Apa maksud adanya suatu usahabaik bersifat ekonomi maupun social k3lh

Sebuah perusahaan atau pengelola suatu usaha harus memiliki unsur K3 yang terdiri dari kesehatan, keamanan, dan keselamatan kerja. Dengan adanya tiga hal ini pekerja atau personel dari sebuah perusahaan bisa bekerja dengan maksimal dan tidak akan mengalami kecelakaan yang membuat luka, sakit, atau masalah krusial lainnya.

Berdasarkan Pasal 2 Permenaker No. 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja. Pengusaha dan/atau Pengurus wajib melaksanakan syarat-syarat K3 Lingkungan Kerja. Nah, ulasan tentang syarat K3 Lingkungan kerja beserta faktornya bisa Anda simak di bawah ini.

Syarat K3 Lingkungan Kerja

Syarat-syarat K3 Lingkungan Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Permenaker No. 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja meliputi:

  1. Pengendalian Faktor Fisika dan Faktor Kimia agar berada di bawah NAB.
  2. Pengendalian Faktor Biologi, Faktor Ergonomi, dan Faktor Psikologi Kerja agar memenuhi standar.
  3. Penyediaan fasilitas Kebersihan dan sarana Higiene di Tempat Kerja yang bersih dan sehat.
  4. Penyediaan personil K3 yang memiliki kompetensi dan kewenangan K3 di bidang Lingkungan Kerja.

Sesuai Pasal 4, pelaksanaan syarat-syarat K3 Lingkungan Kerja bertujuan untuk mewujudkan Lingkungan Kerja yang aman, sehat, dan nyaman dalam rangka mencegah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.

Pelaksanaan syarat-syarat K3 Lingkungan Kerja dilakukan melalui kegiatan:

  1. Pengukuran dan pengendalian Lingkungan Kerja.
  2. Penerapan Higiene dan Sanitasi.

Berdasarkan Pasal 5, Permenaker No. 5 Tahun 2018, pengukuran dan pengendalian Lingkungan Kerja meliputi faktor:

  1. Fisika.
  2. Kimia.
  3. Biologi.
  4. Ergonomi.
  5. Psikologi.

Penerapan Higiene dan Sanitasi pada K3 Lingkungan Kerja meliputi:

  1. Bangunan Tempat Kerja.
  2. Fasilitas Kebersihan.
  3. Kebutuhan udara.
  4. Tata laksana kerumahtanggaan

Faktor Utama dalam K3 Lingkungan Kerja

Berdasarkan Pasal 5, Permenaker No. 5 Tahun 2018, pengukuran dan pengendalian Lingkungan Kerja meliputi faktor fisika, faktor kimia, faktor biologi, faktor ergonomi, dan faktor psikologi. Berikut ulasan lengkap tentang faktor utama dalam K3 Lingkungan Kerja dan turunannya.

1. Faktor Fisika

Faktor Fisik atau Fisik terbagi lagi menjadi beberapa faktor turunan di bawah ini.

  1. Iklim Kerja.
  2. Kebisingan.
  3. Getaran.
  4. Gelombang radio atau gelombang mikro.
  5. Sinar Ultra Violet.
  6. Medan Magnet Statis.
  7. Tekanan udara.
  8. Pencahayaan.

Penanganan faktor fisika ini cukup kompleks karena setiap faktor turunan memiliki cara yang spesifik. Secara umum cara penanganan yang dilakukan adalah mengendalikan pemicu yang membuat pekerja tidak nyaman. Informasi lengkap terkait penanganan bisa dilihat pada Permenaker No. 5 Tahun 2018, Pasal 8-19.

2. Faktor Kimia

Faktor Kimia ini berhubungan dengan hal-hal berbau kimia dan perlindungan pada pekerja atau masyarakat umum di sekitar perusahaan. Beberapa bahan kimia yang dianggap berbahaya biasanya akan diklasifikasikan menjadi beberapa jenis yang terdiri dari:

  • Mudah terbakar
  • Mudah meledak
  • Beracun
  • Korosif
  • Oksidator
  • Reaktif
  • Radioaktif

Selain itu bentuk dari zat kimia mulai dari padat, cair, dan gas di lingkungan juga harus diperhatikan dengan baik. Apabila zat kimia berbahaya mengenai seseorang, kemungkinan terjadi masalah akan besar mulai dari melepuh di kulit hingga memicu masalah yang lebih kronis lainnya.

Pengendalian faktor kimia ini bisa dilakukan dengan membuat ventilasi udara, mengisolasi, penggunaan bahan yang lebih aman, dan lainnya. Informasi lengkap terkait pengendalian faktor kimia bisa dilihat pada Permenaker No. 5 Tahun 2018, Pasal 21 angka 2.

3. Faktor Biologi

Pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Faktor Biologi harus dilakukan pada Tempat Kerja yang memiliki potensi bahaya Faktor Biologi. Potensi bahaya Faktor Biologi meliputi:

  1. Mikroorganisme dan/atau toksinnya.
  2. Arthropoda dan/atau toksinnya.
  3. Hewan invertebrata dan/atau toksinnya.
  4. Alergen dan toksin dari tumbuhan.
  5. Binatang berbisa.
  6. Binatang buas.
  7. Produk binatang dan tumbuhan yang berbahaya lainnya

Pengendalian Faktor Biologi bisa dilakukan sesuai dengan Permenaker No. 5 Tahun 2018, Pasal 22 angka 7. Beberapa cara yang bisa dilakukan meliputi.

  1. Mengatur atau membatasi waktu pajanan terhadap sumber bahaya Faktor Biologi.
  2. Menggunakan baju kerja yang sesuai.
  3. Menggunakan alat pelindung diri yang sesuai.
  4. Memasang rambu-rambu yang sesuai.
  5. Memberikan vaksinasi apabila memungkinkan.
  6. Meningkatkan Higiene perorangan.
  7. Memberikan desinfektan.

4. Faktor Ergonomi

Pengukuran dan pengendalian Faktor Ergonomi harus dilakukan pada Tempat Kerja yang memiliki potensi bahaya Faktor Ergonomi. Potensi bahaya Faktor Ergonomi meliputi:

  1. Cara kerja, posisi kerja, dan postur tubuh yang tidak sesuai saat melakukan pekerjaan.
  2. Desain alat kerja dan Tempat Kerja yang tidak sesuai dengan antropometri Tenaga Kerja.
  3. Pengangkatan beban yang melebihi kapasitas kerja

Potensi bahaya di atas bisa dikendalikan dengan beberapa cara sesuai dengan Pasal 23 angka 4, Permenaker No. 5 Tahun 2018 di bawah ini.

  1. Menghindari posisi kerja yang janggal.
  2. Memperbaiki cara kerja dan posisi kerja.
  3. Mendesain kembali atau mengganti Tempat Kerja, objek kerja, bahan, desain Tempat Kerja, dan peralatan kerja.
  4. Memodifikasi Tempat Kerja, objek kerja, bahan, desain Tempat Kerja, dan peralatan kerja.
  5. Mengatur waktu kerja dan waktu istirahat.
  6. Melakukan pekerjaan dengan sikap tubuh dalam posisi netral atau baik.
  7. Menggunakan alat bantu.

5. Faktor Psikologi

Pengukuran dan pengendalian Faktor Psikologi harus dilakukan pada Tempat Kerja yang memiliki potensi bahaya Faktor Psikologi. Potensi bahaya Faktor Psikologi meliputi.

  1. Ketidakjelasan/ketaksaan peran.
  2. Konflik peran.
  3. Beban kerja berlebih secara kualitatif.
  4. Beban kerja berlebih secara kuantitatif.
  5. Pengembangan karir.
  6. Tanggung jawab terhadap orang lain.

Pengendalian faktor psikologi bisa dilakukan melalui manajemen stress dengan:

  1. Melakukan pemilihan, penempatan dan pendidikan pelatihan bagi Tenaga Kerja.
  2. Mengadakan program kebugaran bagi Tenaga Kerja.
  3. Mengadakan program konseling.
  4. Mengadakan komunikasi organisasional secara memadai.
  5. Mmberikan kebebasan bagi Tenaga Kerja untuk memberikan masukan dalam proses pengambilan keputusan.

Informasi lengkap terkait penanganan faktor psikologi bisa dilihat pada Pasal 24 angka 5, Permenaker No. 5 Tahun 2018.

Demikianlah ulasan tentang faktor utama K3 Lingkungan Kerja dan beberapa syaratnya yang harus dimiliki oleh perusahaan. Semoga ulasan di atas bisa digunakan sebagai rujukan untuk mendapatkan informasi terkait K3 Lingkungan Kerja.

Siapa sih yang mau celaka? Tentunya tidak ada seorang pun yang mau celaka. Tetapi resiko kecelakaan bisa terjadi kapan saja dan dimana saja termasuk di lingkungan tempat kerja. Untuk itu, kesadaran mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) menjadi sangat diperlukan. Setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas K3 dalam melakukan pekerjaannya. Setiap pekerja juga mempunyai peran untuk terselenggaranya K3. Jadi, tidak ada salahnya kita mempelajari lebih jauh mengenai K3

APA ITU KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)?

Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat K3 adalah segala kegiatan untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi

ADAKAH PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENGATUR MENGENAI K3?

Ada. Peraturan terkait K3 dapat kita temukan antara lain, dalam:

  1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Undang-Undang terkenal sebagai aturan pokok K3. UU ini mengatur kewajiban perusahaan dan pekerja dalam melaksanakan keselamatan kerja.
  2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 4 tahun 1987 tentang Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3)
  3. Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. Undang- Undang ini memberi kewajiban bagi perusahaan untuk memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental, dan kemampuan fisik pekerja yang baru maupun yang akan dipindahkan ke tempat kerja baru, sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan kepada pekerja, serta pemeriksaan kesehatan secara berkala. Sebaliknya para pekerja juga berkewajiban memakai alat pelindung diri (APD) dengan tepat dan benar serta mematuhi semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan.  
  4. Undang-undang Nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang saat ini telah diubah menjadi Sistem Jaminan Sosial Nasional Undang-undang Nomor 40 tahun 2004 yang mengatur jaminan sosial tenaga kerja salah satunya adalah jaminan kecelakaan kerja. 
  5. Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul Akibat Hubungan Kerja
  6. Peraturan Menteri Nomor 5 tahun 1996 mengenai Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
  7. Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam pasal 86 menegaskan hak pekerja untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja. 
  8. Peraturan Pemerintah Nomor 50 tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
  9. Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2019 tentang Penyakit Akibat Kerja
  10. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2018 tentang K3 Lingkungan Kerja 

APA TUJUAN DARI PELAKSANAAN K3?

Berdasarkan Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, terdapat 3 tujuan utama dari penerapan K3, yakni:

  1. Melindungi dan menjamin keselamatan setiap tenaga kerja dan orang lain di tempat kerja.
  2. Menjamin setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien.
  3. Meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas Nasional.

APA SAJA JENIS-JENIS KECELAKAAN KERJA YANG DAPAT TERJADI DI TEMPAT KERJA KHUSUSNYA DI SEKTOR INDUSTRI?

Elektronik (manufaktur)

  • Berkontak dengan bahan kimia atau bahan berbahaya lainnya
  • Menurunnya daya pendengaran, daya penglihatan

Produksi metal (manufaktur)

  • Tertusuk, terpotong, tergores
  • Terjadinya kontak antara kulit dengan cairan metal, cairan non-metal

Petrokimia (minyak dan produksi batu bara, produksi karet, produksi karet, produksi plastik)

  • Teriris, terpotong, tergores
  • Terhirup atau terjadinya kontak antara kulit dengan hidrokarbon dan abu, gas, uap steam, asap dan embun yang beracun

Konstruksi

  • Kemungkinan jatuh dari ketinggian
  • Kejatuhan barang dari atas
  • Terkena barang yang runtuh, roboh
  • Berkontak dengan suhu panas, suhu dingin, lingkungan yang beradiasi, bising

Industri Garmen

  • Jari tangan terpotong/tergores
  • Jari tangan terkena jarum
  • Tergencet mesin kancing
  • Tersengat arus listrik pendek
  • Bahaya terjatuh atau kejatuhan
  • Bahaya menghirup partikel debu dalam bahan baku kain

APA SAJA USAHA-USAHA YANG PERLU DILAKUKAN OLEH PERUSAHAAN UNTUK MENCIPTAKAN KESELAMATAN KERJA?

Dalam mewujudkan K3, perusahaan atau pemberi kerja perlu mengikuti sejumlah prinsip berikut:

  1. Menyediakan alat pelindung diri (APD) di tempat kerja.
  2. Menyediakan buku petunjuk penggunaan alat atau isyarat bahaya.
  3. Menyediakan peraturan pembagian tugas dan tanggung jawab.
  4. Menyediakan tempat kerja yang aman sesuai standar syarat-syarat lingkungan kerja (SSLK). Contohnya, tempat kerja steril dari debu kotoran, asap rokok, uap gas, radiasi, getaran mesin dan peralatan, kebisingan; aman dari arus listrik; memiliki penerangan yang memadai; memiliki ventilasi dan sirkulasi udara yang seimbang; dan memiliki peraturan kerja atau aturan perilaku di tempat kerja.
  5. Menyediakan penunjang kesehatan jasmani dan rohani di tempat kerja.
  6. Menyediakan sarana dan prasarana yang lengkap di tempat kerja.
  7. Memiliki kesadaran dalam menjaga keselamatan dan kesehatan kerja.
  8. Membentuk Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja

APA YANG MENJADI KEWAJIBAN DAN HAK DARI TENAGA KERJA BERKAITAN DENGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA?

Menurut pasal 12 UU No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja, kewajiban dan hak tenaga kerja adalah sebagai berikut :

  1. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja
  2. Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan
  3. Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan yang diwajibkan
  4. Meminta pada Pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan yang diwajibkan
  5. Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan di mana syarat keselamatan dan kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggung-jawabkan.

APA YANG DIMAKSUD DENGAN PANITIA PEMBINA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (P2K3)?

Berdasarkan Permenaker RI Nomor PER.04/MEN/1987 tentang Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta Tata Cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja, Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) adalah badan pembantu di tempat kerja yang merupakan wadah kerjasama antara pengusaha dan pekerja untuk mengembangkan kerjasama saling pengertian dan partisipasi efektif dalam penerapan keselamatan dan kesehatan kerja. 

SIAPA SAJA PERWAKILAN YANG TERMASUK DALAM P2K3?

Pada pasal 3 Permenaker RI Nomor PER.04/MEN/1987 disebutkan bahwa unsur keanggotaan P2K3 terdiri dari unsur pengusaha dan pekerja yang susunannya terdiri dari ketua sekretaris dan anggota. Sebagai sekretaris P2K3 adalah Ahli K3 yaitu tenaga teknis berkeahlian khusus yang membantu pimpinan perusahaan atau pengurus untuk menyelenggarakan dan meningkatkan usaha keselamatan kerja, higiene perusahaan dan kesehatan kerja, membantu pengawasan di bidang K3.

APA SAJA TUGAS PENGURUS/PENGAWAS DALAM HAL KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA?

Yang perlu diketahui pertama adalah Pengurus/Pengawas merupakan orang yang mempunyai tugas memimpin langsung sesuatu tempat kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri. 

Berdasarkan pasal 8, 9, 11 dan 14 Undang - Undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pengurus bertanggung jawab untuk :

  1. Memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun akan dipindahkan sesuai dengan sifat - sifat pekerjaan yang diberikan padanya.
  2. Memeriksa semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, secara berkala pada Dokter yang ditunjuk oleh Pengusaha dan dibenarkan oleh Direktur
  3. Menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang :
  4. Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta apa yang dapat timbul dalam tempat kerjanya
  5. Semua pengamanan dan alat - alat perlindungan yang diharuskan dalam semua tempat kerjanya
  6. Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan
  7. Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya
  8. Bertanggung jawab dalam pencegahan kecelakaan dan pemberantasan kebakaran serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, pula dalam pemberian pertolongan pertama dalam kecelakaan.
  9. Melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja yang dipimpinnya, pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
  10. Secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua syarat keselamatan kerja yang diwajibkan, sehelai Undang-undang ini dan semua peraturan pelaksanaannya yang berlaku bagi tempat kerja yang bersangkutan, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca dan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli kesehatan kerja

BAGAIMANA PROSEDUR PELAKSANAAN PROGRAM K3 DI TEMPAT KERJA?

Prosedur K3 ini merupakan tahap atau proses suatu kegiatan untuk menyelesaikan aktivitas atau metode (cara) langkah demi langkah secara pasti dalam pekerjaan dengan memperhatikan keselamatan, kesehatan, dan keamanan (K3). Perusahaan dapat melakukan prosedur pelaksanaan K3 dengan cara:

  1. Menetapkan standar K3
  2. Menetapkan tata tertib yang harus dipatuhi
  3. Menetapkan peraturan-peraturan
  4. Mensosialisasikan peraturan dan perundang-undangan K3 ini kepada seluruh tenaga kerja.
  5. Memonitor pelaksanaan peraturan-peraturan

Prosedur K3 seperti di atas pada tingkat yang lebih rinci disebut juga dengan Sistem Manajemen K3 (SMK3). Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebut sistem ini harus diterapkan dan menjadi bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan.

APAKAH SEMUA PERUSAHAAN WAJIB MEMBERLAKUKAN PENERAPAN PROSEDUR K3?

Berdasarkan Undang-undang Nomor 1 tahun 1970, K3 wajib diterapkan seluruh tempat kerja (tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap), di mana pekerja bekerja atau yang sering dimasuki pekerja untuk keperluan suatu usaha dan di mana terdapat sumber bahaya. 

APA SAJA KENDALA-KENDALA YANG BIASA DIHADAPI DALAM PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA DALAM HAL PENERAPAN K3?

1. Pemahaman karyawan mengenai isi Perjanjian Kerja Bersama

Cara mengatasi perlunya pembinaan atau koordinasi dan sosialisasi antara pengurus Serikat Pekerja dengan para pekerja melalui musyawarah

2.Penanganan keselamatan kerja tidak optimal

Cara mengatasi adalah apabila terjadi kecelakaan berarti tindakan pecegahan tidak berhasil, maka pihak manajemen perusahaan mempunyai kesempatan untuk mempelajari apa yang salah.

3.Kebijakan perusahaan yang tidak tegas

Cara mengatasi adanya tindakan yang tegas apabila terjadi ketidakdisiplinan pegawai dalam bekerja

APA SAJA STANDAR K3 BARU YANG ADA SAAT INI?

Standar K3 baru ditandai oleh terbitnya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 tahun 2018 tentang K3 Lingkungan Kerja. Permenaker ini memberikan pedoman baru mengenai nilai ambang batas (NAB) faktor fisika dan kimia, standar faktor biologi, ergonomi, dan psikologi serta persyaratan kebersihan dan sanitasi, termasuk kualitas udara dalam ruangan untuk terwujudnya tempat kerja yang aman, sehat, dan nyaman. Faktor psikologi yang belum pernah diatur sebelumnya, menandai standar baru dalam pengukuran K3. 

MENGAPA FAKTOR PSIKOLOGI PENTING DALAM STANDAR BARU K3?

Faktor Psikologis sangat mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja. Psikologis seseorang sangat berpengaruh pada konsentrasi dalam melakukan suatu pekerjaan. Bila terjadi stress kerja dapat mempengaruhi tindakan-tindakan yang akan dilakukan pekerja ketika bekerja. Sehingga kecelakaan kerja sangat mungkin terjadi. Stress akibat kerja dalam jangka panjang juga dapat mengakibatkan gangguan mental pekerja.

 

APA YANG DIMAKSUD DENGAN FAKTOR PSIKOLOGI K3?

Faktor Psikologi yang dimaksud dalam Permenaker 5 tahun 2018 adalah faktor yang mempengaruhi aktivitas pekerja, diakibatkan oleh hubungan antar personal di tempat kerja, peran dan tanggung jawab terhadap pekerjaan. Pengukuran dan pengendalian faktor psikologi harus dilakukan pada tempat kerja yang memiliki potensi bahaya faktor psikologi. Potensi bahaya faktor psikologi meliputi:

  1. Ketidakjelasan/ketaksaan (ambigu) peran atau uraian pekerjaan
  2. Konflik peran
  3. Beban kerja berlebih secara kualitatif
  4. Beban kerja berlebih secara kuantitatif
  5. Pengembangan karier
  6. Tanggung jawab terhadap orang lain.

BAGAIMANA MENGUKUR KESEHATAN MENTAL/PSIKOLOGI PEKERJA DI TEMPAT KERJA?

Pengukuran faktor psikologi di tempat kerja dilakukan menggunakan metode survei, meliputi tujuan tugas dan pekerjaan, tuntutan pekerjaan, beban kerja, pengembangan karier, peran dalam pekerjaan, dan lain-lain.

Baca Juga 

Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di Perusahaan

Sumber:

Indonesia.Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

Indonesia. Undang - Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan

Indonesia. Undang-undang Nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja 

Indonesia.Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Indonesia. Undang-undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional 

Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 50 tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)

Indonesia. Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul Akibat Hubungan Kerja

Indonesia. Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2019 tentang Penyakit Akibat Kerja

Indonesia. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 4 tahun 1987 tentang Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3)

Indonesia. Peraturan Menteri Nomor 5 tahun 1996 mengenai Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)

Indonesia. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2018 tentang K3 Lingkungan Kerja 

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA