Siapa yang berwenang mengubah dan menetapkan UUD di Indonesia

Perubahan Ketiga UUD 1945 yang diputuskan dalam Rapat Paripurna MPR-RI ke-7 (lanjutan 2), tanggal 9 Nopember 2001, pada saat Sidang Tahun MPR-RI 2001 menetapkan perubahan kedudukan dan kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat-RI (MPR-RI). Perubahan tersebut memutuskan MPR tidak lagi merupakan lembaga tertinggi negara tetapi berkedudukan selaku lembaga tinggi negara, setara dengan lembaga-lembaga tinggi negara lainnya, seperti halnya DPR, DPD, Presiden, BPK, MA, dan MK.

Di dalam pasal 3 ayat (1) UUD 1945 (redaksi baru) menetapkan MPR berwenang mengubah dan menetapkan UUD. Namun, pasal konstitusi dimaksud telah menghapuskan kewenangan MPR untuk menetapkan garis-garis besar haluan negara (GBHN). Artinya, tidak ada lagi TAP-TAP MPR yang mengandung muatan GBHN.

Mantan Hakim Konstitusi RI, Prof. Dr. HM. Laica Marzuki, S.H, mengatakan terkait kedudukan dan legalitas TAP MPR tidak berarti peran konstitusional MPR tidak lagi menentukan. MPR dirancang the founder of constitution (BPUPKI-PPKI) guna menggantikan kedudukan het Koninkrijk der Nederlanden selaku oppergezag.

“Waktu itu Kerajaan Belanda bukan lagi opperbewind (opperbestuur) yang dipertuan oleh bekas daerah-daerah jajahan. MPR ada selaku pelaku dan representasi kedaulatan rakyat dari negara Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat,”kata Laica pada Seminar Implikasi Politik dan Hukum Ketetapan MPR/MPRS Pasca Pemberlakuan UU Nomor 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Sabtu (15/12) di UC UGM.

Laica menambahkan kewenangan tersisa dari MPR tetap memiliki peran konstitusional yang menentukan, antara lain: mengubah dan menetapkan UUD, melantik Presiden dan Wakil Presiden, memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden, memilih wakil dari dua calon yang diajukan Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden maupun menetapkan peraturan tata tertib dan kode etik MPR.

“MPR tetap diperlukan guna mempertahankan sistem pemerintahan Presidensial,”imbuh Laica.

Sementara itu Guru Besar Ilmu Pemerintahan UGM, Prof. Dr. Purwo Santoso, M.A. menegaskan adanya kehati-hatian dalam memperdebatkan perubahan isi UU Nomor 10/2004 ke UU Nomor 11/2011 yang mengatur hierarkhi peraturan-perundang-undangan.

“Jangan-jangan yang kita perlukan bukan saja implementasi undang-undang tersebut tetapi juga penguatan pondasi agar tertib hukum ini tidak hanya disangga oleh konsistensi teks saja,”kata Purwo.

Guru Besar dari Fakultas Hukum UGM, Prof. Dr. Nurhasan Ismail, SH., M.Si. secara jelas juga menilai inkonsistensi pemerintah dalam menetapkan hierarkhi peraturan perundangan-undangan akan mengakibatkan beberapa implikasi, baik di bidang hukum, politik, ekonomi, dan sosial. Nurhasan mencontohkan di bidang ekonomi inkonsistensi tersebut akan menimbulkan penurunan tingkat kepercayaan publik dan pengusaha untuk berinvestasi di Indonesia karena tidak adanya jaminan kepastian hukum.

“Di sisi sosial akan terbuka terjadinya konflik horizontal dan struktural karena adanya perbedaan hukum yang digunakan sebagai dasar berperilaku. Sedangkan secara politik dimungkinkan terjadinya pengabaian kepentingan bangsa yang dapat mengarah pada terjadinya instabilisasi politik,”pungkas Nurhasan (Humas UGM/Satria AN)

Jakarta -

Kekuasaan konstitutif adalah kekuasaan untuk mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar. Di Indonesia, kekuasaan ini dijalankan oleh salah satu lembaga negara sebagai bagian dari pelaksana kedaulatan rakyat.

Adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). MPR merupakan salah satu lembaga negara yang berkedudukan sama dengan lembaga negara lainnya sebagaimana disebutkan dalam UUD 1945 pasca amandemen.

Dulu, MPR berkedudukan sebagai lembaga tertinggi negara sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 sebelum amandemen, yang berbunyi, "Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat". Pada saat itu, tepatnya tahun 1972-1998 MPR menjadi puncak dari pelaksana kedaulatan rakyat.

Setelah amandemen, tepatnya pada perubahan yang ketiga, ditetapkan bahwa kedaulatan rakyat berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Sementara itu, MPR menjadi lembaga negara yang setara dengan lembaga lainnya.

Keanggotaan MPR terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang dipilih melalui pemilihan umum yang selanjutnya diatur dalam undang-undang. Dalam kurun waktu lima tahun, setidaknya MPR harus menjalankan sekali sidang. Berikut penjelasan tugas dan wewenang MPR

Tugas dan Wewenang MPR

Kekuasaan konstitutif dijalankan oleh MPR. Hal ini merujuk pada Pasal 3 UUD 1945, yang berbunyi, "Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar".

Selain mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar, MPR bertugas untuk melantik presiden dan wakil presiden hingga menetapkan peraturan tata tertib dan kode etik MPR. Dilansir dari laman MPR, berikut tugas dan wewenang MPR:

1. Mengubah dan menetapkan undang-undang dasar;

2. Melantik presiden dan wakil presiden berdasarkan hasil pemilihan umum dalam sidang paripurna MPR;

3. Memutuskan usul DPR berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi untuk memberhentikan presiden dan/atau wakil presiden dalam masa jabatannya setelah presiden dan atau wakil presiden diberi kesempatan untuk menyampaikan penjelasan di dalam sidang paripurna MPR;

4. Melantik wakil presiden menjadi presiden apabila presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya;

5. Memilih wakil presiden dari dua calon yang diajukan presiden apabila terjadi kekosongan jabatan wakil presiden dalam masa jabatannya selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari;

6. Memilih presiden dan wakil presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa jabatannya, dari dua paket calon presiden dan wakil presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang paket calon presiden dan wakil presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan sebelumnya, sampai habis masa jabatannya selambat-lambatnya dalam waktu tiga puluh hari;

7. Menetapkan peraturan tata tertib dan kode etik MPR.

Nah, itulah tugas dan wewenang MPR. Jadi, kekuasaan konstitutif dijalankan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atau MPR ya, detikers!

Simak Video "Survei SMRC: 78% Rakyat Indonesia Tak Setuju Amandemen UUD 1945"



(kri/row)

Ketua MPR, Bambang Soesatyo. /ANTARA

PIKIRAN RAKYAT - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Bambang Soesatyo mengatakan bahwa Undang-undang Dasar 1945 memberikan kewenangan kepada pihaknya untuk mengubah UUD 1945 apabila tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kewenangan itu tertuang dalam Pasal 3 Ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi, 'MPR berwenang mengubah dan menetapkan UUD'.

Dalam Peringatan Hari Konstitusi, melalui siaran langsung MPR RI, Selasa 18 Agustus 2020, pria yang akrab disapa Bamsoet itu menyebut UUD 1945 memberikan wewenang kepada MPR untuk melakukan evaluasi dengan kewenangan mengubah dan menetapkan UUD. Namun, dia mengingatkan bahwa amanat untuk melakukan perubahan terhadap UUD 1945 bukan hal yang mudah.

“Amanat tersebut adalah tugas yang harus dilakukan dengan penuh kecermatan dan dilakukan secara hati-hati karena menyangkut hukum dasar negara. Ini hukum tertinggi yang mengatur berbagai dimensi strategis kehidupan berbangsa dan bernegara, baik di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya, serta pertahanan dan keamanan negara," ucap Bamsoet.

Baca Juga: 9 Peristiwa yang Terjadi 19 Agustus dari Tahun 1919 hingga 2017, Salah Satunya Serangan Bom di Irak

Dalam melaksanakan kewenangannya itu, lanjutnya, MPR diberikan tugas melalui UU Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) untuk melakukan sosialisasi Pancasila, UUD 1945, NKRI dan dan Bhineka Tunggal Ika, serta Ketetapan MPR.

Selain itu, pria yang juga menjabat Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menyebut, MPR juga mengkaji sistem ketatanegaraan, UUD 1945 dan pelaksanaannya, serta menyerap aspirasi masyarakat dan daerah tentang pelaksanaan UUD 1945.

Menurutnya, MPR juga telah melaksanakan kegiatan aspirasi masyarakat yang terkait dengan rencana penghidupan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang merupakan rekomendasi MPR periode 2014-2019 yang dipimpin Zulkifli Hasan.

Baca Juga: Wabah Misinformasi Covid-19 Lebih Parah Ketimbang Pandemi Corona

"Terkait dengan penyerapan aspirasi masyarakat dan daerah, MPR dan alat kelengkapannya telah melaksanakan kegiatan penyerapan aspirasi masyarakat daerah di daerah pemilihan sebagai tindak lanjut rekomendasi MPR Masa Jabatan 2014-2019, khususnya terkait dengan perlunya Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dan Penataan Sistem Ketatanegaraan Indonesia," ujar Bamsoet.

Page 2

Ketua MPR, Bambang Soesatyo. /ANTARA

A. Garner, Bryan. Black Law Dictionary, Eighth Edition. United States Of America, 2004.

Anam, Khoirul. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk perguruan tinggi. Yogyakarta: Inti Media, 2011.

A.S.S. Tambunan. MPR (Perkembangan dan Pertumbuhannya, Suatu Pengamatan dan Analisis). Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1991.

Asshidiqie, Jimly. Format kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan dalam UUD 1945. Yogyakarta : UII Press, 2005.

Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Jakarta: Konpress, 2005.

Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009.

Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi.

Azhary. Negara Hukum Indonesia Analisis Yuridis Normatif Tentang Unsur-Unsurnya. Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1995.

Buyung Nasution, Adnan. Pergulatan Tanpa Henti Menabur Benih Reformasi. Jakarta: Aksara Karunia, 2004.

Basalim, Umar. Pro-Kontra Piagam Jakarta di Era Reformasi, cet.I. Jakarta: Pustaka Indonesia Satu, 2002.

C.F. Strong. Konstitusi-Konstitusi Politik Modern (Kajian Tentang Sejarah dan BentukBentuk konstitusi Dunia. Dahlan Thaib. dkk, Teori dan Hukum Konstitusi. Jakarta: Rajawali Pers, 2004.

Huda, Ni’matul. UUD 1945 dan Gagasan Amandemen Ulang. Jakarta: Rajawali Pers, 2008.

K.C. Wheare. Konstitusi-Konstitusi Modern, Penerjemah Muhammad Hardani, cet.II. Surabaya: Pustaka Eureka, 2005.

Mahendra, Yusril Ihza. Dinamika Tata Negara Indonesia (Kompilasi Aktual Masalah Konstitusi, Dewan perwakilan dan Sistem Kepartaian), cet.I. Jakarta: Gema Insani Press, 1996.

Mahkamah konstitusi. Cetak Biru : Membangun Mahkamah Konstitusi Sebagai Institusi Peradilan Konstitusi yang Modern dan Terpercaya. Jakarta : Mahkamah Konstitusi, 2004.

Budiardjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, cet.XXVII. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,2005.

MPR. Majelis Permusyawartan Rakyat Republik Indonesia ( Sejarah, Realita, dan Dinamika). Jakarta: Sekertariat Jenderal MPR-RI, 2009.

R.Saragih, Bintan. Lembaga Perwakilan dan Pemilihan Umum di Indonesia. Jakarta: Gaya Media Pratama, 1987.

Saefroedin Bahar, dkk. Risalah Sidang BPUPKI – PPKI. Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1992.

Soemantri, Sri. Undang-Undang Dasar 194 Kedudukan dan Aspek-aspek Perubahannya. Bandung: UNPAD Press, 2002.

Sekretariat Jenderal MPR-RI. Risalah Sidang Perubahan UUD NRI Tahun 1945 (1999- 2002) Tahun Sidang 2000, Buku I. Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI, 2008.

Sekretariat Jenderal MPR-RI. Risalah Sidang Perubahan UUD NRI Tahun 1945 (1999-2002) Tahun Sidang 2000, Buku II. Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR-RI, 2008.

Sekretariat Jenderal MPR-RI. Risalah Sidang Perubahan UUD NRI Tahun 1945 (1999-2002) Tahun Sidang 2000, Buku III. Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR-RI, 2008.

Sekretariat Jenderal MPR-RI. Risalah Sidang Perubahan UUD NRI Tahun 1945 (1999-2002) Tahun Sidang 2001,Buku I. Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR-RI, 2008.

Syahuri, Taufiqurrohman. Tafsir Konstitusi Berbagai Aspek Hukum. Jakarta: Kencana, 2011.

T.A. Legowo,dkk, Lembaga Perwakilan Rakyat di Indonesia ( Studi dan Analisis Sebelum dan Setelah Perubahan UUD 1945). Jakarta: FORMAPPI, 2005.

Tim Kajian Unibraw. Amandemen UUD 1945 Antara Teks dan Kontek Dalam Negara Yang Sedang Berubah. Jakarta: Sinar Grafika, 2000.

Tim Penyusun. Naskah Komprehensif Perubahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, (Latar Belakang, Proses, dan Hasil Perubahan 1999-2002), Buku III Lembaga Permusyawaratan dan Perwakilan..

Yamin, Muhammad. Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945. Jakarta: Siguntang, 1971

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA