Parameter fisik yang dapat digunakan untuk pengukuran pada budidaya ikan konsumsi adalah

Kita hidup di dalam bumi dengan jumlah air sekitar 70%. Dalam jumlah itu, menandakan bahwa air merupakan komponen yang sangat penting bagi kehidupan bumi dan manusia itu sendiri.

Air yang merupakan sumber daya alam yang ketersediannya tidak terbatas dan melimpah harus tetap kita jaga kualitasnya dengan tepat. Hal itu karena, air yang berkualitas sajalah yang dapat kita gunakan dan konsumsi.

Baca Juga: Cara Menjernihkan Air Sendiri di Rumah

Tiga parameter kualitas air

Secara umum air yang berkualitas perlu memenuhi beberapa parameter yang telah ditentukan.

Parameter kualitas air ditentukan untuk memberikan penilaian standar air yang bersih dan bebas dari bahan kimia berbahaya, mempunyai pH dan suhu yang sesuai, kandungan amonia dan nitrit yang rendah, serta tidak tercemar.

1. Parameter Fisika

Terdiri dari:

  • Kecerahan. Sebagai penentu ukuran cahaya di dalam air yang disebabkan oleh partikel kaloid serta suspensi dari bahan pencemar, seperti limbah industri.
  • Suhu. Menjadi faktor penting yang berkaitan dengan kehidupan hewan serta tumbuhan di dalam laut. Suhu air yang tinggi akan meningkatkan laju pertumbuhan, saat suhu rendah, ikan akan lebih mudah terserang bakteri atau jamur.
  • Kedalaman. Menentukan seberapa banyak sinar matahari masuk ke dalam air. Makhluk hidup seperti ikan biasanya akan stress saat berada di perairan dengan cahaya matahari yang sedikit.

2. Parameter Kimia

Terdiri dari:

  • Tingkat keasaman (pH). Kualitas air yang baik harus memiliki pH yang netral, tidak terlalu asam ataupun basa. Parameter ini menilai pengaruh tingkat kesuburan perairan dan kehidupan makhluk hidup.
  • Oksigen terlarut (DO). Berasal dari dua sumber, atmosfer dan hasil fotosintesis oleh fitoplankton dan tanaman laut. Semakin tinggi oksigen terlarut, semakin baik pula kualitas air.
  • Salinitas. Merupakan total konsentrasi dari semua ion terlarut di dalam air.
  • Alkalinitas. Merupakan kapasitas air dalam menetralkan tambahan dari asam tanpa menurunkan tingkat pH.

3. Parameter Biologi

Terdiri dari:

  • Plankton. Organisme yang memiliki ukuran sangat kecil dan bergerak sesuai arus air. Terdiri dari zooplankton (hewan) dan fitoplankton (tumbuhan). Jika jumlah plankton di perairan tinggi, maka keberlangsungan hidup seluruh organisme akan terjaga.
  • Ikan. Jumlah ikan sangat menentukan kualitas air di dalam suatu perairan.

Penyebab dan dampak menurunnya kualitas air

Tercemarnya air dapat diperoleh dari beberapa penyebab dan dari berbagai jenis sampah dan limbah. Beberapa jenis penyebab menurunnya kualitas air adalah dari:

  1. Limbah rumah tangga
  2. Limbah industri
  3. Sektor pertanian, perikanan, peternakan, pertambangan
  4. Bahan peledak penangkap ikan
  5. Deterjen
  6. Sampah
  7. Penggundulan hutan
  8. Tumpahan minyak di laut

Penyebab-penyebab tersebut sudah pasti akan membawa dampak buruk bagi kehidupan. Beberapa dampaknya yang dapat begitu merugikan dan berbahaya bagi makhluk hidup adalah:

  1. Banjir
  2. Tanah longsor
  3. Sarang penyakit
  4. Biota air mati
  5. Ekosistem air rusak
  6. Erosi
  7. Sumber air bersih berkurang
  8. Keseimbangan lingkungan terganggu

Setelah mengetahui apa saja dampaknya, kita perlu melakukan usaha penanggulan, yang bisa dimulai dengan beberapa cara mudah berikut:

  • Membuang sampah pada tempatnya.
  • Memilah sampah dengan tepat guna.
  • Hemat air.
  • Mengurangi penggunaan deterjen berbahan kimia.
  • Mengurangi penggunaan pestisida dan zat kimia berbahaya lainnya.

Baca Juga: Fakta Menarik Air Bersih di Indonesia dan Tips Menjaga Air Bersih

Mari gabung menjadi mitra D-Laundry di sini. Ciptakan laundry terbaik untuk konsumen dan menguntungkan untuk para mitra.

Tags: kualitas air, parameter kualitas air

Setelah mengetahui media yang digunakan, maka kita pindah ke pembahasan berikutnya yang tidak kalah pentingnya yaitu kualitas air yang digunakan.  Kualitas air sangat memegang peranan penting dalam kegiatan budidaya karena akan berpengaruh terhadap proses pertumbuhan ikan budidaya.  Jika kualitas air bagus maka pertumbuhan ikan akan bagus begitu juga sebaliknya jika kualitas air jelek maka pertumbuhan ikan akan terganggu bahkan bisa mengakibatkan kematian massal.

Secara garis besar, kualitas air dibagi menjadi tiga parameter yaitu parameter fisika, kimia, dan biologi.  Parameter fisika meliputi : suhu, salinitas, dan tingkat kecerahan.  Sedangkan parameter kimia meliputi :  Oksigen terlarut (O2), pH, Nitrat (NO3), Amoniak (NH3), Asam belerang (H2S).  Parameter biologi meliput : kelimpahan plankton (fitoplankton dan zooplankton), benthos.

Ketiga parameter tersebut saling terkait antara satu dengan yang lainnya.  Sehingga ketika salah satu unsur parameter terganggu maka otomatis akan mengganggu unsur lain.  Contohnya, ketika suhu perairan naik akan berpengaruh terhadap penurunan kadar oksigen terlarut dalam perairan.  Hal ini disebabkan, ketika suhu naik akan menyebabkan proses respirasi organisme perairan akan meningkat sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan kadar oksigen di perairan.  Salah satu cara untuk mengantisipasi terjadinya penurunan kadar oksigen dalam kolam / tambak budidaya khususnya semi intensif dan intensif yaitu dengan cara pemasangan kincir atau blower.  Cara yang kedua yaitu dengan menaruh daun kelapa di atas permukaan perairan agar airnya tidak langsung terpapar sinar matahari sehingga suhu tidak terlalu tinggi dan proses respirasi organisme tidak mengalami peningkatan secara simultan.


Lihat Edukasi Selengkapnya

  1. Budidaya ikan dan Lingkungan

Seperti telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa budidaya ikan merupakan kegiatan untuk memproduksi biota (organisme) akuatik di lingkungan terkontrol dalam rangka mendapat keuntungan (profit).  Dalam mengejar keuntungan tersebut tentunya faktor lingkungan tidak bisa kita abaikan.

Lingkungan budidaya ikan merupakan media hidup bagi biota yang dibudidayakan sehingga lingkungan harus dibuat senyaman mungkin, hal ini bertujuan agar biota dapat hidup dengan sehat dan tumbuh secara optimal.  Untuk itu faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan perairan harus diperhatikan, karena lingkungan dalam hal ini kualitas air sangat mempengaruhi semua jenis biota yang hidup di air. Apabila dalam suatu lingkungan terjadi penurunan produksi secara drastis sampai hanya sebagian kecil saja yang mampu bertahan hidup, maka lingkungan tersebut telah mengalami tekanan akibat pencemaran atau penurunan mutu lingkungan.

Kolam air tawar, tambak atau karamba dengan air yang berkualitas baik akan memberikan hasil berupa ikan, udang dan biota air lainnya dalam kuantitas lebih banyak, lebih sehat dan higienis jika dibandingkan dengan air kualitas rendah.  Syamsuddin (2014) menyatakan bahwa pada lingkungan budidaya ikan baik yang berskala outdoor (kegiatan budidaya di luar ruangan) seperti pada tambak dan kolam air tawar serta karamba maupun pada kondisi indoor (kegiatan budidaya di dalam ruangan) seperti di hatchery, kualitas air berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kelangsungan hidup biota budidaya.  Pengaruh langsung berupa keracunan oleh senyawa dan faktor (parameter) fisika, kimia dan biologis tertentu.  Sedangkan pengaruh tidak langsung berupa timbulnya serangan penyakit dan menurunnya ketahanan biota budidaya terhadap serangan penyakit.

Parameter kualitas air pada lingkungan budidaya ikan bersifat dinamis, yakni selalu berubah dan saling berpengaruh satu sama lain, karena prinsip budidaya ikan adalah pemeliharaan ikan pada kondisi lingkungan perairan yang dikendalikan.  Untuk itu dalam kegiatan budidaya ikan, kualitas air harus dikelola secara efektif melalui pemantauan dari waktu ke waktu, terutama yang mudah diamati secara visual atau secara langsung seperti warna, kecerahan/kekeruhan, bau, kondisi tumbuhan dan hewan yang ada di dalamnya. Analisis kualitas air secara detail untuk saat ini sudah sangat mudah karena peralatannya semakin mudah ditemukan di toko-toko kimia dan medis, dengan harga yang murah sampai yang mahal.

Berdasarkan sifatnya, parameter kualitas air dikelompokkan atas parameter fisika, parameter kimia dan parameter biologi.

Parameter fisika kualitas air merupakan parameter yang mudah dideteksi oleh pancaindera manusia yaitu melalui penglihatan, penciuman, peraba dan perasa.  Yang termasuk parameter fisika adalah suhu, cahaya (warna air), salinitas, kecerahan, kekeruhan, arus, gelombang dan daya hantar listrik.

Parameter kimia air merupakan satu atau sekumpulan bahan atau zat kimia, yang pada umumnya hanya dapat dideteksi dengan metode kimia.  Parameter kimia ini ada yang berupa gas, berbentuk padatan, kristal atau butiran tersuspensi berupa logam, termasuk logam berat yang berbahaya jika konsentrasinya tinggi di dalam perairan.

Adapun yang termasuk parameter kimia adalah pH, kesadahan, oksigen terlarut (DO), karbondioksida (CO2), biochemical oxygen demand (BOD), chemical oxygen demand (COD), total organic mater (TOM), alkalinitas.

Parameter biologi dari kualitas air yang biasa dilakukan pengukuran untuk kegiatan budidaya ikan adalah tentang kelimpahan plankton,benthos dan perifiton sebagai organisme air yang hidup di perairan dan dapat digunakan sebagai pakan alami bagi ikan yang dibudidayakan.

Industri budidaya ikan di satu sisi berpotensi dalam menghasilkan limbah atau polutan. Polutan tersebut berpotensi besar sebagai akibat dari akumulasi bahan organic. Penggunaan pakan dan bahan organik lain yang tidak terkontrol (tidak efisien) disinyalir akan mengakibatkkan akumulasi bahan organik yang justru jika tidak ada penanganan yang efektif, akan mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan. Peningkatan biologycal oxigen demand (BOD) secara signifikan merupakan indikator terjadinya pencemaran lingkungan.  Nutrisi dalam pakan yang dikonsumsi ikan sebanyak sepertiganya akan langsung dibuang ke perairan dan sisanya terbuang dalam proses pertumbuhan.

Efektivitas pengelolaan budidaya yang menerapkan Best Management Practices dan pengelolaan dan pengendalian limbah buangan harus menjadi fokus utama. Perangkat Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) yang efektif menjadi syarat mutlak yang harus ada dalam aktivitas industri budidaya ikan. Potensi polutan juga dapat berasal dari bahan kimia dan biologis yang digunakan dalam proses produksi budidaya ikan, oleh karena itu maka pengawasan dan kontrol secara intensif terhadap rangkaian proses budidaya mutlak dilakukan. Industri budidaya ikan ke depan harus didorong agar melakukan inovasi yang mengedepankan teknologi/produksi bersih yang nir-limbah atau dengan kata lain menerapkan prinsip eko-efesiensi.

Fenomena global warming sebagai akibat efek gas rumah kaca, pada kenyataannya tidak hanya disebabkan oleh aktivitas industri, namun demikian kontribusi sektor lain dalam hal ini agrikultur dan budidaya ikan juga memberikan share terhadap perubahan iklim global. Penggunaan pakan buatan (pabrikan) dan energi fosil merupakan unsur yang memberikan kontribusi besar pada emisi karbon.

Dalam dimensi lingkungan, sebuah peengelolaan usaha budidaya ikan yang masih mengandalkan energi fosil belum dapat  dikatakan berkelanjutan. Hasil  carbon tracing terhadap aktivitas budidaya tambak intensif menyebutkkan bahwa emisi karbon cukup banyak disumbangkan oleh penggunanan energi fosil dan pakan (terutama pakan pabrikan). Dalam produksi per ton udang vaname dengan teknologi bioflok (intensif) menghasilkan dampak terhadap lingkungan dalam hal ini global warming potential (GWP) sebesar 7336,77 ± 1,46 kg CO2eq, dimana nilai tersebut berasal dari kontribusi penggunaan energi llistrik sebesar 43%, pakan udang 38% dan sarana produksi 18%. Berkaitan dengan hal tersebut, menurut Ma’in (2013) maka strategi yang memungkinkan dilakukan dalam meminimalisir dampak emisi yaitu ; (a) perlu dilakukan perbaikan manajemen pemberian pakan berbasis kualitas air,dan  peningkatan efesiensi pakan; (b) pengurangan konsumsi energi listrik; dan (c) pengelolaan limbah yang efektif.

Sub sektor perikanan budidaya mempunyai peran penting dalam menjamin kelestarian biodiversity salah satunya melalui peran domestikasi dan pengembangan bioteknologi budidaya ikan. Saat ini, sub sektor perikanan budidaya sudah semestinya didorong bukan hanya pada komoditas ekonomis penting yang berbasis pada market oriented, namun sudah harus fokus dalam mempertahankan dan mengembangkan komoditas yang berbasis spesies endemik lokal dan spesies yang terancam kelestariannya.

Di sisi lain, bioteknologi budidaya ikan yang berkaitan dengan rekayasa genetik harus diantisipasi agar tidak berdampak negatif terhadap spesies yang ada di alam (wild species) dengan memproteksi agar tidak lepas ke alam. Sub sektor budidaya ikan juga harus berperan dalam memproteksi perkembangan spesies-spesies ikan yang bersifat invasif serta melakukan kajian dampak terhadap biodiversity.

  Introduksi komoditas alien invasive species pada perairan umum melalui upaya restocking harus dihindari, sebagai upaya menjaga kelestarian ikan endemik lokal. Data menyebutkan bahwa produksi ikan alien invasive species menunjukan tren peningkatan yang cukup signifikan, sedangkan ikan endemik lokal dan non alien species justru mengalami penurunan. Oleh sebab itu pengelolaan budidaya ikan yang bertanggungjawab harus mengedepankan prinsip kehati-hatian yaitu setiap perencanaan pengelolaan harus terukur dan mengedepankan analisis resiko sebagai bentuk pencegahan dini terhadap potensi dampak yang ditimbulkan dari aktivitas usaha budidaya ikan.

  1. Ekonomi Sumberdaya Lingkungan

Aspek ekonomi perlu memfokuskan perhatian pada upaya peningkatan kemakmuran semaksimal mungkin dalam batasan ketersediaan modal dan kemampuan teknologi. Sumberdaya alam merupakan modal yang akan menjadi langka dan menjadi kendala bagi upaya kemakmuran, sedangkan sumberdaya manusia dengan kemampuan teknologinya akan menjadi tumpuan harapan untuk melonggarkan batas dan mengubah kendala yang ada sehingga perkembangan kemakmuran terus berlanjut.

  1. Paradigma Ekologi dalam Budidaya ikan

Sektor industri harus diakui menjadi penyebab terbesar munculnya permasalahan lingkungan, namun berbagai fakta menyimpulkan bahwa sektor agrikultur secara umum, termasuk perikanan budidaya juga telah memberikan sumbangsih terhadap berbagai permasalahan lingkungan saat ini. Faktanya bahwa industri budidaya ikan turut memberikan kontribusi potensi dampak negatif terhadap fenomena perubahan lingkungan global saat ini.  Dampak negatif tersebut antara lain berkaitan dengan alih fungsi lahan (land conversion), emisi, biodiversity, pencemaran akibat polutan (nutrien, dan bahan kimia), dan isu lain yang berkaitan dengan konflik pemanfaatan sumberdaya air.

Fenomena tersebut sudah harus menjadi bahan pertimbangan bagi titik balik pola pengelolaan budidaya ikan yang lebih bertanggungjawab. Indonesia sebagai salah satu penopang terbesar produk budidaya ikan dunia harus segera menentukan langkah-langkah konkrit sebagai upaya antisipasi dini dalam menghadapi tantangan budidaya ikan ke depan dengan memperkuat interaksi budidaya ikan dengan lingkungan sebagai bagian yang tak terpisahkan. Dari bahasan di atas, sebenarnya muara dari prinsip sustainability adalah pada dimensi lingkungan. Artinya, tidak bisa sebuah pengelolaan akuakutur dikatakan berkelanjutan tanpa mempertimbangkan aspek lingkungan di dalamnya. 

Dalam konteks perikanan berkelanjutan, maka perlu ada perubahan paradigma pola pengelolaan budidaya ikan ke arah yang berbasis pada eko-budidaya ikan (merujuk pada istilah agroekologi). Prinsip eko-budidaya ikan merupakan pendekatan yang berbasis pada upaya konservasi, dimana didalamnya dimaknai sebagai upaya pelestarian sumberdaya dan lingkungan (save); pembelajaran/riset (study), dan pemanfaatan untuk kesejahteraan (use for prosperity).

Adapun indikator eko-budidaya ikan dalam kerangka prinsip sustainability harus mencakup beberapa poin isu utama, yaitu aspek ekologi memandang bahwa terjaganya keutuhan ekosistem alami sebagai syarat mutlak untuk menjamin keberlanjutan perkembangan kehidupan. Persyaratan yang harus dipenuhi tetapi belum dapat dipenuhi dengan baik oleh masyarakat perikanan dan mitra kerjanya untuk berlangsungnya model pembangunan berkelanjutan diantaranya adalah keharmonisan ruang, pemanfaatan sumberdaya ikan tidak boleh melebihi kemampuan pulih, eksploitasi sumberdaya kelautan harus dilakukan dengan cara-cara yang ramah lingkungan, dan pembuangan limbah yang tidak melebihi kapasitas asimilasi lingkungan laut.

Keharmonisan ruang diperlukan dalam kehidupan manusia dan kegiatan pembangunan. Penataan ruang suatu wilayah perlu dipetakan dengan membagi ke dalam 3 zona yaitu zona preservasi, zona konservasi dan zona pemanfaatan. Pengelolaan dan fungsi masing-masing zona tersebut memiliki perbedaan meskipun merupakan kesatuan yang saling mempengaruhi.

Pengelolaan dan pengembangan sumberdaya perairan saat ini masih dilakukan secara sektoral. Masing-masing sektor pembangunan melakukan pemanfaatan, pengelolaan dan pengaturan yang masih berjalan sendiri-sendiri. Dampak langsung dan tidak langsung dari pengelolaan yang masih sektoral tersebut adalah terhambatnya upaya pembangunan perikanan yang berkelanjutan.

Upaya keterpaduan menjadi prioritas utama untuk tercapainya pembangunan perikanan yang berkelanjutan tersebut. Terpadu dengan semua sektor pembangunan membutuhkan penegakkan wibawa melalui koordinasi lintas instansi dan lintas wewenang pusat dan daerah. Penegakkan wibawa tersebut dilakukan dalam rangka memadukan persepsi terhadap aspek hukum yang membatasi ruang lingkup pengelolaan berdasarkan basis ruang wilayah yang akan atau telah ditentukan. Tahap implementasi penataan juga harus dilengkapi dengan sistem pengawasan dan monitoring secara terpadu agar pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan dapat segera dibenahi.

  1. Tingkat pemanfaatan sumberdaya dapat pulih

Pemanfaatan tidak boleh melebihi kemampuan pulih dari sumberdaya tersebut dalam kurun waktu tertentu. Dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap, di beberapa wilayah perairan Indonesia sudah terjadi pemanfaatan yang melebihi tangkapan maksimum yang lestari (MSY), dan pada perikanan budidaya laut juga sudah banyak lokasi yang melebihi tingkat daya dukung ekosistemnya. Akibat yang terjadi adalah semakin berkurangnya hasil tangkapan dan semakin rendahnya kualitas ikan hasil budidaya

Lingkungan perairan yang secara alamiah menuju keseimbangan ekosistem tersebut akhirnya menuju penurunan daya dukung yang dampaknya adalah semakin rendahnya pendapatan nelayan dan pembudidaya ikan. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya pembatasan dan sistem closing area oleh pemerintah pada perairan-perairan yang sudah mengalami degradasi sumberdaya. Wewenang pemerintah dalam intervensi ini diperlukan agar sumberdaya yang menjadi sumber ekonomi masyarakat nelayan dan pembudidaya ikan terus berkelanjutan.

  1. Eksploitasi sumberdaya tidak pulih harus dilakukan dengan cara yang tidak merusak lingkungan

 Agar tidak mematikan kelayakan usaha sektor pembangunan lainnya maka eksploitasi sumberdaya tidak pulih harus dilakukan dengan cara yang ramah lingkungan. Kegiatan-kegiatan eksploitasi yang dilakukan pada sumberdaya tidak pulih tersebut harus mengindahkan kaidah pembangunan yang berkelanjutan yang menjaga lingkungan hidup lainnya. Upaya yang harus dilakukan terhadap eksploitasi yang berlebihan dan merusak lingkungan adalah dengan penegakkan peraturan secara terkendali dan memberikan kompensasi ekonomi bagi masyarakat disekitarnya.

  1. Pembuangan limbah yang memenuhi kapasitas asimilasi lingkungan.

 Sebagaimana dijelaskan pada persyaratan pertama, bahwa ekosistem dan habitat di perairan memiliki batas daya dukungnya. Oleh karena itu, diperlukan penataan ruang dan penataan pengawasan/pengendalian oleh pemerintah yang ketat agar industri dan penyumbang limbah lainnya dapat dikurangi tingkat pencemarannya.

  1. Pembangunan kawasan harus sesuai dengan kaidah alam

Pembangunan kawasan harus seuai dengan kaidah alam yaitu tidak merusak secara ekologis. Kawasan-kawasan pembangunan infrastruktur di wilayah pesisir dan laut harus disesuaikan dengan karakteristik dan dinamika alamiah lingkungannya sehingga tetap terjaga keseimbangan ekologinya.

Salah satu sektor ekonomi kelautan Indonesia yang sangat potensial untuk dikembangkan dan menjadi primadona adalah sektor perikanan budidaya atau budidaya ikan. Menurut Dahuri (2016), Indonesia memiliki sekitar 24 juta hektare wilayah perairan laut dangkal yang sesuai untuk usaha budidaya laut, dengan potensi produksi lestari sekitar 60 juta ton per tahun (terbesar di dunia) dan nilai ekonomi langsung sekitar 120 miliar dolar AS per tahun.

Selain itu, terdapat sekitar 3 juta hektare lahan pesisir cocok untuk usaha budidaya tambak dengan potensi produksi 30 juta ton/tahun dan nilai ekonomi langsung sekitar 60 miliar dolar AS per tahun. Sekitar 30% atau 60 juta hektare dari total luas lahan daratan Indonesia atau sekitar 190 juta hektare berupa ekosistem perairan tawar, seperti danau, sungai, bendugan dan rawa.  Dari 60 juta hektar tersebut, sekitar 5% atau 3 juta hektare cocok untuk usaha budidaya ikan dengan potensi produksi 15 juta ton per tahun dan nilai ekonomi langsung sekitar 22,5 miliar dolar AS per tahun.  Hal ini belum termasuk potensi usaha budidaya ikan dari kolam air tawar, sawah (mina padi), saluran irigasi (karamba tancap) dan akuarium (ikan hias).

Menurut FAO (2016) bahwa sejak 2009 Indonesia menjadi negara produsen budidaya ikan terbesar kedua di dunia setelah China.  Budidaya ikan tidak hanya terbatas menghasilkan protein hewani berupa ikan, moluska, kekerangan dan krstasea, tapi juga menghasilkan rumput laut, mutiara dan ribuan jenis organisme perairan lainnya yang dapat dijadikan sebagai bahan baku untuk industri makanan, minuman, farmasi, kosmetik, bioenergi dan ratusan jenis industri lainnya.

Berdasarkan hal tersebut jika potensi budidaya ikan dikerjakan secara profesional dengan tetap mengikuti standar cara budidaya ikan yang baik atau best aquaculture practices, maka usaha budidaya ikan dapat menghasilkan keuntungan yang cukup besar dan dapat mensejahterakan rakyat secara berkelanjutan.

  1. Budidaya ikan Berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan atau sustainable development adalah pembangunan yang menjamin keperluan hidup manusia masa kini dengan tetap menyediakan bahan bagi kepentingan generasi mendatang.  Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) mendefinisikan pembangunan berkelanjutan sebagai upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Pembangunan berkelanjutan bersifat jangka panjang antar generasi, sehingga satu generasi tidak bisa menghabiskan sumberdaya alam yang ada untuk saat ini.  Generasi sekarang harus mampu melestarikan dan memanfaatkan sumberdaya alam yang tersedia dan tetap menyisakan untuk generasi yang akan datang baik secara kualitas maupun kuantitas.

Sumberdaya alam ada yang dapat diperbaharui dan ada yang tidak dapat diperbaharui. Sektor perikanan dalam hal ini budidaya ikan tergolong sumberdaya alam yang dapat diperbaharui, sehingga pengelolaannya diusahakan selalu menjaga sifat terbarukan.  Namun jika terus dieksploitasi secara besar-besaran dan tidak mempertimbangkan kemampuan untuk memperbaharui diri, maka akan terjadi degradasi terhadap ketersediaan stok dan lingkungan.

Perikanan budidaya yang merupakan bagian dari sumberdaya alam harus dipandang bukan hanya untuk mendapatkan profit atau keuntungan sebanyak-banyaknya, akan tetapi, harus sebagai sumberdaya yang perlu dikelola secara bertanggungjawab, karena aktifitas budidaya juga memberikan kontribusi terhadap perubahan lingkungan. Untuk itu perlu diterapkan perikanan budidaya yang bertanggungjawab sehingga perlu pendekatan manajemen yang inovatif dan alternatif untuk mencapai tujuan tersebut. Adapun tujuan penerapan pembangunan budidaya ikan berkelanjutan di indonesia adalah :

  1. Meningkatkan produksi dan produksivitas usaha budidaya ikan;
  2. Meningkatkan peran sektor kelautan dan perikanan khususnya budidaya ikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional;
  3. Meningkatkan kapasitas sentra-sentra produksi budidaya ikan yang memiliki komoditas unggulan;
  4. Meningkatkan pendapatan.

Indonesia harus siap untuk menerapkan pembangunan perikanan secara berkelanjutan ini. Meskipun secara umum, aktivitas perikanan di Indonesia masih belum menunjukkan kinerja yang baik dan berkelanjutan. Hal ini, dapat dilihat dengan masih belum banyaknya jumlah usaha perikanan di Indonesia yang berjalan langgeng (bertahan dalam jangka panjang). Selain itu, sektor perikanan nasional juga masih cukup banyak menghadapi kendala atau permasalahan yang cukup kompleks. Permasalahan paling utama yang menjadi penyebab perikanan di Indonesia belum berjalan secara berkelanjutan adalah masih lemahnya sistem pengelolaan perikanan (fisheries management system), baik untuk perikanan tangkap maupun perikanan budidaya.

Pengelolaan perikanan yang lemah, baik secara langsung maupun tidak langsung, tentunya akan menimbulkan ketidakteraturan dan tidak terkendalinya usaha perikanan nasional, yang pada akhirnya akan menyebabkan aktivitas perikanan nasional menjadi tidak berkelanjutan. Dengan demikian, agar perikanan yang berkelanjutan tersebut dapat segera terwujud, maka tentunya harus diimbangi dengan regulasi dan kebijakan yang tepat dan efektif.

Untuk menuju penerapan pembangunan perikanan berkelanjutan, Indonesia telah melakukan beberapan upaya agar pengelolaan perikanan dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan antara lain :

  1. Menetapkan Batas wilayah : ada kejelasan batas wilayah yang kriterianya adalah mengandung sumber daya yang bernilai bagi masyarakat.
  2. Perketat Peraturan : seperangakat aturan berisikan hal-hal yang diperbolehkan dan yang dilarang. Peraturan tersebut termasuk didalamnya mengenai peraturan operasional seperti alat tangkap apa yang boleh dipakai, batas maksimal pemanfaatan sumberdaya, dsb.
  3. Kejelasan Hak : seperangkat hak yang bersifat mengelompokkan hak akses orang-orang terhadap sumberdaya sehingga mereka tidak bisa seenaknya memanfaatkan bahkan mengeksploitasi sumberdaya yang ada.
  4. Kewenangan pemegang otoritas merupakan lembaga yang dibentuk masyarakat lokal, bersifat formal maupun informal.
  5. Pemberian Sanksi : sanksi dibuat berdasarkan kesepakatan bersama dan bertujuan untuk menghukum para pelanggar hak. Diterapkannya sanksi merupakan indikator berjalan tidaknya suatu aturan.
  6. Pemantauan dan pengawasan: Pengawasan tersebut dapat dilakukan oleh masyarakat lokal dengan mekanisme pengawasan yang telah disepakati bersama.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA