Sama dengan menyebut nama siapa ketika membaca basmalah

Membaca Basmalah Kunci Sukses Seorang Muslim

Oleh : H. Ilyas Bustamiludin

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Artinya:

“ Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

 (QS. Al-Fatihah {1}: 1)

Sepenggal ayat di atas dilihat dari struktur kalimatnya adalah sebuah kalimat berita atau pernyataan. Namun, apabila kita cermati secara seksama ini adalah sebuah perintah, atau istilah Arab-nya Khabariyah lafzhan, Insyaiyyah ma’nan. Perintah Allah SAW kepada nabi-Nya yang linier juga kepada ummatnya, agar membaca Basmalah sebelum melakukan aktifitas. Ditambah lagi bila dilihat dari posisinya sebagai ayat pertama pada surat pertama dalam Al-Qur’an. Tafsir Al-Alusy menyatakan bahwa semua kitab yang Allah turunkan dibuka dengan kalimat ini. Tentu ini bukan sebuah kebetulan. Pasti di sana ada tujuan. Posisi teratas menunjukkan البسملة تيجان السور yakni mahkotanya surat dalam Al-Qur’an kata tafsir Al-Qurthuby. Imam Abu Ja’far At-Thabary dalam tafsirnya juga berkomentar bahwa Allah telah menyebutnya dan mensucikan nama-Nya telah mendidik nabi-Nya Muhammad dengan mengajarkannya agar mendahulukan nama-Nya yang baik itu sebelum memulai pekerjaan, berbicara, menulis dan semua keperluannya yakni dengan membaca basmallah.

بِسْمِ اللَّهِ “Dengan nama Allah”

Seruan “Dengan nama Allah ” merupakan cermin pengabdian kepada Allah. Dalam bahasa Arab, kalimat itu juga merupakan ungkapan dari pihak yang membaca bahwa dia mengawali tindakannya dengan menyebut nama Allah, agar tindakan itu berawal dari, dan didampingi oleh nama-Nya.

Kata depan Bi menurut Jamaluddin bin Hisyam Al-Anshary pengarang buku gramatika bahasa Arab Mughnillabiib memiliki 14 arti. Di antara yang paling terkait dengan basmalah ialah Al-Isti’anah (Pertolongan), Al-Mushahabah (Penyertaan) dan lain sebagainya. Berarti, seakan-akan pembaca basmalah menyatakan bahwa: “Hanya dengan pertolongan nama Allah aku memulai...”. Atau, “Hanya dengan penyertaan nama Allah aku memulai...”. Pembaca juga perlu ketahui bahwa huruf pertama ini pada ayat pertama di surah pertama adalah huruf pertama yang terucap pada mulut manusia. Ini bisa dilihat apabila posisi mulut kita tertutup, maka ketika kita membukanya terucaplah huruf ba atau bi ini.

Lafazh اسْمِ berbaris kasrah karena didahului oleh partikel Bi tadi sehingga menjadi بِسْمِ (dengan nama/atas nama) yang menunjukkan maksud tabarruk (berkah) dan permohonan perlindungan dengan menyebut nama-Nya. Firman dengan ungkapan “Bismi” ini bukan “Billahi” untuk membedakan antara sumpah dengan tabarruk. Dan ada juga yang mengatakan sebagai memperkuat permohonan tabarruk tersebut.

Pembaca dapat juga meneliti semua ayat di dalam Al-Qur’an dengan kalimat ini. Ternyata semua ayat-ayat itu menampilkan huruf Alif. Kita lihat misalnya wahyu pertama اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ ,kalimat بِاسْمِ dibubuhi huruf Alif sedang dalam lafazh بِسْمِ اللَّهِ tidak ada huruf Alif-nya. Oleh para mufassir diberikan alasan katsratul Isti’mal atau karena seringnya kalimat basmalah digunakan baik dalam bacaan dan tulisan.

Keterkaitan lainnya antara wahyu pertama surat Al-Alaq: 1 di atas dengan basmalah yakni perintah untuk membaca dengan nama Tuhanmu. Perintah itu diulang lagi pada ayat ke-3 di surat yang samaاقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ “Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah!” namun tidak disebutkan siapa nama Tuhan yang dimaksud. Pada kalimat basmalah diketahui bahwa Tuhanmu yang dimaksud adalah “Allah”.

Lafazh الله merupakan nama Tuhan yang paling Agung. Para ulama nahwu (ilmu gramatika bahasa arab) menempatkan isim ini sebagai A’raful Ma’arif yakni isim yang paling ma’rifah. Sementara ulama tafsir menamakannya sebagi Ismul A’zham sebuah nama teragung. Karena Lafazh الله adalah nama bagi zat yang maha Esa dan nama yang paling banyak disebut di dalam Al-Qur’an. Prof. DR. Umar Sulaiman Al-Asyqar dalam Al-Asma Al-Husna-nya menghitung lafazh الله berjumlah 2.724 kali. Jumlah ini berbeda dengan Bey Arifin dalam Samudera Al-Fatihah-nya yang menghitung lafazh الله sebanyak 2.696 kali. Sedang Qurasih Shihab menghitungnya 2.698 dengan mengikut pendapat Rasyad Khalifah. Nama-nama lain kedudukannya merupakan sifat bagi Allah. Artinya, setiap nama-nama Allah yang tercatat sebagai Al-Asma Al-Husna itu adalah penjelas yang rinci dari nama itu yakni merupakan sifat atau atribut bagi nama Allah, kita pun dipersilahkan untuk berdoa dengan perantaraan nama-nama tersebut yang mana saja yang mau diseru (Al-Israa: 110).

Banyaknya nama sesuatu, menunjukkan kemuliaan. Semua nama Allah itu Husna (baik) dan semuanya bermuara pada lafazh الله yang A’zham itu.

Lafazh الله juga merupakan nama Tuhan yang paling terkenal yang secara tegas, Dia sendiri yang memproklamirkan nama-Nya: إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah...” (Thahaa: 14). Sebagaimana wujud-Nya yang Awal, Allah berada di awal di surah awal di ayat awal dalam tulisan dan penyebutan. Dia menafikan semua nama yang ada dalam benak makhluk-Nya. Seakan Dia bertanya: هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا “Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia” (yang patut disembah)? (Maryam: 65). Dari pertanyaan ini dipahami bahwa tidak ada sesuatu yang bernamakan الله. Tidak ada yang berhak memperoleh keagungan dan kesempurnaan yang melebihi الله. Juga tidak ada nama yang setara dengan الله. Dia-lah yang kekal abadi. Dia-lah Yang Tunggal dzat-Nya, tunggal pula bentuk kalimatnya.

Lafazh الله juga tidak memliki akar kata dan asal usul. Kata ini tidak melakukan derivasi kata ke bentuk Mutsanna/Tatsniyah (dua) apalagi Jama’ (Plural). Dan lafazh ini tidak bisa disambung dengan kata yang menunjukkan kepemilikan. Misalnya ungkapan “Allahku” atau “Allahmu” dan ungkapan lainnya. Namun, lafazh ini bisa disambung dengan huruf ‘mim’ اللَّهُمَّ yang artinya “Ya Allah”. Lafazh ini digunakan untuk berdo’a sebagaimana do’anya Isa AS ketika memohon hidangan dari langit dengan mengucap: اللَّهُمَّ رَبَّنَا أَنزِلْ عَلَيْنَا مَائِدَةً مِّنَ السَّمَاءِ تَكُونُ لَنَا عِيدًا لِّأَوَّلِنَا وَآخِرِنَا وَآيَةً مِّنكَ “Ya Tuhan kami turunkanlah kiranya kepada kami suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami yaitu orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami” (Al-Maidah: 114) yang langsung Allah kabulkan.

Jadi dalam Islam, الله adalah nama Tuhan dari arti mutlak, yakni sebagai satu-satunya nama “diri” atau proper noun. Maka, seharusnya, lafazh "Allah" dalam Al-Quran tidak diterjemahkan ke dalam sebutan lain, baik diterjemahkan dengan "Tuhan", atau dalam bahasa Inggeris dengan sebutan "God", atau "Lord". Misalnya, Abdullah Yusuf Ali – dalam The Holy Qur'an -- menerjemahkan "Bismillah" dengan "In the name of God". Penulis baca dalam biografi singkat tentang penulis bahwa dia pengikut Ahmadiyah meskipun dia mengaku sebagai Ahmadiyah Lahore. Kerajaan Arab Saudi cukup jeli melihat penyelewengan ini dengan menunjuk DR. Muhammad Muhsin Khan dan DR. Muhammad Taqiyuddin Al-Hilaly untuk menerjemahkan Al-Qur’an ke dalam bahasa Inggeris dengan judul “The Noble Qur’an”. Kedua tokoh ini menerjemahkan Bismillah dengan “In the name of Allah, The Most Gracious , the Most Merciful”. Karena "Allah" adalah nama yang tidak boleh diterjemahkan ke dalam bahasa apa pun.

Bukan hanya itu, Lafaz الله harus dibaca dengan bacaan yang tertentu yang tidak boleh diucapkan sembarangan, tetapi harus sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah saw, sebagaimana bacaan-bacaan ayat-ayat dalam Al-Quran. Tidak dibaca “Alah” dan tidak “Aloh”. Dengan demikian, "nama Tuhan", yakni الله juga bersifat otentik karena termaktub dalam mushaf Al-Qur’an, dilisankan oleh Nabi-Nya dan ditirukan oleh para sahabtnya dari generasi ke generasi sampai kepada kita. Sebuah Nama yang apabila kita sebut, maka timbul rasa ketenangan (Ar-Ra’ad: 28). Dan kita dilarang memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya (Al-An’aam: 121).

Nama الله juga bukan nama baru. Sebab, masyarakat Arab sebelum nabi Muhammad SAW diutus, mereka telah mengenal-Nya. Ini terbukti perintah Qur’an untuk melakukan polling dengan mengajukan pertanyaan kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?" tentu mereka akan menjawab: "Allah” (Al-Ankabut: 61, Luqman: 25 dan Az-Zukhruf: 9). Bahkan masyarakat Arab Jahiliyah mengklaim telah menyembah Allah. Sementara berhala-berhala yang mereka sembah adalah media untuk mendekatkan diri kepada Allah (Az-Zumar: 3). Tetapi, perlu dicatat, bahwa Al-Quran menggunakan kata yang sama namun dengan konsep yang berbeda. Bagi kaum musyrik Arab, Allah adalah salah satu dari Tuhan mereka, di samping tuhan Lata, Uza, Manat (An-Najm: 19-20) yang mereka anggap sebagai anak-anak perempuan Tuhan. Beberapa ribu tahun sebelum nabi Muhammad, Allah juga memperkenalkan nama-Nya kepada Musa AS tatkala Musa sampai ke (tempat) api itu, diserulah dia dari (arah) pinggir lembah yang sebelah kanan(nya) pada tempat yang diberkahi, dari sebatang pohon kayu, yaitu: "Ya Musa, sesungguhnya aku adalah Allah, Tuhan semesta alam” (Al-Qashash: 30). Dan Allah juga memperkenalkan nama-Nya kepada nabi Muhammad SAW pada ayat teragung dalam Al-Qur’an yakni yang dikenal dengan Ayat Kursi: “Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia” (Al-Baqarah: 255)

Dalam ayat pertama ini, kita bertemu dengan deskripsi pertama tentang Allah sebagai Ar-Rahman dan Ar-Rahiim, Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.

 Ø§Ù„رَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.

Kedua nama-Nya ini memilki sumber kata yang satu yaitu رحم - يرحم yang artinya kasih sayang. Namun kata الرَّحْمَٰنِ wazan (bentuk kata) fa’lan dalam bahasa Arab menunjukkan makna luas dan penuh. Sedang الرَّحِيمِ berbentuk isim fa’il yang memiliki makna kata kerja dari rahmat (yakni Yang merahmati, Yang mengasihi), karena wazan fa’iil bermakna pelaksana, sehingga kata tersebut menunjukkan perbuatan merahmati atau mengasihi. Oleh karena itu, paduan antara nama Ar-Rahman dan Ar-Rahim bermakna rahmat Allah itu luas dan kasih sayang-Nya akan sampai kepada makhluk-Nya. Dilihat dari banyaknya penyebutan dalam Al Qur’an, kedua nama ini termasuk yang paling sering disebut. Ar Rahman disebut sebanyak 57 kali, sedangkan Ar Rahim sebanyak 95 kali. Oleh karena itu, ada ulama yang menyatakan bahwa banyaknya penyebutan menunjukkan bahwa kedua nama sekaligus sifat inilah yang paling dominan dibanding sifat-sifat Allah yang lain, bahkan semua sifat Allah merujuk pada Ar Rahman dan Ar Rahim. Karena Ar-Rahman dan Ar-Rahiim berasal dari akar kata yang sama, menerjemahkan keduanya ke dalam dua buah kata dengan akar kata berbeda, seperti pengasih dan penyayang, mengakibatkan hilangnya keterkaitan. Namun, Allah saja yang berhak menyandang sebagai Ar-Rahman, sedang makhluk-Nya boleh menyandang Ar-Rahim seperti sanjungan-Nya kepada nabi Muhammad sebagai orang yang amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin (At-Taubah: 128). Perbedaan lainnya ialah Ar-Rahman tidak memiliki bentuk jama’, sementara Ar-Rahiim jama’-nya ialah Ar-Ruhamaa.

Sifat Ar-Rahman juga memiliki hamba yang disebut sebagai ‘Ibadurrahman yang memiliki 2 (dua) karakter yaitu orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan (Al-Furqaan: 63).

Luasnya makna kedua sifat ini, sehingga Allah mengulangnya lagi pada ayat ke-tiga di surah Al-Fatihah. Dan penulis pun akan mengulangnya pada edisi berikutnya.

Tidak terbayangkannya rasa kasih-sayang Allah kepada kita. Oleh karena itu mari kita memposisikan diri kita untuk bersyukur kepada-Nya. Rasa syukur yang diaktualisasikan dengan membiasakan mengucapkan Bismillahirrahmannirahim ketika hendak melakukan aktivitas sebagai ungkapan niat kita melakukan suatu pekerjaan dengan mengharap ridho dan lindungan Allah SWT dalam kasih dan sayang-Nya. Bila ini dilaksanakan maka jadilah kita muslim yang sukses di dunia dan di akhirat sebab Nabi SAW bersabda: “كُلُّ اَمْرٍ ذِى بَالٍ لاَيُبْدَأُ بسم الله الرحمن الرحيم فهو اَقْطَعُ” “Setiap perbuatan (urusan) baik yang tidak dimulai dengan basmalah, maka perbuatan itu terputus”. Menurut riwayat lain: ‘Abtar' (Terputus) yakni terputus dari rahmat Allah dan suatu riwayat lagi dengan menggunakan kata Ajdzam yang memiliki arti belang yakni tidak berkah.

Di akhirat, Allah menjadikan setiap hurufnya merupakan tameng dari malaikat Zabaniyah kelak di akhirat bagi pembacanya. Imam Al-Qurthuby dalam tafsirnya mengabadikan sabda nabi SAW yang diriwayatkan dari Waki’ dari Al-A’masy dari Abi Wa-il dari Abudullah bin Mas’ud berkata:: من أراد أن ينجيه الله من الزبانية التسعة عشر فليقرأ: بسم الله الرحمن الرحيم ليجعل الله تعالى له بكل حرف منها جنة من كل واحد bahwa “barang siapa yang ingin Allah selamatkan dari Az-Zabaniyah yang 19, maka hendaklah dia membaca “Bismillahirrahmanirrahiim”, agar Allah menjadikan baginya setiap satu huruf satu tameng dari mereka”, sebab jumlah huruf basmalah juga 19 buah. Namun, jangan sekali-kali anda membaca basmalah ketika melakukan pekerjaan yang dilarang oleh Allah, karena membacanya pun dikategorikan haram. Hadits di atas menyebut ذِى بَالٍ yang diartikan perbuatan (urusan) baik agar pekerjaan tersebut menjadi berkah bagi pekerjaan-nya, berkah bagi pembacanya dan berkah bagi hasil pekerjaannya.

Tidak ada yang mengalahkan berkah karena dia adalah puncak dari pemberian Allah. Berkah pada pekerjaan, usia, anak, rizki dan lain sebagainya. Dan tidak ada karunia yang terbesar dari Allah kecuali kita diselamatkan dari api neraka. Dengan mengucapkan “bismillah” pada setiap mengawali pekerjaan baik dan mengakhirinya dengan kalimat “Alhamdulillah” (akan dibahas kemudian) yang merupakan sebaik-baik do’a, jadilah kita seorang hamba-Nya yang paling sukses dalam kehidupan di dunia ini dan hidup sesudah hidup lagi kelak.

Wallahu a’lam bi al-shawab, Akhirnya, hanya Allah sajalah yang lebih Mengetahui akan kebenarannya.

Dibaca: 594 Kali

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA