainya kemampuan kepemimpinan dan kebijakan yang diambil dalam mengatasi pandemi dan tingkat kematian penderita Covid-19 di Indonesia sangat tinggi dibanding negara-negara lain.

"Persoalan-persoalan itu menunjukkan ada hal krusial yang terjadi yakni yakni terjadinya krisis kepemimpinan saat ini dalam rangka mengatasi problem besar pandemi di Indonesia," jelasnya.

Ketiga, Indonesia jatuh menjadi negara tergolong “Lower-Middle Income”. Dia mengungkapkan status tersebut membuat RI sangat jauh di bawah dibandingkan Thailand dan Malaysia. Jika tidak hati-hati, lanjutnya, bisa saja pertumbuhan ekonomi hingga akhir 2021 hanya berkisar 3 – 4 persen.

Keempat, Didik menyoroti Indonesia punya ketergantungan ekonomi politik terhadap China. setelah CHAFTA, Indonesia menyerahkan pasarnya hanya ke China. Jika negara lain masuk dengan tarif bea masuk, katanya, maka produk China bisa masuk dengan nol tarif.


Sementara itu, jarak atau gap perdagangan Indonesia dengan China dan negara lain mengalami defisit yang cukup jauh.

Apabila defisit perdagangan itu tidak kunjung diselesaikan maka perekonomian nasional Indonesia akan selamanya lemah. Ketergantungan ekonomi sekaligus politik kepada China saat ini juga menjadi batu sandungan serius bagi Indonesia dalam merawat hubungan dengan negara-negara lain.

"Padahal nilai perdagangan Indonesia telah cukup bagus pada tahun-tahun sebelumnya. Bahkan pada 2011 nilai perdagangan Indonesia tembus mencapai US$200 miliar.

Meskipun saat ini ada kenaikan harga komoditas atau commodities boom, tapi upaya-upaya ke arah peningkatan kinerja perdagangan serius dilakukan. Didik menilai tidak ada upaya-upaya tersebut hingga saat ini.

Kelima, Indonesia kehilangan prinsip bebas aktif dalam politik luar negeri. Sayangnya, kelemahan tersebut oleh para anggota parlemen tidak ada yang mengoreksi.

"Kepemimpinan Indonesia di tingkat ASEAN saja saat ini jauh tertinggal jika dibanding misalnya dengan periode Ali Alatas menjadi Menteri Luar Negeri," ungkapnya.

Simak Video Pilihan di Bawah Ini :

Editor: Feni Freycinetia Fitriani

OLEH : DELLA HILIA ANRIVA

Adanya pandemi membawa perubahan yang besar dalam setiap lapisan masyarakat. Perubahan ini rasanya begitu jelas berpengaruh pada keadaan ekonomi Indonesia, khususnya lapisan masyarakat bawah. Masyarakat yang pekerjaannya terkikis karena pandemi tentu merasakan lonjakan ekonomi yang begitu besar dalam hidupnya. Tanpa adanya persiapan dan pola pikir yang matang, pertahanan hidup masyarakat dalam menghadapi krisis selama pandemi akan terancam.

Berbagai Fenomena yang Terjadi di Bidang Ekonomi Selama Pandemi

Pandemi membawa dampak yang begitu besar dalam dunia perekonomian masyarakat. Selama pandemi ini terjadi, keadaan ekonomi masyarakat di Indonesia tentu mengalami berbagai perubahan yang signifikan. Hal ini tentu menimbulkan berbagai fenomena baru dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa fenomena yang terjadi dalam bidang ekonomi selama pandemi ini berlangsung antara lain sebagai berikut.

1. Peningkatan Jumlah Pengangguran

Pada dasarnya, angka pengangguran di tengah masyarakat sudah cukup tinggi. Namun hal ini diperparah dengan terjadinya pandemi. Selama pandemi terjadi, banyak pengurangan tenaga kerja baik pada sektor formal maupun sektor informal. Berbagai perusahaan yang ada ramai-ramai merumahkan dan juga melakukan PHK besar-besaran pada seluruh karyawannya. Fenomena hilangnya berbagai pekerjaan ini tentu sangat berdampak pada peningkatan angka pengangguran di Indonesia. Meningkatnya jumlah pengangguran ini turut serta menurunkan tingkat penghasilan setiap lapisan masyarakat sehingga bisa dibilang kesejahteraan hidup masyarakat juga akan menurun selama pandemi belum mereda. Sehingga tak heran jika angka kemiskinan turut meningkat seiring meningkatnya angka pengangguran yang ada.

2. Pergeseran Pola Kerja Selama Pandemi

Meski sebagian orang tetap bisa mempertahankan pekerjaannya selama pandemi, namun pola kerja yang harus mereka lalui tentu berbeda dengan pola kerja sebelum pandemi. Selama pandemi berlangsung, pekerjaan akan berlangsung secara online dengan penerapan pola kerja work from home (WFH). Hal ini tentu menuntut setiap pekerja untuk lebih melek terhadap penggunaan teknologi. Berbagai usaha yang berhubungan dengan teknologi pun ikut meningkat dikarenakan pandemi, misalkan saja penjualan secara online. Selama pandemi berlangsung, fenomena harbolnas atau kebiasaan belanja online justru meningkat tajam. Terjadinya hal ini tentunya tak lain dikarenakan oleh terbatasnya aktivitas masyarakat selama pandemi terjadi.

3. Bertambahnya Sistem Alih Daya (outsourcing) dan Pekerja Kontrak

Tenaga kerja memang banyak yang dirumahkan selama pandemi. Namun hal ini juga diimbangi dengan adanya perusahaan yang mencari pekerja kontrak dan alih daya (outsourcing). Meski tidak terlalu banyak, namun beberapa perusahaan yang bertahan di tengah pandemi mencari pekerja kontrak dan juga alih daya untuk tetap menjalankan bisnisnya. Mengapa kedua sistem ini banyak diminati oleh perusahaan? Hal ini dikarenakan baik sistem alih daya atau outsourcing dan juga pekerja kontrak memberikan fleksibilitas yang tinggi pada perusahaan. Tenaga kerja paruh waktu atau tenaga kerja harian dinilai sangat sesuai dengan keadaan yang masih dinamis di masa yang akan datang selama pandemi berlangsung. Sehingga tidak heran jika perusahaan lebih memilih untuk merekrut tenaga kerja kontrak ataupun alih daya (outsourcing).

4. Perubahan Pola Konsumsi Masyarakat Menengah Atas

Jika sebelum pandemi masyarakat kelas menengah atas suka membelanjakan uangnya untuk memenuhi apa yang mereka inginkan, hal ini tidak terjadi selama pandemi masih berlangsung. Golongan masyarakat kelas menengah atas lebih terkesan pelit bila dibandingkan sebelumnya. Kelompok masyarakat kelas menengah atas lebih memilih untuk menyimpan dana mereka daripada berbelanja selama pandemi terjadi. Golongan ini lebih memilih untuk berbelanja seperlunya saja, bahkan tak jarang pula banyak yang membatasi keperluannya. Padahal belanja menjadi salah satu hal yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat selama pandemi. Selain itu, masyarakat menengah atas juga banyak yang memilih untuk menyimpan dana mereka dalam simpanan di bank atau dalam bentuk emas. Hal ini memberikan pengaruh besar pada pertumbuhan ekonomi selama pandemi karena menurunnya pola konsumsi juga berdampak pada penghasilan masyarakat golongan lain, khususnya golongan masyarakat yang berkecimpung dalam dunia perdagangan.

Isu Ekonomi dan Fakta Sebenarnya Tentang Kondisi Masyarakat

Dunia ekonomi merupakan sesuatu yang unik karena tidak bisa ditentukan dengan pasti bagaimana pertumbuhannya. Keadaan ini membuat setiap pelaku usaha harus bisa menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada. Ada banyak isu ekonomi yang muncul terkait semakin masifnya perkembangan virus yang belum mereda. Selama pandemi masih terjadi, berbagai macam hal juga masih akan terus terjadi dalam dunia ekonomi yang serba tidak menentu ini.

Para pelaku usaha harus bisa memenuhi apa yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat jika ingin bisnisnya terus berjalan. Diantara banyaknya isu ekonomi yang ada, isu akan kelangkaan barang menjadi salah satu isu yang mencuat saat pandemi. Beberapa barang tiba-tiba menjadi langka di pasaran saat pandemi. Bahkan kalaupun ada, maka barang tersebut dijual dengan harga yang tidak sewajarnya.

Isu kelangkaan barang ini disebabkan karena adanya kelompok masyarakat yang memborong secara besar-besaran atau menimbun dalam jumlah yang sangat banyak. Penimbunan ini dilakukan oleh golongan ekonomi menengah ke atas karena kekhawatiran pembatasan aktivitas yang mungkin terjadi selama pandemi. Rasa khawatir yang menyebabkan panic buying ini disebabkan oleh kesalahan informasi yang mereka terima. Padahal faktanya, pemerintah terkait menjamin ketersediaan barang kebutuhan selama pandemi sehingga tidak ada kelangkaan barang saat ini.

Selanjutnya, masyarakat juga mendengar mengenai isu pada jasa finansial. Usaha ekonomi yang bergerak pada jasa finansial kabarnya akan memberikan relaksasi pada nasabahnya. Kabar ini tentu disambut dengan suka cita oleh berbagai lapisan masyarakat mengingat banyaknya pelaku ekonomi yang masih memiliki kaitan dengan kredit, namun terancam tidak bisa berjalan karena hilangnya penghasilan selama pandemi.

Hal ini sejalan dengan pengumuman yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo bahwa berbagai pihak yang terdampak pandemi bisa melakukan pengajuan restrukturisasi kredit untuk mendapat relaksasi. Namun pada kenyataannya, banyak konsumen yang mengeluhkan bahwa bahwa pihak penyedia jasa finansial banyak yang menolak permohonan yang mereka ajukan. Bahkan pihak penyedia jasa juga memberikan syarat yang cukup sulit untuk dipenuhi.

Isu ekonomi selanjutnya datang dari dunia transportasi. Bidang transportasi memberikan andil yang sangat besar terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat karena dengan banyaknya transportasi yang ada, maka pelaku ekonomi bisa semakin leluasa menjalankan bisnisnya. Namun dengan adanya pandemi, maka transportasi pun berhenti sebagai penerapan dari pembatasan aktivitas yang dilakukan. Hal ini pun ternyata membuat banyak konsumen yang melakukan refund tiket karena kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.

Tidak mengherankan jika pihak perusahaan mengalami tekanan besar hingga meminta Kemenhub untuk melakukan mediasi dengan konsumen. Pada akhirnya, refund tiket tidak bisa dilakukan. Perusahaan tidak bisa memberikan ganti rugi uang tunai, namun pihak perusahaan yang bertanggung jawab pun memberikan ganti rugi dalam bentuk voucher atau penjadwalan ulang. Meski terjebak dalam proses yang lama, konsumen mau tidak mau harus bersedia menerima hal tersebut.

Dengan pandemi yang belum mereda, masyarakat hanya bisa melakukan berbagai aktivitas secara terbatas. Kondisi ini pun membuat banyak yang melakukan kegiatan dari rumah sehingga lonjakan tagihan listrik pun tidak bisa dihindari. Isu kenaikan tagihan ini pun merebak di tengah pandemi dan membuat banyak konsumen yang meminta penjelasan dari pihak terkait. Mana mungkin konsumen sanggup dibebani tagihan yang meningkat sementara penghasilannya saja menurun karena pandemi.

Kejadian lonjakan tagihan listrik ini membuat YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) sampai turun tangan. Pihak YLKI pun mendesak pihak PLN agar melakukan audit dan juga melakukan tera ulang kilowatt hour (KWh) meter demi memperoleh data yang sesuai lapangan. Hal ini dilakukan demi menghindari adanya kesalahan sehingga membuat tarif listrik semakin meningkat.

Padahal pihak PLN sendiri sudah menjelaskan bahwa kenaikan tagihan ini memang disebabkan oleh meningkatnya penggunaan listrik di kala pandemi. Meski demikian, PLN juga tidak menyangkal bahwa ada kesalahan dalam penghitungan. Sehingga PLN pun melakukan audit dan tera ulang kilowatt hour (KWh) meter. Isu kenaikan tagihan ini pun mereda dengan adanya kebijakan pemerintah terkait dengan adanya bantuan untuk pembiayaan listrik sehingga warga terdampak pandemi bisa bernapas dengan lega.

Perkiraan Kondisi Ekonomi Tahun Ini

Pandemi yang masih berlangsung memberikan ombak yang sangat besar pada berbagai macam bidang ekonomi. Sektor ekonomi mikro dan makro turut merasakan bagaimana kondisi ekonomi begitu anjlok selama masa pandemi. Banyaknya gerai yang tutup akibat pandemi tentu membuat banyak pekerja yang dirumahkan. Meski demikian, berbagai pengamat memberikan angin yang cukup segar dengan perkiraan kondisi ekonomi di tahun ini.

Menteri Keuangan Sri Mulyani turut memberikan prediksi pertumbuhan ekonomi mulai terlihat positif pada tahun ini. Bahkan Sri Mulyani juga memperkirakan hampir setiap bulannya pertumbuhan ekonomi akan selalu positif. Kondisi ekonomi masyarakat Indonesia akan terlihat mulai merangkak naik meski pola konsumsi yang dilakukan oleh konsumen beralih menjadi daring. Hal ini pun turut meningkatkan pergerakan usaha jasa ekspedisi.

Melalui data yang dipaparkan, Sri Mulyani memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Maret – April 2021 akan berkisar pada angka 4,5 % – 5,5 %. Lalu pada bulan Mei – Juni 2021, kondisi ekonomi diperkirakan akan bertahan di level 4,5 % – 5,5 %.

Perkiraan ini berlanjut pada bulan September – Oktober 2021 yang diproyeksi tembus pada level 5%. Lebih lanjut lagi, kondisi ekonomi tahun ini diprediksi akan menetap di level 5% pada bulan Desember 2021. Selain Sri Mulyani, kondisi ekonomi tahun ini juga diprediksi oleh beberapa pihak. Seperti apa perkiraan kondisi ekonomi tersebut? Berikut beberapa diantaranya.

1. Bank Dunia

Bank Dunia (World Bank) memproyeksi ekonomi Indonesia positif 3,1% di tahun 2021. Pihak Bank Dunia mencatatkan bahwa ekonomi Indonesia akan semakin membaik di tahun ini dan perlahan menguat pada tahun 2022 nanti. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan berada di angka 4,4% dengan didorong adanya pemulihan konsumsi swasta. Kepercayaan konsumen yang meningkat membuat ekonomi menjadi meningkat di tahun ini. Selain itu, pendapatan rumah tangga akan tetap rendah akibat pasar tenaga kerja yang belum stabil namun sudah diimbangi dengan bantuan sosial yang memadai.

2. Bank Indonesia

Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan meningkat pada tahun 2021. Di tahun ini, ekonomi diprediksi akan meningkat pada kisaran 4,8% – 5,8%. Hal ini bisa dilihat dari semakin menguatnya ekspektasi konsumen terhadap penghasilan, ketersediaan lapangan kerja, dan juga kegiatan usaha yang ada. Pihak BI pun akan memperkuat sinergi dengan Pemerintah dan otoritas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, misalnya dengan mendukung kegiatan UKM yang ada.

3. LIPI

LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) memperkirakan bahwa kondisi ekonomi Indonesia akan bergerak menuju pada perbaikan di tahun 2021. Di tahun ini, perbaikan ekonomi yang ada tergantung pada program vaksinasi yang dilakukan oleh pemerintah. LIPI memperkirakan bahwa pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) di tahun ini akan tumbuh di kisaran 1,57% sampai 2,07% jika tanpa vaksin. Namun jika vaksinasi telah dilakukan sebanyak 30% saja, maka kondisi ekonomi akan tumbuh sekitar 2,99% – 3,49%. Kondisi ekonomi ini sangat bergantung pada program vaksinasi yang akan dilakukan. Jika vaksinasi telah mencapai 50%, maka pertumbuhan PDB diperkirakan bisa berkisar di angka 3,21% – 3,7%. Lalu, jika vaksinasi telah mencapai 80%, maka diprediksi PDB akan tumbuh sekitar 3,53% – 4,09%. Pihak LIPI menjelaskan bahwa prediksi ini bisa terjadi bila tingkat keyakinan konsumen juga meningkat.

4. INDEF

INDEF (Institute for Development of Economics and Finance) memperkirakan kondisi ekonomi Indonesia akan tumbuh mencapai 3% pada tahun 2021. Pihak INDEF menerangkan bahwa adanya pandemi masih menghantui masyarakat kelas menengah untuk melakukan konsumsi seperti sewajarnya saat masih belum pandemi. INDEF pun juga mempekirakan bahwa inflasi di tahun ini akan menyentuh angka 2,5%, padahal normalnya berada pada angka 3%. Meski suplai pangan dan kebutuhan pokok tidak ada masalah berat, namun daya beli masyarakat masih terbatas. Hal inilah yang akan menyebabkan program pemulihan ekonomi masih belum bisa terlaksana dengan optimal seperti yang diharapkan. Pemulihan kondisi ekonomi pada pandemi tahun ini dibutuhkan kerja sama dari berbagai pihak yang terkait.

Upaya Pemerintah Dalam Mengatasi Masalah Ekonomi

Pemerintah selalu berupaya dengan maksimal dalam mengatasi setiap permasalahan yang muncul dalam masyarakat secara efektif. Tak terkecuali permasalahan yang muncul selama pandemi, khususnya masalah ekonomi. Siapapun tidak bisa menutup mata akan adanya masalah ekonomi yang muncul akibat pandemi yang tak kunjung usai ini.

Demi menekan masalah ekonomi yang ada, pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) menerapkan program dan langkah mitigasi sesuai dengan perintah Presiden Joko Widodo. Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) pun menyusun 9 program yang diharapkan mampu meminimalisir masalah ekonomi, yaitu:

  1. Stimulus daya beli produk UMKM dan koperasi
  2. Belanja di warung tetangga
  3. Program restrukturisasi dan subsidi suku bunga kredit usaha mikro
  4. Restrukturisasi kredit yang khusus bagi koperasi melalui LPDB KUMKM
  5. Program masker untuk semua masyarakat
  6. Memasukkan sektor mikro yang jumlahnya besar dan paling rentan terdampak Covid-19 dalam klaster penerima kartu pra kerja untuk pekerja harian
  7. Bantuan langsung tunai
  8. Relaksasi pajak
  9. Pembelian produk UMKM oleh BUMN

Selain program tersebut, pemerintah juga masih terus melakukan upaya lain untuk memulihkan kondisi ekonomi masyarakat. Dengan upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah, adanya berbagai macam masalah ekonomi yang ada diharapkan bisa teratasi dengan baik. Beberapa upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk menanggulangi masalah ekonomi yang terjadi saat pandemi lebih jelasnya sebagai berikut ini.

1. Menurunkan Tarif Listrik dan BBM

Lonjakan penggunaan listrik selama pandemi tentunya berdampak besar pada jumlah tagihan listrik masyarakat. Bagi masyarakat yang terdampak pandemi, hal ini tentu akan sangat memberatkan kesejahteraan hidupnya. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah bersama PLN pun menurunkan tarif listrik guna menjaga daya beli akibat lambatnya perputaran roda ekonomi saat pandemi. Bahkan pemerintah pun juga memberikan listrik gratis untuk kalangan tertentu. Selain tarif listrik, tarif BBM juga diturunkan mengingat harga minyak mentah per barel masih rendah akibat resesi global. Penurunan tarif ini pun tidak akan begitu membebani BUMN atau BUMD.

2. Relaksasi Pajak

Relaksasi Pajak Penghasilan (penghapusan PPh 21 selama enam bulan) ataupun pajak badan untuk industri manufaktur (pembebasan PPh Impor 22 dan diskon PPh 25 sebesar 30%) yang dilakukan pemerintah dinilai sangat tepat. Upaya ini dilakukan pemerintah demi mengatasi masalah ekonomi pada bidang yang terkena dampak pandemi sangat besar seperti sektor transportasi dan pariwisata. Adanya pandemi membuat beberapa sektor tidak bisa berjalan seperti semestinya, sehingga pasti kesulitan untuk membayar pajak. Langkah pemerintah ini pun dinilai sangat tepat demi jalannya roda perekonomian yang ada.

3. Penyaluran BLT

Adanya peningkatan angka kemiskinan tentu membuat daya beli masyarakat menurun. Demi mengatasi hal ini, pemerintah pun menyediakan program (BLT) Bantuan Langsung Tunai kepada masyarakat yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja hingga kehilangan pendapatan. Penyaluran bantuan ini pun diawasi dengan ketat agar tidak salah sasaran. Usaha ini terus dilakukan oleh pemerintah hingga saat ini selama pandemi belum usai. Pemerintah pun berharap adanya pemberian bantuan ini dapat menyokong kebutuhan dan juga menaikkan daya beli masyarakat sehingga roda perekonomian dapat kembali berputar.

4. Kredit UMKM Berbunga Rendah

Selain memberikan relaksasi pajak, pemerintah juga memberikan relaksasi kredit UMKM. Bahkan pemerintah pun memberikan bantuan kredit berbunga rendah agar UMKM bangkit kembali. Adanya kebijakan restrukturisasi dan subsidi bunga kredit yang diteken oleh pemerintah tentu membuat pelaku bisnis UKM dapat sedikit bernapas lega mengingat sektor UMKM menjadi salah satu bisnis yang paling terdampak saat pandemi belum berakhir.

5. Belanja Besar-besaran

Mengapa pemerintah melakukan upaya penanganan masalah ekonomi dengan belanja besar-besaran? Hal ini dilakukan guna meredam kontraksi ekonomi akibat pandemi Covid-19. Jika pandemi terjadi, maka belanja pemerintah akan diakui sebagai instrumen pengungkit pemulihan ekonomi yang juga merupakan stimulus untuk sektor swasta dan UMKM. Permintaan dalam negeri yang meningkat tentu juga akan menggerakkan dunia usaha untuk kembali berinvestasi.

6. Penempatan Dana di Perbankan

Pemerintah berupaya mengatasi masalah ekonomi yang memburuk dengan cara menempatkan dana di perbankan. Penempatan dana yang telah dilakukan oleh pemerintah adalah Rp30 triliun di Himpunan Bank Milik Negara, dan Rp11,5 triliun di Bank Pembangunan Daerah demi memperbaiki penyaluran kredit. Dengan adanya penempatan dana ini, masyarakat bisa lebih mudah dalam mengambil kredit di bank demi lancarnya usaha yang dimiliki.

Hal-hal yang Bisa Dilakukan Masyarakat Untuk Mengatasi Masalah Ekonomi

Pandemi memang memberikan dampak yang begitu besar tanpa pandang bulu. Berbagai lapisan masyarakat mulai dari bawah hingga atas, semua pasti merasakan begitu dahsyatnya perubahan ekonomi yang dialami saat pandemi terjadi. Jika setiap orang tidak mempersiapkan diri dengan baik, maka keadaan keuangan mereka tentu tidak akan bisa pulih kembali. Untuk itu, diperlukan kesadaran dan juga wawasan yang luas guna mengatasi masalah ekonomi yang terjadi.

Masalah ekonomi yang terjadi dalam lingkup makro maupun mikro, perlu ditindaklanjuti dengan upaya yang sesuai agar stabilitas ekonomi tetap terjaga. Upaya utama yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi tentunya adalah dengan meningkatkan keahlian akan penggunaan teknologi demi menyesuaikan dengan kondisi yang ada. Beberapa hal yang bisa dilakukan masyarakat untuk mengatasi masalah ekonomi yang ada selama pandemi adalah sebagai berikut.

1. Pengembangan Sektor Digital

Usaha untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi selama pandemi dapat dilakukan dengan mengembangkan sektor digital. Masyarakat bisa mengoptimalkan pemanfaatan teknologi, informasi digital dan e-commerce untuk tetap melakukan kegiatan ekonomi. Segala kegiatan yang beralih dengan sistem daring tentu memberikan peluang tersendiri bagi siapapun yang bisa mengembangkan kemampuannya dalam sektor digital.

2. Mengatur Ulang Rencana Keuangan

Mengingat pandemi yang masih belum berakhir, siapapun harus bisa mengatur kembali keuangannya demi bertahan di tengah kondisi yang masih belum stabil. Dalam mengatur keuangan ini, masyarakat harus bisa memisahkan antara kebutuhan pokok dan juga investasi. Utamakan memenuhi kebutuhan pokok atau yang penting terlebih dahulu daripada kebutuhan yang masih belum darurat. Ingat untuk selalu membedakan antara kebutuhan dan keinginan semata.

3. Menunda Keinginan Liburan

Liburan selalu menghabiskan biaya yang tidak sedikit. Pandemi yang turut memberikan dampak dalam penghasilan tentu akan membuat siapapun harus berpikir ulang jika ingin pergi berlibur. Memang pergi liburan untuk menyegarkan pikiran tidaklah salah. Namun jika pemasukan saja belum kembali stabil, maka anggaran yang seharusnya untuk membeli kebutuhan sebaiknya tidak dipakai untuk pergi liburan. Daripada menghabiskan untuk bersenang-senang, bukankah lebih baik menggunakan uang untuk kebutuhan sehari-hari?

4. Maksimalkan Bantuan Pemerintah

Masalah ekonomi akan terus ada selama pandemi belum usai. Selama itu pula pemerintah akan terus memberikan berbagai macam program bantuan yang bisa dinikmati oleh yang berhak menerimanya. Bagi masyarakat yang terdampak pandemi, bantuan dari pemerintah tentu bisa menjadi secercah cahaya di tengah hilangnya penghasilan. Penerima bantuan bisa memaksimalkan bantuan ini untuk memenuhi kebutuhan. Apalagi program relaksasi pajak dan kredit yang dikeluarkan pemerintah juga harus dimanfaatkan dengan baik demi meringankan beban ekonomi yang ada.

5. Cari Penghasilan Tambahan

Tidak stabilnya keadaan ekonomi selama pandemi terjadi, menuntut setiap orang untuk bisa bergerak dan berkreasi sekreatif mungkin. Jika ingin mendapatkan penghasilan tambahan untuk memenuhi kebutuhan, maka setiap orang harus lincah mencari peluang kerja dalam berbagai bidang. Daripada pilih-pilih, ambil saja setiap kesempatan yang ada di depan mata. Bahkan meski kesempatan itu masih terasa asing dan sangat berbeda dari pekerjaan sebelumnya, tidak ada salahnya mencoba. Beberapa hal yang bisa dicoba untuk mendapatkan penghasilan tambahan demi mengatasi masalah ekonomi adalah sebagai berikut.

Bidang Usaha Keahlian yang Dibutuhkan
Pendidikan Pengajaran online –          Skill mengajar atau menyampaikan materi dengan baik

–          Penggunaan teknologi dan informasi

Perdagangan Jualan online –          Produk yang menarik

–          Pemasaran yang optimal

–          Penggunaan teknologi dan informasi

Transportasi Pesan antar atau ekspedisi –          Kendaraan atau alat transportasi

–          Pengetahuan akan wilayah atau alamat sekitar

–          Penggunaan teknologi dan informasi

Pertanian/ perkebunan Tanaman hias/ tabulampot –          Tumbuhan sayuran, buah atau bunga yang terawat dengan subur sesuai dengan tren berkebun yang berkembang selama pandemi

–          Pot atau wadah tanaman yang bervariasi

Jurnalistik Freelance writer, editor –          Kepenulisan

–          Kreativitas

Entertain Fotographer, video editing –          Skill editing video

–          Pengambilan foto yang menarik

Pandemi memang membawa masalah ekonomi yang beragam di tengah masyarakat. Namun dengan wawasan dan kreativitas masyarakat, entah sedang pandemi atau tidak, siapapun pasti bisa mengatasi permasalahan yang terjadi. Oleh karena itu, apapun keadaannya, setiap orang tidak boleh menyerah dan terjebak dalam keputusasaan.

Sumber:

//www.kompas.com/tren/read/2020/08/11/102500165/pandemi-covid-19-apa-saja-dampak-pada-sektor-ketenagakerjaan-indonesia-?page=all

//www.merdeka.com/uang/fenomena-di-tengah-pandemi-masyarakat-simpan-ratusan-juta-hingga-borong-emas-hot-issue.html?page=2

//puspensos.kemsos.go.id/menganalisa-masalah-sosial-ekonomi-masyarakat-terdampak-covid-19

//ekonomi.bisnis.com/read/20200903/12/1286899/ini-isu-yang-kerap-dilaporkan-konsumen-saat-pandemi

//www.cnnindonesia.com/ekonomi/20210104193250-532-589388/sri-mulyani-beberkan-proyeksi-pertumbuhan-ekonomi-2021

//www.liputan6.com/bisnis/read/4436550/rangkuman-prediksi-ekonomi-indonesia-2021-bank-dunia-suram-tapi-bi-lebih-optimistis

//yoursay.suara.com/news/2020/10/12/123054/situasi-ekonomi-indonesia-pada-masa-pandemi?page=all

//ekbis.sindonews.com/berita/1571716/33/7-kebijakan-ekonomi-untuk-hadapi-pandemi-covid-19?showpage=all

//nasional.kompas.com/read/2020/08/07/16224171/5-upaya-pemerintah-kembalikan-pertumbuhan-perekonomian-nasional?page=all

//www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/ini-5-hal-penting-untuk-atasi-masalah-ekonomi/

//maucash.id/mengatasi-masalah-keuangan-pasca-pandemi-corona

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA