Ciri orang yang dapat mengambil hikmah dari musibah yang dialaminya adalah

BandungKita.id, KAJIAN ISLAM – Allah telah berjanji bahwa setiap kesulitan ataupun musibah yang diberikan kepada seorang hamba, tak akan melebihi kapasitas kemampuan dari hamba yang bersangkutan tersebut. Bahkan ada kalanya, dari musibah muncul hikmah dan faedah yang dapat dipetik oleh setiap pribadi.

Dikutip dari republika.co.id, Syaikh Aidh Al-Qarni dalam kitabnya La Tahzan jilid 1 menjelaskan, sejatinya sebuah musibah mampu mengeluarkan nilai-nilai ubudiyah doa yang selama ini terpendam.

Syaikh Al-Qarni menyebut, sesungguhnya Allah menurunkan ujian kepada seorang hamba yang saleh dari hamba-hambaNya. Dan kepada Malaikat, Allah berkata bahwa diturunkannya musibah serta ujian tersebut agar Allah mendengar suara doa dan permintaan dari manusia.

BACA JUGA :

Berikut 5 Tips Islami Agar Anak Rajin Baca Al-Qur’an

Urgensi dan Tuntunan Zakat dalam Islam, Seperti Apa?

Yuk Bersedekah! Subhanallah, Ini Dia 12 Hikmah dan Keajaiban Sedekah Dalam Islam

Di sisi lain, menurut beliau, diturunkannya musibah serta ujian dari Allah kepada manusia agar kesombongan dan keangkuhan yang kerap terpatri di jiwa manusia itu runtuh.

Sebab, musibah dapat menggugah empati sesama manusia untuk saling merekatkan rasa cinta terhadap sesama. Tak hanya itu, manusia juga kerap kali saling mendoakan kepada yang sedang tertimpa musibah.

Sejatinya, musibah dapat membukakan mata mereka kepada hal yang lebih besar. Selama ini, menurut Al-Qarni, manusia hanya melihat hal-hal kecil jika dibandingkan dengan musibah lain yang lebih besar.

Umumnya manusia menerima bahwa itu semua merupakan penebusan dosa dan kesalahan, sekaligus pahala dan ganjaran di sisi Allah.

Maka, beliau berpendapat, apabila setiap manusia menyadari bahwa semua musibah dan ujian adalah buat yang dapat dipetik dan dinikmati, maka sudah pasti manusia akan menghadapi musibah tersebut dengan senang dan tenang.

Bukankah ketenangan merupakan representasi dari keimanan? Maka, mereguk hikmah dari musibah merupakan hal yang patut menjadi sikap yang perlu dilakukan setiap Muslim.(*)

Editor : M Zezen Zainal M

sumber : republika.co.id

Artikel ini melanjutkan artikel sebelumnya yang menjelaskan tentang sembilan hikmah di balik musibah yang disarikan dari buku karya Imam Izzuddin Abdussalam yang dijuluki sultanul ulama. Tujuan artikel berseri ini untuk mengungkap hikmah di balik musibah.

4. Menumbuhkan Solidaritas Sosial

Manusia adalah makhluk sosial. Dia harus hidup bersama dengan orang lain di sekitarnya. Salah satu hikmah dari musibah yang dialami banyak orang adalah munculnya solidaritas sosial di antara mereka. Sehingga memunculkan kesempatan untuk saling memberi semangat dan saling memberi hadiah atau pun bantuan. Yang sedang lapang, misalnya, dapat membantu mereka yang sedang susah atau menderita.

Rasulullah bersabda:

 مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ

Barang siapa yang meringankan kesusahan seorang mukmin di antara kesusahan-kesusahan dunia, niscaya Allah akan meringankan kesusahannya di antara kesusahan-kesusahan hari kiamat (HR. Muslim no. 2699).

Bersedekah atau membantu orang lain di kala lapang saja berpahala, apalagi di kala susah. 

5. Menjadi Pribadi yang Pandai Bersyukur

لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ

Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat (QS. Ibrahim [14]: 7).

Terkadang kita menjadi sadar akan nikmat sesuatu, setelah nikmat tersebut diambil dari kita. Nikmat sehat akan kita rasakan dan rindukan betul saat kita mengalami rasa sakit. Oleh karenanya, momen musibah sejatinya adalah momen untuk bersyukur pula. 

Kok bisa?

Ibnu Abbas pernah berkata, “Jika musibah yang kau hadapi terasa berat, ketahuilah musibah itu bisa saja lebih berat lagi.” 

Secara implisit, Ibnu Abbas menyarankan agar kita tetap bersyukur sekalipun ada musibah, sebab musibah yang menimpa kita bisa saja diberi oleh Allah lebih dahsyat lagi. Misalnya, seseorang yang dicopet puluhan ribu rupiah dari sakunya, mungkin akan merasa sedih. Namun, ia sejatinya bisa saja kehilangan seluruh isi dompetnya. Pada intinya, sesulit apa pun kondisi masih ada ruang untuk bersyukur. 

Sama seperti seorang pasien kanker yang berterima kasih kepada seorang dokter yang terpaksa mengamputasi bagian tubuhnya. Sebab bila tidak, kanker itu akan membunuh sang pasien. Setelah dioperasi, sang pasien pun berterima kasih kepada dokter yang membantu dia selamat dari ancaman kanker -- kerugian yang jauh lebih besar. 

6. Penyucian Diri

Nabi  Muhammad ﷺ bersabda

مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا، إِلاَّ كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ

Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan keletihan, kehawatiran dan kesedihan, dan tidak juga gangguan dan kesusahan bahkan duri yang melukainya melainkan Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya (HR. Bukhari no. 5641, 5642).

Dengan kata lain, apa pun yang diderita oleh seorang muslim merupakan pengurangan dosa-dosanya. Oleh karenanya, salah satu hikmah di balik musibah adalah Allah mengurangi dosa-dosa mereka yang tertimpa musibah. Bahkan, mereka yang meninggal karena musibah disebut sebagai orang yang mati syahid akhirat. 

Hal ini didasarkan pada hadis Nabi Muhammad ﷺ:

‏ الشُّهَدَاءُ خَمْسَةٌ الْمَطْعُونُ، وَالْمَبْطُونُ، وَالْغَرِقُ وَصَاحِبُ الْهَدْمِ، وَالشَّهِيدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ

Syuhada itu ada lima, orang yang terkena wabah, orang yang sakit perut, orang yang tenggelam, orang yang terkena robohnya bangunan, dan syahid di jalan Allah. (HR. Bukhari no. 2829).

Tidak hanya itu, mereka yang sabar dalam menerima musibah dan kemudian selamat, mereka pun mendapatkan pahala sebagaimana orang syahid. 

 Nabi  Muhammad ﷺ bersabda: 

فَلَيْسَ مِنْ رَجُلٍ يَقَعُ الطَّاعُونُ فَيَمْكُثُ فِي بَيْتِهِ صَابِرًا مُحْتَسِبًا يَعْلَمُ أَنَّهُ لَا يُصِيبُهُ إِلَّا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَهُ إِلَّا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ الشَّهِيدِ

Tidaklah seseorang yang berada di  wilayah yang terjangkit penyakit tha'un (wabah), kemudian ia tetap tinggal di rumahnya, sabar dan mengharap pahala Allah, ia mengetahui bahwa ia tidak akan menjangkitinya kecuali apa yang telah Allah tetapkan kepadanya, kecuali baginya seperti pahalanya orang yang mati syahid (HR. Ahmad no. 24943).

(Artikel ini bersambung)

###

*Jika konten atau artikel di aplikasi KESAN dirasa bermanfaat, jangan lupa share ya. Semoga dapat menjadi amal jariyah bagi kita semua. Aamiin. Download aplikasi KESAN di Android dan di iOS. Gratis, lengkap, dan bebas iklan. 

**Ingin menulis untuk Kesan dan berbagi ilmu yang berguna? Tunggu apa lagi? Sebab berbagi ilmu itu bukan hanya indah, tetapi juga berpahala. Kirim artikelmu ke  

OLEH MUHBIB ABDUL WAHAB

Indonesia kembali berduka. Berbagai musibah datang silih berganti, mulai dari jatuhnya pesawat Sriwijaya Airlines di laut Kepulauan Seribu, wafatnya Syekh Ali Jaber, tanah longsor di Sumedang, gempa bumi di Mamuju, banjir besar di Kalimantan Selatan, dan sebagainya. Sementara itu, wabah Covid-19 belum menunjukkan tanda segera sirna. 

Di balik musibah dan bencana alam yang menimpa warga bangsa ini pasti banyak hikmah yang dapat dipetik. Hikmah di balik musibah bagi mukmin hendaknya menjadi proses penyadaran, pembelajaran, dan pendewasaan mental spiritual, sekaligus sebagai bahan muhasabah, tadabur, dzikrullah, dan taqarrub ila Allah (pendekatan diri kepada Allah).

Setidaknya ada sepuluh hikmah di balik musibah. Pertama, musibah itu merupakan salah satu cara Allah untuk mengingatkan hamba-Nya agar tidak melampaui batas, tidak melakukan kemaksiatan dan kerusakan di muka bumi. Musibah menyadarkan hamba agar bertobat dan mendekatkan diri kepada-Nya.

Kedua, musibah mengajarkan pentingnya integrasi ibadah dan isti’anah, memohon pertolongan kepada Allah (QS al-Fatihah [1]: 5). Integrasi ini harus dibuktikan dengan kesalehan autentik dengan peneguhan iman, ilmu, dan amal saleh dengan tidak banyak mengeluh dan menyalahkan pihak lain. 

Ketiga, musibah itu ibarat laboratorium keimanan dan kesabaran untuk penyadaran bahwa manusia itu milik Allah dan pasti kembali kepada-Nya (QS al-Baqarah [2]: 155-156).

Keempat, musibah merupakan manifestasi kasih sayang Allah kepada hamba-Nya untuk membuktikan ridha tidaknya. “Sesungguhnya pahala besar itu sebanding dengan ujian yang berat. Apabila Allah mencintai suatu kaum, maka Dia akan menimpakan ujian kepada mereka. Siapa yang ridha, maka ia akan meraih ridha Allah. Sebaliknya, siapa yang tidak suka, maka Allah pun akan murka.” (HR Ibn Majah).

Kelima, musibah dan bencana alam merupakan tanda kekuasaan-Nya. Semua fenomena alam didesain agar manusia terus belajar, membaca, dan memaknai ayat-ayat Allah di alam raya maupun di dalam Alquran. Dengan pembacaan integratif ayat-ayat kauniyyah dan ayat-ayat Quraniyyah, manusia dapat mengembangkan sains dan teknologi.

Keenam, musibah itu awalnya penuh duka, namun perlahan tetapi pasti akan berganti menjadi sukacita dan bahagia. Musibah mengajarkan pentingnya bersikap optimistis karena kehidupan itu tidak selamanya dalam kesulitan dan kedukaan. Badai pasti berlalu karena, “Sesungguhnya kesulitan selalu dibarengi kemudahan.” (QS ash-Sharh [94]: 6). 

Ketujuh, musibah itu menginsafkan bahwa manusia itu lemah, tidak bisa melawan “kekuatan alam”. Hanya Allah yang Mahakuat, Mahabesar, dan Mahakuasa. Kedelapan, musibah menumbuhkan rasa kemanusiaan universal untuk berempati dan berbagi. Kesembilan, musibah itu meneguhkan persaudaraan dan solidaritas sosial.

Kesepuluh, musibah itu menjadi penggugur dosa. “Tiada sebuah musibah pun yang menimpa Muslim melainkan dengannya Allah menghapuskan kesalahan-kesalahannya.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Oleh karena itu, banyaknya musibah harus menjadi momentum untuk memperbanyak istighfar dan tobat kepada Allah Yang Maha Pengampun. Semoga musibah yang menimpa warga bangsa ini dapat merekatkan persaudaraan, solidaritas sosial, dan persatuan bangsa. 

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA