Hal apa yang menyebabkan pengembangan dan implementasi program mbo sulit dilakukan

Ada dua pendekatan utama yang dapat digunakan organisasi untuk mencapai sasarannya. Pendekatan pertama disebut pendekatan tradisional. Pada pendekatan ini, manajer puncak memberikan sasaran-sasaran umum, yang kemudian diturunkan oleh bawahannya menjadi sub-tujuan (subgoals) yang lebih terperinci. Bawahannya itu kemudian menurunkannya lagi kepada anak buahnya, dan terus hingga mencapai tingkat paling bawah. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa manajer puncak adalah orang yang tahu segalanya karena mereka telah melihat gambaran besar perusahaan. Kesulitan utama terjadi pada proses penerjemahan sasaran atasan oleh bawahan. Seringkali, atasan memberikan sasaran yang cakupannya terlalu luas seperti “tingkatkan kinerja,” “naikkan profit,” atau “kembangkan perusahaan,” sehingga bawahan kesulitan menerjemahkan sasaran ini dan akhirnya salah mengintepretasi maksud sasaran itu.

Pendekatan kedua disebut dengan management by objective (MBO). Pada pendekatan ini, sasaran dan tujuan organisasi tidak ditentukan oleh manajer puncak saja, tetapi juga oleh karyawan. Manajer dan karyawan bersama-sama membuat sasaran-sasaran yang ingin mereka capai. Dengan begini, karyawan akan merasa dihargai sehingga produktivitas mereka akan meningkat. Nah, pada postingan saya kali ini saya akan memaparkan penjelasan tentang manajemen by objectives.

Pengertian MBO (Management By Objectives) dan Penerapannya dalam Organisasi

Management By Objectives atau sering disingkat dengan MBO adalah pendekatan sistematis dan terorganisir yang menekankan pada pencapaian sasaran organisasi. Dalam jangka panjang, penerapan MBO ini memungkinkan manajemen untuk mengubah pola pikir organisasi menjadi lebih berorientasi pada hasil.

Konsep Manajemen by Objective (MBO) atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan “Manajemen berdasarkan Objektif” ini pertama kali dikemukakan oleh Peter Drucker dalam bukunya yang berjudul “The Practice of Management” pada tahun 1954. Menurut Peter Drucker, Tujuan Organisasi yang ditetapkan harus melalui proses persetujuan antara Manajemen dan Karyawannya, bukan dipaksakan dari atas. Cara demikian akan lebih efektif dalam mendelegasikan otoritas pada sebuah organisasi besar sehingga semua karyawan memahami dan turut berkomitmen untuk pencapaian sasaran Organisasi tersebut. Sasaran-sasaran dalam organisasi dibuat secara bertingkat mulai dari Sasaran Organisasi keseluruhan, sasaran divisi, sasaran departemental hingga sasara individu karyawan itu sendiri.

Perlu diketahui bahwa MBO merupakan pendekatan Manajemen yang berfokus pada hasil, bukan pada kegiatan atau proses pelaksanaannya. Tugas-tugas yang telah didelegasikan tidak memiliki Roadmap (Peta Jalan) atau “cara” yang tetap dalam pelaksanaanya. Pelaksanaannya dilakukan berdasarkan perkembangan situasi dan bersifat dinamis.

Untuk mengidentikasikan dan menetapkan Tujuan organisasinya, Top Manajemen organisasi biasanya menggunakan Teknik penetapan Tujuan/Sasaran seperti Metode SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant dan Time-Specific) ataupun GQM (Goal, Question dan Metrics).

MBO dapat diterapkan pada berbagai bidang usaha, diantaranya seperti Produksi, Pelayanan, Pemasaran, Penelitian dan Pengembangan, Kesehatan, Sistem Informasi serta bidang-bidang usaha Finansial.

Keuntungan Penerapan MBO

Prinsip utama MBO adalah kejelasan tanggung jawab dan peran karyawan-karyawan dalam organisasi sehingga mereka mengerti dengan jelas aktifitas-aktifitas yang harus dilakukannya untuk mencapai tujuan organisasi. Beberapa keuntungan yang didapat dari penerapan MBO ini adalah sebagai berikut :

1. Meningkatnya Motivasi Kerja, melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan tentang tujuan organisasi akan meningkatkan komitmen dan kepuasan kerja bagi karyawan yang bersangkutan.

2. Adanya Koordinasi dan Komunikasi yang lebih baik, Interaksi dalam menetapkan Tujuan Organisasi dapat menjaga hubungan baik dan keharmonisan antara Manajemen dan Karyawannya.

3. Kejelasan Tujuan Organisasi

4. Karyawan atau bawahan memiliki komitmen tinggi terhadap sasaran yang mereka tetapkan sendiri daripada sasaran/tujuan yang dipaksakan dari orang lain.

Kelemahan Penerapan MBO

MBO, tentu saja tidak menyelesaikan semua masalah organisasi. Penilaian dari para bawahan merupakan bidang yang sangat sulit karena hal ini menyangkut status, gaji, dan kenaikan pangkat. Bahkan dalam program MBO yang paling baik pun, proses pengkajian kembali mungkin dapat menyebabkan ketegangan dan kebencian. Tidak semua prestasi dapat dikuantifikasikan atau diukur. Bahkan bila apa yang akan dicapai dapat diukur, misalnya jumlah penjualan total di daerah bawahan tersebut mungkin tidak bertanggung jawab untuk hal tersebut. Misalnya, penjualan mungkin menurun walaupun bawahan telah berusaha dengan sebaik-baiknya disebabkan oleh langkah dari para pesaing yang tidak diperkirakan sebelumnya. Perubahan-perubahan yang diinginkan oleh MBO dalam perilaku para manajer mungkin juga menimbulkan masalah. Dalam MBO, penekanan diubah dari menilai para bawahan menjadi membantu mereka. Ini merupakan perubahan yang sulit dilakukan oleh para manajer.

Ada dua kategori kelemahan yang khas bagi organisasi yang mempunyai program MBO. Dalam kategori pertama adalah kelemahan yang melekat (inherent) dalam proses MBO. Ini membutuhkan banyak waktu dan upaya dalam mempelajari penggunaan teknik MBO dengan tepat serta pekerjaan tulis-menulis yang biasanya diperlukan. Dalam kategori kedua ada kelemahan yang secara teoritis tidak perlu, tetapi yang tampaknya sering berkembang bahkan dalam program-program MBO yang dilaksanakan dengan tepat.
Kategori yang kedua meliputi beberapa masalah penting yang harus dikendalikan bila program itu tidak berhasil, yaitu:

A. Gaya dan Dukungan Pimpinan
Bila para manajer puncak lebih menyukai pendekatan yang otoriter dan pengambilan keputusan yang terpusat, maka mereka akan memerlukan pendidikan kembali secara serius sebelum dapat melaksanakan program MBO.

B. Adaptasi dan Perubahan
MBO mungkin memerlukan banyak perubahan dalam struktur organisasi, pola wewenang dan prosedur pengendalian. Para manajer harus mendukung perubahan-perubahan ini. Mereka yang berperan serta hanya karena terpaksa untuk mendukung organisasi itu akan dengan mudah menyebabkan kegagalan program tersebut.

C. Kecakapan Hubungan Antarpribadi (Interpersonal Skill)
Penetapan tujuan dan proses pengkajian kembali oleh manajer dan bawahan memerlukan tingkat kecakapan yang tinggi dalam hubungan antarpribadi. Banyak manajer yang tidak mempunyai pengalaman sebelumnya atau kemampuan yang lazim dalam bidang ini. Pendidikan dalam pembibingan dan wawancara mungkin diperlukan

D. Uraian Tugas (Job Description)
Penggunaan daftar khusus dari tujuan dan tanggung jawab individu adalah sulit dan menghabiskan waktu. Di samping itu uraian tugas harus dikaji kembali dan direvisi karena keadaan dalam organisasi berubah. Hal ini terutama penting selama taraf pelaksanaan, bila dampak dari sistem MBO sendiri dapat menyebabkan perubahan dalam tugas dan tanggung jawab pada tiap tingkat.

E. Penetapan dan Pengkoordinasian Tujuan
Penyusunan sasaran yang penuh tantangan tetapi realistis sering merupakan sumber kekacauan bagi para manajer. Mungkin terdapat kesulitan dalam membuat tujuan itu dapat diukur, dalam menemukan jalur yang baik antara sasaran yang terlalu mudah dan tidak mungkin dalam melukiskan tujuan secara jelas dan tepat. Tambahan pula, mungkin sulit mengkoordinasikan seluruh tujuan organisasi dengan kebutuhan pribadi dan tujuan-tujuan individu.

F. Pengendalian terhadap metode pencapaian sasaran
Frustasi yang mendalam bisa terjadi bila usaha seorang manajer untuk mencapai sasaran tergantung kepada pencapaian usaha-usaha lain dalam organisasi. Misalnya, manajer bagian produksi tidak diharapkan akan mencapai sasaran merakit 100 unit per hari bila bagiannya diberi suku cadang hanya untuk 90 unit. Penetapan sasaran kelompok dan keluwesan diperlukan untuk menyelesaikan persoalan macam ini.

G. Konflik Antara Kreativitas dan MBO
Mengutamakan prestasi, peningkatan dan kepuasan pada pencapaian sasaran mungkin tidak akan produktif bila cenderung menghambat inovasi. Bila para manajer gagal untuk mencoba sesuatu yang baru dan mungkin mengandung risiko karena tenaga mereka dicurahkan pada tujuan-tujuan MBO tertentu, beberapa kesempatan mungkin akan hilang. Untuk menghindari bahaya ini, Odiorne mengusulkan agar kesepakatan terhadap inovasi dan perubahan harus merupakan bagian dari proses penetapan sasaran

Langkah-Langkah Penerapan MBO
Berikut ini adalah beberapa langkah penting yang harus dilakukan dalam menerapkan MBO :

1. Menentukan Sasaran dan Tujuan Utama Organisasi 2. Menentukan Sasaran dan Tujuan untuk masing-masing karyawan atau departemen 3. Memantau perkembangan pelaksanaan dan kinerja kerja karyawan 4. Mengevaluasi Kinerja 5. Memberikan umpan balik (Feedback)

6. Memberikan Penghargaan kepada karyawan atau departemen yang mencapai Sasaran yang ditetapkan tersebut.

You're Reading a Free Preview
Pages 8 to 13 are not shown in this preview.

You're Reading a Free Preview
Pages 18 to 27 are not shown in this preview.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA