Dampak yang dirasakan konsumen atas kenaikan harga barang-barang kebutuhan di pasar adalah

Yogyakarta (ANTARA News) - Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari tentu tidak dapat lepas dari bahan kebutuhan pokok, bahkan dapat dikatakan hidupnya tergantung dari terpenuhinya kebutuhan pokok tersebut. Hal itu wajar karena dalam kehidupan sehari-hari masyarakat perlu mengonsumsi bahan kebutuhan pokok untuk memenuhi asupan gizi bagi tubuh, seperti protein, karbohidrat, mineral, dan kalsium. Asupan itu bermanfaat bagi tubuh agar tetap dalam kondisi tidak kekurangan gizi. Untuk memenuhi kebutuhan pokok tersebut selain persediaan juga dipengaruhi faktor harga, yang berkaitan dengan daya beli masyarakat. Ketika harga kebutuhan pokok itu naik cukup tinggi, sebagian besar warga pasti mengeluh, karena akan menambah beban anggaran rumah tangga sehari-hari. Kondisi itu juga akan menyedot anggaran untuk kebutuhan lain. Untuk menyikapi kenaikan harga kebutuhan pokok, warga terpaksa melakukan langkah terobosan agar tetap dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Langkah itu di antaranya memperketat pengeluaran untuk kebutuhan lain dan mengurangi porsi belanja. Warga Miliran Yogyakarta Endang Herdiyati (51) mengeluh akibat kenaikan harga sejumlah bahan kebutuhan pokok, dirinya sekarang kesulitan mengatur ekonomi rumah tangganya. Apalagi, saat ini bertepatan dengan tahun ajaran baru yang membutuhkan banyak biaya bagi keperluan sekolah anaknya. "Semua bahan kebutuhan pokok naik mulai dari beras, daging sampai bawang merah. Oleh karena itu, saya harus memperketat pengeluaran anggaran," katanya. Menurut dia, jika sebelum ada kenaikan harga bahan kebutuhan pokok, keluarga bisa mengonsumsi satu kilogram daging ayam dalam sepekan, sekarang hanya bisa membeli setengah kilogram. "Itulah salah satu upaya saya menyikapi kenaikan harga kebutuhan pokok agar keluarga masih tetap dapat mengonsumsi daging ayam," katanya. Warga Umbulharjo Yogyakarta Rusmiyati (46) juga mengatakan kenaikan harga sejumlah bahan kebutuhan pokok sangat memberatkan karena terjadi menjelang bulan puasa. "Biasanya satu bulan sebelum puasa saya membeli banyak bahan kebutuhan pokok untuk persediaan, karena konsumsi di bulan puasa pasti meningkat. Namun, sekarang tidak bisa lagi," katanya. Kenaikan harga berbagai bahan kebutuhan pokok itu juga mempengaruhi asupan gizi keluarganya. "Sekarang saya jarang membeli buah karena uang telah habis untuk membeli kebutuhan lain yang lebih penting seperti beras, gula, dan minyak goreng," katanya. Masih Tinggi Masyarakat pantas mengeluh karena harga sejumlah bahan kebutuhan pokok di beberapa pasar tradisional Kota Yogyakarta pada pertengahan Juli 2010 masih tetap tinggi, seperti beras, gula pasir, daging ayam, dan telur ayam. "Harga telur ayam ras masih Rp14.000 per kilogram. Harga tersebut sudah bertahan selama lebih dari dua pekan," kata pedagang bahan kebutuhan pokok di Pasar Sentul Yogyakarta Purwanto. Selain telur ayam ras, kenaikan harga bahan kebutuhan pokok juga terjadi pada komoditas gula pasir baik gula pasir lokal maupun impor. Harga gula pasir lokal dan impor sekarang sama, yakni Rp10.000 per kilogram. Menurut dia, pada awal Juli, harga gula pasir lokal adalah Rp8.500 per kilogram, sedangkan gula pasir impor dijual dengan harga Rp9.000 per kilogram. Komoditas beras juga mengalami kenaikan dibanding awal pekan lalu, rata-rata Rp100 per kilogram. Beras jenis C4 super dijual dengan harga Rp5.600 per kilogram, sedangkan beras kualitas premium seperti mentik super dijual Rp7.600 per kilogram. "Satu-satunya komoditas dengan harga yang masih cukup stabil adalah minyak goreng curah barco dan sawit. Harga minyak goreng curah barco dijual Rp10.000 per kilogram, sedangkan minyak goreng curah sawit dijual Rp8.500 per kilogram," katanya. Hal yang sama juga dikemukakan pedagang bahan kebutuhan pokok di Pasar Beringharjo Yogyakarta Heni Purwanti. Ia mengatakan, harga sejumlah komoditas bahan kebutuhan pokok seperti telur ayam ras, beras, dan gula pasir masih tetap tinggi. Telur ayam ras dijual seharga Rp14.000 per kilogram, beras C4 super Rp5.500 per kilogram, mentik Rp7.000 per kilogram, dan IR 64 Rp6.500 per kilogram, gula pasir dijual seharga Rp10.000 per kilogram, baik lokal maupun impor. Berdasarkan data dari Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Pertanian (Disperindagkoptan) Kota Yogyakarta harga bahan kebutuhan pokok sudah mengalami kecenderungan peningkatan sejak awal Juni 2010. "Peningkatan terbesar terjadi pada komoditas telur ayam ras dari Rp11.750 per kilogram menjadi Rp14.000 per kilogram," kata Kepala Seksi Bimbingan Usaha Perdagangan Disperindagkoptan Kota Yogyakarta Prabaningtyas. Kenaikan harga juga terjadi pada komoditas beras, seperti IR 64 dari Rp6.250 per kilogram menjadi Rp6.500 per kilogram dan mentik super dari Rp6.625 per kilogram menjadi Rp7.000 per kilogram. "Kenaikan harga bahan kebutuhan pokok diperkirakan masih akan terus berlangsung selama puasa hingga lebaran, karena permintaan dari masyarakat masih akan tetap tinggi," katanya. Namun demikian, masyarakat diimbau untuk tidak perlu khawatir terhadap kenaikan harga sejumlah barang kebutuhan pokok, karena kenaikan itu masih dalam ambang batas kewajaran.

"Kenaikan harga akan dikendalikan melalui koordinasi dengan dinas-dinas terkait yang menangani komoditas tersebut," katanya. (B015/K004)

Oleh Oleh Bambang Sutopo HadiEditor: Kunto Wibisono

COPYRIGHT © ANTARA 2010

Terkait

Baca juga

05 Aug 2022, 16:54 WIB - Oleh: Indra Gunawan

Eusebio Chysnamurti Pedagang cabai melayani pembeli di salah satu pasar di Jakarta, Rabu (6/7/2022). Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA — Fluktuasi harga pangan dan kebutuhan pokok berimbas langsung pada aktivitas perdagangan di pasar tradisional. Lonjakan harga bahan pokok menurunkan daya beli masyarakat sehingga berpengaruh terhadap pendapatan pedagang pasar.

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Telisa Aulia Falianty mengatakan penurunan daya beli akibat kenaikan harga yang terjadi saat ini mempengaruhi omzet pedagang di pasar tradisional.

“Penurunan daya beli tentu mempengaruhi omzet pedagang. Tidak hanya itu, isu pengenaan PPN 11 persen pada sembako juga sempat menjadi sentimen negatif, ditambah lagi daya beli masyarakat yang belum terlalu pulih pasca pandemi,” kata Telisa, Jumat (5/8/2022).

Kenaikan harga pangan saat ini didorong oleh lonjakan harga berbagai komoditas yang menjadi bahan baku utamanya. Kenaikan harga ini menyulitkan konsumen sehingga mereka mengurangi pembelian.


Kenaikan harga pangan dan barang pokok ini juga berkontribusi terhadap kenaikan inflasi di luar situasi global yang tidak stabil dalam beberapa bulan terakhir.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Juni 2022 terjadi inflasi sebesar 4,35 persen (year-on-year) dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 111,09.

Inflasi ini terjadi utamanya karena adanya kenaikan harga dengan kontribusi terbesar berasal dari indeks kelompok makanan, minuman, dan tembakau, yakni sebesar 1,77 persen. Adapun seluruh indeks kelompok pengeluaran lainnya berkontribusi rata-rata di bawah satu persen.


Menurut Telisa, dampak kenaikan harga kebutuhan pokok dirasakan oleh berbagai pihak baik pelaku di pasar modern maupun pasar tradisional, khususnya masyarakat menengah ke bawah.

"Pemerintah telah menggelontorkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk menjaga daya beli masyarakat. Namun selain itu, upah riil juga perlu terus dijaga agar geliat di pasar tetap muncul dan dapat menopang ekonomi masyarakat dengan baik," ujar Chief Economist BRI Danareksa Sekuritas itu.

Telisa mengatakan untuk mengatasi situasi ekonomi pasar yang tidak stabil perlu adanya sinergi baik dari pemerintah pusat dan daerah, terlebih dalam perluasan dan peningkatan program revitalisasi pasar.

“Selain itu pemerintah juga dapat memberikan subsidi agar terjadi peningkatan kualitas produk di pasar, sehingga masyarakat juga dapat berbelanja dengan nyaman,” katanya.

Dia juga menyarankan program digitalisasi pasar agar pasar tradisional dapat beradaptasi dengan zaman.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Mujiburrohman juga mengungkapkan bahwa pedagang pasar masih belum sepenuhnya pulih dari keterpurukan akibat pandemi Covid-19.

“Banyak pedagang pasar yang mengeluh omzetnya menurun. Oleh karena itu, saya berharap bahwa daya beli masyarakat akan cepat pulih,” katanya.

Mujiburrohman menjelaskan dampak nyata dari kerugian yang dirasakan oleh pedagang pasar adalah adanya kesulitan untuk membayar biaya operasional karena kenaikan harga, utamanya harga barang-barang yang menjadi sumber pendapatan tetinggi dan perputaran uang terbanyak bagi para pedagang pasar, dan penurunan omzet penjualan. Banyak pedagang pasar yang mengeluhkan ke dirinya atas hal tersebut dan berharap bahwa situasi dan kondisi akan segera membaik.

"Pedagang pasar belum punya alternatif lain untuk mengatasi permasalahan omzet. Semua kembali ke pemerintah yang harus menjadi agregator untuk memfasilitasi pedagang pasar melalui kebijakan yang sesuai agar kondisi ekonomi pedagang pasar bisa kembali pulih," ujar Mujiburrohman.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini : harga bahan pokok, harga pangan, pedagang pasar

Simak Video Pilihan di Bawah Ini :

Editor: Fitri Sartina Dewi

Baru-baru ini, pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) non-subsidi Pertamax menjadi Rp 12.500 hingga Rp 13.000 per liter. Sebelumnya, Pertamax dibanderol Rp 9.000 sampai Rp 9.400 per liter.

Sayangnya, kebijakan untuk menaikkan harga Pertamax ini dilakukan saat masyarakat tengah tercekik oleh kenaikan harga pangan, karena gangguan pada faktor produksi dan naiknya permintaan jelang bulan Ramadan. Sejumlah komoditas pangan tercatat mengalami kenaikan, seperti minyak goreng, daging sapi, telur, dan gula.

Tidak hanya itu, pemerintah juga baru saja menerapkan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPn) dari 10% menjadi 11%. Bisa jadi kemungkinan, pengusaha akan menaikkan harga barang sebagai imbas dari kenaikan pajak.

Situasi ini membuat masyarakat terjepit. Belum lagi, masyarakat masih bergulat dengan kondisi ekonomi akibat pandemi.

Join 175,000 people who subscribe to free evidence-based news.

Terkait hal ini, sejumlah pakar membagikan pendapat mereka kepada The Conversation Indonesia mengenai efek yang mungkin timbul akibat kenaikan harga pangan, BBM dan PPn.

Kira-kira, apa saja dampak yang akan timbul dari kenaikan harga barang-barang ini?

Pertama, dampak kenaikan Pertamax dan harga pangan akan menurunkan daya beli masyarakat, terutama pada masyarakat menengah yang tinggal di daerah. Konsumen yang tergolong ekonomi menengah harus menyusun kembali rencana keuangannya.

“Penghasilannya yang seharusnya digunakan untuk membeli kebutuhan pokok seperti beras, sayur dan lauk pauk, terpaksa kembali diperhitungkan. Untuk alokasi kepada bahan bakar kendaraannya, misalnya” ujar Nuri Resti Chayyani dari The Indonesian Institute.

Kedua, ada potensi bahwa dengan naiknya harga Pertamax, subsidi yang diberikan menjadi salah sasaran. Masyarakat ekonomi menengah kemungkinan besar akan melakukan migrasi ke BBM bersubsidi seperti Pertalite.

Naiknya harga Pertamax membuat sebagian masyarakat beralih ke Pertalite yang masih dibanderol di harga Rp7.650 per liter. Maka itu tak heran, antrean kendaraan panjang mengular di stasiun Pertalite di sejumlah pom bensin. Bahkan, Pertalite sempat langka dari peredaran.

“Disparitas harga yang tinggi akan memicu masyarakat yang sebetulnya bukan target subsidi, beralih ke Pertalite. Kesenjangan tersebut akan membuat kebocoran, kelangkaan dan permintaan yang berlebihan,” ujar Fithra Faisal Hastiadi, ekonom Universitas Indonesia.

“Pada akhirnya, yang terbebani adalah pemerintah karenan harus menombok kerugian yang dialami Pertamina.”

Pemilik Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) memasang informasi tentang Pertalite stok habis di Kendari, Sulawesi Tenggara, Minggu (3/4/2022). Sejumlah SPBU di Kendari mengalami kelangkaan BBM jenis Pertalite sejak sepakan terakhir. ANTARA FOTO/Jojon/YU

Senada, Mohamad D. Revindo dari Universitas Indonesia mengatakan bahwa selisih harga Pertamax dan Pertalite dapat mendorong migrasi konsumen kelas menengah-atas ke Pertalite, yang justru dapat membuat beban subsidi membengkak atau bahkan terjadi kelangkaan Pertalite di pom bensin.

Ketiga, konsumsi rumah tangga akan tergerus sehingga mengurangi pembelian barang lainnya.

“Kalau daya beli turun maka yang kena seluruh output (keluaran) ekonomi, termasuk pengusaha juga terdampak. Bisa sebabkan PHK (pemutusan hubungan kerja) di berbagai sektor,” jelas Bhima Yudhistira Adhinegara, direktu Center of Economic and Law Studies (CELIOS).

Bhima mengatakan, dengan kondisi indeks keyakinan konsumen yang belum pulih akibat pandemi, kenaikan harga akan semakin menggencet masyarakat. Indek keyakinan konsumen adalah indeks yang mencerminkan keyakinan masyarakat Indonesia mengenai kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi konsumen dalam periode yang akan datang.

Perlu menjadi catatan, konsumsi masyarakat menjadi indikator yang penting dalam pertumbuhan ekonomi. Sebabnya, konsumsi masyarakat menjamin roda ekonomi dalam suatu negara terus berputar,

Keempat, inflasi akan meroket, stagflasi mungkin terjadi.

Baik Abdul maupun Fithra, yang merasa kenaikan harga Pertamax adalah suatu keharusan, mengakui bahwa kebijakan ini sangatlah dilematis dan membawa dampak yang memberatkan rakyat dan negara, utamanya karena inflasi.

“Dampak kenaikan harga ini terekam lewat inflasi dan perlambatan pertumbuhan ekonomi. Pemulihan ekonomi akan terhambat,” terang Abdul.

Abdul menambahkan, kenaikan inflasi dapat menyebabkan daya beli semakin menurun sehingga ekonomi masyarakat semakin terpuruk.

Menurut Fithra, jika inflasi tidak dikendalikan, bisa jadi kondisi ini akan mengarah ke stagflasi. Stagflasi menggambarkan lambatnya pertumbuhan ekonomi dibarengi dengan tingginya inflasi dan angka pengangguran.

Kelima, kenaikan suku bunga dapat mempengaruhi kondisi keuangan masyarakat menengah.

Bukan tidak mungkin, Bank Indonesia akan menaikkan suku bunga untuk mengurangi peredaran uang di masyarakat dan menekan laju inflasi.

Sayangnya, menurut Bhima, kondisi saat ini membuat kenaikan suku bunga menjadi lingkaran setan baru. Kenaikan suku bunga akan membuat masyarakat yang tengah menyicil rumah dengan bunga mengambang, misalnya, kesulitan untuk melakukan pembayaran bulanan.

Apa yang bisa dilakukan?

Terkait mitigasi dampak kenaikan harga pertamax, Fithra menyarankan pemerintah untuk mengurangi kesenjangan harga antara Pertalite dan Pertamax dengan pelan-pelan mengurangi subsidi untuk Pertalite.

Selisih harga yang tinggi membuat mereka yang sebetulnya mampu ikut tergiur menggunakan Pertalite. Penyesuaian harga perlu dilakukan demi menjaga pasokan BBM subsidi dan mencegah membengkaknya harga yang harus dibayarkan pemerintah lewat APBN.

Fithra menegaskan, pemerintah harus mengubah mekanisme subsidi yang sebelumnya berfokus pada produk menjadi skema yang berfokus pada masyarakat rentan. Hal ini misalnya bisa dilakukan lewat pemberian bantuan tunai sebagai solusi sementara untuk menghadapi kenaikan harga BBM dan harga pangan.

Dalam jangka panjang, pemerintah dapat menggunakan momentum ini untuk mengembangkan energi baru dan terbarukan dan mengurangi ketergantungan terhadap impor minyak.

Sementara, Bhima berpendapat bahwa pemerintah harus menata ulang prioritasnya dalam menghadapi inflasi dan penurunan daya beli masyarakat.

Pemerintah tengah mendapat durian runtuh dari meningkatnya harga sejumlah komoditas ekspor seperti minyak kelapa sawit dan batu bara. Selain itu, pemerintah juga harus memikirkan ulang proyek-proyek yang sebetulnya tidak mendesak, seperti pembangunan ibu kota negara baru di Kalimantan Timur. Hal ini, menurut Bhima, bisa disalurkan untuk membantu masyarakat dalam menghadapi lonjakan harga pangan, bahan bakar, dan barang lainnya serta mengontrol inflasi.

“Bila dampak ini dibiarkan, bukan tidak mungkin resesi ekonomi akan terjadi ke depannya,” Bhima mengingatkan.

Selain itu, Bhima juga menyarankan masyarakat untuk menekan perilaku konsumtif dan pembelian impulsif selama bulan Ramadan dan perayaan Idul Fitri, mencari pemasukan tambahan, serta menjaga nilai uangnya agar tidak tergerus inflasi dengan berinvestasi, misalnya lewat pembelian emas yang nilainya relatif terjaga.

If so, you’ll be interested in our free daily newsletter. It’s filled with the insights of academic experts, written so that everyone can understand what’s going on in the world. With the latest scientific discoveries, thoughtful analysis on political issues and research-based life tips, each email is filled with articles that will inform you and often intrigue you.

Editor and General Manager

Find peace of mind, and the facts, with experts. Add evidence-based articles to your news digest. No uninformed commentariat. Just experts. 90,000 of them have written for us. They trust us. Give it a go.

If you found the article you just read to be insightful, you’ll be interested in our free daily newsletter. It’s filled with the insights of academic experts, written so that everyone can understand what’s going on in the world. Each newsletter has articles that will inform and intrigue you.

Komentari artikel ini

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA