Kenyataan yang terjadi globalisasi ekonomi lebih dikendalikan oleh negara-negara

Negara-negara berkembang kini berusaha mewujudkan sebuah tata dunia baru yang lebih baik. PM Thailand Abhisit Vejjajiva menyebutkan, tata dunia baru itu sebagai globalisasi baru, sebuah globalisasi yang lebih seimbang dan adil. Globalisasi selama ini lebih sebagai eksploitasi negara berkembang oleh negara maju.Globalisasi baru tidak saja memberikan kesempatan yang sama kepada setiap negara untuk mendapatkan pasar, melainkan juga perhatian yang memadai terhadap kepentingan nasional setiap negara. Globalisasi baru dibutuhkan untuk mencegah kebangkrutan negara berkembang akibat ganasnya gelombang globalisasi.Didorong oleh kemajuan teknologi informasi dan kebutuhan untuk mendapatkan pasar, gelombang globalisasi menjadi kenyataan yang tidak terbendungkan. Semua negara dilanda gelombang globalisasi dengan segala untung-ruginya. Salah satu dampak positif globalisasi adalah kesempatan yang sama bagi setiap negara untuk mendapatkan pasar. Tapi, dampak buruk globalisasi jauh lebih banyak. Karena kesempatan yang sama tidak bisa dimanfaatkan oleh setiap Negara akibat kemampuan yang tidak sama.Negara-negara maju lebih diuntungkan oleh globalisasi karena sumber daya manusia (SDM) mereka lebih unggul. Negara-negara maju unggul di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Tingkat pendidikan yang lebih bagus memungkinkan SDM Negara maju lebih kreatif dan inovatif. Dengan penguasaan iptek yang lebih baik, negara-negara maju mampu menghasilkan berbagai produk berkualitas tinggi dengan harga lebih murah. Dengan keahlian dan penguasaan iptek yang lebih tinggi, negara maju menguasai industri, perdagangan, dan jasa. Lewat lembaga dunia seperti World Trade Organization (WTO), Negara maju mendesak negara berkembang membuka pasar selebar-lebarnya, sama seperti mereka membuka lebar-lebar pintu bagi produk negara berkembang.Sepintas, kebijakan ini dianggap adil. Namun, dalam kenyataan, produk negara maju mendominasi pasar di negara berkembang. Yang mengalir dari negara berkembang ke Negara maju umumnya produk primer atau bahan mentah yang dibutuhkan Negara maju sebagai bahan baku industri. Indonesia termasuk Negara berkembang yang dirugikan gelombang globalisasi. Sumber daya alam Indonesia nyaris habis dikeruk. Para pemodal asing lebih tertarik masuk sektor pertambangan dan perkebunan dibanding sektor industri. Kondisi ini menyebabkan ekspor Indonesia didominasi oleh ekspor bahan mentah yang tidak memiliki nilai tambah.Produk primer itu diolah di negerinya untuk kemudian dipasarkan kembali ke Indonesia. Kenyataan ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia membayar jam kerja para pekerja negara lain. Indonesia hanya menjadi penghasil bahan baku murah dan penyedia tenaga kerja murah. Asing juga menguasai jasa keuangan. Mengincar jumlah penduduk Indonesia yang besar, kini di atas 240 juta, pemodal asing banyak membeli bank nasional. Bagaikan darah di tubuh manusia, uang berperan penting dalam perekonomian negara. Jika asing mendominasi perbankan nasional, berbagai program penting untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi dan penurunan angka kemiskinan akan terganggu. Selama ini, bank asing dan bank nasional yang sahamnya didominasi asing, lebih banyak membidik nasabah yang membutuhkan kredit konsumsi, bukan kredit investasi dan modal kerja. Investasi asing di Indonesia didominasi oleh sektor usaha yang padat modal dan teknologi. Hal ini tidak salah. Namun, akan jauh lebih bagus jika asing juga masuk sektor usaha yang padat karya dan industri pengolahan agar pertumbuhan ekonomi lebih inklusif. Mereka yang sudah masuk di bisnis sumber daya alam harus membangun industri pengolahan agar yang diekspor adalah barang jadi. Pengusaha pertambangan, misalnya, wajib membangun industri pengolahan hasil tambang.Globalisasi kini direspons dengan isu kepentingan nasional. Globalisasi yang merugikan kepentingan nasional ditentang di berbagai negara. Itu sebabnya, negara-negara yang merasa dirugikan oleh globalisasi membentuk kerja sama kawasan seperti Asean. Globalisasi yang didominasi Barat menyebabkan terjadinya globalisasi nilai-nilai Barat. Perkembangan ini tidak menguntungkan negara berkembang karena tidak semua nilai Barat cocok dengan negara berkembang. Jepang dan Korsel adalah dua contoh Negara Asia yang mampu mengembangkan nilai-nilai lokalnya sebagai spirit bisnis. RRT juga mulai mengembangkan nilai-nilai Kong Hucu untuk memperkuat etos kerja.

Pesan kuat dari World Economic Forum (WEF) on East Asia yang berakhir semalam adalah terwujudnya globalisasi baru. Globalilasi bukan eksploitasi negara berkembang oleh negara maju atau sebuah kolonialisme baru yang kejam. Globalisasi bukan pula pemaksaan nilai-nilai Barat kepada negara lain. Globalisasi harus memberikan kesempatan kepada negara berkembang untuk bertumbuh. Globalisasi tidak boleh mengabaikan kepentingan nasional masing-masing negara. Itulah globalisasi baru yang hendak diwujudkan. ***

Editor : Gora Kunjana ()

Jawaban:

  • negara bertindak sebagai pelaku serta pengatur kegiatan ekonomi.

Penjelasan:

  • Globalisasi ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang terjadi pada saat masuknya ilmu ekonomi ke dalam suatu negara.
  • Ilmu ini masuk ke ruang lingkup dunia tanpa mengenal dengan adanya batasan dalam suatu negara atau wilayah pada saat proses tersebut terjadi.

Bangalore adalah Silicon Valley versi India. Ia adalah tempat berbagai perusahaan teknologi berkarya. Salah satu perusahaan di Bangalore adalah Infosys Technologies Limited. Infosys menjajakan aneka jasa untuk perusahaan multinasional Amerika dan Eropa, mulai dari perawatan komputer hingga menjawab telepon pelanggan perusahaan-perusahaan tersebut dari seluruh dunia. Sama seperti Infosys, Mphasis juga melakukan hal yang sama. Mphasis, adalah perusahaan akunting yang di-outsource oleh perusahaan-perusahaan akuntan publik di Amerika. Infosys dan Mphasis pada dasarnya sama: mereka mengerjakan pekerjaan operan dari perusahaan Amerika Serikat. Oleh Friedman (2006), fenomena ini disebut globalisasi.

Globalisasi membuat lalu lintas sumber daya antar negara menjadi hal yang lumrah dan kemajuan teknologi membuat alokasi sumber daya lebih efisien. Berpindahnya produksi komoditas labor-intensive dari negara maju ke negara berkembang pada beberapa dekade terakhir mendukung pendapat Friedman. Perpindahan produksi ini secara tidak langsung meningkatkan perekonomian negara berkembang. Karena, perpindahan produksi berarti kenaikan lapangan pekerjaan yang tersedia dan juga naiknya pendapatan nasional. Perpindahan produksi juga seringkali membawa serta pengetahuan dari negara maju ke negara berkembang—yang selanjutnya meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan produktivitasnya. Produktivitas yang meningkat membuat pertumbuhan ekonomi meningkat.

Ditambah dengan keuntungan spesialisasi yang didasarkan atas keunggulan komparatif, globalisasi diyakini mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi—sehingga kita dapat menduga bahwa dampak globalisasi terhadap pertumbuhan ekonomi adalah positif. Dan karena pertumbuhan ekonomi umumnya mengurangi kemiskinan, maka kita juga dapat menduga dampak globalisasi terhadap kemiskinan adalah negatif. Namun, teori perdagangan pada umumnya mengatakan bahwa gains from trade umumnya tidak didistribusikan merata di antara kelompok masyarakat. Teori specific factor dan teori Heckscher-Ohlin misalnya, mengatakan bahwa pemilik faktor produksi yang secara spesifik atau secara intensif digunakan di sektor yang berkompetisi dengan produk impor akan merugi. Intinya, perdagangan merugikan sekelompok masyarakat tertentu dan menguntungkan kelompok masyarakat lainnya. Dari sini, sepertinya kita menduga bahwa globalisasi akan meningkatkan ketimpangan pendapatan.

Namun sesungguhnya globalisasi bukanlah sekedar urusan ekonomi atau perdagangan. Globalisasi memiliki wajah lain. Orang Indonesia bisa mengetahui apa yang terjadi di Korea Selatan, Tiongkok, dan Jepang pada saat ini juga. Budaya pop Korea dan Jepang dengan gampang tersaji melalui TV kabel dan internet; begitu juga dengan saluran radio internasional dapat kita dengarkan secara streaming. McDonald’s dan Ikea juga bisa dijumpai di banyak negara. Tak hanya itu. Globalisasi juga membuat hubungan antar negara menjadi kebutuhan sehingga semakin banyak negara-negara memiliki perwakilan diplomatik di seluruh dunia.

Konjunkturforschungsstelle (KOF) Swiss Economic Institute menyusun indeks globalisasi dari 23 variabel ekonomi, sosial, dan politik. Indeks globalisasi KOF ini memiliki skala 1 hingga 100, dimana semakin tinggi skalanya menunjukkan tingkat globalisasi yang semakin tinggi pula. Indeks globalisasi umum ini disusun dari indeks globlisasi ekonomi, indeks globalisasi sosial, dan indeks globalisasi politik, yang masing-masing memiliki bobot 36, 38 dan 26 persen.

Dari studi yang dilakukan oleh Syahraniah (2015) dengan sampel 9 negara ASEAN+3, yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, Kamboja, Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan pada periode 1980 hingga 2009 dengan OLS panel 5 tahunan, tidak menemukan bukti bahwa globalisasi umum dan globalisasi sosial berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Hanya globalisasi ekonomilah yang berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Bagaimana dengan dampak globalisasi terhadap kemiskinan? Seperti telah diduga dalam hipotesis di muka, karena globalisasi berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi berdampak negatif terhadap kemiskinan, maka dapat diduga bahwa globalisasi berdampak negatif terhadap kemiskinan. Studi Syahraniah (2015) menemukan bukti bahwa globalisasi secara umum dan globalisasi ekonomi menurunkan kemiskinan—namun tidak demikian halnya dengan globalisasi sosial.

Terkait ketimpangan pendapatan, studi Syahraniah (2015) menemukan bukti bahwa globalisasi secara umum, globalisasi ekonomi, dan globalisasi sosial semuanya memperburuk ketimpangan pendapatan. Globalisasi ekonomi berpengaruh lebih kuat terhadap ketimpangan pendapatan daripada globalisasi sosial. Dari hasil ini, pemerintah perlu melakukan kebijakan redistribusi pendapatan melalui pajak dan subsidi serta memperkuat belanja sosial untuk meningkatkan keterampilan khususnya bagi masyarakat yang bekerja di sektor yang berkompetisi dengan impor untuk mengurangi dampak negatif globalisasi terhadap beberapa kelompok masyarakat.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, kesimpulannya jelas. Negara-negara berkembang mestinya mendorong globalisasi ekonomi, dengan memperlancar perdagangan dan investasi antar negara serta mengurangi hambatan perdagangan. Namun, jangan berharap globalisasi equalize masyarakat di dalam suatu negara. The world is flat seperti kata Friedman itu adalah kesimpulan antar negara. Sedangkan di dalam suatu negara sendiri, it is uneven—persis seperti kata teori.

Referensi
Friedman, Thomas L. (2006). The World is Flat: A Brief History of the Twenty-First Century (2nd ed.). New York: Farrar, Straus, and Giroux.
Kaunder, Björn, and Niklas Potrafke. (2015). Globalization and Social Justice in OECD Countries. Review of World Economics, 151, 353-376.
Syahraniah, Nadia. (2015). Analisis Pengaruh Globalisasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Ketimpangan Pendapatan, dan Tingkat Kemiskinan: Studi Kasus di Negara ASEAN+3 Periode 1980-2009. Skripsi. Tidak dipublikasikan. FEB UGM.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA