Menyapa dan mengucapkan salam terlebih dahulu jika bertemu dengan orang lain merupakan contoh sikap

Ilustrasi tersenyum. ©2012 Merdeka.com/Shutterstock/Steven Blandin

JATIM | 17 April 2021 10:15 Reporter : Edelweis Lararenjana

Merdeka.com - Memberi salam atau menyapa seseorang yang dikenal adalah bagian penting dari sikap kesopanan dan niat baik. Semua masyarakat di dunia memiliki beberapa bentuk sapaan dan cara memberi salam saat tatap muka yang baik dan sopan. Karena, hal ini adalah dasar dari interaksi yang beradab.

Poin pertama tentang salam adalah penting untuk mengatakan "halo" atau "hi" meskipun saat akan melakukannya Anda merasa agak malu. Penting juga untuk membuat perkenalan terlebih dahulu. Setiap sapaan dan perkenalan adalah kesempatan untuk menunjukkan rasa hormat kepada orang lain dan untuk menciptakan kesan yang baik tentang diri Anda kepada orang lain.

Kesan pertama adalah hal yang penting dalam proses bersosialisasi. Hal ini dapat membawa dampak yang proporsional dan berkepanjangan dalam pembangunan reputasi Anda ke depannya baik di tempat kerja, di lingkungan tempat tinggal, maupun di kelompok tertentu.

Untuk itu, berikut beberapa cara memberi salam saat tatap muka secara sopan dan benar yang dilansir dariuniversalclass.com danmindtools.com.

2 dari 4 halaman

Cara memberi salam saat tatap muka yang pertama adalah Anda harus bersikap mengakui atau memberikan pengakuan terhadap orang yang sedang Anda hadapi ini. Karena untuk menghormati orang lain, Anda harus mengakui keberadaan mereka.

Anda harus memberi penghargaan atau menegaskan kehadiran mereka seperti misalnya mengangguk pada orang-orang yang akan memasuki lift bersama dengan Anda. Anda juga harus menyapa orang-orang yang dilewati di lingkungan tempat tinggal, tempat bekerja, atau tempat-tempat yang sering dikunjungi (misalnya apartemen, kafetaria, gym).

Meskipun Anda mungkin tidak akan pernah bertemu lagi dengan orang itu, cobalah bersikap ramah dan ciptakan interaksi yang positif. Anda akan membuat seseorang merasa baik karena mengakui keberadaannya dan Anda juga akan merasa lebih baik terhadap diri sendiri.

Mengakui orang lain dapat dilakukan secara verbal dengan sapaan singkat atau nonverbal dengan isyarat (misalnya tersenyum, melambai, mengangguk, jempol).

2. Lakukan Kontak Mata

Cara memberi salam saat tatap muka yang kedua dengan melakukan kontak mata. Ini adalah aturan dasar dalam berinteraksi dengan orang lain, siapa pun itu. Jika Anda tidak dapat atau sedang tidak ingin melakukan kontak mata, maka sebaiknya jangan dulu menyapa.

Namun, setelah Anda melakukan kontak mata, jangan menunggu orang lain tersebut untuk menyambut sapaan Anda melainkan, ambil inisiatif terlebih dahulu untuk mendekatinya.

3 dari 4 halaman

Cara memberi salam saat tatap muka yang ketiga adalah usahakan untuk selalu tersenyum. Baik saat menyapa seseorang secara verbal atau nonverbal, lakukan hal tersebut dengan senyuman.

Tanpa senyuman, salam yang Anda sampaikan nantinya dapat terdengar seperti pertanyaan tidak antusias yang monoton.

4. Bersikap Sopan

Cara memberi salam saat tatap muka yang ke empat adalah dengan bersikap sopan. Terapkan kebijakan pada diri Anda sendiri untuk selalu bersikap sopan kepada semua orang.

Jadilah beradab dan tunjukkan etiket yang tepat seperti menahan pintu terbuka untuk orang lain, mengenakan masker di depan umum (saat situasi COVID-19), menekankan tombol elevator untuk seseorang, dan lain-lain.

4 dari 4 halaman

Cara memberi salam saat tatap muka yang selanjutnya dengan selalu mempertahankan sikap percaya diri. Saat merasa percaya diri, Anda akan berbicara lebih baik, bertindak lebih baik, dan membuat lebih sedikit kesalahan karena tubuh dan pikiran berada dalam posisi yang santai.

Karena, saat tidak percaya diri, Anda lebih mudah untuk menjadi gagap, gelisah, dan membuat lebih banyak kesalahan karena merasa tidak nyaman. Saat menyapa atau memberi salam kepada orang lain, tujukan rasa dan pesan kepercayaan diri.

6. Tunjukkan Ketertarikan

Cara memberi salam saat tatap muka yang terakhir dengan menunjukkan ketertarikan terhadap lawan bicara Anda. Jika Anda menunjukkan minat pada orang lain, mereka akan senang melihat dan berbicara dengan Anda.

Ajukan pertanyaan tentang diri mereka dan tanyakan selalu pendapat mereka mengenai berbagai hal. Karena, jika Anda menunjukkan bahwa diri Anda menyukai seseorang, mereka juga akan melakukan hal yang sama.

(mdk/edl)


     AnggunPaud - Bangsa Indonesia dikenal oleh masyarakat dunia sebagai bangsa yang ramah-tamah. Ramah-tamah yang berarti suka tersenyum, sopan, dan suka berbicara kepada lawan bicara, menjadi ciri khas yang dimiliki bangsa kita sejak dulu. Namun akhir-akhir ini nampaknya sifat tersebut disinyalir makin terkikis. Fenomena masyarakat yang makin individualistis, tak suka bersosialisasi, cuek, dan tak peduli kepada orang lain merupakan indikator karakter yang bertolakbelakang dengan keramahtamahan itu.

    Maknanya, bangsa ini pun tengah dilanda krisis keramahtamahan. Ramah-tamah oleh para ahli didefinisikan lebih luas sebagai perilaku dan sifat masyarakat yang akrab dalam pergaulan yang diwujudkan sebagai tindakan seperti suka tersenyum terhadap orang lain, sopan dan hormat dalam berkomunikasi, ringan tangan, suka menyapa terlebih dahulu, suka membantu tanpa pamrih, berprasangka baik kepada siapa pun, dan perilaku baik dan menyenangkan lainnya.

    Orang yang ramah-tamah senantiasa akan menyenangkan jika bergaul dan bersikap terbuka dalam berkomunikasi. Sebagai contoh nyata orang yang memiliki sifat ramah-tamah biasanya suka senyum jika ia berbicara atau bertemu dengan orang lain baik orang yang sudah dikenalnya maupun orang asing sekalipun. Dia bahkan akan menyapa lebih dahulu sebelum ia disapa. Selain itu dirinya senantiasa akan berbicara dengan baik dan sopan. Ia selalu menjaga tutur katanya agar tetap manis dan menyenangkan bagi setiap orang yang dijumpainya.

    Dengan memperhatikan makna tersebut maka kita akan dapat menjelaskan lawan kata ramah-tamah yakni orang yang lebih suka hidup individual, sombong, pendiam, tidak suka menyapa, kurang menyenangkan dan menarik dalam bicara atau komunikasi. Bahkan sering terkesan menyebalkan. Definisi di atas akan menggiring bayangan kita bagaimana bangsa ini dikenal sebagai bangsa yang ramah-tamah.

    Tentu kita akan membayangkan setiap manusia Indonesia memiliki watak atau sifat dengan ciri-ciri sebagaimana yang dijelaskan di atas. Barangkali hal itu benar adanya saat masa lampau dimana masyarakat kita masih belum banyak dipengaruhi oleh globalisasi. Mengapa saya katakan masa lampau? Karena fenomena yang terjadi di era sekarang sudah cukup berbeda. Seiring dengan laju perkembangan dunia secara global, dengan kemajuan teknologi informasi yang begitu cepat, membuat segala informasi dan pengetahuan dari mana pun dapat kita akses. Akibatnya budaya asing dengan mudahnya masuk ke negeri ini dan berpengaruh besar terhadap masyarakat Indonesia.

    Budaya dan karakter ramah-tamah menjadi terkikis oleh budaya individualistis. Masyarakat telah kehilangan sifat keramahtamahan dengan indikasi lebih suka hidup individual, cuek, kurang sopan dalam berkomunikasi, menurunnya semangat gotong-royong dan suka membantu, dan kurang suka tersenyum atau menyapa orang lain. Fenomena itu lebih tampak seiring pesatnya penggunaan handphone atau gadget. Orang lebih suka memainkan handphone nya di kerumunan orang banyak ketimbang menyapa atau berbincang dengan orang yang disebelahnya. Alasannya mereka tak saling mengenal.

   Itulah indikasi yang memperkuat dugaan bahwa sifat individual yang menghilangkan keramahtamahan masyarakat kita. Sehingga muncul istilah : kita tengah kehilangan jati diri kita. Maka sesungguhnya ada kerinduan terhadap jati diri itu. Kita ingin kembali menyandang sifat yang selama ini diakui bangsa lain. Oleh karena itu perlu diusahakan bagaimana kita dapat mengembalikan gelar tersebut di tengah kemajuan jaman seperti sekarang ini.

    Kita perlu kembali menanamkan sifat ramah-tamah kepada anak-anak utamanya. Lalu apa saja hal yang harus kita lakukan untuk mendukung tumbuhnya sifat ramah-tamah itu? Uraian berikut ini akan menjawab pertanyaan tersebut.

Pertama, biasakan anak menyapa orang lain. Menyapa merupakan salah satu ciri orang yang memiliki sikap ramah. Sikap ini harus dipertahankan bahkan terus dipupuk agar tak hilang dari jiwa masyarakat kita. Oleh karena itu hal ini perlu terus dikembangkan di kalangan anak-anak sejak dini. Orang tua harus memberikan pelajaran tentang sikap tersebut. Memberikan teladan saat kita bersama anak-anak untuk menyapa banyak orang yang kita jumpai merupakan cara yang efektif untuk mengajari mereka beramah-tamah. Jelaskan mengapa perlu menyapa orang yang kita jumpai. Apa tujuan dan pentingnya menyapa orang lain. Setelah itu aplikasikan kepada anak-anak. Suruhlah atau ingatkan anak-anak kita untuk mencoba menyapa orang lain baik yang sudah dikenal maupun yang belum. Ajari bagaimana menyapa yang baik dan sopan kepada seseorang. Misal dengan memberikan salam sesuai yang sudah menjadi kebiasaan mereka. Mungkin dengan kata; assalammualaikum, selamat pagi, hai, halo, atau sapaan salam yang lain tidaklah mengapa. Yang penting anak mau untuk memulai menyapa lebih dahulu kepada orang yang dijumpai. Dengan cara itu secara tak langsung kita tengah membentuk sifat ramah-tamah pada anak-anak.

Kedua, biasakan anak berkomunikasi dengan orang lain. Anak-anak harus dibiasakan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Meski kemampuan mereka dalam hal berkomunikasi masih sangat terbatas, tak mengapalah. Kita tidak perlu menuntut seberapa baik mereka berkomunikasi, yang lebih penting adalah seberapa banyak frekuensi anak dalam berkomunikasi dengan orang lain. Biasakan anak-anak untuk diajak dan mengajak berkomunikasi. Usahakan komunikasi itu secara langsung, atau bertatap muka dengan lawan bicara, bukan melalui telepon. Sebab komunikasi langsung akan dapat membuat anak lebih percaya diri. Selain itu dengan komunikasi langsung anak dapat mengetahui bagaimana sikap seseorang anak saat berbicara dengan orang lain.

Ketiga, biasakan anak-anak membantu dengan ikhlas. Salah satu ciri orang yang ramah-tamah adalah suka membantu orang lain dengan iklas. Coba bayangkan, seorang anak yang kebetulan menjumpai seorang asing yang tampak kebingungan di dekat rumahnya. Lalu si anak memiliki inisiatif menyapa dan menanyakan apa yang tengah dilakukannya. Misal; “Ibu sedang mencari siapa ya?” Bahkan kalau mungkin ada anak yang menanyakan lebih lanjut, “Ada yang bisa saya bantu?” Apa yang akan terpikirkan di benak kita jika sampai ada anak kecil berbuat demikian? Tentu sebagai orang tua kita akan berdecak kagum. Dan ini sebuah tawaran bantuan yang luar biasa. Sikap yang demikian itu termasuk bagian dari ciri ramah-tamah. Tanpa pamrih apa pun si anak akan membantu kebingungan orang itu. Misal orang tadi tengah bingung mencarai rumah seseorang. Dan si anak kebetulan tahu kemudian menunjukkannya dengan suka rela bahkan mengantarkan sampai ke depan rumah. Bukankah ini menjadi hal yang sangat hebat? Nah, untuk menjadikan anak bersikap demikian maka harus melalui proses panjang dalam mendidik dan pembiasaan.

Keempat, biasakan anak-anak peka atau peduli terhadap lingkungan. Kepekaan dan kepedulian anak terhadap sesama merupakan salah satu ciri ramah-tamah. Anak-anak harus dibiasakan untuk peduli terhadap teman, tetangga, dan orang lain. Biasakan anak ikut merasakan penderitaan orang lain. Dengan demikian anak akan tersentuh batinnya hingga ada perasaan yang tergerak untuk empati dan menolong orang lain yang membutuhkannya. Dengan begitu anak-anak akan memiliki jiwa yang halus, peka, dan mudah tersentuh akan permasalah sosial yang ada di lingkungannya. Ia tidaklah menjadi anak yang sombong, angkuh yang tak mau tahu keadaan masyarakat di sekelilingnya dan akhirnya ia jauh dari sikap ramah-tamah.

Kelima, biasakan anak berbicara dengan tersenyum. Perbuatan ringan yang susah kita lakukan adalah tersenyum. Tersenyum adalah tindakan yang mudah namun kadang terasa berat diwujudkan. Hal ini dikarenakan menyangkut keadaan dan suasana kejiwaan kita. Orang yang sedang susah akan sulit tersenyum dan orang yang tengah bahagia akan lebih mudah tersenyum. Namun demikian tidak berrti orang bahagia akan terus tersenyum dan sebaliknya. Ini juga dipengaruhi oleh kebiasaan kita yang tercipta di lingkungan baik rumah, sekolah maupun masyarakat.

Tersenyum merupakan ciri khas sikap ramah. Betapa orang akan bersimpati jika melihat orang yang kita jumpai memberikan senyum kepada kita. Jujur saja kita akan merasa bahagia ketika berjumpa dengan seseorang baik yang sudah kita kenal maupun belum, lalu dia memberikan senyum kepada kita. Maknanya, senyum itu merupakan hal yang sangat penting dalam bergaul dan berkomunikasi.

Oleh karena itu anak-anak kita perlu belajar bagaimana biasa selalu tersenyum kepada setiap orang yang kita jumpai. Dengan memberikan senyum yang tulus maka kita akan terkesan sebagai orang yang tidak sombong dan ramah. Itulah sebabnya usahakan anak-anak mau tersenyum saat berbicara dan berkomuniaksi dengan siapa pun.

Keenam, biasakan anak mengucap terima kasih. Mengucapkan terima kasih saat mendapat bantuan atau pemberian sangat penting dilakukan oleh siapa pun. Namun tak jarang orang melupakan karena menganggap sepele. Apalagi jika bantuan atau pemberian itu sudah menjadi rutinitas sehingga orang tak sadar bahwa dirinya dibantu. Dan itu menjadikan orang yang dibantu merasa tak lagi perlu mengucapkan terima kasih.

  Ini sebuah kekeliruan yang sangat besar. Dengan melihat kenyataan di atas bahwa banyak orang sudah lupa mengucapkan terima kasih maka sangat penting kita ingatkan bahwa sekecil apa pun bantuan atau pemberian orang lain maka ucapan terima kasih harus kita sampaikan. Dan hal itu harus ditanamkan kepada anak-anak. Sebagai contoh, saat anak diberi makanan maka biasakan untuk mengucap terima kasih. Ketika anak dipinjami pensil temannya, ajari ia mengatakan terima kasih. Ketika anak dipersilakan untuk masuk oleh gurunya saat sedikit terlambat, maka ucapkan terima kasih.

   Demikian pula saat mendapat tawaran untuk sesuatu hal dan ia menolaknya, pun tetap sampaikan terima kasih. Sebab itu semua adalah kebaikan yang harus dibalas dengan ucapan terima kasih. Dengan mengucapkan terima kasih, maka orang akan terkesan bahwa kita adalah orang yang ramah dan baik. Maka ajari anak untuk melakukan hal kecil itu jika dirinya ingin disenangi orang lain.

Ketujuh, biasakan anak menawarkan makanan atau bantuan apa saja. Kebiasaan menawarkan kebaikan kepada orang lain adalah salah satu bagian ciri orang-orang yang ramah. Menawarkan makanan, minuman, atau pun tawaran lainnya saat bersama dengan orang lain adalah kebiasaan yang baik. Berbagi makanan, atau menawarkan jasa yang dapat kita lakukan juga dapat mempererat pertemanan atau komunikasi. Ini tidak bisa kita lakukan serta merta. Kebiasaan baik semacam itu harus kita biasakan dengan waktu yang cukup lama. Menjadi orang yang ramah membutuhkan pembiasaan. Menyadari hal demikian maka perlu sekali anak-anak kita latih sejak dini agar mereka memiliki sifat demikian dan memiliki kebiasaan yang menjadikan dirinya menjadi anak yang ramah.

Kedelapan, biasakan berpikir posistif dan berprasangka baik terhadap orang lain. Ada banyak orang yang memiliki prasangka dan kekhawatiran berlebihan di zaman sekarang. Masalahnya banyak kejahatan di sekeliling kita. Namun usahlah terlalu khawatir, sebab kita sesungguhnya paham mana orang yang bermaksud jahat dan mana yang tidak jika kita cermat dan waspada. Sekarang banyak orang menolak kebaikan yang ditawarkan orang lain karena curiga dan khawatir akan dijahati. Inilah fenomena yang terjadi sekarang. Namun demikian tidak perlu khawatir kita menawarkan kebaikan kepada orang lain. Sepanjang tujuan kita baik, ikhlas, maka tawaran kebaikan itu pun akan disambut dengan kebaikan pula. Kalau pun sampai ada orang yang menolak tawaran kita karena kekhawatiran yang berlebihan, maka kita tak perlu kecewa dan sakit hati. Mari kita tanamkan kebiasaan menawarkan kebaikan kita kepada anak-anak sejak dini. Ajari anak-anak untuk selalu menawarkan kebaikan sekecil apa pun. Berilah pengertian bahwa menawarkan kebaikan itu adalah bagian dari ibadah. Mengajari anak untuk menawarkan kebaikan juga pelajaran untuk menghindari sifat egois, dan kurang empati. Maka tak ada alasan kita untuk tak mengajari anak-anak kita menolong dan menawarkan bantuan kepada orang lain. Apalagi sifat ini juga merupakan bagian dari sikap ramah-tamah. Jika hal-hal di atas kita kembangkan lagi, maka akan terbentuk kebiasaan baik pada anak-anak kita yang mengarah kepada sifat ramah-tamah sebagaimana yang dimaksudkan. Ini butuh waktu dan niat yang kuat jika benar-benar menghendaki adanya perubahan kembali. Dengan demikian anak-anak akan terbentuk sifatnya menjadi anak-anak yang ramah tamah sebagaimana dikenal oleh bangsa lain.

sumber foto : //www.blackgirldangerous.com/

Riyadi

Pendidik di SDN Pangebatan Kec .Karanglewas ,Banyumas, Pegiat literasi di Kompak, tinggal di di Jl. Buntu RT 6/RW 4 Purwokerto Barat 53137

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA