Apa yg dimaksud dgn geschool beserta fungsinya

You're Reading a Free Preview
Pages 10 to 15 are not shown in this preview.

You're Reading a Free Preview
Pages 19 to 21 are not shown in this preview.

You're Reading a Free Preview
Pages 25 to 31 are not shown in this preview.

You're Reading a Free Preview
Pages 43 to 45 are not shown in this preview.

You're Reading a Free Preview
Pages 51 to 65 are not shown in this preview.

You're Reading a Free Preview
Pages 71 to 77 are not shown in this preview.

You're Reading a Free Preview
Pages 86 to 112 are not shown in this preview.

You're Reading a Free Preview
Pages 122 to 128 are not shown in this preview.

You're Reading a Free Preview
Pages 132 to 136 are not shown in this preview.

You're Reading a Free Preview
Page 145 is not shown in this preview.

You're Reading a Free Preview
Pages 160 to 184 are not shown in this preview.

You're Reading a Free Preview
Pages 193 to 254 are not shown in this preview.

You're Reading a Free Preview
Pages 263 to 265 are not shown in this preview.

You're Reading a Free Preview
Pages 274 to 291 are not shown in this preview.

BAB I

Latar belakang

Kurikulum sebagai rancangan sekaligus kendaraan pendidikan mempunyai peran yang sangat signifikan dan berkedudukan sentral dalam seluruh kgiatan pendidikan, menentukan proses pelaksanaan dan hasil pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalam dunia pendidikan dan dalam perkembangan kehidupan manusia, penyusunan kurikulum tidak dapat dikerjakan secara sembarangan saja.

Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan oleh hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam dan sesuai dengan tantangan zaman. Karena kurikulum ibarat sebuah rumah yang harus mempunyai pondasi agar dapat berdiri tegak, tidak rubuh dan dapat memberikan kenyamanan bagi yang tinggal di dalamnya, pondasi tersebut ialah landasan-landasan untuk kuriulum sebagai rumahnya, agar bisa memberikan kenyamanan dan kemudahan bagi peserta didik untuk menuntut ilmu dan menjadikannya produk yang berguna bagi dirinya sendiri, agama, masyarakat dan negaranya. Bila landasan rumahnya lemah, maka yang ambruk adalah rumahnya sedangkan jika landasan kurikulum yang lemah dalam pendidikan maka yang ambruk adalah manusianya.

Robert S. Zais (1976) mengemukakan empat landasan pokok pengembangan kurikulum, yaitu: Philosophi and the nature of knowledge, society and culture, the individual, and learning theory. Dengan berpedoman pada empat landasan tersebut, maka perancangan dan pengembangan suatu bangunan kurikulum yaitu pengembangan tujuan (aims, goals, objective), pengembangan isi/ materi (content), pengembangan proses pembelajaran (learning activities), dan pengembangan komponen evaluasi (evaluation), harus didasarkan pada landasan filosofis, psikologis, sosiologis, serta ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).

Oleh karena itu, penyusunan dan pengembangan kurikulum tidak bisa dilakukan secara sembarangan, dibutuhkan berbagai landasan yang kuat agar mampu dijadikan dasar pijakan dalam melakukan proses penyelenggaraan pendidikan, sehingga dapat memfasilitasi tercapainya sasaran pendidikan dan pembelajaran secara lebih efektif dan efisien.

  1. Apakah yang di maksud dengan kurikulum baik secara umum maupun berdasarkan para ahli?
  2. Apakah landasan kurikulum dalam perkembangan kurikulum di Indonesia?

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukkan, maka secara umum penulisan ini memiliki tujuan :

  1. Memahami pengertian dari kurikulum secara umum dan menurut para ahli.
  2. Mengetahui landasan kurikulum dalam perkembangan kurikulum di Indonesia.

Penulisan ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang kurikulum dan berbagai aspek yang mendasari kurikulum bagi pembaca di kemudian hari.

BAB II

  • Pengertian Pengembangan Kurikulum

Pengembangan kurikulum adalah proses perencanaan dan penyusunan kurikulum oleh pengembang kurikulum (curriculum developer) dan kegiatan yang dilakukan agar kurikulum yang dihasilkan dapat menjadi bahan ajar dan acuan yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.

Kurikulum merupakan alat untuk mencapai pendidikan yang dinamis. Hal ini berarti bahwa kurikulum harus senantiasa dikembangkan dan disempurnakan agar sesuai dengan laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pengertian kurikulum yang semakin luas membuat para pelaksana kurikulum memberikan batasan sendiri terhadap kurikulum. Namun perbedaan pengertian tersebut tidak menjadi masalah yang besar terhadap pencapaian tujuan pendidikan, apabila pengembangan kurikulum didasarkan pada landasan dan prinsip-prinsip yang mendasarinya. Hal ini dimaksudkan agar pengembangan kurikulum yang dilaksanakan sesuai dengan apa yang menjadi tujuan dari pendidikan nasional. Perwujudan prinsip, aspek dan konsep kurikulum terletak pada guru. Sehingga guru memiliki tanggung jawab terhadap tercapainya tujuan kurikulum itu sendiri.

  1. Pengertian Kurikulum Menurut Para Ahli

Mengenai pengertian kurikulum, banyak sekali pendapat-pendapat yang diungkapkan oleh para ahli, diantaranya yaitu:

UU No. 20 Tahun 2003 – Kurikulum merupakan seperangkat rencana & sebuah pengaturan berkaitan dengan tujuan, isi, bahan ajar & cara yang digunakan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai sebuah tujuan pendidikan nasional.

Dr. H. Nana Sudjana Tahun (2005) – Kurikulum merupakan niat & harapan yang dituangkan kedalam bentuk rencana maupun program pendidikan yang dilaksanakan oleh para pendidik di sekolah. Kurikulum sebagai niat & rencana, sedangkan pelaksaannya adalah proses belajar mengajar. Yang terlibat didalam proses tersebut yaitu pendidik dan peserta didik.

Drs. Cece Wijaya, dkk – Mengartikan kurikulum dalam arti yang luas yakni meliputi keseluruhan program dan kehidupan didalam sekolah.

Prof.Dr. Henry Guntur Tarigan – Kurikulum ialah suatu formulasi pedagogis yang termasuk paling utama dan terpenting dalam konteks proses belajar mengajar.

Harsono (2005) – Mengungkapkan bahwa kurikulum ialah suatu gagasan pendidikan yang diekpresikan melalui praktik. Pengertian kurikulum saat ini semakin berkembang, sehingga yang dimaksud dengan kurikulum itu tidak hanya sebagai gagasan pendidikan, namun seluruh program pembelajaran yang terencana dari institusi pendidikan nasional.

  • Landasan-Landasan Kurikulum

Landasan pengembangan kurikulum memiliki peranan yang sangat signifikan, sehingga apabila kurikulum diibaratkan sebagai sebuah bangunan gedung atau rumah yang tidak menggunakan landasan atau pondasi yang kuat, maka ketika diterpa angin atau terjadi goncangan yang kencang, bangunan tersebut akan mudah roboh. Demikian pula dengan halnya kurikulum, apabila tidak memiliki dasar pijakan yang kuat, maka kurikulum terebut akan mudah terombang-ambing dan yang menjadi taruhannya adalah manusia sebagai peserta didik yang dihasilkan oleh pendidik itu sendiri.

Ada beberapa landasan utama dalam pengembangan suatu kurikulum diantaranya Robert S. zais mengemukakan empat landasan pengembangan kurikulum, yaitu : Philosopy and nature of knowledge, society and culture, the individual dan learning theory.  Sedangkan S. Nasution berpendapat dalam bukunya “ Pengembangan Kurikulum” yaitu asas filosofis yang pada hakikatnya menentukan tujuan umum pendidikan, asas sosiologis yang memberikan dasar untuk menentukan apa yang akan dipelajari sesuai dengan kebutuhan masyarakat, kebudayaan, dan perkembangan ilmu pengetahuandan teknologi, asas organisatoris yang memberikan dasar-dasar dalam bentuk bagaimana bahan pelajaran itu disusun, bagaimana luas dan urutannya dan asas  psikologis yang memberikan prinsip-prinsip tentang perkembangan anak dalam berbagai aspek serta caranya belajar agar bahan yang disediakan dapat dicernakan dan dikuasai oleh anak sesuai dengan taraf perkembangnnya. Serta Nana Syaodih Sukmadinata berpendapat dalam bukunya “ Pengembangan Kurikulum Teori Dan Praktik” bahwa keempat landasan itu yaitu landasan filosofis, psikologis, sosial budaya serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Terlepas dari itu semua bahwa pada intinya semua sama. Dapat disederhanakan bahwa ketiga pendapat diatas semuanya berpendapat sama sehingga dapat saling melengkapi. Untuk itu empat landasan tersebut dapat dijadikan landasan utama dalam pengembangn kurikulum yaitu landasan filosofis, psikologis, sosiologis, budaya, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dan landasan organisatoris.

Secara harfiah filsafat berarti “cinta akan kebijakan” (love of wisdom), untuk mengerti dan berbuat secara bijak, ia harus memiliki pengetahuan yang diperoleh melalui proses berpikir, yaitu berpikir secara radkal, menyeluruh dan mendalam (Socrates). Plato menyebut filasafat sebagai ilmu pengetahuan tentang kebenaran.

Adapun yang dimaksud dengan landasan filosofis dalam pengembangan kurikulum ialah asumsi-asumsi atau rumusan yang didapatkan dari hasil berpikir secra mendalam, analitis, logis, dan sistematis (filosofis) dalam merencanakan, melaksanakan, membina dan mengembangkan kurikulum dalam bentuk program (tertulis), maupun kurikulum dalam bentuk pelaksanaan (operasional) di sekolah.

Filsafat berupaya mengkaji berbagi permasalahan yang dihadapi manusia, termasuk masalah pendidikan. Pendidikan sebagia ilmu terapan, tentu saja memerlukan ilmu-ilmu lain sebgai penunjang, di antaranya adalah filsafat. Filsafat pendidikan pada dasarnya adalah penerapan dan pemikiran-pemikiran filosofis untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan. Menurut Redja Mudyaharjo (1989), terdapat tiga sistem pemikiran filsafat yang sangat besar pengaruhnya dalam pemikiran pendidikan pada umumnya, dan pendidikan di Indonesia pada khususnya, yaitu: filsafat idealisme, Realisme, dan Filsafatt Fragmatisme.

Filsafat menelaah tiga pokok persoalan, yaitu hakikat benar-salah (logika), hakikat baik-buruk (etika), dan hakikat indah jelek (estetika). Pada dasarnya pandangan hidup manusia mencakup ketiga permasalahan tersebut, yaitu logika, etika, dan estetika. Oleh karenanya ketiga pandangan tersebut sangat dibutuhkan dalam pendidikan, terutama dalam mengembangkan kurikulum khususnya untuk menentukan arah dan tujuan pendidikan, isi atau materi pendidikan, dan sistem evaluasi untuk mengetahui tingkat pencapaian pendidikan.

Filsafat akan menentukan arah ke mana peserta didik akan dibawa, filsafat merupakan peangkat nilai-nilai yang melandasi dan membimbing ke arah pencapaian tujuan pendidikan. Oleh karena itu, filsafat yang dianut oleh suatu bangsa atau kelompok masyarakat tertentu termasuk yang dianut oleh perorangan sekalipun akan sangat mempengaruhi terhadap pendidikan yang ingin direalisasikan.

  1. Landasan filosofis pendidikan idealisme

Menurut filsafat idealisme bahwa kenyataan atau realitas pada hakikatnya adalah bersifat spiritual daripada bersifat fisik, bersifat mentall daripada bersifat material. Dengan demikian menurut filsafat idealisme bahwa manusia adalah makhluk spiritual, makhluk yang cerdas dan bertujuan. Pikiran manusia diberikan kemampuan rasional sehingga dapat menentukan pilihan mana yang harus diikutinya.

Berdasarkan pemikiran filsafat idealisme bahwa tujuan pendidikan harus dikembangkan pada upaya pembentukan karakter, pembentukan bakat insani dan kebajikan sosial sesuai dengan hakikat kemanusiaannya. Dengan demikian tujuan pendidikan dari mulai tingkat pusat (ideal) sampai pada rumusan tujuan yag lebih operasional (pembelajaran) harus merefleksikan pembentukan karakter, pengembangan bakat dan kebajikan sosial sesuai dengan fitrah kemanusiaannya.

Isi kurikulum atau sumber pengetahuan dirancang untuk mengembangkan kemampuan berpikir manusia, menyiapkan keterampilan bekerja yang dilakukan melalui program dan proses pendidikan secara praktis. Implikasi bagi para pendidik, yaitu bertanggung jawab untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi terselenggaranya pendidikan. Pendidik harus memiliki keunggulan kompetitif baik dalam segi intelektual maupun moral, sehingga dapat dijadikan panutan bagi peserta didik.

  1. Landasan filosofis pendidikan Realisme

Filsafat realisme boleh dikatakan kebalikan dari filsafat idealisme, dimana menurut filsafat realisme memandang bahwa dunia atau realitas adalah bersifat materi. Dunia terbentuk dari kesatuan yang yanta, substansi dan material, sementara menurut filsafat idealisme memandang bahwa realitas atau dunia bersifat mental, spiritual. Menurut realisme bahwa manusia pada hakikatnya terletak pada apa yang dikerjakan.

Mengingat segala sesuatu bersifat materi maka tujuan pendidikan hendaknya dirumuskan terutama diarahkan untuk melakukan penyesuaian dairi dalam hidup dan melaksanakan tanggung jawab sosial. Oleh karena itu jika kurikulum didasarkan pada filsafat realisme harus dikembangkan secara komprehensif meliputi penetahuan yang bersifat sains, sosial, maupun muatan nilai-nila. Isi kurikulum lebih efektif diorganisasikan dalam bentuk mata pelajaran karena memiliki kecenderuangan berorientasi pada mata pelajaran (subject contered).

Implikasi bagi para pendidik terutama bahwa peran pendidik diposisikan sebagai pengelola pendididkan atau pembelajaran. Untuk itu pendidik harus dapat menguasai tugas-tugas yang terkait dengan pendidikan khususnya dengan pembelajaran, seperti penguasaan terhadap metode, media, dan strategi serta teknik pembelajaran. Secara metodologis unsur pembiasaan memiliki arti yang sangat penting dan diutamakan dalam mengimplementasikan program pendidikan atau pembelajaran filsafat realisme.

  1. Landasan filosofis pendidikan fragmatisme

Filsafat fragmatisme memandang bahwa kenyataan tidaklah munkin dan tidak perlu. Kenyataan yang sebenarnya adalah kenyataan fisik, pplural, dan berubah (becoming). Manusia menurut fragmatisme adalah hasil evolusi biologis, psikologis, dan sosial. Manusia lahir tanpa dibekali oleh kemampuan bahsa, keyakinan, gagasan atau norma-norma.

nilai baik dan buruk ditetntukan secara ekseperimental dalam pengalaman hidup, jika hasilnya berguna maka tingkah laku tersebut dipandang baik. Oleh karena itu tujuan pendidikan tidak ada batas akhirnya, sebab pendidikan adalah pertumbuhan sepanjang hayat, proses rekonstruksi yang berlangsung secara terus menerus. Tujuan pendidikan lebih diarahkan pada upaya memperoleh pengalaman yang berguna untuk memecahkan masalah   baru dalam kehidupan individu maupun sosial.

Implikasi terhadap pengembangan isi atau bahan dalam kurikulum ialah harus memuat pengalaman-pengalama yang telah teruji, yang sesuai dengan minat kebutuhan siswa. Warisan-warisan sosial dan masa lalu tidak menjadi masalah, karena fokus pendidikan menurut faham fragmantisme adalah menyongsong kehidupan yang lebih baik pada saat ini maupun di masa yang akan datang. Oleh karena itu proses pendidikan dan pembelajaran secara metodologis harus diarahkan pada upaya pemecahan masalah, penyelidikan dan penemuan. Peran pendidik adalah memimpin dan membimbing peserta didik untuk belajar tanpa harus terlampau jauh mendikte para siswa.

  1. Landasan filosofis pendidikan nasional

Tujuan pendidikan nasional di indonsia tentu saja bersumber pada pandangan dan cara hidup manusia indonesia, yakni Pancasila. Hal ini berarti bahwa pendidikan di indonesia harus membawa peserta didik agar menjadi manusia yang berpancasila. Dengan kata lain, landasan dan arah yang ingin diwujudkan oleh pendidikan di indonesia.

Undang-undang no. 20 tahun 2003 tantang sistem pendidikan nasional merumuskan, “pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonsia tahun 1945. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bagsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. (pasal 2 dan 3).

Rumusan tujuan tersebut merupakan keinginan luhur yang harus menjadi inspirasi dari sumber bagi para pengelola pendidikan, antara lain: guru, kepala sekolah, para pengawas pendidikan dan para pembuat kebijakan pendidikan agar dalam merencanakan, melaksanakan, membina dan mengembangkan  kurikulum didasarkan pada nilai-nilai yang dikandung dalam falsafah bangsa yaitu Pancasila dan perangkat-perangkat hukum yang ada di bawahnya seperti undang-undang.

Pelaksanaan penjabaran dan pengembangan kurikulum meliputi menjabarkan kedalam tujuan, mengembangkan isi atau bahan, mengembangkan metode atau proses pendidikan dan hubungan antara pendidik dan peserta didik, pengembangan evaluasi semuanya secara konsekuen dan konsisten merefleksikan nilai-nilai yang terkandung dalam rumusan tujuan pendidikan nasional.

  1. Manfaat Filsafat Pendidikan

Filsafat pendidikan pada dasarnya adalah penerapan dari pemikiran-pemikiran filsafat untuk memecahkan permasalahan pendidikan. Dengan demikian tentu saja bahwa filsafat memiliki manfaat dan memberikan kontribusi yang besar terutama dalam memberikan kajian sistematis berkenaan dengan kepentingan pendidikan. Nasution (1982) mengidentifikasi beberapa manfaat filsafat pendidikan, yaitu:

  1. Filasafat pendidikan dapat menentukan arah akan dibawa kemana anak-anak melalui pendidikan di sekolah?. Sekolah ialah suatu lembaga yang didirikan untuk mendidik anak-anak kearah yang dicita-citakan oleh masyarakat , bangsa dan negara.
  2. Dengan adanya tujuan pendidikan yang diwarnai oleh filsafat yang dianut, kita mendapat gambaran yang jelas tentang hasil yang harus dicapai.
  3. Filsaat dan tujuan pendidikan memberi kesatuan yang bulat kepada segala usaha pendidikan.
  4. Tujuan pendidikan memungkinkan si pendidik menilai usahanya, hingga manakah tujuan itu tercapai.
  5. Tujuan pendidikan memberikan motivasi atau dorongan bagi kegiatan-kegiatan pendidikan

Kurikulum pada hakikatnya adalah alat untuk mencapa tujuan pendidikan, karena tujuan pendidikaan sangat dipengaruhi oleh filsafat atau pandangan hidup suatu bangsa, maka tentu saja kurikulum yang dikembangkan juga akan mencerminkan falsafah atau pandangan hidup yang dianut oleh bangsa tersebut. oleh karena itu terdapat hubungan yang sangat erat antara kurikulum pendidikan disuatu negara dengan filsafat negara yang dianutnya.

Sebagai contoh, indonesia pada masa penjajahan belanda, kurikulum yang dianut pada masa itu sangat berorientasi pada kepentingan politik Belanda. Demikian pula pada saat negara kita dijajah oleh Jepang, maka orientasi kurikulum berpindah yaitu disesuaikan dengan kepentingan dan sistem nilai yang dianut oleh negara matahari terbit itu. Setelah Indonesia mencapai kemerdekaannya, dan secara bulat dan utuh menggunakan Pancasila sebagai dasar dan falsafah  dalam berbangsa dan bernegara, maka kurikulum pendidikan pun disesuaikan dengan nilai-nilai pancasila itu sendiri.

Terkait antara pengembangan kurikulum yang senantiasa memiliki hubungan dan dipengaruhi oleh perkembangan politik suatu bangsa; Becher dan Maclure (Cece Wijaya, dkk. 1988) menyebutkan 6 dimensi pendekatan nasional dalam perkembangan kurikulum di suatu negara, yaitu:

  1. Kerangka acuan yang jelas tentang tujuan nasional dihubungkan dengan program pendidikan
  2. Hubungan yang erat antara pengembangan kurikulum nasional dengan reformasi sosial politik negara.
  3. Mekanisme pengawasan (kontrol) dari kebijakan kurikulum yang ditempuh.
  4. Mekanisme pengawasan dari pengembangan dan aplikasi kurikulum di sekolah.
  5. Metode ke arah pengembangan kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan.
  6. Penelaah derajat desentralisasi (degree of decentralizatition) dari implementasi kurikulum di sekolah.

Pengembangan kurikulum walaupun pada tahap awal sangat diwrnai oleh filsafat dan ideologi negara, namun tidak berarti bahwa kurikulum bersifat statis, melainkan senantiasa memerlukan pengembangan, pembaharuan dan penyempurnaan disesuaikan dengan kebutuhan, tuntutan dan perkembangan zaman yang senantiasa berubah dengan cepat.

b.  Landasan Psikologis

Dalam proses pendidikan terjadi interaksi antar-individu, yaitu antara peserta didik dengan pendidik dan juga antara peserta didik dengan orang-orang yang lainnya. Manusia berbeda dengan makhluk lainnya seperti binatang, benda dan tumbuhan karena salah satunya yaitu kondisi psikologis yang dimilikinya. Benda dan tanaman tidak mempunyai aspek psikologis. Sedangkan binatang tidak memiliki taraf psikologis yang lebih tinggi dibanding manusia yang juga memiliki akal sebagai titik pembeda di antara keduanya.

Kondisi psikologis merupakan “karakteristik psiko-fisik seseorang sebagai individu, yang dinyatakan dalam berbagai bentuk prilaku dalam interaksi dengan lingkungan”. Perilaku-perilakunya merupakan manifestasi dari ciri-ciri kehidupannya, baik yang tampak maupun yang tidak tampak, prilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Pengembangan kurikulum harus dilandasi oleh asumsi-asumsi yang berasal dari psikologi yang meliputi kajian tentang apa dan bagaimana perkembangan peserta didik, serta bagaimana peserta didik belajar. Atas dasar itu terdapat dua cabang psikologi yang sangat penting diperhatikan dan besar kaitannya  dalam pengembangan kurikulum, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar.

1)   Psikologi Perkembangan

Menurut J.P. Chaplin (1979) Psikologi perkembangan dapat diartikan sebagai “…that branch of psychology which studies processes of pra and post natal growth and the maturation of behavior.” Artinya, “psikologi perkembangan merupakan cabang dari psikologi-psikologi yang mempelajari proses perkembangan individu, baik sebelum maupun setelah kelahiran berikut kematangan prilaku”. Melalui kajian tentang perkembangan peserta didik diharapkan pendidikan dapat berjalan sesuai dengan karakteristik peserta didik serta kemampuannya, materi atau bahan pelajaran apa saja yang sesuai dengan umur, bakat serta kemampuan daya tangkap peserta didik begitu juga dengan cara penyampainnya dengan berbagai metode yang dapat diterima dilihat dari sisi psikologis tiap peserta didik.

Dikenal ada tiga teori atau pendekatan tentang perkembangan individu, yaitu pendekatan pentahapan (stage approach), pendekatan diferensial (differential approach), dan pendekatan ipsatif (ipsative approach). Menurut pendekatan pentahapan, perkembangan individu berjalan melalui tahap – tahap perkembangan. Setiap tahap perkembangan mempunyai karakteristik tertentu yang berbeda dengan tahap yang lainnya. Pendekatan diferensial melihat bahwa individu memiliki persamaan dan perbedaan. Atas dasar perbedaan dan persamaan tersebut individu dikategorikan dalam kelompok-kelompok yang berbeda. Seperti pengelompokan atas dasar jenis kelamin, ras, agama, status sosial-ekonomi dan lain sebagainya. Kedua pendekatan itu berusaha untuk menarik atau membuat generalisasi yang berlaku untuk semua individu. Dalam kenyataannya seringkali ditemukan adanya sifat-sifat individual, yang hanya dimiliki oleh seorang individu dan tidak dimiliki oleh yang lainnya. Pendekatan yang berusaha melihat karakteristik individu-individu inilah yang dikelompokan sebagai pendekatan isaptif.

Dalam pendekatan pentahapan dikenal dua variasi. Pertama, bersifat menyeluruh mencakup segala segi perkembangan, seperti perkembangan fisik, dan gerakan motorik, social, intelektual, moral, emosional, religi, dan sebagainya. Kedua, pendekatan yang bersifat khusus mendekripsikan salah satu segi atau aspek perkembangan saja. Dalam pendekatan secara menyeluruh di kenal tahap-tahap perkembangan, banyak ilmuan yang mengadakan penilitian akan tahap-tahap perkembangan manusia dari segi psikologinya.

Dalam hubungannya dengan proses belajar mengajar, Syamsu Yusuf (2005:23), menegaskan bahwa penahapan perkembangan yang digunakan sebaiknya bersifat efektif, artinya tidak terpaku pada suatu pendapat saja tetapi bersifat luas untuk meramu dari berbagai pendapat yang mempunyai hubungan erat. Atas dasar itu perkembangan individu sejak lahir sampai masa kematangan dapat digambarkan melewati fase-fase berikut:

Tabel 1

Fase-Fase Perkembangan Individul

TAHAP PERKEMBANGAN USIA
Masa usia prasekolah 0-6 tahun
Masa usia sekolah dasar 6-12 tahun
Masa usia sekolah menengah 12-18 tahun
Masa usia mahasiswa 18-25 tahun

Setiap tahap perkembangan memiliki karakteristik tersendiri, karena terdapat dimensi-dimensi perkembangan tertentu yang lebih dominan dibandingkan dengan tahap perkembangan lainnya.

2)   Psikologi Belajar

        Psikologi belajar merupakan studi tentang bagaimana individu belajar, yang secara sederhana dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi melalui pengalaman. Segala perubaha tingkah laku baik yang berbentuk kognitif, afektif maupun  psikomotorik terjadi karena proses pengalaman yang selanjutnya dapat dikatakan sebagai perilaku belajar. Perubahan-perubahan perilaku yang terjadi karena instink atau karena kematangan serta pengaruh hal-hal yang bersifat kimiawi tidak termasuk belajar. Intinya adalah, bahwa psikologi sangat membantu para guru dalam merancang sebuah kegiatan pembelajaran khusunya untuk pengembangan kurikulum.

Menurut P. Hunt, ada tiga keluarga atau rumpunan teori belajar yang dibahas dalam psikologi belajar, yaitu teori disiplin mental, teori behaviourisme dan teori cognitif Gestald Field.

Menurut teori ini bahwa dari sejak kelahirannya atau secara herediter, seorang anak telah memiliki potensi-potensi tertentu. Menurut teori ini belajar adalah merupakan upaya untuk mengembangkan potensi-potensi tersebut.

Teori ini berpijak pada sebuah asumsi bahwa anak atau individu tidak memiliki atau tidak membawa potensi apa-apa dari kelahirannya. Perkembangan anak ditentukan oleh faktor-faktor yang berasal dari lingkungan, seperti lingkungan sekolah, masyarakat, keluarga, alam, budaya, religi, dan sebagainya.

  1. c)   Teori kognitif gestald field

Menurut teori ini, belajar adalah proses pengembangan insight atau pemahaman baru atau mengubah pemahaman lama. Pemahaman tersebut terjadi apabila individu menemukan cara baru dalam menggunakan unsur-unsur yang ada dalam lingkungan, termasuk struktur tubuhnya sendiri.Gestalt Field melihat bahwa belajar, merupakan perbuatan yang bertujuan, eksploratif, imajinatif, dan kreatif. Pemahaman atau insight merupakan citra dari perasaan tentang pola-pola atau hubungan.

C.    Landasan Sosisologis dan Budaya

Landasan sosiologis kurikulum adalah asumsi-asumsi yang berasal dari sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam pengembangan kurikulum. Mengapa kurikulum harus berlandaskan kepada landasan sosiologis? Anak-anak berasal dari masyarakat, mendapat pendidikan baik informal, formal, maupun nonformal dalam lingkungan masyarakat, dan diarahkan agar mampu terjun dalam kehidupan bermasyarakat. Karena itu kehidupan masyarakat dan budaya dengan segala karakteristiknya harus menjadi landasan dan titik tolak dalam melaksanakan pendidikan. Oleh karena itu tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kondisi, karakteristik kekayaan, dan perkembangan masyarakat tersebut.

Sosiologi dalam pembahasannya mencakup secara garis besar akan perkembagan masyarakat dan budaya yang ada pada setiap ragam masyarakat yang da di Indonesia ini. Karena beraneka ragamnya budaya masyarakat yang ada di negeri ini, sehingga kurikulum dalam perumusannya juga harus menyesuaikan pada budaya masyarakat yanga akan menjadi objek pendidikan dan penerima dari hasil pendidikan tersebut.

“Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia-manusia yang lain dan asing terhadap masyarakatnya, tetapi manusia yang lebih bermutu, mengerti dan mampu membangun masyarakatnya. Oleh karena itu tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kondisi, karakteristik kekayaan, dan perkembangan masyarakat tersebut.” (Nana Syaodih Sukmadinata, 1997).

Menurut Daud Yusuf, terdapat tiga sumber nilai yang ada dalam masyarakat untuk dikembangkan melalui proses pendidikan, yaitu : logika, estetika, dan etika. Logika adalah aspek pengetahuan dan penalaran, estetika berkaitan dengan aspek emosi atau perasaan, dan etika berkaitan dengan aspek nilai atau norma-norma yang ada dalam masyarakat. Ilmu pengetahuan dan kebudayaan adalah nilai-nilai yang bersumber pada logika. Sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pada hakikatnya adalah hasil kebudayaan manusia, maka kehidupan manusia semakin luas, semakin meningkat sehingga tuntutan hidup pun semakin tinggi.

Daud Yusuf mendefinisikan kebudayaan sebagai segenap perwujudan dan keseluruhan hasil pikiran (logika), kemauan (etika), serta perasaan (estetika) manusia, dalam rangka perkembangan kepribadian manusia, perkembangan hubungan dengan manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan tuhannya. Ada faktor yang mendasari bahwa kebudayaan merupakan bagian penting dalam pengembangan kurikulum dengan pertimbangan :

  1. Individu lahir tidak berbudaya, baik hal kebiasaan, cita-cita, sikap, pengetahuan, keterampilan, dan sebagainya. Semua itu dapat diperoleh individu melalui interaksi dengan lingkungan budaya, keluarga, masyarakat sekitar, dan sekolah. Oleh karena itu sekolah mempunyai tugas khusus untuk memberikan pengalaman kepada para peserta didik dengan salah satu alat yang disebut kurikulum.
  2. Kurikulum pada dasarnya harus mengokomodasikan aspek-aspek sosial dn budaya. Aspek sosiologis ialah yang berkenaan dengan kondisi sosial masyarakat yang sangat beragam, aspek budayanya yaitu kurikulum sebagai alat harus berimplikasi untuk mencapai tujuan pendidikan yang bermuatan kebudayaan yang bersifat umum seperti : nilai-nilai, sikap-sikap, pengetahuan, dan kecakapan.

D.  Landasan Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi

Ilmu pengetahuan adalah seperangkat pengetahuan yang disusun secara sistematis yang dihasilkan melalui riset atau penelitian. Sedangkan teknologi adalah  aplikasi dari ilmu pengetahuan untuk memecahkan masalah-masalah praktis dalam kehidupan. Ilmu dan teknologi tidak bisa dipisahkan.  Sejak abad pertengahan ilmu pengetahuan telah berkembang dengan pesat. Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa kini banyak didasari oleh penemuan dan hasil pemikiran para filsuf purba seperti Plato, Socrates, Aristoteles, John Dewey, Archimides, dan lain-lain.

Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang dimiliki manusia masih relatif sederhana, namun sejak abad pertengahan mengalami perkembangan yang pesat. Berbagai penemuan teori-teori baru terus berlangsung hingga saat ini dan dipastikan kedepannya akan terus semakin berkembang.

Seiring dengan perkembangan pemikiran manusia, dewasa ini banyak dihasilkan temuan-temuan baru dalam  berbagai bidang kehidupan manusia seperti kehidupan sosial, ekonomi, budaya, politik, dan kehidupan lainnya. Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) bukan menjadi monopoli suatu bangsa atau kelompok tertentu.  Baik secara langsung maupun tidak langsung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut berpengaruh  pula terhadap pendidikan. Perkembangan teknologi industri mempunyai hubungan timbal-balik dengan pendidikan. Industri dengan teknologi maju memproduksi berbagai macam alatalat dan bahan yang secara langsung atau tidak langsung dibutuhkan dalam pendidikan dan sekaligus menuntut sumber daya manusia yang handal untuk mengaplikasikannya.

Akal manusia telah mampu menjangkau hal-hal yang sebelumnya merupakan sesuatu yang tidak mungkin. Pada jaman dahulu kala, mungkin orang akan menganggap mustahil kalau manusia bisa menginjakkan kaki di Bulan, tetapi berkat kemajuan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada pertengahan abad ke-20, pesawat Apollo berhasil mendarat di Bulan dan Neil Amstrong merupakan orang pertama yang berhasil menginjakkan kaki di Bulan.

Kemajuan cepat dunia dalam bidang informasi dan teknologi dalam dua dasa warsa terakhir telah berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran manusia sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan yang berlaku pada konteks global dan lokal.

Selain itu, dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat yang berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dan standar mutu tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih, sehingga diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih dan menilai pengetahuan, serta menngatasi situasi yang ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian.

Kegiatan pendidikan membutuhkan dukungan dari penggunaan alat-alat hasil industri seperti televisi, radio, video, komputer, dan peralatan lainnya. Penggunaan alat-alat yang dibutuhkan untuk menunjang pelaksanaan program pendidikan, apalagi disaat perkembangan produk teknologi komunikasi yang semakin canggih, menuntut pengetahuan dan keterampilan serta kecakapan yang memadai  dari para guru dan pelaksana program pendidikan lainnya. Mengingat pendidikan merupakan upaya menyiapkan siswa menghadapi masa depan dan perubahan  masyarakat yang semakin pesat termasuk di dalamnya perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka pengembangan kurikulum haruslah berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi.

Perkembangan  ilmu pengetahuan dan teknologi  secara langsung  berimplikasi terhadap pengembangan kurikulum yang di dalamnya mencakup pengembangan isi/materi pendidikan, penggunaan  strategi dan media pembelajaran, serta penggunaan sistem evaluasi. Secara tidak langsung menuntut dunia pendidikan untuk dapat  membekali  peserta didik  agar memiliki  kemampuan memecahkan masalah yang dihadapi sebagai pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan  dan teknologi. Selain itu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga dimanfaatkan untuk memecahkan masalah pendidikan.

Kurikulum merupakan inti yang ada dalam pendidikan atau dapat diistilahkan sebagai jantung pendidikan, karena didalamnya terdapat isi materi, metodelogi pembelajaran dan media  yang harus digunakan dengan berlandaskan pada landasan-landasanya yaitu :

Pada pokoknya ada tiga pendekatan filosofis yang sangat mempengaruhi dan senantiasa menjadi dasar pertimbangan dalam pengembangan pendidikan atau kurikulum, yaitu: filsafat idealisme, filsafat realime, filsafat fragmatisme.

Pada dasarnya ada dua jenis psikologi yang memiliki kaitan sangat erat dan harus dijadikan sumber pemikiran dalam mengembangkan kurikulum, yaitu: Psikologi perkembangan, dan psikologi belajar.

  1. Landasan sosiologis dan budaya

Pendidikan adalah proses budaya, manusia yang akan dididik adalah makhluk yang berbudaya dan senantiasa  mengembangkan kebudayaannya. Oleh karena kurikulum harus dikembangkan dengan didasarkan pada norma-norma sosial atau budaya.

Pendidikan dihadapkan pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang dengan pesat. Oleh karena itu agar kurikulum dapat bertahan kuat, maka pengembangannya harus didasarkan pada ilmu pengetahuan dan teknologi yang kuat pula.

Jika landasan-landasan ini digunakan sebaik-baiknya dalam pembentukan kurikulum maka akan terbentuklah kurikulum yang kuat dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang selalu berkembang.

DAFTAR PUSTAKA

Zais, Robert S. 1976. Curriculum Principles and Foundation. London.  Harper & Row Publishers

Nasution, S. (1982)

Mudyahardo, Redja. (2001). Landasan-Landasan Filosofis Pendidikan. Bandung: Fakultas Ilmu Pendidikan UPI

Yusuf, Syamsu. (2005). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya

Sukmadinata, Nana Syaodih. (1997). Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakrta: Sinar Grafika

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA