Berapa persen kelembaban udara untuk batas zona nyaman manusia

Udara berkualitas bukan sekedar bersih dan bersuhu nyaman. Tingkat kelembaban udara juga penting bagi kenyamanan dan kesehatan kita. Di negara tropis seperti di Indonesia, tingkat kelembaban pada umumnya relatif tinggi.

Berbeda dengan di luar ruangan, tingkat kelembaban di dalam ruangan lebih mudah berubah. Idealnya, kelembaban udara harus dijaga dalam kisaran 45% - 64% (RH atau Relative Humidity).

Secara umum ada beberapa indikator untuk mengetahui tinggi rendahnya kelembaban udara, yaitu dari yang tampak oleh mata (jamur pada tembok), yang terasa oleh kulit (kulit berkeringat atau kering bersisik), dan yang paling akurat adalah alat pengukur tingkat kelembaban, yaitu hygrometer.

Bila kelembaban udara di dalam ruangan di atas 65% (RH), maka virus, jamur, tungau, lumut, dan bakteri yang memicu asma akan bertumbuh pesat. Sebaliknya, jika kelembaban di bawah 45% (RH), maka kulit, tenggorokan, mata menjadi kering dan gatal, saluran udara dan membran mukosa yang berfungsi sebagai pembatas natural terhadap penyakit juga menjadi kering sehingga tubuh kita lebih rentan terhadap penyakit.

Naik atau turunnya tingkat kelembaban bisa bersumber dari luar maupun dalam rumah. Perubahan cuaca seperti musim hujan dapat menaikkan kelembaban di dalam rumah. Aktivitas seperti mandi, mencuci, dan memasak bisa menambah uap air di udara. Sebaliknya, lokasi rumah yang sering terpapar sinar matahari, menggunakan penghangat ruangan, oven, dan AC dapat mengakibatkan udara di dalam ruangan menjadi kering.

Bila tingkat kelembaban berada di atas 65% (RH), maka diperlukan dehumidifier (penyerap udara lembab) untuk mengembalikan tingkat kelembaban ke tingkat ideal. Sebaliknya, bila hasilnya di bawah 45% (RH) maka dibutuhkan humidifier (pelembab udara).

Terdapat beberapa komponen kualitas fisik udara dalam ruangan. Beberapa parameter kualitas udara dalam ruangan antara lain meliputi suhu/temperatur udara, kelembaban udara, kecepatan aliran udara, kebersihan udara, bau, kualitas ventilasi, pencahayaan, kadar debu / partikulat ( respirable suspended perticulate).


Suhu/Temperatur Udara
Suhu udara sangat berperan terhadap kenyamanan kerja. Sebagaimana kita ketahui, tubuh manusia menghasilkan panas yang digunakan untuk metabolisme basal dan muskular, namun dari semua energi yang dihasilkan tubuh hanya 20 % saja dipergunakan dan sisanya akan dibuang ke lingkungan. Variasi suhu udara tubuh dengan ruangan memungkinkan terjadinya pelepasan suhu tubuh, sehingga tubuh merasa nyaman. Sebaliknya suhu ruangan yang tinggi merupakan beban tambahan bagi seseorang yang sedang bekerja

Untuk melakukan penilaian suhu suhu udara ruangan, pada umumnya dibedakan menjadi dua yaitu suhu basah dimana pengukuran dilakukan jika udara mengandung uap air, dan suhu kering bilamana udara sama sekali tidak mengandung uap air. Pembacaannya dilakukan dengan termometer sensor kering dan sensor basah. Kisaran suhu kering 22°- 25°C. Bagi pekerja dengan beban kerja ringan kisaran suhu dapat lebih luas yaitu 20°-25°C.

Perubahan suhu lebih dari 7°C secara tiba-tiba dapat menyebabkan pengerutan saluran darah, sehingga perbedaan suhu dalam dan luar ruangan sebaiknya kurang dari 7°C. Itulah sebabnya penetapan suhu udara perlu memperhitungkan iklim setempat agar perbedaan suhu dapat disesuaikan, contohnya kota Jakarta berdasarkan data meteorologi memiliki suhu terendah sebesar 21,7°C – 26,2°C (musim penghuja ) dan suhu tertinggi 27,3°C – 32°C ( musim kemarau ).

Kelembaban udara
Kelembaban udara dihitung dari perbandingan suhu basah dan suhu kering (persen) dengan demikian kedua ukuran ini saling berkaitan. Kombinasi suhu dan kelembaban udara yang tepat akan menciptakan kenyamanan ruangan, sebaliknya kombinasi keduanya dapat pula memperburuk kondisi udara ruangan. Kelembaban relatif udara yang rendah, yaitu kurang dari 20% dapat menyebabkan kekeringan selaput lendir membran. Sedangkan kelembaban yang tinggi pada suhu tinggi dapat meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme dan pelepasan folmaldehid dari material bangunan. Agar terpenuhi kenyamanan dengan kelembaban relatif udara dengan besaran sekitar 65%, sangat layak dipertimbangkan adanya penggunaan AC.

Berdasarkan surat edaran Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi Nomor SE-01/Men/1978 tentang nilai ambang batas (NAB) yang berlaku untuk lingkungan kerja panas di Industri adalah kelembaban 65% – 95% dengan kisaran suhu 26°C – 30°C. Untuk lingkungan kerja lainnya tidak ada aturan NAB. Sedangkan menurut ASHRAE (1981) zona kenyamanan 55% – 74% berada pada kisaran suhu 22°C – 26°C dan kelembaban 20% – 70%.

Kecepatan Aliran Udara
Kecepatan aliran udara mempengaruhi gerakan udara dan pergantian udara dalam ruang. Besar kecepatan aliran udara yang nyaman, sekitar 0,15 – 1,5 m /detik.  Sedangkan kecepatan udara kurang dari 0,1 m/dtk atau lebih rendah menjadikan ruangan tidak nyaman karena tidak ada gerakan udara, sebaliknya kecepatan udara terlalu tinggi akan menyebabkan tarikan dingin dan atau kebisingan di dalam ruangan.

Kebersihan udara
Kebersihan udara berkaitan dengan keberadaan kontaminasi udara baik kimia maupun mikrobiologi. Sistem ventilasi AC umumnya diperlengkapi dengan saringan udara untuk mengurangi atau menghilangkan kemungkinan masuknya zat-zat berbahaya ke dalam ruangan. Untuk ruangan pertemuan atau gedung-gedung dimana banyak orang berkumpul dan ada kemungkinan merokok, dibuat suatu perangkat hisap udara pada langit-langit ruangan sedangkan lubang hisap jamur dibuat dilantai dengan cenderung menghisap debu.

Bau
Bau dapat menjadi petunjuk keberadaan suatau zat kimia berbahaya seperti Hydrogen Sulfida, Amonia dll. Selain itu bau juga dihasilkan oleh berbagai proses biologi oleh mikroorganisme. Kondisi ruangan yang lembab dengan suhu tinggi dan aliran udara yang tenang biasanya menebarkan bau kurang sedap karena proses pembusukan oleh mikroorganisme.

Kualitas Ventilasi
Ventilasi merupakan salah satu faktor yang penting dalam menyebabkan terjadinya Sick Building Syndrome. Menurut standar WHO, luas ventilasi ruangan yang kurang dari 10% atau ventilation rate kurang dari 20 CFM OA memberikan risiko yang besar untuk terjadinya gejala SBS. Ventilation rate yang baik untuk suatu gedung atau ruangan adalah 25 -50 CFM OA per penghuni. Ventilasi yang paling ideal untuk suatu ruangan apabila ventilasi dalam keadaan bersih, luas memenuhi syarat, sering dibuka, adanya cross ventilation sehingga tidak menyebabkan adanya dead space dalam ruangan. Ketidakseimbangan antara ventilasi dan pencemaran udara merupakan salah satu sebab terbesar gejala SBS.

Fungsi sebuah sistem ventilasi dalam lingkungan kerja dimaksudkan untuk mengatur kondisi kenyamanan ruangan, memperbaruhi udara dengan pencemaran udara ruangan pada batas normal, serta menjaga kebersihan udara dari kontaminasi berbahaya. Ventilasi ruangan secara alami didapatkan dengan jendela terbuka yang mengalirkan udara luar ke dalam ruangan.

Untuk memenuhi fungsi diatas, kita dapat memanfaatkan sistem AC (Air Conditioner). Pada dasarnya mekanisme kerja AC dengan mengalirkan udara dari luar gedung, dilakukan proses pendinginan, selanjutnya udara yang dingin itu dihembuskan ke dalam ruangan. Terdapat dua jenis AC, yaitu AC sentral dan AC non sentral, dengan perbedaan utama pada volume udara segar yang dipergunakan. Biasanya AC non sentral hanya memiliki gerakan udara masuk (inlet), sedangkan outlet melalui lubang atau pintu yang sedang dibuka. Sistem ventilasi AC non sentral memungkinkan masuknya zat pencemar dari udara ke dalam ruangan. Pada sistem AC sentral, udara luar dihisap masuk kedalam chiller, mengalami proses pendinginan, kemudian dihembuskan ke ruangan. Selanjutnya udara di ruangan yang masih agak dingin dihisap lagi untuk didinginkan kembali kemudian dihembuskan lagi. Aliran udara demikian disebut udara sirkulasi, dimana 85% – 100% berupa udara campuran. Bangunan atau gedung yang menggunakan sistem sirkulasi artifisial umumnya dibuat relatif tertutup untuk mengurangi penggunaan kalor (efisiensi energi), artinya kurang memiliki sistem pertukaran udara segar dan bersih yang baik.

Pencahayaan
Sistem pencahayaan ruangan terdiri dari dua macam yaitu pencahayaan alami (sinar matahari) dan pencahayaan buatan (lampu). Faktor pencahayaan penting berkaitan dengan perkembangbiakan mikro organisme dalam ruangan. Sinar matahari yang mengandung ultra violet dapat membunuh kuman-kuman sehingga pertumbuhan mikroorganisme terhambat. 21

Kadar Debu / Partikulat ( Respirable Suspended Perticulate
Partikulat RSP ( Respirable Suspended Particulate ) adalah partikulat atau fiber yang melayang-layang diudara, dan mempunyai ukuran cukup kecil untuk dapat dihirup oleh manusia. Partikulat ini meliputi semua materi baik fisik maupun kimia, dan dalam bentuk cair maupun padat, atau kedua-duanya. Umumnya partikulat berdiameter kurang dari 10m3. Partikulat kecil ini bisa berasal dari material gedung, alat¬alat pembakaran, aktivitas penghuni gedung, dan infiltrasi dari sumber¬sumber partikulat diluar gedung.

Sumber utama partikulat RSP di didalam ruangan adalah merokok . Sedangkan sumber partikulat RSP di dalam ruangan yang lain adalah alat-alat pembakaran, material dari asbes, dan partikulat rumah. Penggunaan aerosol spray dan kerusakan komponen gedung juga merupakan sumber partikulat RSP. Diruang-ruang tertentu gedung perkantoran, partikulat dari mesin fotocopy juga menjadi sebab tingginya kadar partikulat RSP di udara.

Sebagian partikulat RSP berasal dari luar gedung yang masuk melalui sistem pengatur udara, ventilasi alami atau melalui infiltrasi. Pada umumnya konsentrasi partikulat RSP lebih besar di dalam ruangan dibanding dengan konsentrasi diluar ruangan. Konsentrasi di dalam ruangan biasanya sekitar 100 sampai dengan 500 ?gr/meter kubik dengan konsentrasi yang paling tinggi berada diruangan para perokok. Walaupun pembakaran yang terjadi pada kompor minyak merupakan sumber partikulat RSP didalam ruangan, tetapi kegiatan lain seperti memasak, penyedotan partikulat (vacuum cleaning), dan produk aerosol spray, serta aktivitas lain juga merupakan sumber-sumber partikulat RSP di dalam ruangan.

Pengaruh partikulat RSP terhadap kesehatan tergantung kepada sifat fisik dan toksik partikulat tersebut, atau kemampuan partikulat dalam menyerap materi toksik. Partikulat RSP dapat terakumulasi didalam paru-paru, oleh karenanya efek yang disebabkan oleh partikulat ini bisa sangat berbahaya walaupun konsentrasinya diudara sangat kecil. Didalam paru-paru, partikulat RSP dapat menetap lama dan mampu mempengaruhi jaringan-jaringan disekitarnya.

Refference, antara lain ; Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 288/MENKES/SK/III/2003 tentang Pedoman Pengendalian Sarana Dan Bangunan; Mahole, G.et al. 2003. Development and Application of a Protocol for the Assessment of Indoor Air Quqlity. Original Paper. Indoor and Built Environment 2003; Mukono HJ. 1999.  Pinsip-Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Airlangga University Press; Kuhn, D.M. and M.A. Ghannoum.2003.Indoor Mold, Toxigenic Fungi, and Strachybotcs Chartarum:Clinical Microbiology Reviews; Budiarto, Eko., 2004. Metodologi Penelitian Kedokteran. Sebuah Pengantar.EGC

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA