Jelaskan faktor faktor yang menyebabkan runtuhnya Daulah Syafawi di Persia

KOMPAS.com - Kerajaan Safawi adalah salah satu kerajaan besar di Iran, yang berdiri setelah penaklukan Persia oleh pasukan Muslim pada abad ke-7.

Pendiri Kerajaan Safawi di Persia adalah Ismail I (1501-1524), yang juga merupakan pendiri Dinasti Safawi.

Selama berdiri hingga 1736, periode kerajaan ini sering disebut sebagai awal dari sejarah Iran modern.

Salah satu contoh perkembangan yang muncul pada Kerajaan Safawi adalah pada bidang pendidikan, di mana raja yang berkuasa mendirikan sekolah keagamaan dan menetapkan Islam Syiah sebagai agama resmi kerajaan.

Kerajaan Safawi berdiri hingga keruntuhannya pada 1736. Kendati demikian, pengaruh yang ditinggalkannya begitu penting bagi Iran hingga beberapa abad berikutnya.

Baca juga: Kenapa Mayoritas Penduduk Iran Penganut Syiah?

Sejarah berdirinya

Berdirinya Kerajaan dan Dinasti Sawafi bermula dari gerakan tarekat Safawiyah yang didirikan oleh Shafi Al-Din (1253-1334) di Azerbaijan.

Dalam perkembangannya, tarekat ini mendapatkan banyak pengikut, bahkan hingga kepemimpinan Sadr al-Din Musa, yang menggantikan Shafi Al-Din.

Namun, gerakan tarekat Safawiyah mulai berubah pada pertengahan abad ke-15, ketika dipimpin oleh cicit Sadr al-Din Musa yang bernama Syekh Junayd.

Syekh Junayd adalah sosok yang haus kekuasaan, sehingga tarekat Safawiyah berubah menjadi militan dan mulai meluaskan pengaruhnya di bidang politik serta militer.

Gerakan Safawiyah kemudian bergerak ke wilayah Iran, hingga berhasil merebutnya dari pemerintahan Timuriyah yang didirikan oleh Timur Lenk pada abad ke-14.

Sejak kemunduran Dinasti Timuriyah, secara politik Iran telah terpecah, dan lahirlah berbagai gerakan keagamaan beraliran Syiah.

Baca juga: Kekaisaran Mongol, Kekaisaran Terbesar Kedua dalam Sejarah

Salah satu yang terkuat secara politik adalah Safawi Qizilbash, yang dipimpin oleh Shah Ismail I.

Ismail I kemudian mendirikan Kerajaan Safawi pada 1501, yang menjadikannya sebagai raja pertama serta pendiri Dinasti Sawafi.

Raja-raja Kerajaan Safawi

  • Ismail I (1501–1524)
  • Tahmasp I (1524-1576)
  • Ismail II (1576-1577)
  • Mohammad Khodabanda (1577-1587)
  • Abbas I (1587-1629)
  • Safi Mirza (1628-1642)
  • Abbas II (1642-1667)
  • Sulaiman (1667-1694)
  • Husein (1694- 1722)
  • Tahmasp II (1722-1732)
  • Abbas III (1733-1736)

Baca juga: Penaklukan Persia oleh Muslim

Kejayaan Kerajaan Safawi

Kerajaan Safawi mengalami masa kejayaan di era pemerintahan Abbas I (1587–1629), yang berhasil mengatasi gejolak politik dalam negeri dan merebut beberapa wilayah.

Pada puncaknya, kerajaan ini menguasai wilayah yang sekarang dikenal sebagai Iran, Republik Azerbaijan, Bahrain, Armenia, Georgia timur, sebagian Kaukasus Utara termasuk Rusia, Irak, Kuwait, dan Afghanistan, serta sebagian Turki, Suriah, Pakistan, Turkmenistan, dan Uzbekistan.

Kemajuan juga dirasakan pada bidang ekonomi, yang ditandai dengan penguasaan atas Kepulauan Hurmuz dan Pelabuhan Gumrun, yang diubah menjadi Bandar Abbas.

Hasilnya, Safawi menguasai perdagangan antara Barat dan Timur. Kehidupan perekonomian kerajaan juga ditopang oleh hasil pertanian yang melimpah.

Pada bidang ilmu pengetahuan, ada beberapa nama ilmuwan hebat dari era Kerajaan Safawi, yakni Baha al-Dina al-Syaerazi, Sadar al-Din al-Syaerazi, dan Muhammad al-Baqir Ibn Muhammad Damad.

Sedangkan kemajuan Kerajaan Safawi bidang arsitektur ditandai dengan berdirinya sejumlah bangunan megah, seperti masjid, sekolah, rumah sakit, dan berbagai fasilitas publik.

Baca juga: Baitul Hikmah, Simbol Kemajuan Ilmu Pengetahuan Era Keemasan Islam

Runtuhnya Kerajaan Safawi

Kemunduran Kerajaan Safawi dirasakan setelah Abbas I turun takhta pada 1628. Pasalnya, para pemimpin setelahnya kurang memperhatikan kemajuan pemerintahan dan rakyatnya.

Selain itu, pergolakan antara golongan Islam Syiah dan Sunni juga menjadi penyebab kerajaan mengalami kemerosotan.

Kemudian pada 1722, terjadi pemberontakan orang Afghanistan yang dipimpin oleh Mir Mahmud, yang berhasil menduduki ibu kota Isfahan.

Pada 1729, Tahmasp II, sempat merebut istana Isfahan dengan bantuan Jenderal Nadir dari suku Qazar di Rusia, dan merestorasi kerajaan.

Namun, pada 8 Maret 1736, Raja Abbas III akhirnya lengser, dan sekaligus menandai runtuhnya Kerajaan Safawi.

Referensi:

  • Bahri, Saeful. (2020). Sejarah Peradaban Islam Sumbangan Peradaban Dinasti-Dinasti Islam. Yogyakarta: PAM Press.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link //t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Heri Ruslan

Selama tiga abad --  1500 hingga 1800 M – peradaban Islam masih memiliki tiga kekuatan yang tersebar di Turki, Persia, dan India. Di Istanbul, Turki berdiri sebuah kerajaan besar yang juga sempat menjadi adikuasa selama lebih dari 600 tahun bernama Turki Usmani atau Ottoman.

Turki Usmani disegani dan memiliki pengaruh yang begitu hebat setelah menaklukan Bizantium pada 1453 M. Sebagai adikuasa, Kesultanan Turki Usmani mampu menguasai sebagian benua Asia, Eropa, dan Afrika.  Puncak keemasannya dicapai pada era kepemimpinan Sultan Sulaiman I (1520-1566 M).

Di Persia, berdiri sebuah kerjaaan Islam yang besar yakni Safawi. Kerajaan ini dididirikan oleh Syah Isma’il pada 1501 M di Tabriz, Iran.  Ia memproklamirkan Syiah Isna Asyariyah sebaga agama negara.

Di India, berdiri  kerjaan Islam bernama Mogul yang berkuasa dari abad ke-16 hingga 19 M. Kesultanan itu didirikan oleh Zahiruddin Muhammad Babur  -- keturunan Timur Lenk, penguasa Islam asal Mongol. Pada era keemasannya,  Kerajaan Mogul berperan besar dalam mengembangkan agama Islam, ilmu pengetahuan, sastra, hingga arsitektur.

Jatuhnya tiga raksasa

•    Kerajaan Safawi

Kerajaan Safawi mulai mengalami kemuduran sejak Abas I turun tahta. Enam raja penggantinya tak mampu mendongkrak kemajuan, malah menunjukkan pelemahan dan kemunduran. Pada era kekuasaan Safi Mirza, Kerajaan safawi mulai menukik. Safi Mirza yang juga cucu Abbas I, dikenal sangat kejam terhadap pembesar-pembesar kerajaan. Berbagai kota dan wilayah yang dikuasai Safawi mulai terlepas.

Setelah itu, Safawi dipimpin Sulaiman seorang raja pemabuk. Ia bertindak kejam terhadap para pembesar kerajaan. ‘’Akibatnya, rakyat masa bodoh terhadap pemerintahan,’’ papar Prof Badri Yatim. Selain itu, Safawi pun harus berhadapan dengan pemberontakan yang dilakukan bangsa Afghan.

Terlebih lagi,  Kerjaan Safawi kerap berkonfrontasi dengan Kerajaan Turki Usmani. ‘’Dekadensi moral yang melanda sebaian pemimpin Safawi turut mempercepat kehancuran kerajaan,’’ ungkap Prof Badri Yatim. Sultan Sulaeman adalah seorang pecandu berat narkotika dan senang kehidupan malam.

•    Kerajaan Mugal

Setelah satu setengah abad mencapai masa keemasan, Kerajaan Mugal di India akhirnya meredup dan hingga akhirnya hancur. Kerjaaan itu hancur pada 1858 M. Faktornya penyebabnya, menurut Prof Badri yatim, antara lain:

1.    Stagnasi pembinaan kekuatan militer. Akibatnya operasi militer Inggris tak terpantau. Kekuatan militer di laut dan darat Kerajaan Mugal menurun.

2.    Kemerosotan moral dan hidup mewah di kalangan elite politik dan menyebabkan pemborosan keuangan negara.

3.    Pendekatan Aurangzeb yang terlampau ‘’kasar’’ dalam melaksanakan ide-ide puritan, sehingga konflik agama sangat sukar diatasi.

4.    pewaris tahta kerajaan pada paruh akhir adalah figur-figur yang lemah dalam bidang kepemimpinan.

•    Kerajaan Usmani

Menurut Prof Badri Yatim, adikuasa dunia, Kerajaan Turki Usmani juga mengalami kehancuran karena berbagai faktor:

1.    Wilayah kekuasaan yang sangat luas.  Sehingga administrasi pemerintahan menjadi rumit dan tak beres. Di sisi lain, para penguasanya memiliki ambisi yang besar untuk memperluas wilayah kekuasaan.

2.    Heterogenitas penduduk. Akibat menguasai wilayah yang luas, Turki Usmani mengendalikan berbagai etnis pendduk. Heteroginitas itu memicu banyaknya pemberontakan.

3.    Kelemahan para penguasa. Sepeninggal Sulaiman Al-Qanuni, Turki Usmani dipimpin sultan-sultan yang lemah, baik keperibadian, maupun kepemimpinan. Akibatnya pemerintahan menjadi kacau.

4.    Budaya pungli. Perbuatan pungli melemahkan kekuatan kerajaan. Setiap orang yang menginginkan  jabatan harus menyuap atau membayar uang pelicin.

5.     Merosotnya ekonomi. Peperangan yang terus dilakukan membuat perekonomian merosot. Pendapatan berkurang, sementara belanja untung perang terus menguras anggaran negara.

6.    Stagnasi dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemajuan yang telah dicapai dalam ilmu pengetahuan dan teknologi tak dikembangkan para penguasa terakhir. Akibatnya, Turki Usmani kalah canggih dari segi persenjataan dibandingkan negara-negara Barat.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA