Coba Anda identifikasi faktor faktor yang menyebabkan meningkatnya angka golput tersebut

Jakarta, IDN Times - Golongan putih atau disingkat golput adalah istilah politik yang berawal dari gerakan protes dari para mahasiswa dan pemuda untuk memprotes pelaksanaan Pemilu 1971 yang merupakan pemilu pertama di era Orde Baru. Sejak saat itu, gerakan golput kerap terdengar.

"Golput adalah semua jenis pemilih yang datang ke tempat pemungutan suara (TPS) untuk menggunakan hak pilihnya," ujar Direktur Perludem Titi Anggraini kepada IDN Times di kantor RRI, Jakarta Pusat, Selasa (29/1). 

Titi menuturkan ada lima hal yang dapat membuat jumlah golongan tersebut bertambah. Apa sajakah yang menyebabkan orang memilih golput?

IDN Times/ Amelinda Zaneta

Titi menjelaskan, para calon pemilih memutuskan menjadi golput karena merasa tidak ada kandidat yang bisa mengakomodasi kebutuhan mereka. 

"Angka pengguna hak pilih di 2019 bisa menurun karena keterbatasan pilihan yang ada membuat pesismisme. Mereka kemudian apatis politik karena merasa bahwa dirinya tidak diakomodir atau terfasilitasi," paparnya. 

Baca Juga: Sudah Ada Sejak 1970-an, Begini Sejarah Golput

IDN Times/Sukma Shakti

Selain itu, kata dia, minimnya informasi terkait pemilu serentak pada 17 April 2019 mendatang juga membuat golput semakin bertambah. 

"Pemilih yang tidak mendapatkan informasi soal pemilu serentak menganggap bahwa kontestasi 2019 itu hanya pilpres. Mereka tidak tahu ada pemilihan legislatif," jelasnya.

unsplash.com/element5digital

Masalah teknis pun menjadi salah satu penyebab golput bertambah. Salah satu yang kerap terjadi, sulitnya mengurus surat pindah tempat pemilihan suara (TPS). 

"Mekanisme urusan surat pindah pemilih atau formulir A5 kita kan sangat rumit karena harus diurus paling lambat H-30. Sementara ada hal-hal yang tidak bisa diantisiaspi oleh pemilih itu sendiri sehingga dia tidak ada waktu untuk mengurus itu," tuturnya. 

ANTARA FOTO/Arif Firmansyah

Lebih lanjut ia menjelaskan masih banyaknya calon pemilih yang belum memiliki e-KTP (KTP elektronik) juga menjadi penambahan jumlah golput pada pemilu 2019.

"Kalau belum memiliki KTP-E kemungkinan mereka tidak bisa menggunakan hak pilihnya mereka ini yang kemudian sudah pesimistis duluan walaupun mereka mau memilih," kata dia. 

Baca Juga: 5 Fakta tentang Percetakan Surat Suara Pemilu 2019

Baca Artikel Selengkapnya

SAAT masih duduk di bangku sekolah dasar tentu mengarang menjadi salah satu materi dalam pelajaran b..

Rabu, 7 September 2022 | 11:24 WIB

Rabu, 7 September 2022 | 11:15 WIB

Rabu, 7 September 2022 | 11:11 WIB

Rabu, 7 September 2022 | 11:08 WIB

Rabu, 7 September 2022 | 10:56 WIB

Rabu, 7 September 2022 | 10:38 WIB

Rabu, 7 September 2022 | 10:35 WIB

Rabu, 7 September 2022 | 10:29 WIB

Rabu, 7 September 2022 | 10:25 WIB

Rabu, 7 September 2022 | 10:24 WIB

Rabu, 7 September 2022 | 10:20 WIB

Rabu, 7 September 2022 | 10:18 WIB

Rabu, 7 September 2022 | 10:15 WIB

Rabu, 7 September 2022 | 09:47 WIB

Rabu, 7 September 2022 | 09:45 WIB

Rabu, 7 September 2022 | 09:41 WIB

Rabu, 7 September 2022 | 09:40 WIB

Rabu, 7 September 2022 | 09:37 WIB

Rabu, 7 September 2022 | 09:26 WIB

Rabu, 7 September 2022 | 06:33 WIB

Page 2

Page 3

Page 4

Page 5

Jakarta - Angka golongan putih (golput) atau warga yang memutuskan tidak memilih dalam putaran pertama Pilgub DKI mencapai sekitar 37 persen. Ketua Pokja Pemungutan dan Penghitungan Suara KPU DKI, Sumarno, menyatakan ada banyak faktor yang mempengaruhi. Apa saja faktor-faktor itu?"Pertama, golput karena alasan politis, orang tidak memilih karena tidak percaya kepada penyelenggara negara yang mungkin dianggap korup. Kedua ada variabel golput logis, pemilih yang golput karena misalnya alasan tidak merasa satu agama dengan kandidat, atau ketidakpercayaan akan adanya perubahan," ujar Ketua Pokja Pemungutan dan Penghitungan Suara KPU DKI, Sumarno, kepada detikcom, Kamis, (19/7/2012).Ketiga, menurut Sumarno adalah golput karena faktor teknis. Yaitu faktor sosialisasi yang kurang dari penyelenggaran pemilu, KPU DKI. Keempat, faktor apatis. Masyarakat yang memang acuh dengan adanya pemilihan gubernur dan wakil gubernur, mereka tidak memiliki sikap politik yang jelas.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

"Nah, kami belum mengetahui variabel mana yang mempengaruhi tigginya angka golput pada pemilihan kemarin, apakah faktor politis logis, teknis atau apatis. Dari kesemuanya tentu punya penyelesaian yang berbeda-beda juga," kata Sumarno.Ia mencontohkan, untuk menekan angka golput karena alasan teknis, tentu akan diupayakan kembali dengan melakukan sosilasasi yang lebih masif pada putaran kedua nanti."Kalau alasan apatis, ya itu sulit karena mereka tidak merasa memiliki tanggungjawab sebagai pemilih. Termasuk juga faktor logis maupun politis," tuturnya."Jadi membutuhkan upaya bersama tidak hanya KPU DKI, tetapi juga pasangan calon bagaimana meningkatkan partisipasi politik dalam putaran kedua nanti," imbuhnya.

(mad/mad)

Wijaya, Sepka (2020) FAKTOR PENYEBAB TINGGINYA ANGKA GOLPUT PADA PILKADA DI KABUPATEN MUSI BANYUASIN TAHUN 2017. Undergraduate Thesis thesis, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Abstract

Penelitian ini membahas tentang faktor penyebebab tingginya angka Golput pada Pilkada Musi Banyuasin tahun 2017. Teori yang digunakan adalah teori perilaku pemilihan dari Albert Bandura. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan deskriptif kualitatif digunakan dalam penelitian ini untuk melihat fakta dan kejadian secra sistematis dan akurat. Adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah masyarakat yang tidak menggunakan hak pilihnya pada saat pilkada berlangsung serta pihak penyelenggara pilkada yakni KPUD Musi Banyuasin. Data dikumpulkan dengan tekhnik wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi. Penelitian menggunakan analisis kualitatif, dalam penelitian ini digunakan tiga tahap teknik analisa data yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ditemukan tiga faktor yang menyebabkan tingginya angka golput pada pilkada Musi Banyuasin tahun 2017, yaitu faktor sosial-ekonomi, yang dilatarbelakangi seperti pendidikan, pekerjaan dan keadaan ekonomi sangat memberikan pengaruh terhadap masyarakat di Kabupaten Musi Banyuasin dalam hal tidak ikut memilih dalam pemilihan. Faktor psikologi dan pilihan rasional juga turut mempengaruhi mereka untuk tidak ikut serta dalam pemilihan. Dalam hal ini kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap janji-jani yang ungkapkan oleh para calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah. Dari ketiga faktor inilah yang akhirnya membuat masyarakat yang terlibat dalam pemilihan pilkada Musi Banyuasin tahun 2017 kemarin banyak yang lebih memilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya.

Actions (login required)

View Item

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA