Rasulullah membalas penolakan dakwah dan perlakuan kasar penduduk Thaif dengan cara


Ilustrasi

RIAU1.COM - Kisah pada masa awal dari dakwah Islam. Ketika itu, kaum Muslimin 'kalah' dalam soal jumlah, dan betapa besarnya tekanan, hasutan, dan intimidasi kaum musyrikin Makkah kepada Nabi Muhammad SAW.

Melihat kerasnya penolakan dari petinggi Makkah, beliau pun mencoba berdakwah di tempat lain. Dengan ditemani Zaid bin Haritsah, Rasulullah SAW memutuskan pergi ke Thaif.

Kota itu terletak sekitar 80 kilometer arah selatan Makkah. Di sana, Nabi SAW bermaksud mendapatkan dukungan dan perlindungan dari Bani Tsaqif, suku setempat yang paling dominan.

Thaif waktu itu dipandang sebagai zona damai dengan penduduknya yang cenderung terbuka. Harapan beliau, terbukalah wilayah dakwah baru yang tanpa kekerasan.

Sesampainya di sana, Nabi SAW ternyata ditolak penguasa Bani Tsaqif. Bahkan, beberapa di antaranya menghina beliau, “Apakah Tuhan tidak menemukan orang selain dirimu untuk menjadi utusan-Nya!?”

Menyadari upayanya tak berhasil, Rasulullah SAW kemudian pergi. Namun, di jalan yang beliau lalui penduduk Thaif telah bersiap-siap hendak menyerang beliau. Perlakuan mereka begitu kasar.

Baca Juga: Rekomendasi Sepeda Gunung Terbaik di Bawah Rp 5 Jutaan

Kata-kata kotor keluar dari lisan puluhan warga Thaif. Segerombolan orang bahkan melempari beliau dan sahabatnya dengan batu dan tanah.

Rasulullah SAW pun terluka cukup parah. Dengan sisa kekuatan yang ada, beliau tetap melangkahkan kaki menuju Makkah. Beliau tertatih-tatih, menahan setiap rasa sakit dari serangan membabi-buta masyarakat Thaif.

Sampai di perbatasan kota, amuk itu mereka mulai mereda. Nabi SAW dan sahabatnya begitu lelah. Sementara itu, di langit para malaikat menyaksikan pemandangan memilukan ini. Allah SWT mengutus mereka agar menemui sang khatamul anbiya.

Doa Rasulullah

“Allahuma Ya Allah," ujar Nabi SAW sembari mengangkat tangannya ke langit, "Kepada-Mu aku mengadukan kelemahanku, kekurangan daya upayaku di hadapan manusia. Wahai Tuhan Yang Mahapenyayang, Engkaulah Tuhan orang-orang yang lemah dan Tuhan pelindungku. Kepada siapa hendak Engkau serahkan nasibku? Kepada orang jauhkah yang berwajah muram kepadaku? Atau kepada musuh yang akan menguasai diriku?"

"Asalkan Engkau tidak murka kepadaku, aku tidak peduli. Sebab, sungguh luas kenikmatan yang Engkau limpahkan kepadaku. Aku berlindung kepada cahaya Wajah-Mu yang menyinari kegelapan, dan karena itu yang membawa kebaikan di dunia dan akhirat, (aku berlindung) dari kemurkaan-Mu. Kepada Engkaulah aku adukan halku sehingga Engkau ridha kepadaku. Dan, tiada daya dan upaya melainkan dengan kehendak-Mu.”

Baca Juga: Baru Pertama Kali Pelesir dengan Pesawat? Simak Tips Penting Ini

Kemudian, Malaikat Jibril turun dan menghampiri Rasulullah SAW. Jibril berkata, “Allah mengetahui apa yang terjadi padamu dan orang-orang ini (penduduk Thaif). Allah telah memerintahkan malaikat-malaikat di gunung-gunung untuk menaati perintahmu.”

Para malaikat penjaga gunung lantas menyahut, “Wahai Muhammad! Sungguh Allah telah mendengar perkataan penduduk Thaif kepadamu. Aku adalah malaikat penjaga gunung dan Rabb-mu telah mengutusku kepadamu. Angkat tanganmu ke langit, ya Rasulullah! Jika engkau suka, aku bisa membalikkan dan menjatuhkan Gunung Akhsyabin ini ke atas mereka!”

Apa jawaban Rasul SAW? Dengan lemah-lembut, beliau berkata, “Walaupun penduduk Thaif menolakku, aku berharap dengan kehendak Allah keturunan mereka kelak akan menyembah Allah dan beribadah kepada-Nya.”

Beliau kemudian berdoa, “Ya Allah, berikanlah petunjuk kepada kaumku. Sesungguhnya mereka tidak mengetahui.”

Tidak ada dendam terbersit sedikit pun dalam hati Rasulullah SAW. Beliau tetap bersabar meskipun memiliki kesempatan untuk melampiaskan malapetaka kepada mereka yang memusuhinya. Justru, dari lisan mulianya terucap kata-kata doa yang indah.


Sumber: Republika

Ilustrasi: bihac.nahla.ba Ilustrasi: bihac.nahla.ba

“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak.” Sabda Rasulullah dalam sebuah hadits.

Muhammad diangkat menjadi nabi dan utusan Allah (Rasulullah) yang terakhir. Sama seperti dengan nabi dan rasul sebelum-sebelumnya, tugas Muhammad adalah mengajak umat manusia agar menyembah Allah semata melalui ajaran agama Islam. Agama penyempurna atas agama-agama nabi dan rasul sebelumnya. 

Rasulullah adalah orang yang gigih dan ulet dalam mendakwahkan ajaran agama Islam. Mula-mula, Rasulullah menyebarkan Islam dengan cara sembunyi-sembunyi. Tapi setelah umat Islam semakin banyak dan kuat, ia menyampaikan kebenaran Islam kepada masyarakat Arab dengan cara terang-terangan. 

Rasulullah terus mendakwahkan kebenaran Islam kepada siapapun. Tidak pandang bulu apakah dia seorang yang kaya, miskin, muda, tua, suku ini, suku itu, rakyat biasa, elit atau tokoh masyarakat, semuanya diseru untuk memeluk Islam. Agama keselamatan.   

Rasulullah sadar bahwa tugasnya adalah hanya menyampaikan kebenaran Islam, bukan menjadikan seseorang masuk Islam. Apakah orang tersebut memeluk Islam atau tidak itu bukan urusan Rasulullah lagi. Mengapa? Karena hidayah adalah urusan Allah semata. 

Ada yang langsung menerima ajaran Islam. Ada pula yang menolak mentah-mentah ajaran Islam yang didakwahkan Rasulullah. Lalu bagaimana sikap Rasulullah terhadap mereka yang menolak ajaran Islam?

Salah satu yang menolak Islam terang-terangan adalah masyarakat Thaif. Dikutip dari buku Sirah Nabawiyah karya Syekh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Rasulullah berada di Thaif selama 10 hari. Selama itu pula Rasulullah menemui elit atau tokoh masyarakat Thaif, mengajaknya diskusi, dan menyerunya masuk Islam. Tapi apa hasil, mereka menyerukan masyarakat Thaif untuk mengusir Rasulullah. Tidak sampai di situ, mereka juga mencaci maki dan melempari batu Rasulullah hingga terumpahnya basah oleh darah.

Sikap Rasulullah terhadap masyarakat Thaif yang memusuhi dan menolaknya begitu bijak. Ia tidak sakit hati atau dendam. Bahkan Rasulullah mendoakan masyarakat Thaif agar diberi petunjuk dan tidak mendapatkan azab dari Allah, sebagaimana umat-umat terdahulu yang langsung diazab manakala mereka menolak nabi atau utusan Allah.

“Ya Allah berikanlah petunjuk kepada umatku (masyarakat Thaif) dan janganlah Engkau mengazab mereka, sebab mereka berbuat seperti itu karena tidak mengetahui,” doa Rasulullah.

Hal yang sama juga ditunjukkan Rasulullah manakala mendapat aduan dari sahabatnya, Thufail bin Amr al-Dausi, tentang penolakan dakwah Islam. Dikutip dari buku Love, Peace, and Respect: 30 Teladan Nabi dalam Pergaulan, Thufail bin Amr al-Dausi menemui Rasulullah di Makkah untuk mengadukan dakwahnya yang ditolak dan dihina di Daus. 

Lagi-lagi Rasulullah mendoakan mereka yang menolak dakwahnya. Rasulullah berdoa kepada Allah agar penduduk Daus mendapatkan petunjuk dari Allah dan datang ke Makkah dengan memeluk Islam. Rasulullah juga memberikan nasihat kepada Thufail bin Amr al-Dausi agar berdakwah dengan cara yang lemah lembut dan penuh kasih sayang, bukan dengan cara-cara kekerasan. 

Itulah sikap Rasulullah terhadap mereka yang menolak Islam. Mendoakan mereka yang menolak setelah memberikan pemahaman tentang kebenaran ajaran Islam, bukannya memaksa apalagi dengan menggunakan cara-cara kekerasan. Ditambah, Rasulullah juga berpesan agar dakwah itu harus dengan cara yang baik, lemah lembut, dan penuh kasih sayang. (A Muchlishon Rochmat)

Kumpulan Khutbah Idul Adha Terfavorit

oleh : Willy Prasetya, S.Pd., M.A —————

Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam. (QS Al-Anbiya: 107)

Sebagai rahmat bagi semesta alam, peran Rasulullah SAW menjangkau semua aspek kehidupan umat manusia dan dunia seisinya. Rasulullah SAW bukan hanya merupakan pemimpin agama, melainkan juga kepala pemerintahan yang bijak dan adil, panglima perang yang cerdas dan tangguh, kepala keluarga yang penuh kasih sayang, guru yang sabar dan mengayomi, serta seorang individu yang berakhlak mulia. Setiap perilaku, perkataan, sikap, kebiasaan, dan perjalanan hidup beliau merupakan teladan bagi seluruh manusia.

Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah. (QS. Al-Ahzab: 21)

Perjalanan Dakwah ke kota Thaif di awal masa kenabian adalah pertama kalinya Rasulullah SAW menyampaikan wahyu di luar kota Mekkah. Ada hikmah berharga yang dapat kita petik dari perjalanan tersebut, yang secara khusus perlu kita terapkan dalam peran kita sebagai pendidik untuk menciptakan suasana belajar yang positif bagi siswa.

Menginspirasi melalui tindakan

Rasulullah SAW tidak pernah meminta siapapun untuk melakukan hal yang beliau tidak mau lakukan. Seringkali, Rasulullah SAW bahkan menjadi orang pertama yang maju untuk melakukan hal-hal yang sulit atau berbahaya. Meskipun hal tersebut bisa menyusahkan atau membahayakan beliau, keberanian Rasulullah SAW untuk menjadi yang pertama dalam bertindak mampu menumbuhkan rasa hormat, kecintaan, dan kesetiaan dari para sahabat.

Ketika mendapatkan perundungan dari kaum kafir Quraisy di Mekkah pasca wafatnya Khadijah RA dan Abu Thalib, Rasulullah SAW merasa perlu mencari dukungan dari kota Thaif sekaligus membawa misi dakwah. Untuk hal tersebut Rasulullah SAW tidak mengirim utusan melainkan beliau sendirilah yang menuju ke kota tersebut dengan ditemani oleh Zaid bin Haritsah RA. Sayangnya, orang-orang Thaif menolak dakwah Rasulullah SAW, dan mereka mengusir Rasulullah SAW dan Zaid bin Haritsah RA dengan lemparan batu hingga terluka parah.

Dari kisah tersebut, dapat kita simpulkan bahwa Rasulullah SAW sebagai pemimpin yang baik selalu berada di depan sesulit apapun situasinya. Keberanian Rasulullah SAW untuk melakukan dakwah secara langsung ke Thaif menunjukkan bahwa beliau tidak setengah-setengah dalam perjuangan untuk Islam, dan hal tersebut menumbuhkan keberanian di dalam diri para sahabat untuk tidak gentar dalam berdakwah dan mempertahankan agama.

Sebagai pendidik yang memimpin jalannya proses belajar-mengajar, kita tidak semestinya meminta siswa untuk melakukan hal yang kita sendiri tidak bisa atau tidak mau melakukannya, apalagi melarang siswa untuk melakukan hal yang kita sendiri lakukan. Jangan sampai kita menjadi pendidik yang hanya bisa menyuruh tanpa bisa memberikan contoh, dan jangan pula kita membuat larangan yang kita sendiri melanggarnya. Siswa akan lupa dengan sebagian besar apa yang kita katakan, tapi mereka akan banyak mengingat teladan yang kita berikan melalui tindakan.

Tawakal dalam menyampaikan ilmu

Rasulullah SAW dan Zaid bin Haritsah RA bersembunyi di kebun milik Uthbah bin Rabi’ah untuk menghindari kejaran orang-orang Thaif. Di sana, Rasulullah SAW memanjatkan doa.

“Ya, Allah kepada-Mu aku mengadukan kelemahanku, kurangnya kesanggupanku, dan kerendahan diriku berhadapan dengan manusia. Wahai Zat Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Engkaulah Pelindung bagi si lemah dan Engkau jualah pelindungku! Kepada siapa diriku hendak Engkau serahkan? Kepada orang jauh yang berwajah suram terhadapku, ataukah kepada musuh yang akan menguasai diriku?

Jika Engkau tidak murka kepadaku, maka semua itu tak kuhiraukan, karena sungguh besar nikmat yang telah Engkau limpahkan kepadaku. Aku berlindung pada sinar cahaya wajah-Mu, yang menerangi kegelapan dan mendatangkan kebajikan di dunia dan akhirat dari murka-Mu yang hendak Engkau turunkan dan mempersalahkan diriku. Engkau berkenan. Sungguh tiada daya dan kekuatan apa pun selain atas perkenan-Mu.” (HR. Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir)

Dalam doa tersebut, Rasulullah SAW bersandar kepada Allah SWT atas usahanya dalam menyampaikan dakwah di kota Thaif. Hal yang sama juga perlu kita lakukan sebagai pendidik saat menyampaikan ilmu kepada siswa. Bisa saja kita memiliki target tertentu untuk dicapai oleh para siswa, akan tetapi kita tidak sepenuhnya memiliki kendali penuh atas kemampuan dan hasil belajar siswa.

Almarhum KH. Maimun Zubair juga pernah berwasiat untuk para pendidik tentang bagaimana cara bersikap dalam mendidik siswa.

“Jadi guru itu tidak usah punya niat bikin pintar orang. Nanti kamu hanya marah-marah ketika melihat muridmu tidak pintar, sehingga ikhlasnya jadi hilang. Yang penting niat menyampaikan ilmu dan mendidik yang baik. Masalah muridmu kelak jadi pintar itu ada pada kehendak Allah. Didoakan saja terus menerus agar muridnya mendapat hidayah.”

Sehingga, kita tidak semestinya terlalu ambisius dalam menyampaikan ilmu ke siswa. Usaha yang maksimal dalam mendidik adalah suatu keharusan, namun hasil akhirnya sudah sepatutnya kita serahkan kepada Allah SWT agar tidak timbul kekecewaan dan keputusasaan dalam hati kita.

Bersabar dan berhati lembut dalam mendidik siswa

Mendengar doa Rasulullah SAW, Allah SWT mengutus malaikat Jibril AS untuk menyampaikan bahwa Allah SWT menerima doa beliau. Bersama Jibril AS turut serta malaikat penjaga gunung yang berkata, “Wahai Muhammad! Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan kaummu terhadapmu. Aku adalah malaikat penjaga gunung dan Rabb-mu telah mengutusku kepadamu untuk engkau perintahkan sesukamu, jika engkau suka, aku bisa membalikkan Gunung Akhsyabin ini ke atas mereka.”

Rasulullah SAW menolak hal tersebut. Bahkan, beliau berharap bahwa suatu saat nanti orang-orang Thaif akan memeluk Islam dan beriman kepada Allah SWT. Rasulullah SAW kemudian berdoa, “Ya Allah! Tunjukkanlah kaumku (ke jalan yang lurus), karena sesungguhnya mereka itu tidak mengerti.”

Sekalipun sudah dilempari batu hingga terluka parah, Rasulullah SAW tidak menyimpan dendam kepada para penduduk Thaif. Di kemudian hari, penduduk Thaif akhirnya menjadi pengikut Rasulullah SAW dan memeluk agama Islam.

Dari kisah tersebut, Rasulullah SAW menunjukkan bahwa dakwah harus dilaksanakan dengan penuh kesabaran dan kelembutan hati. Karena tujuan dakwah adalah menyampaikan wahyu dan membawa kebaikan, maka jangan sampai perasaan kecewa dan dendam justru malah membawa keburukan bagi orang-orang yang dituju.

Begitu pula dengan pendidikan, yang tujuan utamanya adalah meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan karakter siswa. Jangan sampai kita menjadi pendidik yang menghukum siswa yang nakal secara berlebihan atau  memberikan sumpah serapah kepada siswa yang tidak menurut, karena hal-hal semacam itu justru akan membuat siswa memandang pendidikan secara negatif.

Kelembutan hati kita perlahan akan melunakkan hati siswa. Kesabaran kita dalam mendidik perlahan akan mendorong siswa untuk turut berusaha menjadi pribadi yang lebih baik.

Sumber:
Dakwah ke Thaif

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA