Menurut anda apakah ball boy di sebuah pertandingan sepakbola berpengaruh pada terjadinya gol?

Meski jarang mendapatkan perhatian, peran ball-boy dalam pertandingan sepakbola tak bisa dipandang sebelah mata. Umumnya, peran ball-boy hanya membawa bendera fairplay, ataupun memberikan kembali bola yang keluar dalam pertandingan. Namun dinamika ball-boy terkadang lebih dari itu. Sebagai bagian dari penggemar tim tuan rumah, seorang ball-boy pasti menginginkan timnya untuk menang.

Dalam beberapa waktu belakangan ini, bisa kita saksikan ball-boy mengambil peran lebih dalam membantu tim kesayangannya memenangkan pertandingan. Masih hangat dalam ingatan kita ketika ball-boy terlibat secara tak langsung dalam gol yang dicetak oleh Harry Kane dalam laga Liga Champions antara Spurs melawan Olympiakos.

Haynes, ball-boy dalam pertandingan itu, dengan cekatan memberikan bola cepat kepada Aurier untuk melakukan lemparan ke dalam, dan membuat Lucas Moura memberikan umpan yang diselesaikan dengan baik oleh Harry Kane. Gol itu membuat Spurs menyamakan kedudukan dan kemudian memenangkan pertandingan dengan skor akhir 4-2. Haynes kemudian mendapatkan apresiasi dari pelatih Spurs kala itu, Jose Mourinho, dengan mengajaknya makan malam bersama skuad Spurs. Tentu ini menjadi kebahagiaan tersendiri bagi Haynes, selain secara tidak langsung membantu tim kesayangannya memenangkan pertandingan, ia juga bisa bertemu langsung dengan pemain idolanya.

Kemenangan Liverpool atas Barcelona juga tak lepas dari peran ball-boy yang dengan cekatan segera memberikan bola pada Alexander Arnold untuk segera mengambil tendangan penjuru cepat yang diakhiri dengan gol Origi yang menandai comeback sempurna Liverpool di Anfield.

Teranyar ialah aksi para ball-boy dalam laga semifinal leg kedua antara Real Madrid dan Manchester City tadi malam. Madrid tertinggal dua gol dalam agregat hingga menit 89. Setiap kali bola keluar, dari awal hingga akhir pertandingan di waktu normal, para ball-boy ini dengan sangat cekatan segera memberikan bola tersebut kepada pemain agar pertandingan dapat segera berjalan kembali. Alhasil, bola dapat terus bergulir di lapangan dan Madrid mampu menyamakan kedudukan di masa injury time. Para ball-boy yang bertugas masih dengan cekatan memberikan bola yang keluar pertandingan hingga akhirnya semua berubah ketika Benzema mencetak gol kemenangan Madrid melalui titik putih. Seolah seperti berada dalam satu komando, para ball-boy ini kemudian berubah tugasnya untuk membantu Real Madrid mengulur-ulur waktu dengan sedikit lama memberikan bola ke dalam lapangan yang membuat bek-bek sayap City harus melompati E-Board di pinggir lapangan untuk segera mengambil bola yang keluar.

Meski dua contoh di atas menggambarkan bagaimana peran ball-boy terlihat indah dengan membantu tim kesayangannya untuk menang, namun tak jarang yang mengalami perlakuan tidak menyenangkan dari pemain. Contoh paling diingat ialah ketika laga Chelsea menghadapi Swansea dimana Eden Hazard yang terpancing emosinya menendang perut seorang ball-boy karena dianggap mengulur-ulur waktu.

Terlepas dari pertandingan antara kedua tim di lapangan, sepakbola selalu menyimpan cerita-cerita menarik untuk dikisahkan. Hasil akhir pertandingan pada umumnya ditentukan oleh beberapa faktor seperti kualitas skuad, kecerdikan taktik pelatih, hingga dukungan supporter. Namun ball-boy yang selama ini luput dari pandangan, juga terlibat dalam peran yang krusial untuk membantu sebuah tim meraih hasil yang diinginkan disebuah pertandingan. Dengan seringnya mereka berada di pinggir lapangan, menyaksikan pemain-pemain hebat berlaga, besar harapannya dikemudian hari apabila ball-boy ini mampu terinspirasi dan menjadi pemain hebat untuk klub kebanggaannya.


Lihat Bola Selengkapnya

Lihat Foto

FRANCOIS XAVIER MARIT / AFP

Bola hasil tendangan penyerang Kroasia, Nikica Jelavic (tidak terlihat), masuk gawang Brasil setelah mengenai bek Marcelo (kanan), pada laga perdana Grup A Piala Dunia, di Arena Corinthians, Sao Paolo, Kamis (12/6/2014).

KOMPAS.com - Permainan sepak bola adalah suatu permainan yang dilakukan dengan jalan menendang bola kian kemari yang bertujuan untuk mencetak gol dan meraih kemenangan.

Pasalnya, jalannya permainan sepak bola ditentukan terjadinya gol yang dibuat sebuah tim ke gawang lawan dalam durasi pertandingan.

Setiap tim dalam permainan sepak bola mempunyai tujuan untuk menciptakan gol sebanyak mungkin, sehingga muncul selisih dengan kubu lawan dan menjadi pemenang.

Untuk mencetak gol dalam permainan sepak bola, masing-masing tim harus memasukkan bola ke dalam gawang dengan lebar antar tiang 7,32 m dan tinggi 2,44 m.

Bola dianggap masuk gawang atau gol pada permainan sepak bola apabila seluruh bagian bola melewati garis di antara tiang maupun mistar gawang.

Baca juga: Profil Pep Guardiola, Pelatih Otoriter yang Akrab dengan Rekor

Apabila masih ada bagian bola, meskipun sedikit, yang berada sejajar maupun di atas garis gawang maka gol dinyatakan tidak sah atau tidak terjadi.

Selain itu, menurut buku Law of The Game oleh Dewan Asosiasi Sepak Bola Internasional (IFAB), sebuah gol dinyatakan sah apabila selama proses atau rangkaian serangannya tidak ditemukan pelanggaran.

Jika seorang penjaga gawang secara sengaja maupun tidak melemparkan bola langsung ke arah gawang lawan, maka gol dinyatakan tidak sah dan kubu lawan mendapat tendangan gawang.

Wasit memiliki hak untuk memutuskan terjadi gol atau tidak setelah melihat bola masuk seluruhnya ke dalam gawang, termasuk dengan bantuan alat dan teknologi.

Baca juga: Teknik Shooting atau Menembak dalam Sepak Bola

Namun, jika wasit memberi sinyal sebelum bola tidak seluruhnya masuk ke dalam gawang, maka permainan diulang dengan drop ball.

Pertandingan baru dimulai pukul 15.30 tapi sekumpulan anak ini sudah bersiap sejak satu jam sebelumnya. Semuanya memakai peralatan lengkap mulai dari seragam, sepatu sepakbola, hingga pelindung tulang kering. Tak lupa mereka juga melakukan pemanasan di pinggir lapangan, beberapa juga mengolesi balsam di kaki.

Tetapi mereka semua tak sedang bermain sepakbola. Sekitar 10-12 anak tersebut adalah ball boy. Di Indonesia sendiri kita lebih mengenalnya dengan istilah "anak gawang": Sekumpulan --yang biasanya memang-- anak-anak dan berdiri di sekitar gawang atau pinggir lapangan untuk mengurusi bola yang keluar lapangan.

Pemandangan di atas masih teringat betul karena berkaitan dengan rutinitas saya datang ke stadion. Mereka selalu duduk tepat sekitar 4-5 baris di depan tempat favorit saya menonton, begitu juga jam kedatangan hampir selalu sama. Sehingga lewat pertemuan yang bisa terjadi sepanjang musim tersebut membuat saya hafal tingkah polah mereka. Tidak ada standar khusus dalam merekrut anak-anak tersebut, setahu saya di Indonesia kebanyakan mereka diambil dari sekolah sepakbola lokal tempat kesebelasan tersebut bermarkas. Bahkan di Inggris dengan Liga Primer-nya yang begitu tersohor, standar ini juga belum ada. Laporan Louise Taylor di The Guardian mengungkapkan para kesebelasan di Inggris memang punya cara berbeda-beda merekrut anak gawang. Mulai dari akademi sendiri, sekolah-sekolah umum, hingga pengumuman di situs seperti yang dilakukan Man City. Syaratnya juga tak susah-susah amat yang bahkan mayoritas anak akan mampu melakukannya. Bersedia menghadiri setiap pertandingan kandang, enerjik, dapat dengan cepat menangkap dan melempar bola dan bersedia untuk berada di pinggir lapangan dalam segala cuaca, serta mengantongi izin orang tua.

Pekerjaan tambahan juga tak terlalu berat, seperti membawa bendera fair play atau tali untuk pembatas awak media saat pemain memasuki lapangan.

Kendornya persyaratan itu tak jarang memungkinkan beberapa anak gawang kerap berulah ketika menjalankan tugas. Salah satu yang terkenal adalah kasus Eden Hazard saat melawan Swansea pada 2013 lalu. Ketika itu seorang anak gawang yang diketahui bernama Charlie Morgan enggan memberikan bola ke Hazard. Bahkan sang bocah justru memeluk bola tersebut dengan erat. Jika mengacu pada skor yang masih imbang tanpa gol, tujuan Charlie sepertinya untuk mengulur waktu. Hazard kemudian kesal dengan ulahnya yang tak kunjung memberikan bola. Akibatnya dengan emosional ia menendang anak tersebut. Tindakan yang membuat Hazard harus menerima kartu merah dari wasit. Bagaimanapun tindakan anak gawang jelas salah, tetapi sebagai pemain profesional membalas perbuatan lawan yang diwakili oleh si anak gawang juga tak dibolehkan.

Ada banyak sekali contoh lain ulah-ulah anak gawang di sepakbola yang kebanyakan berupa kontroversi negatif. Jika anda menelusuri di mesin pencari dengan kata kunci "ballboy football" yang tergolong umum tanpa tambahan incident sekalipun.

Evra menjadi korban kenakalan anak gawang Real Madrid yang mengulur waktu di semifinal Liga Champions 2015

Di Indonesia sendiri tindakan seperti di atas bukannya tak ada, setidaknya dua kali saya melihat langsung ulah anak gawang yang tidak sepatutnya dilakukan. Pertama adalah saat menonton ISL 2008 di salah satu stadion di Jawa Timur.

Ketika itu seorang anak gawang sedang menerima bola dari rekannya, bukannya menangkap ia malah mencoba mengontrol bola menggunakan kaki. Tak cukup hanya itu dengan sedikit trik juggling bola tersebut justru ia mainkan yang sayangnya gagal. Bola akhirnya terlempar ke dalam lapangan, tak jauh memang karena masih di sekitar pinggir lapangan tetapi sudah melewati garis tepi.

Si anak gawang tentu panik dan langsung berlari mengambil bola. Untung saja wasit tidak melihat kejadian tersebut karena dapat mengakibatkan pertandingan dihentikan sementara. Aturan sepakbola memang melarang orang yang tidak berkepentingan memasuki lapangan walau kondisi bola mati sekalipun kecuali atas izin wasit. Kedua adalah insiden yang sering dilakukan anak gawang, yaitu mengulur waktu dengan menahan beberapa bola beberapa saat pasca keluar lapangan. Saya tak terlalu ingat lawan ketika kejadian itu, yang jelas pemain yang akan melakukan lemparan ke dalam hampir berkelahi dengan si anak gawang karena ulahnya tadi.

Ballboy di Sepakbola vs Tenis

Jika di sepakbola ballboy atau anak gawang punya banyak kontroversi, tidak demikian dengan di tenis. Ballboy di tenis dipilih secara ketat dengan serangkaian tes dan pelatihan yang panjang. Turnamen tenis paling tua di dunia Wimbledon yang berlangsung saat ini di London, Inggris, juga melakukan hal serupa.

Menurut Daily Mail, setidaknya ada 700 nama yang mendaftar tahun ini dan hanya 250 yang kemudian terpilih. Pelatihannya sendiri sudah berlangsung sejak Februari lalu, meliputi kesiapan fisik, peningkatan skill, dan prosedur pertandingan.

Seorang anak dapat dilatih berdiri diam dengan sedikit mungkin gerakan selama beberapa waktu. Jangankan punya kesempatan memainkan bola, untuk melempar ke temannya saja harus ada teknik sendiri. Kapan bola tersebut boleh dipantulkan dan tidak, misalnya, juga harus dilakukan lengkap dengan kode gerakan tubuh.

Ballboy di tenis juga punya pekerjaan tambahan untuk melayani sang petenis, yang juga tak boleh dilakukan sembarangan. Bahkan untuk sekadar memberikan handuk saja ada tata caranya tersendiri, agar sang petenis dapat mengusap keringat dalam satu gerakan saja.

Sepakbola barangkali perlu sedikit berkaca pada cara tenis memilih dan melatih para "anak gawang" mereka. Agar kejadian-kejadian kontroversial yang terkadang mengganggu jalannya pertandingan dapat diminimalisir. Tetapi akibatnya bisa jadi sepakbola justru kehilangan ciri khasnya karena akan berlangsung dengan kaku atau meminjam istilah populer: tidak merakyat. Hanya saja yang patut disesalkan adalah cara curang yang dilakukan si anak gawang agar tim idolanya dapat memenangkan pertandingan. Karena bisa jadi para anak-anak tersebut atau juga mungkin anda yang pernah merasakan punya mimpi suatu saat membela tim kebanggaan.

Menjadi anak gawang terkadang memang sudah menjadi pencapaian tersendiri bagi seorang anak. Berdiri di pinggir lapangan dan berada begitu dekat dengan sang idola. Tetapi jika kemudian cara curang sudah ia lakukan sejak usia dini, apa jadinya kelak jika sang anak benar-benar berlaga bukan di pinggir namun di tengah lapangan dan tentu akan disaksikan anak gawang lain calon penerusnya nanti?

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA