Tulislah alquran atau hadis yang berhubungan dengan jual beli lengkap dengan terjemahannya

Jakarta -

Agama Islam juga mengatur permasalahan jual beli bagi umatnya. Bahkan aturan dasar hukumnya termaktub dalam kitab suci Al Quran dan hadits.

Melansir dari laman resmi Teknik Industri Universitas Islam Indonesia (UII), Allah SWT telah menghalalkan praktek jual beli yang sesuai dengan ketentuan dan syariat-Nya. Sebagaimana yang tercantum dalam QS Al Baqarah ayat 275 yang berbunyi:

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا ۗ وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ۚ فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَىٰ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ فَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

Artinya: "Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya." (QS Al Baqarah: 275)

Artinya, Islam tidak melarang segala bentuk jual beli selama tidak merugikan salah satu pihak dan tidak melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan.

Allah SWT juga tidak melarang umat muslim dalam mencari rezeki melalui jual-beli. Hal ini termaktub dalam firman Allah QS Al Baqarah ayat 198:

لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْ ۚ

Artinya: "... Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu." (QS Al Baqarah: 198)

Masih mengutip dari sumber yang sama, berikut ini syarat-syarat praktik jual beli yang sesuai dengan ajaran Islam, di antaranya adalah sebagai berikut.

Syarat-syarat Jual-Beli dalam Islam

1. Transaksi jual beli dilakukan dengan ridha dan sukarela
Kegiatan jual-beli dibolehkan dalam Islam, bila tidak ada unsur paksaan di dalamnya. Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu." (QS. An Nisa: 29)

2. Objek jual-beli bukan milik orang lain

Objek jual-beli yang dibolehkan dalam Islam adalah objek milik sendiri. Rasulullah SAW bersabda:

لاَ تَبِعْ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ

Artinya: "Janganlah engkau menjual sesuatu yang bukan milikmu," (HR. Abu Dawud).

Namun, seseorang bisa menjual barang yang bukan miliknya apabila telah mendapatkan izin dari pemilik barang.

3. Transaksi jual-beli dilakukan secara jujur

Transaksi jual-beli yang sesuai dengan syariat Islam hendaknya dilakukan dengan jujur. Rasullulah SAW bersabda:

مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا ، وَالْمَكْرُ وَالْخِدَاعُ فِي النَّارِ

Artinya: "Barang siapa yang berlaku curang terhadap kami, maka ia bukan dari golongan kami. Perbuatan makar dan tipu daya tempatnya di neraka," (HR. Ibnu Hibban)

Salah satu transaksi yang jujur dapat dilakukan melalui ukuran timbangan yang sesuai dengan hitungan. Allah berfirman:

أَوْفُوا الْكَيْلَ وَلَا تَكُونُوا مِنَ الْمُخْسِرِينَوَزِنُوا بِالْقِسْطَاسِ الْمُسْتَقِيمِ

وَلَا تَبْخَسُوا النَّاسَ أَشْيَاءَهُمْ وَلَا تَعْثَوْا فِي الْأَرْضِ مُفْسِدِينَ

Artinya: "Sempurnakanlah takaran jangan kamu termasuk orang-orang yang merugi, dan timbanglah dengan timbangan yang lurus, dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan," (Q.S. Asy Syu'araa: 181-183).

4. Transaksi jual-beli barang yang halal

Selain kepemilikan sendiri, transaksi jual-beli juga harus memperdagangkan barang yang halal. Hal ini sesuai dengan salah satu riwayat hadits, Rasullullah SAW bersabda:

وَإِنَّ اللهَ إِذَا حَرَّمَ عَلَى قَوْمٍ أَكْلَ شَيْئٍ حَرَّمَ عَلَيْهِمْ ثَمَنَهُ

"Sesungguhnya Allah jika mengharamkan atas suatu kaum memakan sesuatu, maka diharamkan pula hasil penjualannya." (HR Abu Daud dan Ahmad).

5. Objek jual beli dapat diserahterimakan

Barang yang menjadi objek jual-beli, haruslah barang yang dapat diserah terimakan segera dari penjual kepada pembeli. Rasullullah bersabda:

الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ يَدًا بِيَدٍ فَمَنْ زَادَ أَوِ اسْتَزَادَ فَقَدْ أَرْبَى الآخِذُ وَالْمُعْطِى فِيهِ سَوَاءٌ

Artinya: "Emas ditukar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, garam dengan garam, sama beratnya dan langsung diserahterimakan. Apabila berlainan jenis, maka juallah sesuka kalian namun harus langsung diserahterimakan/secara kontan," (HR. Muslim).

Itulah penjelasan mengenai dasar hukum jual beli yang terdapat dalam Al Quran dan hadits. Semoga kita semua dijauhkan dari transaksi jual-beli yang dilarang Allah SWT ya, sahabat hikmah! Aamiin.

Simak juga 'Bertemu Sekjen IIFA, PBNU Bahas Soal Fatwa-Islam Moderat':

[Gambas:Video 20detik]

(nwy/nwy)

Dalam bahasa Arab, jual beli disebut dengan al-bai’, dari segi bahasa berarti  memindahkan hak milik terhadap benda dengan akad saling mengganti (Abdul Aziz Muhammad Azzam, 2010), atau menukar suatu barang dengan barang yang lain (barter). Sedangkan menurut istilah, al-bai’ memiliki banyak pengertian sebagaimana dikemukakan oleh para ulama:

Pertama: Imam Hanafi (Mazhab Hanafi); jual beli ialah pertukaran suatu harta dengan harta yang lain menurut cara tertentu.

Kedua: Imam Syafi’i (Mazhaab Syafi’i); jual beli ialah pertukaran sesuatu harta benda dengan harta benda yang lain, yang keduanya boleh di-tasharruf-kan (dikendalikan), dengan ijab dan qabul menurut cara yang diizinkan oleh syari’at.

Ketiga: Abu Bakr bin Muhammad al-Husaini; jual beli adalah; kontrak pertukaran harta benda yang memberikan seseorang hak memiliki sesuatu benda atau manfaat untuk selama-lamanya.

Keempat: Al-Qlayubi; akad saling mengganti dengan harta yang berakibat kepada kepemilikan terhadap satu benda atau manfaat untuk tempo waktu dan selamanya dan bukan untuk bertaqarrub kepada Allah (bukan Hibah, Sadaqah, Hadiah, wakaf).

Defiinisi jual beli sebagaimana dikemukakan oleh para ulama di atas memberikan suatu pengertian sekaligus penekanan bahwa istilah jual beli merupakan gabungan dari kata al-bai’ (menjual) dan syira’ (membeli) – karena adanya keterlibatan aktif antara dua belah pihak yang melakukan transaksi jual beli. Atau dengan kata lain, jual beli merupakan aktifitas yang melibatkan dua belah pihak atau lebih untuk melakukan pertukaran barang dengan cara tertentu, baik pertukaran barang dengan barang (barter) maupun dengan alat tukar (uang).

Dalam definisi tersebut juga terkandung nilai, bahwa jual beli merupakan salah satu proses al-taghayyur al-milkiyah (perubahan kepemilikan) dari pihak penjual kepada pihak pebeli yang bersifat permanen. Oleh sebab itu, jual- beli yang syar’i adalah jual beli secara lepas atau tidak diikat dengan syarat tertentu seperti menjual dalam waktu satu bulan, satu tahun dan lainnya, atau menjual barang dengan syarat si pembeli harus menjual kembali barang tersebut kepada pihak penjual pertama pada waktu yang sudah mereka tentukan.

Dasar Hukum Disyari’atkannya Jual-Beli

Jual beli merupakan salah satu aktifitas yang banyak dilakukan oleh ummat manusia, bahkan hampir tidak ada seorangpun di dunia ini yang terbebas dari aktifitas jual-beli, baik sebagai penjual maupun sebagai pembeli. Dasar hukum disyari’atkannnya jual-beli dapat dijumpai dalam beberapa ayat al-Qur’an, antara lain;

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ – البقرة: 275

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS. Al-Baqarah: 275)”

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا – النساء: 29

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu ; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu” [An-Nisaa : 29]

سُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْكَسْبِ أَطْيَبُ ؟ قَالَ عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُوْرٍ – رواه االبزار والحاكم

“Nabi saw pernah ditanya; Usaha (pekerjaan/profesi) apakah yang paling baik (paling ideal) ?, Rasulullah saw bersabda; pekerjaan (usaha) seseorang dengan tangannya dan setiap jual beli yang baik.” (HR. Bazzar dan al-Hakim)

إِنَّمَا الْبَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ – رواه البيهقي

“Sesungguhnya jual beli (harus) atas dasar saling ridha (suka sama suka).” (HR. Al-Baihaqi)

Prinsip-Prinsip dalam Jual Beli

Dalam artikel-artikel sebelumnya, telah banyak diulas tentang etika bisnis dalam Islam. Namun dalam pembahasan kali ini perlu dikemukakan beberapa prinsip dan etika yang relevan dengan persoalan jual beli. Dengan demikian diharapkan setiap aktifitas jual beli yang dilakukan sesuai dengan tuntunan syari’at Islam. prinsip-prinsip syar’i yang harus diperhatikan antara lain:

Pertama: Larangan menawar barang yang sedang diitawar oleh orang lain.

…وَلاَ يَبِيْعُ الرَّجُلُ عَلَى بَيْعِ أَخِيْهِ وَلاَ يَخْطُبُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيْهِ …. – رواه مسلم

“….dan janganlah seorang membeli (menawar) sesuatu yang sedang dibeli (ditawar) oleh saudaranya, dan jangan pula ia melamar (wanita) yang sedang dilamar oleh saudaranya….”(HR. Muslim)

Salah satu hikmah larangan menawar barang yang sedang ditawar oleh orang lain adalah  untuk menghindari munculnya kekecewaan (gelo), perkelahian dan pertentangan di antara sesama. Sebab orang yang menawar (membeli) suatu barang umumnya dilatarbelakangi oleh keinginan untuk memiliki dan kebutuhkannya terhadap barang tersebut. Namun karena diambil oleh pihak lain (pada saat terjadinya tawar menawar), menyebabkan hal tersebut tidak didapatkannya. Akibatnya, muncul rasa kecewa, marah, bahkan kebencian di antara mereka.

Kedua: Sesuatu yang diperjual belikan adalah sesuatu yang mubah (boleh) dan bukan sesuatu yang diharamkan

Dalam hadis Nabi saw. banyak dijelaskan tentang larangan menjual sesuatu yang diharamkan oleh agama. Larangan menjual barang yang diharamkan tersebut tidak hanya secara zat (benda) nya saja (bai’ an-najas), tetapi juga larangan memakan hasil penjualannya. Hal ini dapat ditemukan penjelasannya dalam beberapa ayat dan hadis Nabi saw.sebagai berikut;

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَعَنَ اللهُ الْيَهُوْدَ حُرِّمَتْ عَلَيْهِمُ الشُّحُوْمُ فَبَاعُوْهَا وَ أَكَلُوْ أَثْمَانِهَا وَإِنَّ اللهَ إِذَا حَرَّمَ عَلَى قَوْمٍ أَكْلَ شَيْئٍ حَرَّمَ عَلَيْهِمْ ثَمَنَهُ. – رواه أحمد و أبو داود

“Dari Ibnu Abbas Nabi saw bersabda: Allah melkanat orang-orang Yahudi, karean telah diharamkan kepada mereka lemak-lemak (bangkai) namun mereka menjualnya dan memakan hasil penjualannya. Sesungguhnya Allah jika mengharamkan kepada suatu kaum memakan sesuatu, maka haram pula hasil penjualannya”. (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Contoh-contoh jual beli yang termasuk kategori ini misalnya; jual beli babi, anjing, bangkai,  khamar dan lainnya. Hal ini dijelaskan dalam al-Qur’an dan hadis Nabi saw., antara lain:

يَآيُّهَاالَّذِيْنَ آمَنُوْا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ والأَنْصَابُ والأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. – المائدة: 90

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras (khamar), berjudi (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntunga”. (QS. Al-Ma’idah: 90)

Sedangkan dalam hadis Nabi saw, dijelaskan:

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ الله رَضِيَ الله عَنْهُمَا : أَنَّهُ سَمِعَ رَسُوْلَ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَقُوْلُ عَامَ الْفَتْحِ وَهُوَ بِمَكَّةَ، إِنَّ اللهَ وَرَسُوْلَهُ حَرَّمَ بَيْعَ الْخَمْرِ وَالْمَيْتَةِ وَالْخِنْزِيْرِ وَالأَصْنَامِ. فَقِيْلَ يَا رَسُوْلَ اللهِ أَرَأَيْتَ شُحُوْمَ الْمَيْتَةِ فَإِنَّهَا يُطْلَى بِهَا السُّفُنُ وَيُدْهِنُ بِهَا الْجُلُوْدُ وَيُسْتَصْبِحُ بِهَا النَّاسُ ؟ فَقَالَ لاَ هُوَ حَرَامٌ – رواه البخاري ومسلم.

“Dari Jabir bin Abdillah ra; bahwasanya ia telah mendengar Rasulullah saw bersbda pada saat penaklukan kota Makkah (Fathu Makkah); sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkan jual-beli khamar, bangkai, babi dan patung (berhala). Lalu ditanyakan (diantara sahabat ada yang bertanya); bagaimana pendapatmu tentang lemak bangkai, maka sesunggunnya ia (lemak bangkai) digunakan untuk menambal perahu dan untuk menyemir kulit serta digunakan untuk alat penerangan oleh manusia ? lalu Rasulullah saw menjawab; Tidak ! ia (tetap) haram.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Disamping dijelaskan tentang status keharaman jual beli barang najis, juga dalam ayat dan hadis Nabi saw dijelaskan tentang dampak yang akan didapatkan oleh orang yang melakukan jual-beli benda najis, yaitu dosa dan murka Allah dan Rasul-Nya. Dalam hadis Nabi saw dijelaskan:

لَعَنَ النَّبِيُّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى الْخَمْرِ عَشَرَةٌ: عَاصِرَهَا وَمُعْتَصِرَهَا وَشَارِبَهَا وَحَامِلَهَا وَالْحُمُوْلَةَ إِلَيْهِ وَسَاقِيَهَا وَبَائِعَهَا وَآكِلَ ثَمَنِهَا وَالْمُشْتَرَى لَهَا وَالْمُشْتَرَاةَ لَهَا – رواه الترميذى وابن ماجة

“Nabi saw telah melaknat dalam masalah khamar sepuluh golongan; yang memerasnya (produsennya), yang meminta diperskan (pemesan), yang meminumnya (konsumen), yang membawanya, yang meminta diantarkan, yang menuangkannya (pelayan), yang menjualnya, yang memakan hasil penjualannya, yang membelinya, dan yang meminta dibelikan.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Ketiga: Menghindari praktek perjudian dalam sistem jual beli

Pada saat ini, praktek perjudian (maisir) dalam sistem jual beli semakin banyak ditemukan, baik di pasar-pasar tradisional maupun pasar-pasar moderen seperti di mall-mall besarr. Teknik dan stateginyapun semakin beragam, bahkan dengan menggunakan peralatan canggih – seperti komputer dan mesin-mesin judi. Sebagian penjual ada yang menjual barang dagangannya dengan cara melemparkan batu, gelang dan sejenisnya, atau dengan memasukkan coin dalam mesin yang sudah disiapkan. Jika barang yang dilempar tersebut kena atau gelangnya masuk dalam barang yang diinginkan, maka barang tersebut bisa menjadi milik si pembeli. Namun jika sebaliknya, maka si pembeli kehilangan uangnya tanpa mendapatkan barang yang diinginkan.

Praktek-praktek semacam ini termasuk kategori perjudian yang dikemas dalam bentuk jual beli. Hal ini diharamkan baik berdasarkan ayat al-Qur’an maupun hadis Nabi saw, antara lain:

يَآيُّهَاالَّذِيْنَ آمَنُوْا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ والأَنْصَابُ والأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. – المائدة: 90

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras (khamar), berjudi (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntunga”. (QS. Al-Ma’idah: 90)

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَالْكُوبَةِ وَالْغُبَيْرَاءِ – رواه أحمد و أبو داود

“Dari Abdullah bin Amru, bahwasanya Nabi saw melarang (meminum) khamar, perjudian, menjual barang dengan alat dadu atau sejenisnya (jika gambar atau pilihannya keluar maka ia yang berhak membeli) dan  minuman keras yang terbuat dari biji-bijian (biji gandum). (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Selain tiga prinsip di atas, masih banyak lagi prinsip-prinsip dan etika yang harus diperhatikan sehingga sebuah praktek jual beli menjadi sah sesuai dengan ajaran agama Islam, antara lain; menghindari berbagai bentuk penipuan dan kecurangan (gharar dan al-gasy), tidak transparan (jahalah), menzalimi konsumen/pembeli; seperti menimbun barang (ihtikar) sehingga menyebabkan kelangkaan barang di pasaran dan menyulitkan masyarakat untuk mendapatkannya, atau mematok harga dengan sangat tinggi di saat masyarakat sangat membutuhkannya, melakukan praktek yang membahayakan (dharar), praktek yang banyak terjadi dalam sistem MLM (akan diulas dalam pembahasan tersendiri) dan lain sebagainya.

Keutamaan jual beli yang mabrur:

Jual beli tidak hanya merupakan salah satu cara untuk mencari nafkah dan keuntungan finansial, namun jual-beli juga merupakan salah satu jenis usaha yang mendapatkan perhatian besar dalam Islam, baik karena merupakan salah satu aktivitas yang banyak dibutuhkan oleh manusia, profesi yang banyak dilakukan oleh para Nabi dan beberapa keutamaan lainnya. Karena itu wajar jika dalam al-Qur’an hadis Nabi dan berbagai kajian fikih persoalan ini mendapatkan porsi pembahasan yang cukup luas.

Di antara keutamaan atau nilau plus yang terdapat dalam praktek jua beli antara lain; (1) merupakan usaha yang paling banyak menjanjikan keuntungan, (2) usaha yang tidak mungkin dihindari oleh siapapun, sehingga akan tetap eksis dan dibutuhkan oarang, (3) usaha yang sangat ideal dalam beberapa aspek, diantaranya seseorang lebih leluasa untuk mengatur dan memilih jenis barang yang dibisniskan, tempat serta metode yang diinginkan, (4) peluang besar untuk mencari nafkah yang halal serta kebahagiaan dunia dan akhirat jika dilakukan secara benar sesuai norma dan hukum-hukum agama, dan lain sebagainya.

Dalam banyak hadis, Rasulullah saw menjelaskan tentang penting dan keutamaan persoalan ini, antara lain dalam hadis berikut:

عَنْ أَبِى سَعِيْدٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: التَّاجِرُ الصَّدُوْقُ الأَمِيْنُ مَعَ النَّبِيِّيْنَ وَلصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ – رواه الترمذى

“Dari Abi Sa’id, dari Nabi saw bersabda: Pedagang yang jujur dan terpercaya bersama para Nabi, orang-orang yang jujur dan syuhada’”. (HR. Tirmidzi)

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْمُحَاقَلَةِ وَالْمُخَاضَرَةِ وَالْمُلاَمَسَةِ وَالْمُنَابَذَةِ والْمُزَابَنَةِ – رواه البخارى

“Dari Anas bin Malik r.a. ia berkata: Rasulullah saw melarang jual beli muhaqalah (yaitu; jual beli buah yang masih di atas pohonnya),dan muhadharah (jual beli buah yang belum matang/masih hijau dan belum jelas kualitasnya), jual beli raba (yaitu; jual beli dengan tidak mengetahui ukuran, jenis dan kualitas barang), jual beli lempar dan jual beli muzabanah”. (HR. Al-Bukhari).

Narasumber utama artikel ini:

Ruslan Fariadi AM

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA