Latar Belakang penerapan tanam paksa oleh pemerintah Belanda di Indonesia adalah

Latar Belakang Sistem Tanam Paksa di Indonesia - Pada pembahasan kali ini kita akan kupas tuntas tentang sebab atau latar belakang yang menimbulkan munculnya sistem tanam paksa di Nusantara atau Indonesia saat itu. Beberapa pertanyaan mengenai apa latar belakang sistem tanam paksa di Indonesia sering kita dengar di sekolahan, seperti : Apa alasan Belanda melakukan sistem tanam paksa di Indonesia? Mengapa pemerintah Hindia Belanda menerapkan sistem tanam paksa? 

Tujuan penulisan artikel ini yaitu untuk menjawab segala pertanyaan mengenai latar belakang sistem tanam paksa di Indonesia. Sebab munculnya sistem tanam paksa ada 2 kategori, yaitu sebab dari luar dan sebab dari dalam. Latar belakang sistem tanam paksa dari luar artinya segala peristiwa yang terjadi diluar Indonesia atau Nusantara yang mempengaruhi munculnya sistem tanam paksa.

Latar Belakang Sistem Tanam Paksa
Latar belakang sistem tanam paksa dari dalam artinya segala sesuatu dari dalam yang mempengaruhi munculnya sistem tanam paksa di Indonesia. Oke langsung saja kita simak mengenai latar belakang sistem tanam paksa di Indonesia.

Baca Juga : 7 Tokoh Penentang Sistem Tanam Paksa

Latar belakang sistem tanam paksa dari dalam :

  1. Pemasukan khas negara dalam bentuk uang di Hindia Belanda kurang apabila hanya mengandalkan tanaman kopi.
  2. Akibat Perang Padri dan Perang Diponegoro yang menyebabkan pemerintah Belanda rugi puluhan juta gulden. Perang Padri terjadi di Sumatera Barat, salah satu tokoh terkenal bernama Imam Bojol. Sementara itu, Perang Diponegoro merupakan perang yang terjadi di Jawa, tokoh pelopornya yaitu Pangeran Diponegoro. Kedua perang ini benar-benar menyusahkan Belanda karena sulit untuk ditaklukkan dan sangat merugikan bagi pemerintah Belanda.
  3. Gagalnya Belanda dalam menerapkan pemikiran liberal di daerah jajahannya.

Baca Juga :

1. Sejarah Perang Padri

2. Sejarah Perang Diponegoro

Dari tiga sebab tersebut dapat kita analisis bahwa permasalahan pertama yang menjadi latar belakang sistem tanam paksa di Indonesia adalah kekosongan kas Hindia Belanda karena mengandalkan 1 komoditas yaitu kopi, padahal komoditas lain masih banyak seperti lada, cengkeh dan lainnya.

Kekosongan kas Hindia Belanda juga disebabkan oleh faktor lain yang menjadi latar belakang sistem tanam paksa yakni Perang Diponegoro dan Perang Padri. Bagi yang belum membaca lebih detail tentang perjuangan-perjuangan kedua perang tersebut, bisa baca juga, linknya ada diatas.

Kesalahan Belanda sebagai negara penjajah adalah gagal dalam menerapkan pemikiran liberal pada masyarakat Indonesia saat itu. Kegagalan ini kemudian memunculkan inisiatif untuk melakukan kebijakan yang sangat merugikan petani, yakni sistem tanam paksa.

Latar belakang sistem tanam paksa dari luar :

  1. Akibat peperangan yang terjadi di Eropa pada masa kejayaan Napoleon, dari perang tersebut Belanda menelan banyak sekali kekalahan dan kerugian.
  2. Adanya peperangan di internal Belanda, yakni Belgia berusaha keluar dari Belanda dan memerdekakan diri. Usaha itu ternyata berhasil, akhirnya Belgia pisah dengan Belanda. Hal ini tentu sangat merugikan bagi Belanda.
  3. Khas negara Belanda kosong, selain itu banyak sekali hutang yang harus segera dilunasi.

Dapat kita analisis bahwa terjadinya tanam paksa ternyata di latar belakangi oleh beberapa sebab-sebab yang datangnya dari luar, tetapi ada kaitannya dengan pemerintah Belanda. Pertama, akibat kekalahan Belanda saat Napoleon dari Perancis sedang dalam masa kejayaan. Kekalahan perang tentu sangat merugikan Belanda.

Kemudian adanya usaha Belgia yang saat itu notabene merupakan bagian dari Negara Belanda ingin keluar dan memerdekakan diri lepas dari Belanda. Lepasnya Belgia dari Belanda tentu menambah kerugian lagi sehingga menimbulkan kekosongan khas dari Belanda. Kosongnya khas Belanda (bukan Hindia Belanda) ternyata membuat pemerintah Belanda membuat kebijakan yang sangat kontroversi yakni sistem tanam paksa.

Share ke teman kamu:

Tags : Masa Penjajahan

Related : Latar Belakang Sistem Tanam Paksa di Indonesia

Suara.com - Sejarah tanam paksa pada masa penjajahan Belanda menjadi salah satu luka mendalam bagi rakyat Indonesia. Pasalnya, banyak rakyat sengsara bahkan kehilangan nyawa. Lalu apa sebenarnya sistem tanam paksa? Mengapa aturannya begitu menyengsarakan rakyat? 

Sistem tanam paksa disebut juga Cultuurstelsel. Kebijakan ini dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda Johannes van den Bosch. Sejarah tanam paksa dimulai pada tahun 1830.

Tanam paksa adalah aturan yang mewajibkan setiap desa agar meluangkan 20 persen tanahnya untuk ditanami komoditas ekspor, seperti kopi, tebu dan teh.  Cultuurstelsel sebenarnya hanya mewajibkan rakyat khususnya di Jawa untuk menanam komoditas ekspor yang laku dijual di Eropa.

Namun, rakyat pribumi menerjemahkannya sebagai tanam paksa karena pelaksanaannya dilakukan dengan pemaksaan. Cultuurstelsel kemudian dihentikan setelah mendapat berbagai kritik dengan diterbitkannya UU Agraria 1870 dan UU Gula 1870.

Baca Juga: Pakai Cara Menyenangkan, Ini Tips Belajar Sejarah untuk Anak Usia Dini

Latar Belakang Tanam Paksa

Aturan Cultuurstelsel dikeluarkan lantaran kondisi kolonial Belanda yang sedang terjepit dan mengalami berbagai peristiwa. Berikut sejumlah hal yang melatarbelakangi tanam paksa. 

  1. Belanda kehabisan dana saat bergabung  peperangan di masa kejayaan Napoleon Bonaparte di Eropa.
  2. Terjadinya Perang Kemerdekaan Belgia dan berakhir dengan berpisahnya Belgia dari Belanda pada 1830.
  3. Belanda mengeluarkan dana sekitar 20 juta gulden untuk menghadapi Perang Diponegoro (1825-1830). 
  4. Kas negara Belanda yang kosong dan utang yang ditanggung Belanda cukup banyak.
  5. Pemasukan uang dari penanaman kopi tidak begitu menghasilkan.
  6. Belanda gagal menerapkan gagasan liberal (1816-1830), yakni dalam  mengeksploitasi tanah jajahan agar memberikan keuntungan yang besar bagi negeri induk (Belanda).

Peraturan Tanam Paksa

Dalam buku Sejarah Nasional Indonesia IV (2008) karya Marwati Djoened dan Nugroho, ada sejumlah ketentuan pokok sistem tanam paksa tertera dalam Stadsblad (lembaran negara) tahun 1834 No 22. Ketentuan dalam tanam paksa meliputi: 

  1. Persetujuan akan diadakan dengan penduduk supaya mereka menyediakan sebagian tanahnya untuk penanaman tanaman yang dapat dijual di pasar Eropa.
  2. Bagian tanah pertanian yang disediakan penduduk untuk tujuan ekspor tidak boleh melebihi seperlima dari tanah pertanian yang dimiliki penduduk desa.
  3. Pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tanaman dagangan tidak boleh melebihi pekerjaan yang diperlukan untuk menanam padi.
  4. Bagian tanah yang disediakan untuk menanam tanaman dagangan dibebaskan dari pembayaran pajak tanah.
  5. Hasil dari tanah yang disediakan wajib diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda. Jika nilai hasil tanaman dagangan yang ditaksir melebihi pajak tanah yang harus dibayar rakyat, kelebihannya dikembalikan kepada rakyat. 
  6. Kegagalan yang bukan disebabkan oleh petani menjadi tanggung jawab pemerintah 
  7. Pelaksanaan Cultuurstelsel diserahkan kepada pemimpin pribumi. Sementara pemerintah Belanda hanya jadi pengawas. 

Penyimpangan Tanam Paksa

Baca Juga: Sejarah Bendung Argoguruh di Pesawaran, Peninggalan Zaman Belanda

Namun, aturan yang ditetapkan kolonial memiliki banyak penyimpangan dalam pelaksanaannya. Penyimpangan tersebut jauh dari aturan asli dan sangat menyengsarakan rakyat. 

Latar Belakang Tanam Paksa : Tujuan, Aturan, Ketentuan Pokok Dan Dampaknya  – Pada kesempatan ini Seputarpengetahuan.co.id akan membahas latar belakang tanam paksa dan tentunya tentang hal lain yang juga melingkupinya.Mari kita simak bersama pembahasannya pada artikel di bawah ini untuk lebih dapat memahaminya.

Tanam paksa atau kerap dikenal sebagai cultuurstelsel adalah salah satu kebijakan kolonial Belanda yang memiliki dampak sangat besar pada bangsa Indonesia.

Tanam Paksa adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Johannes Van den Bosch pada tahun 1830 yang mewajibkan setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami komoditi ekspor, khususnya kopi, tebu, dan tarum (nila). Hasil tanaman ini akan dijual kepada pemerintah kolonial dengan harga yang sudah dipastikan dan hasil panen diserahkan kepada pemerintah kolonial.

Penduduk desa yang tidak memiliki tanah harus bekerja 75 hari dalam setahun (20%) pada kebun-kebun milik pemerintah yang menjadi semacam pajak. Pada praktiknya peraturan itu dapat dikatakan tidak berarti karena seluruh wilayah pertanian wajib ditanami tanaman laku ekspor dan hasilnya diserahkan kepada pemerintahan Belanda.

Wilayah yang digunakan untuk praktik cultuurstelstel pun tetap dikenakan pajak. Warga yang tidak memiliki lahan pertanian wajib bekerja selama setahun penuh di lahan pertanian.

Tanam paksa adalah era paling eksploitatif dalam praktik ekonomi Hindia Belanda. Sistem tanam paksa ini jauh lebih keras dan kejam dibanding sistem monopoli VOC karena ada sasaran pemasukan penerimaan negara yang sangat dibutuhkan pemerintah.

Petani yang pada jaman VOC wajib menjual komoditi tertentu pada VOC, kini harus menanam tanaman tertentu dan sekaligus menjualnya dengan harga yang ditetapkan kepada pemerintah. Aset tanam paksa inilah yang memberikan sumbangan besar bagi modal pada zaman keemasan kolonialis liberal Hindia-Belanda pada 1835 hingga 1940.

Tanam paksa adalah sebuah kebijakan yang memaksa penduduk Hindia Belanda untuk menanam tanaman komoditas ekspor. Tanaman-tanaman ini kemudian harus dijual ke Belanda dengan harga tertentu, tidak boleh ke pihak lain.

Penduduk desa yang tidak memiliki lahan harus berkerja di kebun-kebun milik pemerintah Belanda ataupun tuan tanah lainnya. Penduduk ini diperlakukan bagaikan buruh murah dengan kondisi kerja yang tidak baik.

Dengan produksi komoditas ekspor yang tinggi ini, pemerintah Belanda berharap dapat menjualnya di pasar Eropa dengan harga yang tinggi.

Program ini bertujuan untuk menghasilkan uang bagi negara Belanda demi mendukung kolonialisme di Hindia Belanda dan kemakmuran masyarakatnya. Dengan uang yang banyak ini, pemerintah Belanda dapat membayar hutangnya, membangun infrastruktur, dan memperluas kerajaan kolonialnya.

Tanam Paksa (cultuurstelsel) ialah suatu sistem atau peraturan yang dijalankan oleh pemerintah Kolonial Belanda kepada penduduk untuk menanam tanaman tertentu yang sangat laku di pasaran internasional dan hasil tanamannya wajib diserahkan kepada pemerintah kolonial Belanda melalui perantara penguasa setempat.

Pada masa sistem tanam paksa ini, para penduduk wajib menanam aneka tanaman diantaranya tebu, kopi, teh, dan nila karena tanaman-tanaman tersebut memiliki nilai jual yang sangat tinggi khususnya dipasaran Eropa. Selain itu, sistem ini juga mengatur tentang sistem pajak tanah yang harus dibayar dalam bentuk hasil bumi penduduk setempat.

Sistem ini merupakan gabungan antara sistem VOC yang dilaksanakan di Jawa Barat, dengan sistem pajak tanah. Sistem ini adalah merupakan hasil kebijakan yang dikeluarkan oleh Van den Bosch yang pada waktu itu menjabat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda.

Latar Belakang Diterapkannya Sistem Tanam Paksa

Perang Belanda dengan Pangeran Diponegoro adalah salah satu penyebab kebijakan Tanam Paksa.Secara umum, latar belakang diterapkannya tanam paksa oleh Belanda di Indonesia adalah karena negara tersebut membutuhkan uang untuk membayar hutang agar terhindar dari kebangkrutan. Hutang Belanda yang sangat tinggi ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain:

  • Di Eropa, Belanda terlibat dalam peperangan-peperangan pada masa kejayaan Napoleon sehingga menghabiskan biaya yang sangat besar.
  • Terjadinya perang kemerdekaan Belgia yang diakhiri dengan pemisahan Belgia dari Belanda pada tahun 1830.
  • Terjadinya perang Diponegoro (1825 hingga 1830) yang merupakan perlawanan rakyat jajahan termahal bagi Belanda. Perang Diponegoro menghabisakan biaya ± 20.000.000 gulden.
  • Kas negara Belanda kosong dan utang yang ditanggung Belanda sangat besat.
  • Pemasukan uang dari penanaman kopi tidak banyak.
  • Terhentinya produksi tanaman ekspor selama sistem sewa tanah berlangsung.
  • Kegagalan usai mempraktikkan gagasan liberal 1816 hingga 1830 dalam mengeksploitasi tanah jajahan untuk memberikan jajahan keuntungan yang besar terhadap negara induk.
  • Pemberontakan pejuang kemerdekaan Indonesia yang banyak di berbagai wilayah Nusantara
  • Praktik perdagangan dan monopoli rempah serta kopi di Nusantara tidak menghasilkan cukup banyak uang untuk Belanda
  • Dimana suasana pemerintahan antara tahun 1816-1830 di Jawa banyak yang gagal menghasilkan keuntungan dan pundi-pundi bagi Negara induk.
  • Dimana Perdagangan dan pelayaran Belanda melalui perusahaan N.H.M (Nederlansche Hwendels Maatschappij) yang didirikan tahun 1824 mengalami kemunduran. Perusahan tersebut menangani perdagangan, pembuatan kapal, dan pemberian kredit kepada pihak lain dengan maksud untuk membangun kembali perekonomian Negeri Belanda.

Faktor-faktor tersebut turut berperan besar dalam menghancurkan perekonomian Belanda. Negara yang awalnya menguasai perdagangan Asia, menjadi salah satu pusat perdagangan Eropa, dan memiliki sistem ekonomi yang sangat stabil ini terlilit hutang yang sangat besar.

Saat itu, kas Belanda tidak cukup untuk mempertahankan daerah jajahannya di Indonesia dan daerah Karibia yang sangat terpencar. Selain itu, negara ini juga tidak mampu menyisihkan dana untuk pembangunan kembali setelah perang.

Kurangnya kas ini disebabkan oleh revolusi Belgia dimana mereka menginginkan kemerdekaan dari Belanda. Pemberontak Belgia yang didukung oleh tentara Prancis berhasil mengalahkan Belanda dan diakui sebagai negara merdeka oleh negara-negara Eropa. Akhirnya, Belanda mengaku kalah dan juga meratifikasi kemerdekaan Belgia lewat perjanjian London.

Selain itu, Belanda juga banyak berjuang di daerah jajahannya melawan pemberontak. Terutama, pemberontakan yang diprakarsai oleh Pangeran Diponegoro.

Negara ini harus mengeluarkan banyak uang untuk membayar tentara bayaran, menyewa pasukan lokal, serta membayar raja-raja setempat guna mengurangi pemberontakan.

Kerajaan kolonial Belanda yang seharusnya menghasilkan banyak uang, sesuai dengan semboyan gold, glory, gospel justru menghabiskan banyak uang. Padahal, Indonesia sangat kaya akan Sumber Daya Alam, baik hayati maupun non-hayati.

Oleh karena itu, diperlukan sumber penghasilan yang dapat secara cepat menghasilkan uang dan memberikan pendapatan bagi negara Belanda.

Ketentuan Pokok Sistem Tanam Paksa

Adapun ketentuan pokok dari sistem tanam paksa di Indonesia diatur dalam Lembaran Negara Belanda (Staatsblad) No 22 tahun 1834. Peraturan tersebut berbunyi:

  • Penduduk wajib menanami seperlima tanahnya dengan tanaman yang diwajibkan oleh pemerintah.
  • Tanah tersebut dibebaskan dari tuntutan pajak tanah.
  • Tanah akan dikerjakan selama seperlima tahun (66 hari dalam setahun)
  • Segala resiko penanaman ditanggung oleh pemerintah.
  • Hasil dari tanaman yang diwajibkan ini harus diangkut sendiri ke pabrik dan mendapat ganti rugi dari pemerintah.
  • Kelebihan dari hasil yang diwajibkan akan diganti sepenuhnya oleh pemerintah.
  • Waktu menaman tanaman wajib ini tidak boleh lebih lama dari pekerjaan menaman padi.
  • Bagi mereka yang tidak memiliki tanah akan diwajibkan bekerja di perkebunan milik pemerintah lebih dari 60 hari.

Tujuan Dibentuknya Sistem Tanam Paksa

Secara umum, tujuan utama dari diberlakukannya sistem tanam paksa oleh Belanda di Indonesia adalah untuk mengisi kas negara Belanda. Secara detail, berikut ini adalah beberapa tujuan-tujuan dibentuknya sistem tanam paksa ini di Indonesia:

  • Mengisi kas negara Belanda yang kosong
  • Membangun kembali infrastruktur di Belanda yang hancur karena peperangan
  • Menggalang dana untuk memperkuat tentara dan pemerintahan kolonial di Hindia Belanda dan Karibia
  • Membayar hutang-hutang yang dimiliki Belanda karena harus melawan pemberontakan para pejuang kemerdekaan Indonesia

Dapat kita tarik kesimpulan bahwa saat itu, Belanda sedang diambang kebangkrutan karena tertimpa banyak kemalangan yang bertubi-tubi. Untuk menghindari kebangkrutan, negara ini memaksa Indonesia sebagai salah satu daerah jajahannya untuk berkerja keras membayar hutangnya.

Hal ini dilakukan dengan cara memaksa rakyat Indonesia untuk menanam rempah dan komoditas ekspor lainnya. Kemudian, komoditas ini akan dikuasai oleh Belanda dengan skema monopoli, sehingga hanya mereka yang dapat membeli dan menjual kembali ke pasar Eropa.

Aturan-Aturan Tanam Paksa

Aturan dasar tanam paksa terdapat dalam Staatblad (lembaran negara) tahun 1834 No. 22 yang disahkan beberapa tahun setelah tanam paksa dilakukan. Terdapat beberapa aturan dalam lembaran tersebut yang antara lain adalah

Persetujuan-persetujuan akan diadakan dengan penduduk agar mereka menyediakan sebagian dari tanahnya untuk penanaman tanaman ekspor yang dapat dijual dipasaran Eropa. Tanah pertanian yang disediakan penduduk, tidak boleh melebihi seperlima dari tanah pertanian yang dimiliki penduduk desa. Pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tanaman tersebut tidak boleh melebihi pekerjaan untuk menanam tanaman padi. Tanah yang disediakan penduduk tersebut bebas dari pajak tanah. Hasil dari tanaman tersebut diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda; Jika harganya ditaksir melebihi pajak tanah yang harus dibayar rakyat, maka kelebihan itu diberikan kepada penduduk. Kegagalan panen yang bukan karena kesalahan petani, akan menjadi tanggungan pemerintah

Bagi yang tidak memiliki tanah, akan dipekerjakan pada perkebunan atau pabrik-pabrik milik pemerintah selama 65 hari setiap tahun.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA