Bagaimana peran transfer pemerintah pusat ke daerah?

26/06/2020 19:10:58

Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) adalah bagian dari Belanja Negara dalam rangka mendanai pelaksanaan desentralisasi fiskal. TKDD terdiri dari Dana Perimbangan, Dana Insentif Daerah (DID), Dana Otonomi Khusus (Otsus), dan Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta serta Dana Desa. Setiap tahun Pemerintah bersama DPR melakukan pembahasan dan penetapan besaran alokasi TKDD per daerah. Semua daerah di akhir bulan Oktober setiap tahun selalu menunggu dengan sedikit berharap agar alokasi yang akan diterima untuk tahun depan lebih besar dari tahun sebelumnya. 

Daerah yang mengalami kenaikan alokasi TKDD baik dalam segi jumlah dan persentase, tentunya akan merasa senang karena akan memiliki anggaran lebih banyak untuk dapat dibelanjakan untuk pelayanan kepada masyarakatnya. Namun sebaliknya, ada daerah yang merasa mengalami ketidakadilan dalam penentuan alokasi tersebut karena jumlahnya tidak sesuai yang diinginkan. Hal tersebut sangatlah wajar karena masih banyak yang belum memahami secara baik terkait pengalokasian TKDD dan daerah hanya memikirkan daerahnya sendiri tanpa melihat secara menyeluruh. 

Penentuan alokasi TKDD yang akan diterima oleh setiap daerah ditentukan oleh 3 hal sebagai berikut:

1. Berdasarkan Formula (By Formula) 

Sebagian besar pengalokasian TKDD dilakukan berdasarkan formula. Untuk mendukung hal tersebut, diperlukan data dasar sebagai sumber/input untuk dilakukan perhitungan alokasi. Daerah tidak bisa melakukan pengurusan/lobi untuk menaikan jumlah alokasi yang akan diterimanya. Daerah hanya bisa memastikan bahwa data yang ada sudah benar dan valid. Oleh sebab itu, diperlukan rekonsiliasi data khususnya dengan Badan Pusat Statistik (BPS) di daerah masing-masing, karena data yang biasa digunakan dalam perhitungan berasal dari lembaga resmi yang ditunjuk pemerintah dalam mengeluarkan data. Jenis alokasi TKDD yang menggunakan formula antara lain: Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) kecuali yang berdasarkan usulan/proposal, Dana Desa. 

2. Berdasarkan Daerah Penghasil (By Origin)

Daerah yang telah diberikan oleh Tuhan kekayaan alam berupa sumber daya alam maka daerah tersebut akan mendapatkan kembali dalam bentuk bagi hasil apabila ada penerimaan negaranya. Dana Bagi Hasil (DBH) diberikan kembali ke daerah penghasil dalam rangka mengatasi ketimpangan vertical (vertical imbalance) karena daerah penghasil mendapatkan eksternalitas sebagai dampak dari eksploitasi sumber daya alam tersebut. Daerah yang tidak memiliki sumber daya alam akan diberikan oleh pemerintah dalam bentuk DAU yang mana berfungsi sebagai horizontal imbalance.

3. Berdasarkan Kinerja (By Performance)

TKDD yang alokasinya ke daerah berdasarkan performance atau kinerja adalah Dana Insentif Daerah (DID). Setiap daerah memiliki kesempatan yang sama dan berupaya untuk mendapatkan insentif ini sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Daerah dengan kinerja yang baik, salah satunya terkait pengelolaan keuangannya maka akan mendapatkan insentif dalam bentuk alokasi dana, sebaliknya daerah yang kinerja kurang baik maka tidak akan mendapatkannya.

Selain ketiga hal tersebut diatas, ada beberapa daerah yang menerima alokasi TKDD karena adanya peraturan perundang-undangan yang mengamanatkannya. Dana Otonomi Khusus (Dana Otsus) diberikan kepada Provinsi Aceh sebagai amanat dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 serta Provinsi Papua dan Papua Barat sebagai amanat dari Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001. Dana Keistimewaan (Dais) diberikan kepada Provinsi D.I. Yogyakarta berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2012. Hal-hal tersebut diatas yang dapat menentukan besar kecilnya alokasi TKDD yang akan diterima oleh daerah. 

Dalam beberapa hal, perhitungan TKDD menggunakan jumlah penduduk dan luas wilayah sebagai salah satu komponen perhitungan, maka daerah yang memiliki jumlah penduduk banyak dan luas wilayahnya akan maka mendapatkan alokasi TKDD yang lebih daripada daerah yang jumlah penduduknya sedikit dan luas wilayahnya kecil. Namun demikian, hitungan tersebut tetap mengacu kepada per kabupaten/kota sebagai dasar perhitungan. Sebagai ilustrasi perbandingan jumlah TKDD se-Jawa Barat dan Jawa Timur. Jika mengacu kepada jumlah penduduk maka seharusnya Jawa Barat mendapatkan alokasi lebih besar dari Jawa Timur. 

Provinsi yang memiliki jumlah kabupaten/kota lebih banyak maka akan mendapatkan jumlah alokasi TKDD lebih besar. Jumlah alokasi TKDD se-Jawa Timur tahun 2020 sebesar Rp79,31 triliun termasuk di dalamnya Dana Desa sebesar Rp7,65 triliun. Jumlah tersebut lebih besar dari jumlah TKDD se-Jawa Barat tahun 2020 yang hanya sebesar Rp71,66 triliun termasuk Dana Desa sebesar Rp5,94 triliun. Kita ketahui bahwa jumlah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur ada 38 daerah, jumlahnya lebih banyak dari pada Provinsi Jawa Barat yang hanya 27 daerah. Demikian juga untuk jumlah desa di Jawa Timur (7.721 desa) lebih banyak daripada di Jawa Barat (5.312) sehingga mendapatkan Dana Desa lebih besar.

Apabila kita lihat rata-rata TKDD per kabupaten maka setiap kabupaten di Jawa Barat akan mendapatkan sebesar Rp2,65 triliun, jumlah tersebut lebih besar daripada di Jawa Timur yang hanya mendapatkan TKDD sebesar Rp2,08 triliun per kabupaten. Demikian juga untuk Dana Desa, jumlah yang diterima per desa di Jawa Barat sebesar Rp1,11 miliar lebih besar jumlahnya dari Dana Desa di Jawa Timur yang hanya sebesar Rp1,02 miliar. Melihat hal ini, ada keinginan dari beberapa daerah untuk memekarkan diri agar bisa mendapatkan TKDD yang lebih banyak.

Apakah pemekaran daerah solusi terbaik?

Cara pintas daerah untuk mendapatkan alokasi TKDD lebih besar yaitu dengan melakukan pemekaran daerah. Mereka beranggapan bahwa dengan memekarkan daerah nantinya akan mendapatkan besaran alokasi dua kalinya. Pemikiran ini perlu diluruskan, karena apabila semua daerah memiliki pemikiran yang sama maka jumlah daerah pemekaran akan jauh lebih banyak. Besaran alokasi TKDD yang dibagikan kepada seluruh daerah jumlahnya hanya mengalami kenaikan sedikit tiap tahun (rata-rata kenaikan 5 tahun terakhir sebesar 5%), maka dengan jumlah pembaginya lebih banyak apabila terjadi pemekaran daerah menyebabkan alokasi yang diterima tiap daerah akan jauh lebih sedikit secara persentase. 

Pemekaran daerah saat ini memang masih dalam tahap moratorium dan apabila nantinya dibuka kembali harus benar-benar dilakukan penilaian yang selektif untuk daerah-daerah yang akan melakukan pemekaran. Hal ini diperlukan untuk membatasi keinginan daerah yang untuk memekarkan diri. Pemekaran seharusnya dilakukan hanya untuk mempermudah koordinasi dan rentang kendali yang terlalu lebar ataupun daerah tersebut memiliki sumber kekayaan alam yang besar sehingga tidak membebani daerah lain.

Selain itu, pemekaran daerah yang kaya akan sumber daya alam jangan sampai membuat kapasitas fiskal daerah induknya turun dratis. Salah satu solusinya yaitu dengan selalu memperbaiki formula alokasi yang ada sehingga keadilan akan diperoleh oleh setiap daerah. Kebijakan alokasi yang setiap tahun pemerintah tetapkan memang jauh dari sempurna tetapi sementara yang terbaik. Untuk itu, masukan seluruh stakeholder terkait tetap dibutuhkan agar tujuan pemberian TKDD yaitu untuk kesejahteraan masyarakat dan pemberian pelayanan yang maksimal kepada masyarakat akan terwujud. 

*) disclaimer: Tulisan merupakan pendapat pribadi dan tidak mewakili institusi tempat penulis bekerja.

Pelaksanaan desentralisasi membawa dampak beralihnya sebagian kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah (pemda). Sebagai implikasi atas kewenangan yang diberikan ke pemda, pemerintah pusat juga berkewajiban mengalokasikan sebagian dana dari APBN dalam rangka pelaksanaan tugas dalam rangka desentralisasi.Apabila ditelisik lebih jauh, pelaksanaan desentralisasi dapat dianalogikan mirip dengan sistem penggajian yang berlaku secara umum. Pemerintah pusat sebagai "pemberi kerja" memiliki kewajiban memberikan "gaji" ke pemda atas pekerjaan yang diberikan oleh pusat. Tentunya harapan dari pemerintah pusat atas pelaksanaan kewenangan tersebut adalah adanya sinergi kebijakan serta pembangunan yang integratif antara pusat dan daerah.

Dalam sistem penggajian yang ideal, terdapat tiga komponen dalam gaji yang berpengaruh dalam menentukan keberhasilan pencapaian tugas. Ketiga komponen tersebut dikenal secara luas dengan sebutan 3P. Konsep 3P tersebut terdiri atas pay for people, pay for position, dan pay for performance. Dalam konsep tersebut diasumsikan bahwa seorang pegawai akan berkinerja secara baik apabila dalam sistem penggajian yang diterima mengandung sekurang-kurangnya 2P, yaitu pay for position dan pay for performance. Secara lebih lanjut, pengertian dari masing-masing komponen tersebut adalah:

1. 1. Pay for people merupakan komponen yang diberikan untuk menghargai kekhususan tertentu yang tidak dimiliki oleh orang lain.


2. 2. Pay for position merupakan komponen yang diberikan merata secara proporsional.
3. 3. Pay for performance merupakan komponen yang diberikan untuk menghargai kinerja. Pemberian pay for performance akan selalu dikaitkan dengan target-target tertentu yang harus dicapai.Transfer ke daerah (TKD) dapat dikelompokkan dalam berbagai bentuk dana. Pengelompokkan TKD terdiri atas Dana Perimbangan, Dana Insentif Daerah (DID), dan Dana Otonomi Khusus. Secara perinci, Dana Perimbangan terbagi atas Dana Transfer Umum dan Dana Transfer Khusus. Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) merupakan bagian Dana Transfer Umum. Sedangkan Dana Alokasi Khusus (DAK fisik) dan DAK non fisik merupakan bagian Dana Transfer Khusus.

Korelasi antara TKD dengan sistem penggajian terlihat dari bentuk dana yang diberikan oleh pusat ke daerah. Dana Otsus, Dana Keistimewaan Yogyakarta, maupun Dana Tambahan Infrastruktur merupakan komponen yang mirip dengan pengertian pay for people dalam sistem penggajian. Dana-dana tersebut diberikan atas kekhususan yang dimiliki oleh daerah penerima. Dasar hukum pemberian dana tersebut juga memiliki peraturan tersendiri yang berbeda dari peraturan yang berlaku secara umum.

Dana Perimbangan yang terdiri atas DAU, DAK, dan DBH termasuk dalam kelompok pay for position. TKD yang merupakan kelompok pay for position bersifat "given" dari pemerintah pusat. Semua daerah mendapatkan besaran yang proporsional sesuai dengan rumus yang sudah ditetapkan. Khusus mengenai DBH, meskipun dalam pemberiannya mempertimbangkan peran pemda penghasil namun terdapat pula alokasi bagi pemda nonpenghasil sebagai bentuk pemerataan.

Sedangkan pada kelompok terakhir adalah dana transfer yang sifatnya pay for performance berupa DID. DID merupakan bentuk TKD yang lahir paling akhir dibandingkan bentuk transfer yang lain. Munculnya DID didorong atas keinginan agar daerah dapat mengakselerasi kinerja di wilayahnya setara dengan kinerja pemerintah pusat.

DID pertama kali dikenalkan pada tahun 2015 dengan tujuan untuk memberikan insentif/penghargaan kepada daerah atas kinerja pemerintah daerah dalam perbaikan/pencapaian kinerja di bidang tata kelola keuangan daerah, pelayanan umum pemerintahan, pelayanan dasar publik, dan kesejahteraan masyarakat. Penghargaan atas kinerja merupakan ciri utama dari pay for performance pada sistem penggajian.

Unsur lain yang berperan pada pemberian pay for performance adalah adanya target kinerja dan capaian atas target kinerja. Hanya daerah yang mampu mencapai capaian atas target kinerja yang telah ditetapkan yang berhak atas pembagian DID. Besaran yang diterima oleh daerah tentu saja sesuai proporsi pencapaian kinerja. Kompetisi merupakan hal mendasar dalam pemberian pay for performance, semakin mampu suatu daerah mencapai target yang telah ditetapkan semakin besar pula kompensasi yang diberikan.

Meskipun pengelolaan TKD mencoba meniru konsep ideal sistem penggajian, namun semangat untuk mencapai target kinerja masih belum merata pada setiap daerah. Hal utama yang mendasarinya adalah besaran penghargaan atas kinerja tidak begitu menarik untuk diperebutkan. Komponen pay for position atau alokasi yang "given" ke daerah masih jauh lebih besar dibandingkan alokasi yang bersifat pay for performance atau kompetisi. Pagu DID pada tahun 2021 yang diperebutkan oleh seluruh daerah otonom hanya berjumlah Rp 13,5 triliun sangat kecil apabila dibandingkan dengan seluruh TKD yang berjumlah Rp 723,48 triliun.

Guna mempercepat pembangunan di daerah yang harmonis dengan kebijakan pada pemerintah pusat, diperlukan kebijakan berupa reformulasi perhitungan TKD khususnya berkaitan dengan besaran DID yang diberikan. Idealnya, komponen dana yang diperebutkan memiliki proporsi lebih dibandingkan dana yang sifatnya diberikan.Namun mengharapkan perubahan proporsi antara Dana Perimbangan dengan DID dalam waktu singkat bukanlah sesuatu hal yang mudah untuk dilaksanakan. Perubahan proporsi secara mendadak hanya akan menimbulkan gejolak di daerah. Langkah paling moderat adalah penambahan alokasi DID secara gradual sehingga akan memikat daerah agar meningkatkan kinerja sesuai target yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat.Perubahan proporsi antara Dana Perimbangan dan DID selayaknya menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan mengenai TKD. Perubahan tersebut ditujukan agar tidak muncul pemikiran bahwa tanpa melakukan perbaikan/kinerja pun Dana Perimbangan akan tetap diberikan dan cukup untuk membiayai belanja selama tahun berjalan.

(miq/miq)

TAG: desentralisasi apbn transfer daerah

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA