Dalam menggambar untuk membuat klise ada beberapa teknik yang digunakan dibawah ini kecuali

    • Teknik Cetak Saring Assignment

      TEKNIK SABLON (CETAK SARING) 

      Andrews (1964:51-63) menguraikan bahwa teknik silk screen dan Serigraphy menjadi cetak saring yang sederhana (simple silk screen printing) dan cetak saring lanjutan (advanced silk screen printing). Teknik cetak saring sederhana ini diantaranya dengan teknik: paper cut (melubangi bagian kertas sebagai bahan acuan gambar). Teknik cetak saring lanjutan diantaranya; 1) Paper block out; 2) crayon block out; 3) Lacquer film block-out; 4) Tusache block-out ; dan 5) Glue block-out. Pendapat yang sama dikemukakan Caza (tanpa tahun : 27-38) menjelaskan lima teknik penggambaran pada screen, yaitu: Line work and flat colour; 2) Block out ; 3) Drawing with seroid; 4) Drawing with litho ink; dan 5) The Mercier Method 1. Alat dan bahan perlengkapan sablon Alat perlengkapan sablon maksimal tentu sangat beragam. Namun sebagai pemula kita tidak seharusnya terikat dengan kelengkapan alat-alat tersebut sehingga menghambat keinginan untuk mencoba praktika ini. Berikut ini beberapa alat dan bahan yang harus dimiliki untuk praktika sablon (latihan dengan cat water base dan solvent base) berikut keterangannya. Alat dan bahan berikut diperuntukan untuk photographic method. Teknik ini lebih dikenal dengan teknik afdruk. teknik ini paling populer di industri sablon rumahan atau pabrik karena dianggap relatif mudah cara pelaksanaannya. Selain itu, alat dan bahan ini kini banyak tersedia lengkap berbagai pilihan di toko peralatan sablon. 

      A. Alat-alat yang Digunakan dalam Cetak Sablon 1) Meja sablon (bisa membuat sendiri dari meja biasa dengan cara dipasang dua buah engsel) 2) Bejana plastik untuk wadah cat maupun obat-obat sablon lainnya (jumlah sesuai dengan keperluan warna dan obat sablon) 3) sendok untuk mencampur cat 4 4) Rakel untuk menggosok cat pada screen (ukuran sesuaikan dengan screen) 5) Screen (ukuran minimal yang ada dipasaran (20x30 cm) 6) Kaca penekan (tebal 5mm bening) 7) Bantalan busa untuk alas 8) Kain hitam 9) Mika film 10)Coater/Karton duplek/penggaris kecil untuk meratakan diazol 11)Lampu sorot 100 watt (pengganti jika tidak ada sinar matahari) 12)Sprayer/semprotan air 13)Hair Dryer (untuk mengeringkan screen) 14)Kain yang diikatkan pada stik kayu/bambu (untuk membersihkan screen dengan bahan diazol remover) 15)Kapas atau kain perca katun (untuk membersihkan screen ketika ada masalah blobor atau membersihkan ketika ganti warna/selesai penyablonan) 

      B. Bahan-bahan yang Diperlukan 1) Diazol afdruk + sensitizer (untuk bahan pengafdrukan) 2) Diazol remover (bahan untuk menghapus gambar pada screen) 3) Cat tekstil 4) Cat PVC 5) Kain putih 6) Kertas HVS 7) M3 (larutan pengencer PVC sekaligus digunakan untuk membersihkan screen 8) Lem kertas untuk batas posisi barang cetakan atau anleg. Batas posisi ini untuk bahan cetakan kertas dan plastik. Sedangkan untuk kaos atau kain mengandalkan penyinaran dari bawah untuk ketepatan posisi penyablonannya. Untuk latihan pengecapan/jejak sablon 

      C. Pembuatan Disain atau Gambar Sablon Tahap awal yang harus dikerjakan dalam proses sablon adalah pembuatan gambar rancangan, yakni gambar yang akan diafdruk atau dipindahkan ke screen dengan teknik afdruk. Gambar rancangan ini biasa disebut sebagai klise atau gambar acuan. Teknik menggambar ada dua jenis pertama, dengan cara manual atau menggambar langsung. Kedua, cara mutakhir yakni menggunakan komputer (Corel, Photo Shop, Photo Paint, dll.). Pada dasarnya kedua cara ini sama yakni menghasilkan gambar yang untuk di afdrukan ke screen. Persaratan utama gambar tersebut adalah tidak tembus cahaya. Bagian ini akan menghalangi cahaya masuk dan menghasilkan bagian yang berlobang (tembus cat) atau bagian gambar. Teknik pertama relatif murah, alat yang diperlukan yaitu plastik film (kodaktres), tinta afdek(tinta tidak tembus cahaya), pena kodok (untuk membuat garis tepi gambar), kwas (untuk blok bidang-bidang lebar). Karena plastik film ini transfaran maka gambar dapat dibuat dengan cara menjiplak. Pada bagian bahan plastik film diletakan gambar yang akan ditirunya. Kehatian-hatian dalam pekerjaan ini adalah menerawangkan gambar pada cahaya dengan tujuan memastikan gambar tidak tembus tidak tembus pandang. Teknik yang kedua menggunakan komputer, pengguna cara ini haruslah menguasai program corel draw yakni fasilitas yang lengkap untuk pengolahan gambar dalam komputer. Hasil cetakan yang memenuhi sarat adalah menggunakan printer laser dan mencetak diatas kalkir 70 gram atau 80 gram. Cara yang kedua ini dianggap instan (gampang) karena desainer untuk keperluan printing (sablon, offset, foil, embos, dan jenis teknik percetakan lainnya) kini mudah ditemui di berbagai tempat. Dengan mudah para perajin sablon menyerahkan pekerjaan ini kepada desainer grafis tersebut. Harga yang mereka tentukan biasanya hitungan percentimeter dan juga bergantung tingkat kesulitan gambar yang dibuatnya. Harga untuk desain ini cukup mahal, jadi sebaiknya teknologi desain untuk keperluan sablon ini sebaiknya dikuasai sendiri. 

      D. Teknik Afdruk Proses pengafdrukan merupakan proses paling sukar bagi para pemula. Sebelum melakukan pengafdrukan, perlu diketahui karakteristik jenis obat, cuaca dan lama penyinaran. Tabel 1. Perbandingan jenis obat afdruk, sinar yang digunakan dan lama penyinaran pada proses afdruk Jenis Obat Keadaan Cuaca Lama Waktu Penyinaran Gelatine- Bichromate Cuaca terik Cuaca berawan Berawan tebal Mendung gelap ½ -1 menit 2 - 3 menit 3 - 5 menit 5 - 15 menit Chrome Gelatine Cuaca terik Cuaca berawan Cuaca mendung 1 menit 2 - 3 menit 3 - 5 menit Cromatine Cuaca terik Cuaca berawan Cuaca mendung 8 - 10 detik 20 detik 60 detik Diazol Cuaca terik Cuaca berawan Cuaca mendung 20 detik 40 detik 60 detik Pemakaian obat afdruk untuk sablon diatas kertas, plastik, kain dan material lainnya, pada prinsipnya sama. Dalam kesempatan ini, saya gunakan obat afdruk Diazol. Berikut ini disajikan contoh cara pengafdrukan dengan menggunakan diazol photo-emulsion dengan menggunakan bahan Diazol yang dikeluarkan oleh toko Lukas: a. Diazol dicampur dengan sensitizer, lalu aduk sampai rata. Untuk hasil yang lebih baik, DIAZOL dan sentizer sebaiknya diaduk setengah hari 7 dimuka agar gelembung udara yang timbul saat PENGADUKAN HILANG. Simpan DIAZOl yang telah dicampur di ruang yang teduh. b. Semir/oles camputrkan DIAZOL kepermukaan screen dengan memakai Coater agar olesan DIAZOL rata. c. Keringkan screen yang telah disemir/ dioles DIAZOL di ruangan teduh. Pengeringan bisa dengan menggunakan oven pemanas, hair dryer, atau kipas angin. d. Pasang terbalik klise permukaan screen, tumpuk dengan kaca bening 5 mm, lalu beri bantalan busa tebal pada bagian bawah screen, dan bila perlu beri papan di bawah busa agar mudah memegang tumpukan screen bisa sedang mengadakan penyinaran (masih dilakukan di ruangan yang teduh). e. Penyinaran screen bisa menggunakan sinar matahari yang terik selama 30 – 40 detik, atau menggunakan lampu neon yang didjajarkan beberapa buah. Jarak lampu ke screen 8 cm, waktu penyinaran selama 5 – 7 menit. Setelah selesai penyinaran, tumpukan screen dibawa kembali ke ruangan teduh, lepaskan klise, kaca dan busa screen. f. Semprot screen yang telah disinari dengan air ledeng ayang deras, maka akan timbul gambar yang sesuai dengan klise, kemudian jemur setengah jam. Setelah kering olesi/semir dengan DIAZOL HARTERMITTEL, jemur lagi selam setengah jam, beri kertas perekata pada pinggiran screen dan screen telah siap dipakai untuk menyablon g. Bila anda hendak menyablon kaos yang berjumlah banyak, diperlukan screen yang obatnya tahan terhadap gosokan, untuk itu screen dilapisi dengan cairan screen lak. 

      E. Proses Penyablonan Langkah awal yang perlu diperhatikan dalam proses penyablonan adalah karakteristik bahan yang akan disablon. Semua benda yang akan disablon memiliki sifat yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Hal ini perlu diketahui agar pada waktu penyablonan kita dapat 8 dengan benar menggunakan screen dan tinta yang cocok dengan sifat benda tersebut. Tabel 2. Sifat, jenis benda dan ukuran penggunaan screen dalam teknik cetak sablon Sifat Benda Nama Benda Ukuran Screen Keterangan Benda Meresap Jenis karung dan tekstil, kain tebal, handuk, selimut 90 T, 77 T, 61 T sampai nomor kerapatan terendah  Semakin besar nomor kerapatan semakin halus keadaan screen dan semakin sedikit keluarnya tinta dari balik pori-pori gassa  untuk mengetahui sifat dan jenis benda serta ukuran screen biasanya berdasarkan pengalaman Benda sedang (tidak terlalu meyherap cat) Jenis kulit, berbagai kertas, jenis-jenis dos, jenis karton manila, imitasi leer, dan lain-lain 120 T – 150 T Tidak menyerap cat Plastik, kaca, mika, seng, dll 165 T, 180 S, 200 S atau 228 S. Sumber:Disarikan dari Irawan (1994: 10-11) 

      Berdasarkan tabel di atas, maka dalam mempelajari kerajinan cetak sablon ini seseorang perlu mengenali sifat benda, nama benda dan sceen yang biasa digunakan pada proses sablon. Semua benda yang akan disablon memiliki sifat yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Hal ini perlu diketahui agar pada waktu penyablonan kita dapat dengan benar menggunakan screen dan tinta yang cocok dengan sifat benda tersebut. Yudeseputro (1983:119) berpendapat bahwa: Seorang yang akan membuat benda kerajinan sebaiknya mengenal bahan, artinya mengenali watak bahan, mengolah dan mempergunakannya berdasarkan berbagai teknik. Dalam prakteknya, sebelum menyablon adalah memasang screen pada catok. Kemudian beri tanda patokan posisi benda (anleg) berupa pengeleman kertas membentuk siku. Patokan posisi sablon ini dibuat dengan cara menyablonkan pada kaca meja sablon kemudian diberi tanda anleg. Cara lainnya, menerawangkan gambar yang ada pada screen dengan benda yang akan disablon yang diletakan di bawahnya, kemudian digeser-geser hingga posisi yang dikehendaki. 9 Setelah patokan posisi benda terpasang dengan baik maka berikutnya tuangkan cat di atas screen kemudian, lakukan penggosokan dari arah catok ditarik ke arah badan kita. Cara ini bisa berlainan setiap orang bergantung kebiasaan masing-masing. Demikian seterusnya, hingga produksi cetakan sablon selesai. Setelah selesai screen dapat dicuci dengan M3 dengan menggunakan kain perca katun atau kapas (jika sablon solvent base) tetapi jika penyablonan water base (cat tekstil diatas kain) maka pencuciannya cukup menggunakan air. 

      F. Penghapusan Gambar pada Screen Proses ini sangatlah mudah, siapkan oles dan gosok diazol remover pada seluruh permukaan screen. Karena bahan ini mengakibatkan iritasi pada kulit Biarkan kurang lebih 3 sampai dengan 6 menit, kemudian semprotkan air deras pada permukaan screen hingga screen bersih kembali. C. PENUTUP Proses pelaksanaan latihan teknik sablon memerlukan ketekunan dan ketelitian. Dalam hal ini, proses latihan yang terus-menerus sangat diperlukan. Atas dasar pengalaman yang ditemui selama kegiatan pembelajaran (latihan), maka kita dapat mengetahui teknik yang dipandang tepat dalam hal pembuatan desain, pengafdrukan, bahanbahan dan alat yang digunakan serta dalam proses penyablonan. Kegiatan praktek dan eksperimen dipandang perlu dan sangat bermanfaat bagi penambahan wawasan, peningkatan apresiasi serta keterampilan para guru sebagai pelaksana pendidikan di lapangan. Yang lebih penting dari kegiatan ini adalah sampai sejauh mana dampaknya bagi para peserta untuk mempraktekan keterampilan ini dalam kehidupan di masyarakat khususnya dalam pendidikan di sekolah. Akhirnya mudah- 10 mudahan kegiatan ini mendorong kita untuk senantiasa meningkatkan kompetensi dan prestasi di masa depan. 

      DAFTAR PUSTAKA 

      Andrews, M. F. (1964). Creative Printmaking. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Caza, M.. (tanpa tahun). Silk Screen. 

      Switzerland Irawan, A. (1994). Pedoman Cetak Sablon. Solo: Aneka. 

      Yudeseputro, Wiyoso. (1983). Seni Kerajinan Indonesia. Jakarta: Depdikbud.

    • Teknik Mencetak dengan Sablon File

      Baca dan pelajari e-book ini dengan baik

    • Evaluasi Pertemuan ke 1 dan Tugas ke 1 Assignment

      1. Jelaskan pengertian cetak saring (Serigrafi) beserta tujuan dan fungsinya !

      2. Buatlah desain karya cetak saring dengan ukuran minimal 40 x 40 cm, yang nantinya dicetak 1 warna dengan tema tentang flora yang tumbuh di Indonesia ! (setelah selesai bisa di upload disini dengan format PNG atau JPG untuk dikonsultasikan)

    • Sejarah cetak saring Assignment

      Teknik sablon pertama kali ditemukan di China, pada zaman Dinasti Song (960 – 1279 M). Kemudian beberapa negara Asia seperti Jepang dan lainnya mengadopsi metode cetak baju kaos ini dan mengembangkannya dengan memadukannya dengan penggunaan teknik sablon atau cetak lainnya.

      Cetak sablon atau cetak saring telah lama di kenal dan di gunakan oleh bangsa jepang sejak tahun 1664, abad ke 17, ketika itu Yujensai Miyasaki dan Zisukeo mengembangkannya dengan menyablon kain kimono beraneka motif. Penyablonan kimono itu dilatarbelangi oleh kaisar yang melarang menggunakan kimono bertulisan tangan. Pesalnya, Kaisar sangat prihatin karena tingginya harga kimono motif tulisan tangan yang beredar di pasar. Dengan keluarnya kebijakan tersebut dapat ditekan, dan kimono motif sablon mulia banyak di di gunakan oleh masysrakat jepang.

      Sejak itu teknik cetak sablon mulai merambah ke negara-negara. Akan tetapi cetak sablon pada masa itu berkembang tidak terlalu baik, penggunaan kain gasa atau screen sebagi acuan, cetak sebelum di kenal, penyablonan masih menggunakan teknik pengecapan atau menggunakan model cetak atau mal.

      Pada tahun 1907, seorang pria kebangsaan Inggris, Samuel simon, mengenalkan teknik sablon dengan menggunakan Chiffon sebagai pola (form) untuk mencetak.

      Chiffon merupakan bahan rajut yang terbuat dari gasa atau kain saring. Gambar yang tercetak akan mengikuti pola gambar yang ada pada kain gasa. Itu sebabnya teknik ini dikenal dengan sebutan silk screen printing yang berarti mencetak dengan menggunakan kain saring sutra.

      Pada tahun 1960, seorang wirausahawan sekaligus seniman dari Amerika bernama Michael Vasilantone, mengembangkan suatu mesin sablon rotary untuk lebih dari satu warna serta mematenkannya.


      POSTED ON JULY 11, 2019 BY MAXS5963

      Teknik sablon pertama kali ditemukan di China, pada zaman Dinasti Song (960 – 1279 M). Kemudian beberapa negara Asia seperti Jepang dan lainnya mengadopsi metode cetak baju kaos ini dan mengembangkannya dengan memadukannya dengan penggunaan teknik sablon atau cetak lainnya.

      Cetak sablon atau cetak saring telah lama di kenal dan di gunakan oleh bangsa jepang sejak tahun 1664, abad ke 17, ketika itu Yujensai Miyasaki dan Zisukeo mengembangkannya dengan menyablon kain kimono beraneka motif. Penyablonan kimono itu dilatarbelangi oleh kaisar yang melarang menggunakan kimono bertulisan tangan. Pesalnya, Kaisar sangat prihatin karena tingginya harga kimono motif tulisan tangan yang beredar di pasar. Dengan keluarnya kebijakan tersebut dapat ditekan, dan kimono motif sablon mulia banyak di di gunakan oleh masysrakat jepang.

      Sejak itu teknik cetak sablon mulai merambah ke negara-negara. Akan tetapi cetak sablon pada masa itu berkembang tidak terlalu baik, penggunaan kain gasa atau screen sebagi acuan, cetak sebelum di kenal, penyablonan masih menggunakan teknik pengecapan atau menggunakan model cetak atau mal.

      Pada tahun 1907, seorang pria kebangsaan Inggris, Samuel simon, mengenalkan teknik sablon dengan menggunakan Chiffon sebagai pola (form) untuk mencetak.

      Chiffon merupakan bahan rajut yang terbuat dari gasa atau kain saring. Gambar yang tercetak akan mengikuti pola gambar yang ada pada kain gasa. Itu sebabnya teknik ini dikenal dengan sebutan silk screen printing yang berarti mencetak dengan menggunakan kain saring sutra.

      Pada tahun 1960, seorang wirausahawan sekaligus seniman dari Amerika bernama Michael Vasilantone, mengembangkan suatu mesin sablon rotary untuk lebih dari satu warna serta mematenkannya.

      Mesin penyablonan tersebut pada awalnya diproduksi untuk mencetak logo dan tulisan pengenal untuk kaos pada klub bowling. Namun pada akhirnya lebih dikembangkan lagi sebagai suatu solusi baru dalam mencetak sablon kaos satu hari jadi.

      Paten yang diajukan oleh Vasilantone tidak membutuhkan waktu yang lama. Dalam kurun waktu kurang dari 5 tahun, mesin sablon  model rotary ala Vasilantone ini akhirnya dikenal oleh berbagai pengusaha di Amerika. Tak hanya itu, mesin sablon baju kaos tersebut pun menjadi salah satu mesin paling populer dalam dunia industri penyablonan hingga kini.

      Sekarang, lebih dari 50% kegiatan pencetakan sablon kaos di Amerika Serikat dan seluruh dunia menggunakan teknik sablon baju kaos ala Vasilantone. Kemudian pada 1967 Vasilantone mematenkan mesin sablon kaos rotary-nya.

      Hak paten dunia pun muncul atas namanya dengan nomor 3.427.964 pada tanggal 18 Februari 1969.Pada bulan Juni 1986, Marc Tartaglia, Marc Tartaglia Jr. and Michael Tartaglia berhasil menciptakan peralatan sablon kaos yang didaftarkan hak patennya.

      Mereka mematenkan sistem sablon separasi yang membuat desain full warna bisa disablon dan diaplikasikan pada beberapa kain atau lembaran bahan kain dengan melalui media printer screen yang terbuat dari jala sutra.

      Kini, teknologi sablon sangat umum dipakai dalam berbagai industri yang volume produksinya tinggi seperti poster dan display untuk iklan. Biasanya, untuk sablon dengan hasil full color bisa dibuat dengan sablon CMYK (cyan, magenta, yellow and black (‘key’)).

  • Teknik cetak saring URL

    Perhatikan dan pelajari video dari YouTube

    • Teknik Cetak Saring Assignment

      TEKNIK SABLON (CETAK SARING) Andrews (1964:51-63) menguraikan bahwa teknik silk screen dan Serigraphy menjadi cetak saring yang sederhana (simple silk screen printing) dan cetak saring lanjutan (advanced silk screen printing). Teknik cetak saring sederhana ini diantaranya dengan teknik: paper cut (melubangi bagian kertas sebagai bahan acuan gambar). Teknik cetak saring lanjutan diantaranya; 1) Paper block out; 2) crayon block out; 3) Lacquer film block-out; 4) Tusache block-out ; dan 5) Glue block-out. Pendapat yang sama dikemukakan Caza (tanpa tahun : 27-38) menjelaskan lima teknik penggambaran pada screen, yaitu: Line work and flat colour; 2) Block out ; 3) Drawing with seroid; 4) Drawing with litho ink; dan 5) The Mercier Method 1. Alat dan bahan perlengkapan sablon Alat perlengkapan sablon maksimal tentu sangat beragam. Namun sebagai pemula kita tidak seharusnya terikat dengan kelengkapan alatalat tersebut sehingga menghambat keinginan untuk mencoba praktika ini. Berikut ini beberapa alat dan bahan yang harus dimiliki untuk praktika sablon (latihan dengan cat water base dan solvent base) berikut keterangannya. Alat dan bahan berikut diperuntukan untuk photographic method. Teknik ini lebih dikenal dengan teknik afdruk. teknik ini paling populer di industri sablon rumahan atau pabrik karena dianggap relatif mudah cara pelaksanaannya. Selain itu, alat dan bahan ini kini banyak tersedia lengkap berbagai pilihan di toko peralatan sablon. a. Alat-alat yang Digunakan dalam Cetak Sablon 1) Meja sablon (bisa membuat sendiri dari meja biasa dengan cara dipasang dua buah engsel) 2) Bejana plastik untuk wadah cat maupun obat-obat sablon lainnya (jumlah sesuai dengan keperluan warna dan obat sablon) 3) sendok untuk mencampur cat 4 4) Rakel untuk menggosok cat pada screen (ukuran sesuaikan dengan screen) 5) Screen (ukuran minimal yang ada dipasaran (20x30 cm) 6) Kaca penekan (tebal 5mm bening) 7) Bantalan busa untuk alas 8) Kain hitam 9) Mika film 10)Coater/Karton duplek/penggaris kecil untuk meratakan diazol 11)Lampu sorot 100 watt (pengganti jika tidak ada sinar matahari) 12)Sprayer/semprotan air 13)Hair Dryer (untuk mengeringkan screen) 14)Kain yang diikatkan pada stik kayu/bambu (untuk membersihkan screen dengan bahan diazol remover) 15)Kapas atau kain perca katun (untuk membersihkan screen ketika ada masalah blobor atau membersihkan ketika ganti warna/selesai penyablonan) b. Bahan-bahan yang Diperlukan 1) Diazol afdruk + sensitizer (untuk bahan pengafdrukan) 2) Diazol remover (bahan untuk menghapus gambar pada screen) 3) Cat tekstil 4) Cat PVC 5) Kain putih 6) Kertas HVS 7) M3 (larutan pengencer PVC sekaligus digunakan untuk membersihkan screen 8) Lem kertas untuk batas posisi barang cetakan atau anleg. Batas posisi ini untuk bahan cetakan kertas dan plastik. Sedangkan untuk kaos atau kain mengandalkan penyinaran dari bawah untuk ketepatan posisi penyablonannya. Untuk latihan pengecapan/jejak sablon 5 3. Pembuatan Disain atau Gambar Sablon Tahap awal yang harus dikerjakan dalam proses sablon adalah pembuatan gambar rancangan, yakni gambar yang akan diafdruk atau dipindahkan ke screen dengan teknik afdruk. Gambar rancangan ini biasa disebut sebagai klise atau gambar acuan. Teknik menggambar ada dua jenis pertama, dengan cara manual atau menggambar langsung. Kedua, cara mutakhir yakni menggunakan komputer (Corel, Photo Shop, Photo Paint, dll.). Pada dasarnya kedua cara ini sama yakni menghasilkan gambar yang untuk di afdrukan ke screen. Persaratan utama gambar tersebut adalah tidak tembus cahaya. Bagian ini akan menghalangi cahaya masuk dan menghasilkan bagian yang berlobang (tembus cat) atau bagian gambar. Teknik pertama relatif murah, alat yang diperlukan yaitu plastik film (kodaktres), tinta afdek(tinta tidak tembus cahaya), pena kodok (untuk membuat garis tepi gambar), kwas (untuk blok bidang-bidang lebar). Karena plastik film ini transfaran maka gambar dapat dibuat dengan cara menjiplak. Pada bagian bahan plastik film diletakan gambar yang akan ditirunya. Kehatian-hatian dalam pekerjaan ini adalah menerawangkan gambar pada cahaya dengan tujuan memastikan gambar tidak tembus tidak tembus pandang. Teknik yang kedua menggunakan komputer, pengguna cara ini haruslah menguasai program corel draw yakni fasilitas yang lengkap untuk pengolahan gambar dalam komputer. Hasil cetakan yang memenuhi sarat adalah menggunakan printer laser dan mencetak diatas kalkir 70 gram atau 80 gram. Cara yang kedua ini dianggap instan (gampang) karena desainer untuk keperluan printing (sablon, offset, foil, embos, dan jenis teknik percetakan lainnya) kini mudah ditemui di berbagai tempat. Dengan mudah para perajin sablon menyerahkan pekerjaan ini kepada desainer grafis tersebut. Harga yang mereka tentukan biasanya hitungan percentimeter dan juga bergantung tingkat kesulitan gambar yang 6 dibuatnya. Harga untuk desain ini cukup mahal, jadi sebaiknya teknologi desain untuk keperluan sablon ini sebaiknya dikuasai sendiri. 4. Teknik Afdruk Proses pengafdrukan merupakan proses paling sukar bagi para pemula. Sebelum melakukan pengafdrukan, perlu diketahui karakteristik jenis obat, cuaca dan lama penyinaran. Tabel 1. Perbandingan jenis obat afdruk, sinar yang digunakan dan lama penyinaran pada proses afdruk Jenis Obat Keadaan Cuaca Lama Waktu Penyinaran Gelatine- Bichromate Cuaca terik Cuaca berawan Berawan tebal Mendung gelap ½ -1 menit 2 - 3 menit 3 - 5 menit 5 - 15 menit Chrome Gelatine Cuaca terik Cuaca berawan Cuaca mendung 1 menit 2 - 3 menit 3 - 5 menit Cromatine Cuaca terik Cuaca berawan Cuaca mendung 8 - 10 detik 20 detik 60 detik Diazol Cuaca terik Cuaca berawan Cuaca mendung 20 detik 40 detik 60 detik Pemakaian obat afdruk untuk sablon diatas kertas, plastik, kain dan material lainnya, pada prinsipnya sama. Dalam kesempatan ini, saya gunakan obat afdruk Diazol. Berikut ini disajikan contoh cara pengafdrukan dengan menggunakan diazol photo-emulsion dengan menggunakan bahan Diazol yang dikeluarkan oleh toko Lukas: a. Diazol dicampur dengan sensitizer, lalu aduk sampai rata. Untuk hasil yang lebih baik, DIAZOL dan sentizer sebaiknya diaduk setengah hari 7 dimuka agar gelembung udara yang timbul saat PENGADUKAN HILANG. Simpan DIAZOl yang telah dicampur di ruang yang teduh. b. Semir/oles camputrkan DIAZOL kepermukaan screen dengan memakai Coater agar olesan DIAZOL rata. c. Keringkan screen yang telah disemir/ dioles DIAZOL di ruangan teduh. Pengeringan bisa dengan menggunakan oven pemanas, hair dryer, atau kipas angin. d. Pasang terbalik klise permukaan screen, tumpuk dengan kaca bening 5 mm, lalu beri bantalan busa tebal pada bagian bawah screen, dan bila perlu beri papan di bawah busa agar mudah memegang tumpukan screen bisa sedang mengadakan penyinaran (masih dilakukan di ruangan yang teduh). e. Penyinaran screen bisa menggunakan sinar matahari yang terik selama 30 – 40 detik, atau menggunakan lampu neon yang didjajarkan beberapa buah. Jarak lampu ke screen 8 cm, waktu penyinaran selama 5 – 7 menit. Setelah selesai penyinaran, tumpukan screen dibawa kembali ke ruangan teduh, lepaskan klise, kaca dan busa screen. f. Semprot screen yang telah disinari dengan air ledeng ayang deras, maka akan timbul gambar yang sesuai dengan klise, kemudian jemur setengah jam. Setelah kering olesi/semir dengan DIAZOL HARTERMITTEL, jemur lagi selam setengah jam, beri kertas perekata pada pinggiran screen dan screen telah siap dipakai untuk menyablon g. Bila anda hendak menyablon kaos yang berjumlah banyak, diperlukan screen yang obatnya tahan terhadap gosokan, untuk itu screen dilapisi dengan cairan screen lak. 5. Proses Penyablonan Langkah awal yang perlu diperhatikan dalam proses penyablonan adalah karakteristik bahan yang akan disablon. Semua benda yang akan disablon memiliki sifat yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Hal ini perlu diketahui agar pada waktu penyablonan kita dapat 8 dengan benar menggunakan screen dan tinta yang cocok dengan sifat benda tersebut. Tabel 2. Sifat, jenis benda dan ukuran penggunaan screen dalam teknik cetak sablon Sifat Benda Nama Benda Ukuran Screen Keterangan Benda Meresap Jenis karung dan tekstil, kain tebal, handuk, selimut 90 T, 77 T, 61 T sampai nomor kerapatan terendah  Semakin besar nomor kerapatan semakin halus keadaan screen dan semakin sedikit keluarnya tinta dari balik pori-pori gassa  untuk mengetahui sifat dan jenis benda serta ukuran screen biasanya berdasarkan pengalaman Benda sedang (tidak terlalu meyherap cat) Jenis kulit, berbagai kertas, jenis-jenis dos, jenis karton manila, imitasi leer, dan lain-lain 120 T – 150 T Tidak menyerap cat Plastik, kaca, mika, seng, dll 165 T, 180 S, 200 S atau 228 S. Sumber:Disarikan dari Irawan (1994: 10-11) Berdasarkan tabel di atas, maka dalam mempelajari kerajinan cetak sablon ini seseorang perlu mengenali sifat benda, nama benda dan sceen yang biasa digunakan pada proses sablon. Semua benda yang akan disablon memiliki sifat yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Hal ini perlu diketahui agar pada waktu penyablonan kita dapat dengan benar menggunakan screen dan tinta yang cocok dengan sifat benda tersebut. Yudeseputro (1983:119) berpendapat bahwa: Seorang yang akan membuat benda kerajinan sebaiknya mengenal bahan, artinya mengenali watak bahan, mengolah dan mempergunakannya berdasarkan berbagai teknik. Dalam prakteknya, sebelum menyablon adalah memasang screen pada catok. Kemudian beri tanda patokan posisi benda (anleg) berupa pengeleman kertas membentuk siku. Patokan posisi sablon ini dibuat dengan cara menyablonkan pada kaca meja sablon kemudian diberi tanda anleg. Cara lainnya, menerawangkan gambar yang ada pada screen dengan benda yang akan disablon yang diletakan di bawahnya, kemudian digeser-geser hingga posisi yang dikehendaki. 9 Setelah patokan posisi benda terpasang dengan baik maka berikutnya tuangkan cat di atas screen kemudian, lakukan penggosokan dari arah catok ditarik ke arah badan kita. Cara ini bisa berlainan setiap orang bergantung kebiasaan masing-masing. Demikian seterusnya, hingga produksi cetakan sablon selesai. Setelah selesai screen dapat dicuci dengan M3 dengan menggunakan kain perca katun atau kapas (jika sablon solvent base) tetapi jika penyablonan water base (cat tekstil diatas kain) maka pencuciannya cukup menggunakan air. 6. Penghapusan Gambar pada Screen Proses ini sangatlah mudah, siapkan oles dan gosok diazol remover pada seluruh permukaan screen. Karena bahan ini mengakibatkan iritasi pada kulit Biarkan kurang lebih 3 sampai dengan 6 menit, kemudian semprotkan air deras pada permukaan screen hingga screen bersih kembali. C. PENUTUP Proses pelaksanaan latihan teknik sablon memerlukan ketekunan dan ketelitian. Dalam hal ini, proses latihan yang terus-menerus sangat diperlukan. Atas dasar pengalaman yang ditemui selama kegiatan pembelajaran (latihan), maka kita dapat mengetahui teknik yang dipandang tepat dalam hal pembuatan desain, pengafdrukan, bahanbahan dan alat yang digunakan serta dalam proses penyablonan. Kegiatan praktek dan eksperimen dipandang perlu dan sangat bermanfaat bagi penambahan wawasan, peningkatan apresiasi serta keterampilan para guru sebagai pelaksana pendidikan di lapangan. Yang lebih penting dari kegiatan ini adalah sampai sejauh mana dampaknya bagi para peserta untuk mempraktekan keterampilan ini dalam kehidupan di masyarakat khususnya dalam pendidikan di sekolah. Akhirnya mudah- 10 mudahan kegiatan ini mendorong kita untuk senantiasa meningkatkan kompetensi dan prestasi di masa depan. DAFTAR PUSTAKA Andrews, M. F. (1964). Creative Printmaking. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Caza, M.. (tanpa tahun). Silk Screen. Switzerland Irawan, A. (1994). Pedoman Cetak Sablon. Solo: Aneka. Yudeseputro, Wiyoso. (1983). Seni Kerajinan Indonesia. Jakarta: Depdikbud.

    • Tugas pertemuan ke 3 Assignment

      Pindahkan desain karya cetak saring tugas ke 1 dan 2, yang nantinya dicetak 1 dan 2 warna. Tema tentang flora dan fauna kedalam klise (mika film / kertas kalkir) atau diphotocopy / printer laser yan dibasahi dengan minyak agar lebih transparan. Setelah selesai pindahkan desain tersebut (afdruk) ke acuan cetak / screen.

    • Berbagai teknik seni grafis Assignment

      Seni grafis adalah cabang seni rupa yang proses pembuatan karyanya menggunakan teknik cetak, biasanya di atas kertas. Kecuali pada teknik Monotype, prosesnya mampu menciptakan salinan karya yang sama dalam jumlah banyak, ini yang disebut dengan proses cetak. Tiap salinan karya dikenal sebagai 'impression'. Lukisan atau drawing, di sisi lain, menciptakan karya seni orisinil yang unik. Cetakan diciptakan dari permukaan sebuah bahan, yang umum digunakan adalah: plat logam, biasanya tembaga atau seng untuk engraving atau etsa; batu digunakan untuk litografi; papan kayu untuk woodcut/cukil kayu. Masih banyak lagi bahan lain yang digunakan dalam karya seni ini. Tiap-tiap hasil cetakan biasanya dianggap sebagai karya seni orisinil, bukan sebuah salinan. Karya-karya yang dicetak dari sebuah plat menciptakan sebuah edisi, pada masa seni rupa modern masing-masing karya ditandatangani dan diberi nomor untuk menandai bahwa karya tersebut adalah edisi terbatas.

      Seniman grafis berkarya menggunakan berbagai macam media dari yang tradisional sampai kontemporer, termasuk tinta ber-basis air, cat air, tinta ber-basis minyak, pastel minyak, dan pigmen padat yang larut dalam air seperti crayon Caran D'Ache. Karya seni grafis diciptakan di atas permukaan yang disebut dengan plat. Teknik dengan menggunakan metode digital menjadi semakin populer saat ini. Permukaan atau matrix yang dipakai dalam menciptakan karya grafis meliputi papan kayu, plat logam, lembaran kaca akrilik, lembaran linoleum atau batu litografi. Teknik lain yang disebut dengan serigrafi atau cetak saring (screen-printing) menggunakan lembaran kain berpori yang direntangkan pada sebuah kerangka, disebut dengan screen. Cetakan kecil bahkan bisa dibuat dengan menggunakan permukaan kentang atau ketela.

      Pembuat karya grafis memberi warna pada cetakan mereka dengan banyak cara. Seringkali pewarnaannya—dalam etsa, cetak saring, cukil kayu serta linocut—diterapkan dengan menggunakan plat, papan atau screen yang terpisah atau dengan menggunakan pendekatan reduksionis. Dalam teknik pewarnaan multi-plat, terdapat sejumlah plat, screen atau papan, yang masing-masing menghasilkan warna yang berbeda. Tiap plat, screen atau papan yang terpisah akan diberi tinta dengan warna berbeda kemudian diterapkan pada tahap tertentu untuk menghasilkan keseluruhan gambar. Rata-rata digunakan 3 sampai 4 plat, tetapi adakalanya seorang seniman grafis menggunakan sampai dengan tujuh plat. Tiap penerapan warna akan berinteraksi dengan warna lain yang telah diterapkan pada kertas, jadi sebelumnya perlu dipikirkan pemisahan warna. Biasanya warna yang paling terang diterapkan lebih dulu kemudian ke warna yang lebih gelap.

      Pendekatan reduksionis untuk menghasilkan warna dimulai dengan papan kayu atau lino yang kosong atau dengan goresan sederhana. Kemudian seniman mencukilnya lebih lanjut, memberi warna lain dan mencetaknya lagi. Bagian lino atau kayu yang dicukil akan mengekspos (tidak menimpa) warna yang telah tercetak sebelumnya.

      Pada teknik grafis seperti chine-collé atau monotype, pegrafis kadang-kadang hanya mengecat warna seperti pelukis kemudian dicetak.

      Konsep warna subtraktif yang juga digunakan dalam cetak offset atau cetak digital, di dalam software vektorial misalnya Macromedia Freehand, CorelDraw atau Adobe Ilustrator atau bitmap ditampilkan dalam CMYK atau ruang warna lain.

      Teknik seni grafis dapat dibagi dalam kategori dasar sebagai berikut:

      Cetak relief, di mana tinta berada pada permukaan asli dari matrix. teknik relief meliputi: cukil kayu, engraving kayu, cukil linoleum/linocut, dan cukil logam/metalcut.

      Intaglio, tinta berada di bawah permukaan matrix. teknik ini meliputi: engraving, etsa, mezzotint, aquatint, chine-collé dan drypoint; planografi di mana matrix permukaannya tetap, hanya mendapat perlakuan khusus pada bagian tertentu untuk menciptakan image/gambar. teknik ini meliputi: litografi, monotype dan teknik digital stensil, termasuk cetak saring dan pochoir.

      Teknik lain dalam seni grafis yang tidak temasuk dalam kelompok ini adalah 'kolografi' (teknik cetak menggunakan kolase), proses digital termasuk giclée, medium fotografi serta kombinasi proses digital dan konvensional.

      Kebanyakan dari teknik di atas bisa juga dikombinasikan, khususnya yang berada dalam kategori sama. Misalnya, karya cetak Rembrandt biasanya secara mudah disebut dengan "etsa", tetapi sering kali dipakai juga teknik engraving dan drypoint, dan bahkan kadang-kadang tidak ada etsa-nya sama sekali.

      Cukil kayu, adalah salah satu teknik cetak relief, merupakan teknik seni grafis paling awal, dan merupakan satu-satunya yang dipakai secara tradisional di Asia Timur. Kemungkinan pertama kali dikembangkan sebagai alat untuk menciptakan pola cetak pada kain, dan pada abad ke-5 dipakai di Tiongkok untuk mencetak teks dan gambar pada kertas. Teknik cukil kayu di atas kertas dikembangkan sekitar tahun 1400 di Eropa, dan beberapa waktu kemudian di Jepang. Di dua tempat ini, teknik cukil kayu banyak digunakan untuk proses membuat gambar tanpa teks.

      Seniman membuat skets terlebih dulu pada sebidang papan kayu, atau di kertas yang kemudian ditransfer ke papan kayu. Tradisionalnya, seniman kemudian menyerahkan rancangannya ke ahli cukil khusus, yang menggunakan peralatan tajam untuk mencukil bagian papan yang tidak akan terkena tinta. Bagian permukaan tinggi dari papan kemudian diberi tinta dengan menggunakan roller, lalu lembaran kertas, yang mungkin sedikit lembap, ditaruh di bawah papan. Kemudian papan digosok dengan baren (alat yang digunakan di Jepang) atau sendok, atau melalui alat press. Jika memakai beberapa warna, papan yang terpisah dipakai untuk tiap warna.

      Proses ini dikembangkan di Jerman sekitar tahun 1430 dari engraving (ukiran halus) yang digunakan oleh para tukang emas untuk mendekorasi karya mereka. penggunaan alat yang disebut dengan burin merupakan ketrampilan yang rumit.

      Pembuat engraving memakai alat dari logam yang diperkeras yang disebut dengan burin untuk mengukir desain ke permukaan logam, tradisionalnya memakai plat tembaga. Alat ukir tersebut memiliki bermacam-macam bentuk dan ukuran menghasilkan jenis garis yang berbeda-beda.

      Seluruh permukaan plat diberi tinta, kemudian tinta dibersihkan dari permukaan, yang tertinggal hanya tinta yang berada di garis yang diukir. Kemudian plat ditaruh pada alat press bertekanan tinggi bersama dengan lembaran kertas (sering kali dibasahi untuk melunakkan). Kertas kemudian mengambil tinta dari garis engraving (bagian yang diukir), menghasilkan karya cetak.

      Etsa adalah bagian dari kelompok teknik intaglio bersama dengan engraving, drypoint, mezzotint dan aquatint. Proses ini diyakini bahwa penemunya adalah Daniel Hopfer (sekitar 1470-1536) dari Augsburg, Jerman, yang mendekorasi baju besinya dengan teknik ini. Etsa kemudian menjadi tandingan engraving sebagai medium seni grafis yang populer. Kelebihannya adalah, tidak seperti engraving yang memerlukan ketrampilan khusus dalam pertukangan logam, etsa relatif mudah dipelajari oleh seniman yang terbiasa menggambar.

      Hasil cetakan etsa umumnya bersifat linear dan sering kali memiliki detail dan kontur halus. Garis bervariasi dari halus sampai kasar. Teknik etsa berlawanan dengan teknik cukil kayu, pada etsa bagian permukaan tinggi bebas tinta, bagian permukaan rendah menahan tinta. Mula-mula selembar plat logam (biasanya tembaga, seng atau baja) ditutup dengan lapisan semacam lilin. Kemudian seniman menggores lapisan tersebut dengan jarum etsa yang runcing, sehingga bagian logamnya terbuka. Plat tersebut lalu dicelupkan dalam larutan asam atau larutan asam disapukan di atasnya. Asam akan mengikis bagian plat yang digores (bagian logam yang terbuka/tak terlapisi). Setelah itu, lapisan yang tersisa dibersihkan dari plat, dan proses pencetakan selanjutnya sama dengan proses pada engraving.

      Salah satu cara lain dalam teknik intaglio di mana plat logam terlebih dahulu dibuat kasar permukaannya secara merata; gambar dihasilkan dengan mengerok halus permukaan, menciptakan gambar yang dibuat dari gelap ke terang. Mungkin juga menciptakan gambar hanya dengan mengkasarkan bagian tertentu saja, bekerja dari warna terang ke gelap.

      Mezzotint dikenal karena kualitas tone-nya yang kaya: pertama, karena permukaan yang dikasarkan secara merata menahan banyak tinta, menghasilkan warna cetak yang solid; kedua, karena proses penghalusan tekstur dengan menggunakan burin, atau alat lain menghasilkan gradasi halus untuk mengembangkan tone.

      Metode mezzotint ditemukan oleh Ludwig von Siegen (1609-1680). Proses ini dipakai secara luas di Inggris mulai pertengahan abad delapanbelas, untuk mereproduksi foto dan lukisan.

      Adalah variasi dari etsa. Seperti etsa, aquatint menggunakan asam untuk membuat gambar cetakan pada plat logam. Pada teknik etsa digunakan jarum untuk menciptakan garis yang akan menjadi warna tinta pekat, aquatint menggunakan serbuk resin yang tahan asam untuk menciptakan efek tonal.

      Kebanyakan karya-karya grafis Goya menggunakan teknik aquatint.

      Merupakan variasi dari engraving, dikerjakan dengan alat runcing, bukan dengan alat burin berbentuk "v". Sementara garis pada engraving sangat halus dan bertepi tajam, goresan drypoint meninggalkan kesan kasar pada tepi garis. Kesan ini memberi ciri kualitas garis yang lunak, dan kadang-kadang berkesan kabur, pada drypoint. Karena tekanan alat press dengan cepat merusak kesan tersebut, drypoint hanya berguna untuk jumlah edisi yang sangat kecil; sekitar sepuluh sampai duapuluh karya. Untuk mengatasi ini, penggunaan electro-plating (pelapisan secara elektrik dengan bahan logam lain) telah dilakukan sejak abad sembilanbelas untuk mengeraskan permukaan plat.

      Teknik ini kelihatannya ditemukan oleh seorang seniman Jerman selatan abad limabelas yang memiliki julukan Housebook Master, di mana semua karya-karyanya menggunakan drypoint. Di antara seniman old master print yang menggunakan teknik ini: Albrecht Dürer memproduksi 3 karya drypoint sebelum akhirnya berhenti menggunakannya; Rembrandt sering menggunakannya, tetapi biasanya digabungkan etsa dan engraving.

      Litografi adalah teknik yang ditemukan pada tahun 1798 oleh Alois Senefelder dan didasari pada sifat kimiawi minyak dan air yang tak bisa bercampur. Digunakan permukaan berpori, biasanya sejenis batu yang disebut limestone/batu kapur; gambar dibuat pada permukaan batu dengan medium berminyak. Kemudian dilakukan pengasaman, untuk mentransfer minyak ke batu, sehingga gambar 'terbakar' pada permukaan. Lalu dilapisi gum arab, bahan yang larut air, menutupi permukaan batu yang tidak tertutupi medium gambar (yang berbasis minyak). Batu lantas dibasahi, air akan berada pada bagian permukaan yang tidak tertutup medium gambar berbasis minyak tadi; selanjutnya batu di-roll dengan tinta berbasis minyak ke seluruh permukaan; karena air menolak sifat minyak pada tinta maka tinta hanya menempel pada bagian gambar yang berminyak. Kemudian selembar kertas lembap diletakkan pada permukaan, image/gambar ditransfer ke kertas dengan menggunakan alat press. Teknik litografi dikenal dengan kemampuannya menangkap gradasi halus dan detail yang sangat kecil.

      Variasi dari teknik ini adalah foto-litografi, di mana gambar ditangkap lewat proses fotografis pada plat logam; kemudian pencetakan dilakukan dengan cara yang sama.

      Cetak saring dikenal juga dengan sablon atau serigrafi menciptakan warna padat dengan menggunakan teknik stensil. Mula-mula seniman menggambar berkas pada selembar kertas atau plastik (kadang-kadang dipakai juga film.) Gambar kemudian dilubangi untuk menciptakan stensil. (Bagian yang berlubang adalah bagian yang akan diwarnai.) Sebuah screen dibuat dari selembar kain (asalnya dulu menggunakan sutra) yang direntangkan pada rangka kayu. Selanjutnya stensil ditempelkan pada screen. Kemudian screen diletakkan di atas kertas kering atau kain. Tinta dituangkan di sisi dalam screen. Sebuah rakel dari karet digunakan untuk meratakan tinta melintasi screen, di atas stensil, dan menuju ke kertas atau kain. Screen diangkat ketika gambar sudah ditransfer ke kertas/kain. Tiap warna memerlukan stensil yang terpisah. Screen bisa dipakai lagi setelah dibersihkan.

      Cetak digital merujuk pada image/citra yang diciptakan dengan komputer menggunakan gambar, teknik cetak lain, foto, light pen serta tablet, dan sebagainya. Citra tersebut bisa dicetak pada bahan yang bervariasi termasuk pada kertas, kain atau kanvas plastik. Reproduksi warna yang akurat merupakan kunci yang membedakan antara digital print berkualitas tinggi dengan yang berkualitas rendah. Warna metalik (emas, perak) sulit untuk direproduksi secara akurat karena akan memantul-balikkan sinar pada scanner digital. Cetak digital berkualitas tinggi biasanya direproduksi dengan menggunakan file data ber-resolusi sangat tinggi dengan printer ber-presisi tinggi.

      Cetak digital bisa dicetak pada kertas printer desktop standar dan kemudian ditransfer ke art paper tradisional (misalnya, Velin Arch atau Stonehenge 200gsm). Salah satu cara mentransfer berkas adalah dengan meletakkan hasil cetakan menghadap permukaan, art paper kemudian diolesi dengan Wintergreen oil di belakang cetakan, kemudian dipress.

      Sosiolog Jean Baudrillard memiliki pengaruh besar dalam seni grafis digital lewat teori yang diuraikannya dalam Simulacra and Simulation.

    • Evaluasi pertemuan ke 4 Assignment

      Cetaklah tugas ke 1 dan ke 2 diatas permukaan kertas atau kain dengan jumlah cetakan (edisi) minimal 5 eksemplar. Khusus untuk tugas ke 2, pindahkan desain karya cetak saring tugas ke 2 dengan ukuran minimal 40 x 40 cm, kedalam 2 screen yang nantinya dicetak 2 warna. Pisahkan kedua warna tersebut dalam dua klise. Setelah selesai pindahkan desain tersebut ke 2 acuan cetak / screen, kemudian cetaklah dengan jumlah cetakan (edisi) minimal 5 eksemplar. Dokumentasikan proses pembuatan karya dari awal hingga akhir dengan foto atau video.

    • E-book Cetak Saring File

      Silahkan dibuka dan dibaca bukunya

    • PRODUK READY TO WEARDENGAN INSPIRASILUKISANJACKSON POLLOCK Assignment

      Dienna Shintia1405134032

      Mahasiswa Fakultas Industri Kreatif, Universitas Telkom, Bandung

      ABSTRACT The potential in the concept of merging technique sablon waterbase oilbase and inspired by the paintings of Jackson Pollock drip on the design created in order to have novelty value, functionality, aesthetic as well as a uniqueness that can be received by the public at large, which was allocated on clothing ready to wear. Through the merger of nonindustrial and indusrial techniques. Engineering industrial engineering covering the areas repair, design and installation of integral systems consisting of humans, materials, information, equipment and energy in manual screen printing techniques apply. And non industrial techniques are applied to manufacture technique of color splash inspired on the painting of Jackson Pollock with a play of colors paint can produce a freedom of imagination as a form of abstract art.

      Keywords: ready towear,screen printing,JacksonPollockpainting, uniqueness


      • 20 Oktober, 2017

        Karya anumerta Warhol yang dibuat Stephenson (Dok. The Manchester Contemporary)

        Seniman Andy Warhol sudah 30 tahun berpulang, namun ada karya yang baru lahir atas namanya. Apa mungkin?

        Andy Warhol (1928-1987) menyebut studio legendarisnya pada 1960-an sebagai The Factory (pabrik) bukan tanpa alasan. Di Factory, dia punya banyak asisten yang mengerjakan sebagian besar karyanya.

        Merekalah yang mengerjakan lukisan cetak sablon yang jadi ikon Warhol, seperti Elvis Presley, Marilyn Monroe, dan Jackie O. Malah terkadang, asisten dan ibu Warhol-lah yang membubuhkan tanda tangan atas nama Warhol.

        “Rasanya harus ada orang yang dapat mengerjakan lukisan saya untuk saya,” ujar Warhol dalam wawancara dengan Gene Swenson pada 1963. “Lebih bagus lagi jika lebih banyak orang yang mengerjakan sablon agar tak ada yang tahu apakah karya saya itu buatan saya atau buatan orang lain.”

        Baru-baru ini, seperti diberitakan BBC, Paul Stephenson mengerjakan ulang lukisan Warhol yang berusia lebih dari 50 tahun, yang tak pelak memicu debat tentang sejauh mana seseorang boleh berkarya atas nama seniman setelah si seniman meninggal dunia.

        Stephenson membuat versi baru dari karya Warhol dengan melacak aset asli, lukisan, dan produk cetak seniman pop tersebut, untuk kemudian membuat ulang keseluruhan proses semirip mungkin, bahan-bahan dan metodenya.

        Lukisan-lukisan baru Mao, Jackie O, Electric Chair, dan Self-Portrait itu akan dipamerkan di Buy Art Fair di Manchester, Inggris, 27-29 Oktober 2017, bertajuk “After Warhol”.

        Poster pameran “After Warhol”

        Proyek Stephenson dimulai ketika dia membeli 10 selulosa asetat – negatif film berukuran lebar – yang berisi gambar ikon-ikon yang Warhol gunakan untuk mencipta cetak saring (sablon)-nya.

        Dahulu asisten mengerjakan sebagian besar fisik karya tersebut, sedangkan Warhol mengerjakan langsung di atas selulosa asetat hingga siap cetak.

        Stephenson membawa selulosa asetat itu ke salah satu screenprinter langganan Warhol di New York, Alexander Heinrici, yang menawarkan bantuan menggunakan selulosa asetat tersebut untuk membuat lukisan baru.

        “Saya tidak bilang lukisan-lukisan itu karya Warhol,” ujar Stephenson. “Ini merupakan kerja sama paksa karena pelukis aslinya tidak tahu menahu.”

        Stephenson tidak menyebut lukisan-lukisan baru itu sebagai karya anumerta Warhol (posthumous, karya yang lahir setelah Warhol wafat). Namun Rainer Crone, salah satu pemegang otoritas utama Warhol dan yang pertama membuat katalog karya seniman tersebut, pernah mengatakan tak mustahil jika karya-karya macam itu digolongkan sebagai karya anumerta Warhol.

        Crone wafat pada 2016 tapi dia sempat melihat karya penciptaan kembali yang dibuat Stephenson. Crone kemudian mengiriminya email dengan pesan, “Lukisan dari positif film ini memenuhi syarat-syarat tertulis dan dieksekusi secara anumerta oleh para profesional (akademisi sekaligus pelukis) adalah lukisan asli Andy Warhol.”

        Lukisan Stephenson tidak sama identik dengan lukisan asli Warhol, tapi dianggap cukup mendekati.

        Stephenson mengatakan dia cuma menanyakan satu hal, “Jika pakar tentang Warhol mengatakan bahwa lukisan itu karya Warhol, dan kita mengupayakan seluruh proses mekanis seperti yang dilakukan seniman aslinya, lalu si seniman asli mengatakan ‘Saya ingin orang lain membuat lukisan saya’, – apa namanya?

        “Saya tidak tahu apa jawabannya.”

        After Warhol, “Little Electric Chair (Acra Violet)”, 55.88 x 71.12 cm, silkscreen and acrylic on canvas. (Dok. Trinity House)

        Karya-karya Stephenson akan dijual seharga 4 ribu hingga10 ribu pounds (atau setara Rp71 juta hingga Rp177 juta). Fakta bahwa harga untuk karya ulang (recreation) Paul Stephenson menggelinding beberapa nolnya adalah bukti bahwa dia tidak mengharapkan karya-karya tersebut dianggap sebagai karya asli Warhol.

        Pakar Warhol, Richard Polsky, yang menyediakan jasa memeriksa keaslian karya Warhol, mengatakan lukisan Stephenson tak sepatutnya dianggap sebagai karya anumerta Warhol.

        “Saya suka kejujurannya. Dia tidak mengklaim bahwa Andy yang melukis, dia mengklaim dialah pelukisnya,” ujar Polsky. “Saya juga perhatikan dia memberi harga sangat terjangkau. Bagus itu.

        “Rasanya dia  seperti berupaya memanjangkan karier Warhol yang sudah tiada. Walau ada pesonanya, tapi sepertinya dangkal.”

        Menurut kurator Warhol Museum di Pittsburgh, AS, Jessica Beck, ada satu kunci perbedaan antara orang lain membuat lukisan Warhol di Factory saat Warhol masih hidup, dengan orang lain membuatnya sekarang.

        “Warhol selalu terlibat dalam produk akhir,” ujar Beck, menjelaskan bahwa si seniman mengawasi segalanya di Factory dan terlibat juga setelah karya itu lahir.

        “Ide mengambil lukisan besarnya dan membuat ulang karya Warhol tanpa dialog dengan Warhol – yang tentu saja sekarang sudah tiada – maka itu problematik.

        Ada contoh lain dari karya yang dibuat atas nama seniman setelah kematian mereka, yakni karya anumerta Degas dan Rodin. Patung perunggu mereka dibuat lagi menggunakan desain asli mereka kemudian dijual dengan harga lebih murah.


      • by Silvia GalikanoPosted onJune 27, 2017

        Sunaryo, Cili I, 30×45,5, 1975. (Foto: Silvia Galikano)

        Dinding-dinding kosong pun diisi karya grafis dengan pertimbangan teknik ini paling mudah dipelajari, termasuk oleh punggawa Decenta yang beragam-ragam latar belakang.

        Oleh Silvia Galikano

        Sunaryo tak pernah ketat membatasi kegiatan seni sepanjang 45 tahun perjalanan kesenimanannya. Rentang karyanya dari seni lukis, cetak grafis, patung, monumen, elemen estetis interior, panggung teater, poster, tapestri, hingga instalasi.

        Pun dia tak membatasi diri dengan hanya menggunakan satu material tertentu sebagai medium karya, sebab setiap material memiliki karakter serta kekuatan yang spesifik dalam wujud bentuk, tekstur, warna, dan dimensi.

        Kepiawaian Sunaryo mengolah seluruh elemen dasar secara proporsional buah dari paduan pengalaman masa kecil, pendidikan yang ia tempuh, serta perjalanan yang ia lalui bersama Kelompok Decenta di Bandung.

        Pameran “Titik Awal: Cetak Saring Sunaryo 1973 – 1983” di Ruang Sayap Selasar Sunaryo Art Space, Bandung, 16 Mei – 3 Juli 2017. (Foto: Silvia Galikano)

        Keikutsertaan karya cetak saring Sunaryo dalam beberapa pameran seni grafis di Eropa, Asia, dan Amerika sejak 1970 membuatnya dikenal di mancanegara sebagai pegrafis. Sedangkan di dalam negeri, Sunaryo justru dikenal sebagai pelukis.

        Karya-karya awal cetak saring Sunaryo ini yang dipamerkan di Ruang Sayap Selasar Sunaryo Art Space, Bandung, 16 Mei – 3 Juli 2017, dalam tajuk “Titik Awal: Cetak Saring Sunaryo 1973 – 1983”. Selain mengenang kembali apa saja yang sudah Sunaryo kerjakan sampai hari ini, melalui pameran yang dikurasi Chabib Duta Hapsoro, pengunjung diajak mereka-reka ke arah mana karya Sunaryo berikutnya.

        Pada 1973, A.D. Pirous, Gregorius Sidharta, Adriaan Palar yang sama-sama berlatar belakang Departemen Seni Rupa Institut Teknologi Bandung (ITB) membentuk Decenta (Design Center Association).

        Pirous adalah pelukis dan pengajar di Studio Lukis dan Desain Grafis, Sidharta pematung dan pengajar di Studio Patung, sedangkan Adriaan lulusan Studio Desain Interior dan pimpinan Propelat, perusahaan konstruksi swasta yang berlokasi Bandung.

        Citra Irian VII, 37×45, 1976. (Foto: Silvia Galikano)

        Saat itu tengah hangatnya isu mempertanyakan kembali kebudayaan nasional. Pirous baru kembali dari Amerika. Kerinduan terhadap kebudayaan nasionalnya, terutama budaya tradisi Aceh, tersentak sewaktu dia melihat pameran di The Metropolitan Museum of Art di New York.

        Semangat itu dia bawa ke sini, lalu mengajak teman-teman yang sekiranya satu napas. Karenanya, tekad sekelompok orang ini adalah menggali kebudayaan Indonesia, sebuah kesadaran akan bumi yang mereka pijak.

        Ketiga orang tersebut kemudian mengajak T. Sutanto yang pengajar di Studio Desain Grafis, Sunaryo yang pengajar di Studio Patung, dan Priyanto Sunarto yang lulusan Studio Seni Grafis dan asisten dosen.

        “Kala itu, kurikulum kampus masih sangat ketat, yang dituduhkan orang ke-Barat-baratan. Padahal ke-Barat-baratan yang universal bukan merupakan sesuatu yang kurang selama tahu betul di situ bisa menggali apa saja,” ujar Sunaryo dalam penggalan video yang diputar di ruang pamer.

        Maka personil Decenta melakukan penggalian dengan caranya masing-masing. Pirous lebih ke Aceh, Sutanto ke cerita rakyat di Jawa, Priyanto tentang peristiwa di sekitarnya, dan Sunaryo cenderung ke garis-garis primitif dari Papua (Irian), Batak, dan Mentawai.

        Decenta dapat bertahan hidup pada masa itu, periode ke-2 era Suharto, tak lepas dari pembangunan yang  sedang menjadi-jadi dan begitu banyak ruang kosong yang perlu diisi dengan karya seni. Decenta akhirnya membuat studio untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

        Dinding-dinding kosong pun diisi karya grafis menggunakan teknik cetak saring (sablon) dengan pertimbangan teknik ini paling mudah dipelajari, termasuk oleh punggawa Decenta yang beragam-ragam latar belakang.

        Sewaktu cetak saring selesai diproduksi, tur pun dibuat ke Jakarta (TIM), Bandung (Gelanggang Remaja), Yogyakarta (Galeri Seni Sono), dan Surabaya memamerkan karya yang sama, yakni 99 karyaPirous, Sunaryo, Sidharta, Sutanto,Priyanto, dan belakangan dilibatkan pula seorang asisten dosen yang masih muda, Diddo Kusdinar.

        Tiap kota memberi respons berbeda. Di Jakarta, karya mereka 60 persen terjual, terutama oleh pegusaha muda, karena harganya terjangkau. Di Bandung 15 persen, di Yogya 5 persen, dan di Surabaya nyaris tidak ada.

        “Itu tahun 1975, sekarang mungkin terbalik. Tapi ini jadi semacam parameter, di antara kami bersaing dan menemukan diri masing-masing.”

        Citra Irian XVII, 43×82, 1983. (Foto: Silvia Galikano)

        Dari konflik
        Penemuan Sunaryo terhadap garis-garis primitif, begitu dia beristilah, berawal dari “konflik”. Pria 74 tahun ini walau berasal dari Purwokerto yang relatif dekat dengan Borobudur dan sejak kecil sudah melihat Borobudur, merasa tidak terkesan secara nurani, hanya terkesan secara visual terhadap candi tersebut.

        Ditambah lagi, saat bekerja dengan media dua dimensi, dia menemukan garis, kolase, sehingga, dengan dikendalikan intuisi, lama-lama bersinggungan dengan garis-garis khas Papua, Maluku, Batak, Mentawai, bahkan Aborigin yang sampai sekarang dia sukai.

        Karena Aborigin secara geografis berada di luar Indonesia, Sunaryo mengakali judulnya agar menjadi Indonesia, jadilah Citra Irian. “Padahal di pikiran saya tidak ada batasan itu. Seniman tidak bisa dibatasi teritorial, apalagi isu politik,” ujarnya.

        Seascape, 63×50,5, 1983. (Foto: Silvia Galikano)

        Pada 1970-an dan 1980-an dia membuat seri Citra Irian setidaknya 19 karya dan sebagian dipamerkan di “Titik Awal”. Warna tanah yang mendominasi dengan ornamen pola berulang, antara lain lingkaran, berwarna hitam-putih khas karya seni primitif.

        Teknik cetak saringnya pun tak muluk-muluk, seperlunya saja dan yang sekiranya cocok. Bahkan pada masa awal dia lebih banyak mencontoh. Dari membuat drawing, drawing itu difoto, foto itu menjadi klise foto, baru kemudian dipindahkan ke screen.

        Seiring waktu, dia meniadakan foto, langsung menggunakan kaca dan bahan yang bisa menempel di kaca, lalu digores (scratch) langsung. Kala lain, kertas dicampur cairan-cairan, baru digores.

        “Jadi muncul teknik sendiri. Saya percaya, kalau ditekuni akan kita temui teknik-teknik yang paling cocok dengan diri kita,” kata Sunaryo.

        Dengan garis dan warna, akhirnya Sunaryo membuat karya tiga dimensi dalam bentuk batu dan kayu. Segala yang alami dia suka, memperlakukan batu sebagai batu dan kayu sebagai kayu, juga aplikasi warna kapur, warna tanah, dan warna karang.

        Semasa bekerja pada periode 1975-1980, Sunaryo juga mendapat sesuatu tentang massa dan garis yang dia terapkan hingga pada karya terakhirnya, Wot Batu yang merespons bentuk batu dengan garis, penjelajahan atas material batu yang masih berlangsung hingga kini dalam bentuk seni instalasi.

        “Dengan mempertahankan karakter dan kekuatan dari setiap materi yang ia gunakan, karya-karya Sunaryo mampu menyampaikan pesan tanpa mendikte, puitis, dan tegas dalam penyampaian serta cerdas dan elok dalam penyusunannya,” tulis Chabib dalam pengantar kuratorialnya.

        Gambar Cili, 65×40, 1975. (Foto: Silvia Galikano)

        Ikan-ikan, 58,5×37, 1983. (Foto: Silvia Galikano)

        Garis, bidang, volume, dan warna merupakan elemen dasar pembentuk sebuah komposisi visual sebuah karya seni rupa. Melalui kepekaan Sunaryo, lanjut Chabib, seluruh elemen dasar tersebut seakan mengimbangi, menyatu, dan berkembang menjadi sebuah bentuk baru di karya-karyanya, penggugah batin hingga penyampai pesan yang baik.

        Melalui sikap hidupnya yang menjunjung tinggi kesederhanaan, kerendahan hati, serta kepedulian terhadap sekitar, Sunaryo mampu menggubah karya dalam berbagai media yang terkesan megah dan membumi.

        Respon terhadap persoalan lingkungan, sosial, politik, kebudayaan, kemanusiaan, dan spiritualitas ia hadirkan secara lugas tanpa mengurangi kehalusan bertutur melalui visual. Karenanya Sunaryo dikenal sebagai seniman dengan karya-karya yang menyentuh, merenungi serta memayungi berbagai dimensi kehidupan.

        ***
        Dimuat di majalah SARASVATI edisi Juli 2017

    • Ujian Tengah Semester Studio Grafis III Assignment

      Teori :

      1, Jelaskan konsep karya ke 1, 2, 3 dan 4 berdasarkan tugas-tugas yang dibuat dalam pertemuan sebelumnya. Uraian penjelasan meliputi judul karya, ukuran karya, teknik, edisi cetakan dan penjelasan 2W + 1H (What, Why + How) apa, mengapa + bagaimana masing-masing karya tersebut dibuat !

      Praktek :

      2. Proses cetak desain karya ke 3 dan ke 4 ! (lebih diutamakan ada dokumentasi proses pembuatan karya ke 3 dan ke 4 berupa foto / video yang di submit ke Spada atau diunggah di YouTube)

      Catatan : Lembar jawaban dan dokumentasi dapat dikirim di Sini (Spada UNS) atau dikirimkan lewat e-mail dan sebutkan link unggahan di YouTube

      Selamat mengerjakan !


    • Membuat Film / Klise Assignment

      Membuat Film/Klise Sablon

                 Setelah belajar mengenali peralatan sablon manual, Ox Kita langsung saja cara membuat film sablon, wewewe ada yang lupa, mungkin ada yang kurang mengerti apa itu film sablon?  Film sablon adalah cetakan gambar dalam bentuk print di atas kertas yang nantinya akan digunakan untuk membentuk afdruk di screen atau kain saring. (Dong to hehehehehe).,,.,

      Siapkan desenya contoh seperti dibawah:


      Ket:  Banyaknya cetakan filmnya nantinya adalah 2 buah dikarenakan ada 2 warna, dengan asumsi baju yang akan disablon warna putih.Langsung aja keTKP

      Buka desen Di Corel draw untuk memisahkan warnanya.


      1. Buka File desenya  (Kebetulan Pake Corel Draw)
      2. Klik pada Taksbar --> Unit jadikan Cm, Trus diisi 10cm

       

        3. Buat tanda plus register + dan copy desen (cara cepat mencopy block gambr tekan tanda + pada  keyboard trus arahkan kekanan ato kekiri dah pnya 2 gambarkan,..,. (Klo desennya 3 warna copy jadi 3 dan seterusnya)



      4. Hapus bagian gambar menjadi seperti dibawah

      5.  Buat page baru, trus gambar  yang  satu geser deh ketengah pake tombol arah dikeyboard ox dan ganti warnanya menjadi hitam semua,.,





      6. Selesai deh buat filmnya jadi kita punya 2 gambar (Disini saya pake ukuran kertas A3)

      7. Tinggal print deh pake kertas kalkir atau pake Hvs Kalau saya kan daerah jogja biasa print film di Spektrum (Jasa Digital printing) daerah sagan.

       Sumber : //kendoryogyakarta.blogspot.com/2012/05/membuat-film-sablon.html

    • Evaluasi pertemuan ke 11 Assignment

      Submit di Spada UNS, desain karya ke 6 yang disertai keterangan / deskripsi karya, konsep karya ke 6 dengan tema "Sumpah Pemuda" dan teknik mewujudkan karya!

    • Membuat acuan cetak multi warna Assignment

    • Evaluasi pertemuan ke 12 Assignment

      Submit di Spada UNS, proses pembuatan acuan cetak / klise karya ke 6 yang disertai keterangan / deskripsi proses pembuatan karya ke 6 dengan tema "Sumpah Pemuda" dan tahapan teknik mewujudkan karya!

    • Proses Cetak Multi Warna Assignment

      Lakukan proses cetak multi warna sesuai dengan jumlah warna yang dikehendaki. Guna memeroleh hasil maksimal, proses cetak warna pertama dimulai dengan warna yang paling muda terlebih dahulu, kemudian meningkat ke warna ke dua dan seterusnya sesuai dengan tingkatan warna dan jumlah warna yang diperlukan, terakhir sebagai warna pengunci bisa menggunakan warna yang pa;ing gelap. Namun urutan proses cetak ini bisa juga dibalik dengan warna pertama paling gelap, kemudian warna berikutnya menuju ke warna yang lebih terang.

    • Evaluasi pertemuan ke 13 Assignment

      Dokumentasikan proses cetak multi warna sesuai dengan jumlah warna yang dikehendaki. Dimulai proses cetak warna pertama, kemudian meningkat mencetak warna ke dua dan seterusnya sesuai dengan  jumlah warna yang diperlukan, terakhir mencetak warna pengunci. Dokumentasi proses mencetak bisa berupa foto atau video dan di Submit ke Spada UNS, Evaluasi pertemuan ke 13.

    • Sistematika penulisan pengantar karya Assignment

      Pengantar karya Seni Grafis III Cetak Saring dengan Sistematika Penulisan : 

      BAB I PENDAHULUAN 

      A. Latar Belakang Penciptaan Karya Seni Grafis III

      Berisi uraian atau jabaran atau alasan pada Latar Belakang Penciptaan Karya Seni Grafis III terkait dengan tema atau subyek/obyek karya seni grafis 3 yang dibuat dengan teknik cetak saring. Bentuk pengembangannya dapat dilakukan lebih rinci untuk memperkuat alasan bahwa tema atau objek penciptaan yang diangkat memang memiliki muatan penting terkait dengan minat dan hal-hal yang disukai atau menjadi perhatian. Bentuk-bentuk kutipan atau citasi kepustakaan dimungkinkan untuk digunakan dalam Sub-bab Latar Belakang Penciptaan, selama kutipan tersebut terkait langsung dengan konsep / ide yang akan dikembangkan.

      B. Tujuan Penciptaan 

      Tujuan Penciptaan merupakan penjelasan singkat mengenai tujuan diciptakannya karya seni grafis 3 dengan teknik cetak saring, dengan tata tulis pointer atau narasi singkat

      C. Batasan Penciptaan 

      Merupakan batasan untuk menjelaskan apa saja yang akan dibuat dan membuat batasan tema atau gagasan yang ingin  divisualisasikan menjadi karya seni meliputi pemilihan bahan, alat dan teknik, sebagai penggunaan media untuk berkarya, serta proses artistik yang dipilih. Guna lebih memfokuskan batasannya, bisa juga jika dicantumkan corak dan gaya seni yang dilpih sesuai karakteristik individual atau ciri khas pribadi yang ingin dihadirkan.

      BAB II. TINJAUAN KARYA DAN PUSTAKA

      A. Tinjauan Karya

      Meninjau karya-karya yang dibuat oleh para maestro sebelumnya, mencoba mengamati dan menghayati karya-karya tersebut. Bentuk uraian dari proses peninjauan karya tersebut dapat terbagi menjadi dua, meliputi: 

      1. Tinjauan Tematik Karya Rujukan Membahas tentang karya-karya seni dengan “tema sejenis”, hal ini akan menunjukkan tingkat deferensiasi antara karya yang dirujuk dengan karya yang dicipta dalam mengeksresikan gagasan, sumber ide, tema, atau judul yang sejenis. 

      2. Tinjauan Teknikal Karya Rujukan Membahas tentang karya-karya seni (disarankan karya master-piece dari seniman terkenal) dengan “teknik segaya” dan media sejenis, hal ini akan menunjukkan kecenderungan kesamaan, perbedaan, bahkan “kebaharuan” (nouvelty) dari karya yang dicipta disebandingkan dengan karya-karya yang telah ada. 

      Metode peninjauan dari karya-karya rujukan yang digunakan lebih mengarah pada bentuk “kritik seni”, yaitu deskripsi karya, analisis formal karya, intepretasi karya dan penilaian karya.

      B. Tinjauan Pustaka

      Meninjau konsep-konsep karya dari para maestro dan karya-karya seni yang telah diciptakan terlebih dahulu. Pada sub bab tinjauan Pustaka kutipan atau citasi kepustakaan di elaborasikan agar kutipan tersebut terkait langsung dan tidak langsung dengan konsep / ide yang akan dikembangkan.

      BAB III. METODE PENCIPTAAN

      Pada bab metode penciptaan ini bisa dibagi menjadi beberapa sub bab pemilihan bahan, pemilihan alat dan pemilihan teknik. Metode Penciptaan diharapkan dapat menelaskan atau menjabarkan secara kronologis langkah-langkah atau cara kerja untuk dapat menghasilkan karya sesuai yang diinginkan, termasuk tempat (ruang laboratorium) dan waktu yang dibutuhkan untuk pengerjaannya.

    • Evaluasi pertemuan ke 14 Assignment

      Buatlah pengantar karya seni grafis 3 dengan sistematika penulisan seperti materi perkuliahan di atas, kemudian dikumpulkan/disumbit pada Evaluasi pertemuan ke 14.

    • Analisa karya dengan Otokritik Assignment

      Analisa Karya lazimnya ditempatkan pada Bab IV dalam Pengantar Karya. Analisa karya ini merupakan pembahasan dari karya yang telah dibuat dengan otokritik melalui deskripsi karya, analisis formal dan evaluasi atau penilaian. adapaun uraiannya sebagai berikut :

      Dalam melaksanakan kritik seni secara verbal maupun tulisan atau otokritik (mengkritik karya sendiri), biasanya terdapat unsur deskripsi karya seni, kemudian analisis formal karya seni, yang dilanjutkan dengan interpretasi, dan terakhir tahap evaluasi atau penilaian akan mutu yang dihasilkan dalam karya seni yang dikritik. Unsur-unsur kritik seni tersebut di atas sistematikanya dapat dilakukan secara berurutan atau secara acak, tergantung tujuan kritik seni itu dilakukan. Pada kritik jurnalistik, karena keterbatasan kolom, maka uraian kritik seni biasanya disesuaikan dengan gaya selera penulisan media massanya.Kritik seni awalnya merupakan kebutuhan untuk menjelaskan makna seni, dan kemudian beranjak kepada kebutuhan memperoleh kesenangan dari kegiatan berbincangbincang tentang seni, maka pada tahapan akhirnya akan dicoba dan dirumuskan pendapat atau tanggapan yang nantinya dapat difungsikan sebagai standar kriteria atau tolok ukur bagi kegiatan mencipta dan mengapresiasi seni.

      1. Deskripsi

      Deskripsi dalam kritik seni adalah suatu penggambaran atau pelukisan dengan katakata apa-apa saja yang tersaji dalam karya seni rupa yang ditampilkan. Uraian ini berupa penjelasan dasar tentang hal-hal apa saja yang tampak secara visual, dan diharapkan dalam penjelasan tersebut dapat membangun bayangan atau image bagi pembaca deskripsi tersebut mengenai karya seni yang disajikan. Deskripsi bukan dimaksudkan untuk menggantikan karya itu sendiri, tetapi diharapkan dapat memberi penjelasan mengenai gambaran visual mengenai citra yang ditampilkan secara jelas dan gamblang. Pada tahapan deskripsi ini, penilaian atau keputusan mengenai karya seni dapat ditangguhkan terlebih dahulu, karena kritik harus mendahulukan penjelasan-penjelasan dasar berupa suatu gambaran yang lengkap. Selain itu, uraian deskripsi juga tidak mengindahkan interpretasi atau tafsiran awal sebelum bukti-bukti, dan data-data, serta fakta konsep berkarya  berhasil dikumpulkan.

      Uraian deskripsi biasanya ditulis sesuai dengan keadaan karya sebagaimana apa adanya, dan juga berusaha menelusuri gagasan, tema, teknis, media, dan cara pengungkapannya. Uraian deskripsi meliputi uraian mengenai hal-hal yang diwujudkan pada karya secara kasat mata mengenai garis, bidang, warna, tekstur dan lain-lain, tanpa mencoba memberikan interpretasi dan penilaian, sehingga uraian deskripsi menjelaskan secara umum apa-apa saja yang terlihat dalam pandangan mata, tanpa harus memancing perbedaan pendapat atau berusaha memperkecil perbedaan penafsiran.


      2. Analisis Formal
      Anilis formal merupakan tahapan berikutnya sebagaimana deskripsi, yaitu mencoba menjelaskan obyek yang dikritik dengan dukungan beberapa data yang tampak secara visual. Proses ini dapat dimulai dengan cara menganalisis obyek secara keseluruhan mengenai kualitas unsur-unsur visual dan kemudian dianalisis bagian demi bagian seperti menjelaskan tata cara pengorganisasian unsur-unsur elementer kesenirupaan seperti kualitas garis, bidang, warna dan tekstur, serta menjelaskan bagaimana komposisi karya secara keseluruhan dengan masalah keseimbangan, irama, pusat perhatian, unsur kontras, dan kesatuan. Analisis formal dapat dimulai dari hal ihwal gagasan hingga kepada bagaimana tatacara proses pewujudan karya beserta urutannya.
      Pada saat persoalan komposisi mulai dibicarakan, maka mulai diuraikan perkara tatacara pengukurannya yang disesuaikan dengan rancangan dan kandungan maknanya. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan dalam analisis formal adalah semiotika, karena semiotika merupakan ilmu tanda yang dapat menata pencerapan manusia dalam melihat berbagai gagasan, abstraksi, pendirian, pertimbangan, hasrat, kepercayaan, serta pengalaman tertentu dalam bentuk yang dapat dihayati dan dimengerti secara bersama. Perbandinganperbandingan mulai dapat dilakukan sebagai suatu cara untuk mencapai intensitas perubahan pemikiran dalam sebuah proses pengubahan karya. Analisis formal tetap berangkat dari wujud nyata dalam karya dengan langkah kajian yang lebih bersifat menganalisis kualitas tanda, sehingga sampai pada proses ini pernyataan atau ungkapan seniman belum diperlukan sebagai sebuah data, kecuali jika diperlukan catatan-catatan yang berbeda dengan realitas karya yang disajikan. Tahapan ini telah menjelaskan karya secara obyektif mengenai kualitas tanda-tanda yang ada pada karya, dan dimulai telaah ke arah bagaimana menafsirkan bentuk.

      3. Interpretasi 

      Intepretasi adalah menafsirkan hal-hal yang terdapat di balik sebuah karya, dan menafsirkan makna, pesan, atau nilai yang dikandungnya. Setiap penafsiran justru dapat mengungkap hal-hal yang berhubungan dengan pernyataan dibalik struktur bentuk, misalnya unsur psikologis pencipta karya, latar belakang sosial budayanya, gagasan, abstraksi, pendirian, pertimbangan, hasrat, kepercayaan, serta pengalaman tertentu senimannya. Penafsiran merupakan salah satu cara untuk menjernihkan pesan, makna, dan nilai yang dikandung dalam sebuah karya, dengan cara mengungkapkan setiap detail proses intepretasi dengan bahasa yang tepat. Guna menjelaskan secara tepat, maka seseorang yang melakukan penafsiran harus berbekal pengetahuan tentang proses pengubahan karya. (lihat Feldman, 1967 : 479) 

      Sebuah karya seni membutuhkan penafsiran yang tepat jika dimaksudkan untuk membuat suatu penilaian yang kritis. Pada umumnya penguraian berdasarkan metode yang ilmiah tentang struktur bentuk karya, dan hubungan setiap elemen unsur rupa sangat bermanfaat untuk melandasi interpretasi. Bentuk penilaian pada karya seni rupa merupakan gabungan antara pribadi seniman dengan gagasan atau ide yang dijadikan konsep dalam berkarya, adanya permasalahan yang akan dikemukakan oleh seniman serta seberapa jauh masalah tersebut dapat diselesaikan, tema yang akan digarap dan bagaimana penggarapannya, materi yang dipilih untuk mewujudkan karya, teknik yang digunakan, serta pengalaman dan latar belakang seniman, kesemuanya saling terkait dan berhubungan untuk menunjang sebuah interpretasi yang tepat. 

      4. Penilaian 

      Sebuah penilaian berdasarkan atas deskripsi, analisis formal, dan intepretasi sebuah karya seni dengan data-data visual maupun penjelasan-penjelasan tambahan dari seniman. Penilaian dalam kritik seni, bukanlah seperti penilaian akhir anak sekolah seusai tes hasil belajar dengan skor angka puluhan dengan nilai 100 untuk hasil yang sempurna tanpa kesalahan, rentang angka 85 – 95 untuk kategori dianggap baik, rentang angka 70 – 84 dianggap cukup, dan 55 – 69 dikategorikan kurang, sedangkan skor 54 kebawah dianggap tidak berhasil atau tidak lulus tes. Penilaian kritik seni juga bukan dengan huruf A untuk hasil yang 

      sangat baik, B untuk hasil yang baik, C untuk hasil yang cukup, D untuk hasil yang kurang, dan E untuk yang tidak lulus. 

      Dalam kritik seni ukuran penilaiannya bisa secara generalisasi atau non generalisasi yang menganggap bahwa karya seni itu adalah sesuatu yang unik dan tidak bisa digeneralisasikan begitu saja. Kelompok pertama disebut sebagai kelompok analisa menganggap bahwa dalam menilai sebuah karya seni rupa adalah berdasarkan analisa unsurunsur dalam karya seni rupa tersebut secara terpisah-pisah, misalnya yang dinilai adalah komposisi, proporsi, perspektif, garis, warna, anatomi, gelap terang, dan sebagainya. Masingmasing nilai dijumlahkan kemudian dibagi banyaknya unsur yang dinilai. Kelompok kedua disebut sebagai kelompok non generalisasi cenderung menilai karya seni tidak bagian demi bagian secara terpisah, tetapi menganggap karya seni sebagai satu kesatuan yang tidak mungkin dianalisa atas unsur demi unsur dan menilai terpisah, tanpa kehilangan makna dan nilai sebagai karya seni rupa yang utuh dan bulat. 

      Pada sisi yang lain, ada anggapan penilaian dalam karya seni dapat dilihat dari tingkat keberhasilan karya tersebut dalam menyampaikan pesan sesuai keinginan seniman penciptanya. Tahap evaluasi atau penilaian ini pada dasarnya merupakan proses menetapkan derajat karya seni rupa bila dibandingkan dengan karya seni rupa lainnya yang sejenis. Tingkat penilaiannya ditetapkan berdasarkan nilai estetiknya secara relatif dan kontekstual. Dalam menilai sebuah karya seni rupa sedapat mungkin mengkaitkan karya yang ditelaah dengan sebanyak mungkin karya seni rupa yang sejenis dengan maksud mencari ciri-ciri khususnya, kemudian menetapkan tujuan atau fungsi karya yang sedang ditelaah, menetapkan sampai seberapa jauh karya yang sedang ditelaah tersebut berbeda dari yang telah ada sebelumnya dan mencari karakteristiknya, dan terakhir menelaah karya yang dimaksud dari segi kebutuhan khusus dan sudut pandang tertentu yang melatarbelakanginya

    • Evaluasi pertemuan ke 15 Assignment

      Buatlah Analisa karya seni grafis 3 yang telah dibuat (6 buah karya) sebagai Bab IV dengan menyambung sistematika penulisan seperti materi perkuliahan sebelumnya, kemudian dikumpulkan/disumbit pada Evaluasi pertemuan ke 15.

    • Presentasi Karya dan Konsep Assignment

      Presentasikan 6 buah karya yang telah dibuat beserta konsep-konsepnya ! Presentasi berisi foto karya, deskripsi karya, analisis formal, interpretasi dan penilaian (otokritik) disertai Lampiran yang berisi desain karya dan proses pembuatannya !

  • Video yang berhubungan

    Postingan terbaru

    LIHAT SEMUA