Jelaskan dampak yang akan terjadi jika seseorang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi!!

Ilustrasi galau. (Foto: Xavier Sotomayor/Unsplash)

Tinggi rendahnya pencapaian seseorang dipengaruhi oleh motivasi berprestasi yang ada pada dirinya sendiri. Salah satu alasan mengapa ada remaja yang memilki nilai rendah di sekolah dipercaya bukan karena mereka bodoh, namun karena tidak tertarik atau termotivasi dengan pelajarannya.

Psikolog klinis sanatorium Dharmawangsa, Liza marielly berpendapat ada berbagai faktor penyebab mengapa remaja memiliki motivasi berprestasi rendah.

“Dalam teori psikologi tidak ada anak yang bodoh sebenarnya. Yang salah adalah pendekatannya, sehingga mereka jadi tidak termotivasi.” ucap Liza saat berbincang dengan kumparan (kumparan.com) Kamis (7/12)..

Pendekatan yang dimaksud Liza adalah cara mengajar guru di sekolah, guru harus kreatif dalam membuat metode belajar yang menarik bagi siswa.

Selain itu, penyebab tinggi rendahnya motivasi berprestasi pada remaja ada pada karakter si anak sendiri. “Karakter si anak juga berpengaruh pada motivasi berprestasi, ada anak yang gigih dan tekun dalam bekerja, namun ada anak yang sifatnya lebih malas dan anteng,” katanya.

Bersahabat sejak remaja baik bagi mental. (Foto: Thinkstock)

Di samping itu, ada remaja yang memang lebih suka pada satu bidang tertentu, sehingga mereka lebih memfokuskan diri pada satu bidang. Akibatnya, ada anak yang sangat jago dalam satu bidang, namun kurang pada hal yang lain.

Faktor lain yang ia sebut adalah pola asuh yang memiliki dampak pada motivasi remaja

“Pola asuh dan didikan orang tua sejak kecil juga berpengaruh, ada anak yang memang dididik untuk disiplin dalam mengerjakan sesuatu dan ada yang tidak,” ucap Liza.

Faktor terakhir yang ia sebutkan adalah situasi dan lingkungan di sekolah yang mungkin kurang kondusif dalam membentuk motivasi belajar siswa “Ada remaja yang pintar, namun karena bosan dengan suasana sekolah dan tugas-tugasnya, nilai mereka jadi turun,” katanya.

Liza mengatakan bila remaja terus dibiarkan bermalas-malasan akan memberikan dampak negatif bagi kedewasaan mereka kelak. “Mereka yang sejak kecil terbiasa malas-malasan dan santai, tidak akan terlatih untuk berjuang atau berkarya di masa tuanya,” ucap Liza.

Menurutnya permasalahan motivasi berprestasi pada remaja ini sebenarnya terletak pada cara guru di sekolah mendidik siswanya. Pola pengajaran, metode dan bahan ajar perlu dikaji kembali secara menyeluruh menyesuaikan dengan gaya remaja saat ini.

Oleh : Wahyudi

            Abstrak:Pencapaian prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain; kelengkapan sarana pembelajaran, perhatian orang tua, kebiasaan belajar, motivasi berprestasi. Dari beberapa studi yang dilakukan oleh peneliti dalam bidang pendidikan menemukan bahwa faktor motivasi berprestasi mempunyai kontribusi lebih besar dari faktor-faktor lainnya.  Karena itu, seorang guru perlu mengetahui kebutuhan siswanya untuk berprestasi, guru diharapkan dapat memanipulasi motivasi, atau memberikan tugas-tugas yang sesuai karakteristik masing-masing siswa.

            Kata kunci:  Kebutuhan berprestasi, motivasi berprestasi, teori motivasi

A. Pendahuluan

Tingkah laku seseorang didorong ke arah suatu tujuan tertentu karena adanya sutu kebutuhan. Kebutuhan dapat menyebabkan adanya dorongan internal yang menggerakkan seseorang melakukan suatu ke arah tercapainya tujuan. Tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya tingkah laku ke arah suatu tujuan tertentu disebut motivasi (Morgan, 1986). Hal senada dikemukakan oleh Wlodkowski (dalam Suciati, 1994) mendefinisikan motivasi sebagai suatu kondisi yang menyebabkanatau menimbulkan perilaku tertentu dan yang memberi arah dan ketahanan (persistence) pada tingkah laku tersebut. Tidak berbeda dengan dua pendapat di atas, Koontz, O’Donnell, dan Weihrich,  (1986) mengartikan motivasi sebagai suatu keadaan di dalam diri seseorang (inner state) yang mendorong, mengaktifkan, atau menggerakkan dan yang mengarahkan atau menyalurkan perilaku ke arah tujuan. Motivasi dipandang sebagai tenaga pendorong kegiatan seseorang, sedangkan faktor pendorong aktivitas seseorang dapat berasal dari dalam dan dari luar. Motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang disebut motivasi intrinsik. Sedangkan motivasi yang datangnya dari luar diri seseorang disebut motivasi ekstrinsik.

Dengan demikian motivasi merupakan keadaan batin seseorang yang mendorong dan mengarahkan perilaku ke arah tujuan. Seseorang akan termotivasi melakukan pekerjaan untuk mencapai sasaran yang dianggap lebih berharga, maka ia akan berusaha secara maksimal demi tercapainya tujuan yang diinginkan. Dalam konteks pendidikan di sekolah, maka siswa akan belajar di sekolah dengan tekun, mengerjakan tugas yang diberikan guru secara sungguh-sungguh, hadir di sekolah sebelum jam pelajaran dimulai, berdiskusi dengan teman-teman di kelas, memanfaatkan waktu luang untuk membaca buku diperpustakaan, dan berusaha memiliki buku yang dianjurkan oleh guru.

B. Teori-teori Motivasi

Teori dapat membimbing seseorang dalam menganalisis dan menyelesaikan persoalan. Dikemukakan oleh Winardi (1990), kekuatan terbesar sebuah teori terletak pada manfaatnya sebagai sebuah model umum untuk menghadapi aneka macam problema. Teori dapat mengatasi keraguan terhadap suatu penyelesaian masalah dan meyakinkan pada rencana tindakan yang akan dilaksanakan. Walaupun teori-teori tentang motivasi tidak dapat memberikan petunjuk bagaimana seorang harus berperilaku dalam situasi tertentu, namun teori merupakan petunjuk bagi langkah-langkah yang perlu dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan. Teori dapat menunjukkan proses yang paling mungkin memperoleh hasil yang diinginkan.       

Siswa sebagai individu akan belajar dengan baik kalau mereka mendapat motivasi yang tinggi dalam pelaksanaan tugasnya. Dengan demikian, motivasi belajar sebagai kondisi yang mempengaruhi, mengarahkan, dan memelihara perilaku siswa untuk penyelesaian tugas-tugas belajar yang diberikan guru. 

Maslow mendasarkan konsep hirarki  kebutuhan atas dasar dua prinsip. Pertama, kebutuhan-kebutuhan manusia dapat disusun dalam suatu hirarki dari kebutuhan terendah sampai yang tertinggi. Kedua, suatu kebutuhan yang telah terpuaskan menjadi motivator utama bagi perilaku berikutnya. Dalam teori ini, manusia akan terdorong untuk memenuhi kebutuhan yang paling kuat sesuai dengan keadaan dan pengalaman masing-masing mengikuti suatu hirarki. Terdapat lima tingkatan kebutuhan dalam diri seseorang mulai dari yang paling dasar sampai pada tingkatan tertinggi, yaitu kebutuhan jasmaniah (Psysiological), kebutuhan memperoleh rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan memperoleh harga diri, dan kebutuhan aktualisasi diri. Setelah kebutuhan pertama tercapai, kebutuhan yang lebih tinggi berikutnya akan menjadi kebutuhan utama, yaitu kebutuhan keamanan dan rasa aman (Safety and security). Kebutuhan ketiga akan muncul setelah kebutuhan terpenuhi. Proses ini berjalan terus sampai terpeunhinya kebutuhan aktualisasi diri (Self-Actualization). Akan tetapi seseorang akan merasa kecewa, tertekan, dan timbul konflik pada dirinya jika kebutuhannya tidak terpenuhi sehingga tidak bersemangat dalam belajar.

Realitas menunjukkan bahwa setiap individu mempunyai tingkat kebutuhan yang berbeda-beda sesuai dengan keadaan dan cita-citanya. Dikemukakan oleh Graves (Hersey dan Blanchard, 1986), manusia hidup pada tingkatan yang berbeda sesuai dengan kemampuan dalam mencapai kebutuhan. Orang pada tingkatan hidup tertentu memiliki perilaku dan nilai-nilai yang bercirikan sesuai dengan tingkatan hidupnya. Sebagaimana diungkapkan oleh Stoner dan Freeman (1992) bahwa Alderfer sepakat dengan Maslow dalam mengukur motivasi pekerja menurut hirarki kebutuhan. Namun demikian hirarki kebutuhan yang diusulkan hanya terdiri dari tiga peringkat kebutuhan yaitu: Pertama, kebutuhan eksistensi (existence needs) disingkat dengan huruf “E” mencakup seluruh bentuk hasrat material dan fisiologis dengan segala variasinya yaitu,  makanan, gaji, dan kondisi kerja. Kedua, kebutuhan hubungan (relatedness needs) diberi lambang huruf “R”  yaitu, kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain; rekan kerja, bawahan, atasan atau dengan keluarga dan masyarakat. Ketiga kebutuhan pertumbuhan (growth needs) disingkat dengan huruf “G” yaitu kebutuhan-kebutuhan yang mendorong seseorang untuk memiliki pengaruh yang kreatif dan produktif terhadap diri sendiri atau lingkungan. Tiga kebutuhan Aldelfer terdapat kesamaan dengan hirarki Maslow misalnya, kebutuhan eksistensi serupa dengan kebutuhan fisiologis dan keamanan dari Maslow, kebutuhan hubungan, serupa dengan kebutuhan sosial (afiliasi), dan kebutuhan pertumbuhan mirip dengan kebutuhan akan penghargaan dan aktualisasi diri. Kebutuhan untuk prestasi (n-Ach) ini bersifat intrinsik dan relatif stabil (Soekamto, 1994). McCleland (Handoko, 1992) menjelaskan bahwa, orang yang berorientasi pada prestasi mempunyai karakteristik-karakteristik sebagai berikut, (1) menyenangi situasi yang menuntut tanggung  jawab pribadi untuk pemecahan masalah, (2) cenderung mengambil resiko yang moderat dibanding dengan resiko rendah atau tinggi, dan (3) selalu mengharapkan balikan nyata dapat berupa saran dan kritikan terhadap kinerja yang telah dilakukan. Kebutuhan akan prestasi menurut Winardi (1990) terletak pada hirarki Maslow antara kebutuhan-kebutuhan penghargaan dan aktualisasi diri. Untuk menumbuhkan motivasi berprestasi yang lebih tinggi, maka perlu diciptakan suatu lingkungan yang kondusif sehingga dapat menyelesaikan pekerjaan secara baik.

Kebutuhan afiliasi (n-Aff) pada dasarnya identik dengan hirarki afiliasi Maslow. Orang merefleksikan keinginan untuk mempunyai hubungan-huungan yang harmonis, kooperatif, dan sikap persahabatan dengan pihal lain. Orang yang memiliki kebutuhan afiliasi tinggi, pada umumnya berhasil dalam pekerjaan yang memerlukan interaksi sosial tinggi terutama jenis-jenis pekerjaan yang memerlukan hubungan antar perorangan yang bersifat kritikal bagi hasil pekerjaan.

Kebutuhan akan kekuasaan (n-Pow) merupakan ekspresi dari keinginan seseorang individu untuk mengendalikan dan mempengaruhi pihak lain. Kebutuhan akan kekuasaan sangat dekat berhubungan dengan keinginan untuk mencapai suatu posisi kepemimpinan.

Selanjutnya ditampilkan perbedaan dan kesamaan empat teori motivasi yang dapat menjadi kajian dalam meningkatkan motivasi berprestasi siswa/warga belajar.

C. Motivasi Berprestasi  Siswa

            Siswa sebagai individu akan belajar dengan baik kalau mereka mendapat motivasi yang tinggi dalam belajarnya. Dengan demikian, motivasi sebagai kondisi yang mempengaruhi, mengarahkan, dan memelihara perilaku untuk penyelesaian tugas-tugas belajar di sekolah. Untuk membangkitkan motivasi berprestasi siswa perlu kondisi dan mengetahui faktor-faktor yang perlu diperhatikan.

          Pada dasarnya dalam diri setiap orang terdapat kebutuhan untuk melakukan perbuatan yang bertujuan memperoleh hasil yang sebaik-baiknya. Kebutuhanuntukmencapaihasilterbaik, oleh David McCleland (dalamSuciati, 1994) disebutkebutuhanuntukberprestasi (need for achievement). Hal inidisadaribahwasebagian orang mempunyaikualitastingkatanmotivasiberprestasitinggi, sebagian yang lain tidak, dengandemikiansetiapmanusiaberbedadalammotivasiberprestasi. Teorimotivasibeprestasi (Achievement motivation) dariMcClelandmengidentifikasitigajeniskebutuhandasaryaitu, kebutuhanberprestasi (n Ach), kebutuhanberafiliasi (n-Aff),dankebutuhanberkuasa (n Pow).

            Kebutuhan untuk berprestasi (n-Ach) ini bersifat intrinsik dan relatif stabil (Soekamto, 1994). Motivasi disini merupakan fungsi dari tiga variabel, yaitu (1) harapan untuk melakukan tugas dengan berhasil, (2) persepsi tentang nilai tugas dimaksud, (3) kebutuhan untuk keberhasilan atau sukses. Orang yang mempunyai ”n-Ach” tinggi ingin menyelesaikan tugas dan meningkatkan penampilan mereka, dan berorientasi kepada tugas dan masalah-masalah yang memberikan tantangan, di mana penampilan mereka dapat dinilai dan dibandingkan dengan suatu patokan/standar atau dibandingkan dengan orang lain. Orang dengan ”n-Ach” tinggi selalu memilih bekerja untuk tugas-tugas yang penuh tantangan, mereka tidak menyenangi tugas yang mudah dan tidak memberikan tantangan. Dengan demikian terlihat bahwa di dalam melaksanakan tugas mereka tidak bersifat untung-untungan, dan semua tujuan mereka adalah realistis. Apabila berhasil, maka mereka akan cenderung untuk meningkatkan aspirasinya sehingga dapat meningkat ke arah tugas-tugas yang lebih menantang.

            McCleland (Handoko, 1992) menjelaskan bahwa, orang yang berorientasi pada prestasi mempunyai karakteristik-karakteristik sebagai berikut, (1) menyenangi situasi yang menuntut tanggung  jawab pribadi untuk pemecahan masalah, (2) cenderung mengambil resiko yang moderat dibanding dengan resiko rendah atau tinggi, dan (3) selalu mengharapkan balikan nyata dapat berupa saran dan kritikan terhadap kinerja yang telah dilakukan. Untuk menumbuhkan motivasi berprestasi yang lebih tinggi, maka perlu diciptakan suatu lingkungan yang kondusif sehingga seseorang dapat menyelesaikan pekerjaan secara baik.

            Beberapa penelitian tentang prestasi belajar siswa menunjukkan bahwa motivasi sebagai faktor yang banyak berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar siswa. Tokoh-tokoh pendidikan yang bernama Mc Clelland (1985), Bandura (1977), Blomm (1980) melakukan berbagai penelitian tentang motivasi dalam belajar, dan menemukan hasil yang menarik. Sebagai contoh, dalam studi yang dilakukan Fyans dan Maehr (1987) diantara 3 faktor, yaitu: latar belakang keluarga, kondisi//konteks sekolah dan motivasi, faktor yang terakhir merupakan prediktor yang paling baik untuk prestasi belajar. Studi yang dilakukan Suciati (1990) menyimpulkan bahwa kontribusi motivasi sebesar 36 persen, sedangkan Mc Clelland menunjukkan bahwa motivasi berprestasi (achievement motivation) mempunyai kontribusi sampai 64 persen terhadap prestasi belajar.

            Seorang guru perlu mengetahui sejauh mana kebutuhan siswanya untuk berprestasi, guru diharapkan dapat memanipulasi motivasi, atau memberikan tugas-tugas yang sesuai untuk masing-masing siswa.

            Kebutuhan afiliasi (n-Aff) pada dasarnya identik dengan kebutuhan afiliasi Maslow. Orang merefleksikan keinginan untuk mempunyai hubungan-huungan yang harmonis, kooperatif, dan sikap persahabatan dengan pihal lain. Orang yang memiliki kebutuhan afiliasi tinggi, pada umumnya berhasil dalam pekerjaan yang memerlukan interaksi sosial tinggi terutama jenis-jenis pekerjaan yang memerlukan hubungan antar perorangan yang bersifat kritikal bagi hasil pekerjaan.

            Kebutuhan akan kekuasaan (n-Pow) merupakan ekspresi dari keinginan seseorang individu untuk mengendalikan dan mempengaruhi pihak lain. Kebutuhan akan kekuasaan sangat dekat berhubungan dengan keinginan untuk mencapai suatu posisi kepemimpinan.

D. Penutup

Seseorang siswa yang sedang melaksanakan kegiatan belajar, dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi proses belajar antara lain; kemampuan siswa, motivasi, perhatian, persepsi, ingatan, retensi, dan transfer. Dengan demikian motivasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses belajar siswa, karena motivasi merupakan keadaan batin seseorang yang mendorong dan mengarahkan perilaku ke arah tujuan. Seseorang akan termotivasi belajar untuk mencapai sasaran yang dianggap lebih berharga, maka ia akan berusaha secara maksimal demi tercapainya tujuan yang diinginkan.

Untuk membangkitkan motivasi berprestasi siswa perlu kondisi yang memungkinkan untuk melakukan aktivitas belajar denganpenuh semangat dan antusias secara terus menerus menambah wawasan dan pengetahuan, baik yang secara langsung berkaitan dengan kepentingan dirinya maupun untuk orang lain.

Makna belajar, akhir-akhir ini tidak hanya berlandaskan satu aliran tertentu misalnya aliran tingkah laku, aliran kognitif, aliran humanis, atau teori sibernetik akan tetapi lebih bersifat konvergensi (gabungan). belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang, perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuan, pemahaman, sikap, dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar. Dari beberapa pendapat mengenai pengertian belajar diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan dengan cara mengolah bahan belajar sehingga terjadi peningkatan pengetahuan, sikap, dan keterampilan pada diri seseorang yang belajar.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA