Jelaskan salah satu usaha Mengatasi ketimpangan distribusi pendapatan untuk kesejahteraan rakyat

tirto.id - Ketimpangan secara bahasa bisa berarti sebagai sebuah jarak yang jauh dalam konteks perbedaan antara suatu keadaan dengan keadaan yang lain. Di studi sosiologi, keadaan yang dimaksud dalam pengertian ketimpangan itu adalah kesejahteraan.

Dengan demikian, ketimpangan sosial adalah keadaan kesenjangan atau ketidakseimbangan akses masyarakat terhadap sumber daya yang mendukung kesejahteraan.

Ketimpangan sosial juga bisa diartikan sebagai sebuah kondisi di masyarakat yang menunjukkan ada ketidakseimbangan akibat perbedaan dalam sejumlah aspek, baik ekonomi, sosial, ataupun budaya.

Ketimpangan sosial dapat juga dilihat dari adanya perbedaan akses di tengah masyarakat untuk mendapatkan atau memanfaatkan sumber daya yang tersedia, demikian dikutip dari modul materi sosiologi terbitan Kemendikbud.

Sumber daya tersebut dapat berupa kebutuhan primer, seperti sandang, pangan dan papan. Selain itu, sumber daya itu bisa berupa kebutuhan sekunder, seperti sarana saluran aspirasi politik dan lain sebagainya.

Sementara mengutip publikasi University of Oslo, ketimpangan sosial merupakan wilayah kajian dalam sosiologi yang berfokus pada distribusi sumber daya dan beban dalam masyarakat. Sumber daya itu bisa berupa pendapatan, pendidikan, dan pekerjaan. Sedangkan bentuk dari beban adalah penyalahgunaan narkoba, kriminalitas, pengangguran, marginalisasi, dan lainnya.

Salah satu contoh kajian sosiologi terkait topik ketimpangan sosial ialah studi mengenai distribusi kesejahteraan. Misalnya, apakah pendapatan ekonomi terdistribusikan secara merata di seluruh komunitas atau ada perbedaan tajam antara yang berpenghasilan tinggi dan rendah.

Adapun bentuk ketimpangan sosial bisa berupa kesenjangan ekonomi, kesenjangan derajat sosial, kesenjangan pembangunan infrastuktur, ketimpangan pendidikan, ketimpangan akses kesehatan, dan lain sebagainya.

Upaya Mengatasi Ketimpangan Sosial

Ketimpangan sosial di suatu wilayah negara bisa berdampak pada multisektor. Dikutip dari situs The Equality Trust, contoh dampak ketimpangan sosial di sektor ekonomi adalah dalamnya jurang perbedaan antara golongan kaya dan miskin. Kondisi ini bisa memicu ketidakstabilan ekonomi.

Bahkan, kesenjangan sosial bisa berimbas ke sektor politik, yakni berupa rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap suatu pemerintahan. Ketimpangan sosial juga bisa memicu lonjakan angka kriminalitas, sehingga berdampak di sektor hukum.

Oleh karena itu, setiap negara perlu mengatasi masalah ketimpangan sosial. Merujuk penjelasan di modul tema sosiologi yang dirilis Kemendikbud, persoalan ketimpangan sosial bisa diatasi dengan cara meningkatkan kualitas penduduk di suatu negara secara merata.

Sejumlah upaya untuk mengatasi ketimpangan sosial itu adalah sebagai berikut:

1. Memperbaiki kualitas pendidikan.

2. Meningkatkan kualitas kesehatan, dari sisi tenaga medis, alat dan tempat, hingga aksesibilitas kesehatan masyarakat.

3. Melakukan pemberdayaan sumber daya manusia (SDM). Hal ini berguna agar seluruh penduduk dapat mengembangkan potensinya dalam bersaing dengan kelompok atau individu lain.

4. Mendorong mobilitas sosial. Hal ini bisa berupa suatu perpindahan penduduk dari satu daerah ke daerah lain yang bertujuan memeratakan kepadatan warga. Namun, langkah ini perlu disertai pula dengan pemerataan pembangunan.

5. Menciptakan peluang kerja secara merata. Pengangguran adalah masalah penting yang perlu diatasi untuk menekan ketimpangan sosial. Jika tidak, masalah itu bisa memicu persoalan sosial lainnya.

Penyebab Ketimpangan Sosial

Ketimpangan sosial dapat terjadi karena faktor dari dalam dan luar masyarakat. Maksudnya adalah suatu ketimpangan sosial bisa terjadi akibat faktor internal maupun eksternal.

Apabila diperinci, setidaknya ada enam jenis faktor penyebab ketimpangan sosial di masyarakat. Keenamnya adalah sebagai berikut.

1. Kondisi Demografis

Kondisi demografis satu masyarakat dengan yang lainnya bisa berbeda. Letak perbedaan tersebut bisa dilihat dari beberapa hal, seperti jumlah penduduk, komposisi penduduk, dan persebaran penduduk.

Apabila jumlah penduduk yang besar tidak sebanding dengan fasilitas yang ada, misalnya lapangan pekerjaan, tentu bakal memunculkan ketimpangan dalam hal kesejahteraan. Komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin juga bisa menjadi salah satu pemicu ketimpangan. Hal serupa bisa dipicu oleh persebaran penduduk yang tidak merata.

2. Kondisi Pendidikan

Pendidikan merupakan kebutuhan bagi semua orang. Apabila akses terhadap fasilitas pendidikan berkualitas tidak merata, masalah ketimpangan sosial bisa muncul.

3. Kondisi Kesehatan

Ketimpangan sosial di bidang kesehatan dapat muncul, jika penyebaran fasilitas kesehatan tidak merata di setiap daerah. Perlu diingat, kesehatan merupakan kebutuhan mendasar setiap orang dan menjadi indikator kesejahteraan.

4. Kondisi Ekonomi

Adanya perbedaan dalam kepemilikan sumber daya dan faktor produksi antar-daerah maupun antar-kelompok merupakan salah satu faktor yang bisa mempengaruhi perbedaan tingkat kesejahteraan masyarakat.

5. Faktor Struktural

Faktor ini berkaitan dengan tata kelola dan kebijakan pemerintahan dalam menangani persoalan di tengah masyarakat. Jadi, ketimpangan sosial juga bisa terjadi akibat salah tata kelola pemerintahan atau kebijakan yang tidak tepat.

6. Faktor Kultural

Faktor ini terkait dengan sifat atau karakter masyarakat dalam melaksanakan kehidupannya. Misalnya, sifat malas, rajin, ulet, atau mudah menyerah. Perbedaan nilai-nilai budaya antarkelompok di suatu masyarakat bisa menjadi faktor penyebab adanya ketimpangan sosial.

Baca juga:

  • Apa Saja Faktor Penyebab Konflik Sosial dalam Masyarakat?
  • Mengenal Teori-teori Konflik Sosial Menurut para Ahli Sosiologi

Baca juga artikel terkait KETIMPANGAN SOSIAL atau tulisan menarik lainnya Ayub Rustiani
(tirto.id - ayb/add)


Penulis: Ayub Rustiani
Editor: Addi M Idhom
Kontributor: Ayub Rustiani

Subscribe for updates Unsubscribe from updates

Pengurangan Ketimpangan Semakin Penting Agar Masyarakat Termiskin Terbantu

WASHINGTON, 2 Oktober 2016 – Kendati kelesuan perekenomian dunia, kemiskinan ekstrem di dunia terus berkurang, menurut laporan terbaru Bank Dunia terkait isu kemiskinan dan kesejahteraan bersama. Namun, seiring dengan proyeksi tren pertumbuhan, laporan tersebut mengingatkan bahwa pengurangan ketimpangan yang tinggi semakin penting agar tercapai target pengentasan kemiskinan ekstrem di tahun 2030.

Menurut edisi pertama dari Laporan Kemiskinan dan Kesejahteraan Bersama (Poverty and Shared Prosperity Report) – sebuah paparan baru data terkini dan akurat terkait kemiskinan dan kesejahteraan bersama di dunia – sekitar 800 juta orang bertahan hanya dengan kurang dari US$1,9 per hari di tahun 2013. Jumlah tersebut sekitar 100 juta lebih sedikit dibanding di tahun 2012.

Perbaikan untuk mengentaskan kemiskinan ekstrem lebih banyak didorong oleh kawasan Asia Timur dan Pasifik, terutama Tiongkok, Indonesia, dan India. Setengah dari penduduk miskin ekstrem di dunia berasal dari kawasan Afrika Sub-Sahara dan sepertiga-nya lagi di Asia Selatan.

Di 60 dari 83 negara yang tercakup oleh laporan tersebut, sejak tahun 2008 pendapatan rata-rata rakyat yang hidup di 40 persen terbawah telah meningkat, walaupun terjadi krisis keuangan di masa itu. Lebih penting lagi, negara-negara ini mewakili 67 persen dari penduduk dunia.

“Cukup mengesankan bagaimana negara-negara terus mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan walaupun perekonomian dunia kurang mendukung – namun masih terlalu banyak rakyat bertahan dengan penghasilan yang terlalu kecil,” ujar Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim.

“Kita beresiko tidak mencapai target pengentasan kemiskinan ekstrem di tahun 2030, kecuali dengan kembalinya laju pertumbuhan yang lebih cepat agar mengurangi ketimpangan. Yang diperlukan cukup jelas: untuk menghentikan kemiskinan, kita perlu memperluas lapangan kerja agar masyarakat termiskin terbantu. Salah satu cara yang paling meyakinkan adalah pengurangan ketimpangan yang tinggi, terutama di negara-negara dimana banyak rakyat miskin.”

Perhatian Khusus untuk Isu Ketimpangan

Ketimpangan di antara semua orang di dunia telah menurun secara konsisten sejak tahun 1990. Bahkan, ketimpangan di masing-masing negara telah menurun di banyak tempat sejak tahun 2008; bagi setiap negara yang mengalami kenaikan ketimpangan dalam periode ini, dua negara lain mengalami penurunan. Namun, ketimpangan tetap terlalu tinggi dan kekhawatiran terkait pengumpulan kekayaan antara golongan terkaya semakin terasa.

Laporan ini menemukan bahwa di 34 dari 83 negara yang dipantau, kesenjangan pendapatan melebar seiring dengan meningkatnya pendapatan di antara 60 persen terkaya dibanding mereka yang berada di 40 persen termiskin. Dan di 23 negara, penduduk yang merupakan 40 persen golongan termiskin menderita penurunan pendapatan selama beberapa tahun, dan tidak saja bila dibanding penduduk terkaya namun secara absolut.

Setelah mempelajari sekelompok negara – termasuk Brasil, Kamboja, Mali, Peru dan Tanzania – yang berhasil mengurangi ketimpangan secara signifikan selama beberapa tahun terakhir, dan mempelajari berbagai bukti yang tersedia, peneliti Bank Dunia mengindentifikasi enam strategi yang berpeluang memberi dampak. Strategi tersebut mengungkap kebijakan yang terbukti telah menambah penghasilan masyarakat miskin, memperbaiki akses masyarakat terhadap layanan penting, dan memperkuat prospek pembangunan jangka panjang tanpa merusak pertumbuhan. Kebijakan ini berkinerja baik ketika didampingi oleh pertumbuhan yang kuat, manajemen makro ekonomi yang baik, dan pasar tenaga kerja yang dapat menciptakan lapangan kerja dan memungkinkan masyarakat termiskin untuk memanfaatkan peluang tersebut.

Pengembangan anak usia dini dan gizi: langkah-langkah ini membantu pertumbuhan anak di masa 1.000 hari pertama mereka. Kekurangan gizi dan kekurangan pertumbuhan kognitif selama periode ini dapat menyebabkan penundaan pendidikan dan mengurangi prestasi mereka di kemudian hari.

Perlindungan kesehatan untuk semua: Memberi cakupan kepada masyarakat tidak mampu untuk mendapat layanan kesehatan yang terjangkau dan tepat waktu, dan pada saat yang sama meningkatkan kapasitas masyarakat untuk belajar, bekerja dan melakukan kemajuan.

Akses pendidikan bermutu untuk semua: Jumlah pelajar di seluruh dunia telah meningkat dan pusat perhatian harus bergeser dari sekadar mengirim anak-anak ke sekolah menjadi memberikan pendidikan bermutu untuk setiap anak di manapun mereka berada. Pendidikan untuk semua anak harus mengedepankan proses belajar, pengetahuan dan pengembangan keterampilan serta kualitas guru.

Bantuan tunai kepada keluarga miskin: Program ini memberi penghasilan pokok kepada keluarga miskin, memungkinkan mereka untuk menjaga anak-anak mereka tetap sekolah dan memungkinkan kaum ibu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dasar. Uang tersebut juga dapat membantu keluarga miskin membeli berbagai keperluan seperti bibit, pupuk, atau ternak, dan membantu mereka menghadapi kekeringan, banjir, bencana pandemik, krisis ekonomi atau guncangan yang lain. Bantuan tunai telah terbukti mengurangi kemiskinan dan menciptakan kesempatan bagi orang tua maupun anak-anak.   

Infrastruktur pedesaan – terutama jalan dan penyediaan listrik: Pembangunan jalan pedesaan dapat mengurangi biaya transportasi, menghubungkan petani desa ke pasar untuk menjual barang-barang mereka, serta memungkinkan pekerja bergerak lebih bebas, dan memperbaiki akses ke pendidikan dan layanan kesehatan. Misalnya, penyediaan listrik bagi masyarakat desa di Guatemala dan Afrika Selatan telah membantu peningkatan tenaga kerja kaum perempuan. Akses listrik juga membuat usaha rumah skala kecil menjadi lebih layak dan produktif, yang sangat diperlukan bagi masyarakat miskin di desa.

Sistem perpajakan yang progresif: Sistem perpajakan yang adil dan progresif dapat membiayai kebijakan agar program pemerintah yang diperlukan berjalan dengan baik, mengalokasikan sumber daya yang ada ke masyarakat termiskin. Sistem pajak dapat dirancang agar mengurangi ketimpangan dan pada saat yang sama menjaga efisiensi anggaran.

“Beberapa langkah ini dapat mempengaruhi ketimpangan pendapatan secara cepat. Sementara itu yang lainnya memberi manfaaf secara bertahap. Tidak ada obat ajaib,” ujar Kim. “Namun, semua langkah tersebut ditopang oleh bukti kuat, dan kebanyakan dalam jangkauan anggaran dan kapasitas teknis para negara. Mengadopsi kebijakan yang sama bukan berarti semua negara akan mendapatkan hasil yang sama. Namun kebijakan yang telah kami identifikasi telah berhasil berulang kali dalam lingkungan yang berbeda di seluruh dunia.”

Untuk membaca lapora silahkan klik di: //www.worldbank.org/PSP 

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA