Mengapa pemerintah Orde Baru melakukan kebijakan Revolusi Hijau

Penulis Utama : Seno Wibowo
Penulis Tambahan : 1. 2.
NIM / NIP : C. 0507045
Tahun : 2014
Judul : Kebijakan Revolusi Hijau Masa Orde Baru Tahun 1984 – 1998 Terhadap Dinamika Kehidupan Sosial Ekonomi Petani (Studi Kasus Di Kecamatan Delanggu Kabupaten Klaten)
Edisi :
Imprint : Surakarta - FSSR - 2014
Kolasi :
Sumber : UNS-FSSR Jur. Ilmu Sejarah -C. 0507045 -2014
Subyek : REVOLUSI HIJAU
Jenis Dokumen : Skripsi
ISSN :
ISBN :
Abstrak : Tujuan penelitian ini adalah mencari jawaban dari permasalahan mengenai latar belakang lahirnya kebijakan Revolusi Hijau pada masa Orde Baru, pelaksanaan kebijakan Revolusi Hijau pada masa Orde Baru di Kecamatan Delanggu kabupaten Klaten pada tahun 1984-1998, dampak Revolusi Hijau terhadap dinamika sosial ekonomi petani di kecamatan Delanggu Kabupaten Klaten pada masa Orde Baru tahun 1984-1998. Sejalan dengan tujuan penelitian, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode historis yang mencakup empat langkah, yaitu heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Revolusi Hijau merupakan program yang dikeluarkan oleh pemerintahan Orde Baru yang dilatarbelakangi adanya krisis pangan nasional. Dikeluarkannya kebijakan Revolusi Hijau adalah dengan ditandai munculnya program intensifikasi pertanian tanaman pangan khususnya beras untuk meningkatkan produksi beras secara luar biasa. Kebijakan Revolusi Hijau mencapai kesuksesan pada tahun 1984 ketika Indonesia mampu mencapai swasembada pangan. Revolusi Hijau dalam pelaksanaanya di Kecamatan Delanggu didukung oleh beberapa lembaga yang memiliki fungsi masing-masing. Sebagai pendukung Revolusi Hijau maka dibentuklah Bimas, PPL, dan KUD di Kecamatan Delanggu Pelaksanaan Revolusi Hijau di Kecamatan Delanggu dengan melakukan pengenalan mengenai intensifikasi pertanian yang dalam pelaksanaannya menjalankan apa yang disebut panca usaha tani. Pelaksanaan Revolusi Hijau memberikan pengaruh besar terhadap dinamika pertanian Kecamatan Delanggu yang merupakan area pertanian dengan dukungan banyak factor yang strategis bagi pelaksanaan Revolusi Hijau. Revolusi Hijau yang dilaksanakan di Kecamatan Delanggu mampu merubah orientasi ekonomi masyarakat tani diwilayah tersebut dari masyarakat tani yang menjalankan pertanian secara subsisten menjadi komersialisasi pertanian. Dari segi Sosial, Revolusi Hijau memberikan dampak terhadap meningkatkan diferensiasi wanita sebagai tenaga produksi dan reproduksi, menimbulkan ketergantungan petani terhadap institusi formal, dan maskulinisasi pertanian. Dalam kenyataannya Revolusi Hijau di dalam pelaksanaannya membawa pengaruh positif dan juga negatif.
File Dokumen Tugas Akhir : abstrak.pdfHarus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.COVER.pdf2. BAB I FIX.pdf3. BAB II FIX.pdf4. BAB III FIX.pdf5. BAB IV FIX.pdf6. BAB V FIX.pdfIMAGE0012.JPG
File Dokumen Karya Dosen : -
Status : Public
Pembimbing : 1. Tiwuk Kusuma Hastuti, S.S, M. Hum.
Catatan Umum :
Fakultas : Fak. Sastra dan Seni Rupa

Revolusi Hijau adalah sebutan tidak resmi yang dipakai untuk menggambarkan perubahan fundamental dalam penggunaan teknologi budidaya pertanian yang dimulai pada tahun 1950-an hingga 1980-an di banyak negara berkembang, terutama di Asia. Hasil yang nyata adalah tercapainya swasembada sejumlah bahan pangan di beberapa negara yang sebelumnya selalu kekurangan persediaan pangan (pokok), seperti India, Bangladesh, Tiongkok, Vietnam, Thailand, serta Indonesia, untuk menyebut beberapa negara. Norman Borlaug, penerima penghargaan Nobel Perdamaian 1970, adalah orang yang dipandang sebagai konseptor utama gerakan ini. Revolusi Hijau merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk menyebut sebuah program peningkatan produksi pangan per hektar lahan yang dimulai pertama kali di Meksiko pada 1940-an.[1] Revolusi hijau diawali oleh Ford dan Rockefeller Foundation, yang mengembangkan gandum di Meksiko (1950) dan padi di Filipina (1960).[2] Selanjutnya bukan hanya beras dan gandum saja yang produksinya ditingkatkan dengan mekanisme revolusi hijau,melainkan juga sorgum, jagung, millet, ubi bayu, dan buncis.[3]

Konsep Revolusi Hijau yang di Indonesia dikenal sebagai gerakan Bimas (bimbingan masyarakat) adalah program nasional untuk meningkatkan produksi pangan, khususnya swasembada beras.[4] Tujuan tersebut dilatarbelakangi mitos bahwa beras adalah komoditas strategis baik ditinjau dari segi ekonomi, politik dan sosial. Gerakan Bimas berintikan tiga komponen pokok, yaitu penggunaan teknologi yang sering disebut Panca Usaha Tani, penerapan kebijakan harga sarana dan hasil reproduksi serta adanya dukungan kredit dan infrastruktur.Gerakan ini berhasil menghantarkan Indonesia pada swasembada beras.


Revolusi hijau mendapat kritik sejalan dengan meningkatnya kesadaran akan kelestarian lingkungan karena mengakibatkan kerusakan lingkungan yang parah. Oleh para pendukungnya, kerusakan dipandang bukan karena Revol karena ekses dalam penggunaan teknologi yang tidak memandang kaidah sudah ditentukan. Kritik lain yang muncul adalah bahwa RevoHijau tidak dapat menjangkau seluruh strata negara berkembang karena ia tidak memberi dampak nyata di Afrika.[5]

Revolusi hijau memiliki dampak positif dan dampak negatif. Dari sisi positifnya, revolusi hijau ini mampu meningkatkan produksi pangan pokok seperti padi dan gandum. Kedua jenis bahan makanan ini hingga sekarang masih masuk dua makanan pokok yang paling banyak dikonsumsi masyarakat dunia.[6] Dengan melihat proyeksi pertumbuhan penduduk yang condong di kawasan Afrika, Asia Selatan,dan Asia Tenggara hingga tahun 2050, maka salah satu yang dikuatirkan oleh para pakar pertanian adalah apakah ke depan produksi padi dan gandum global akan mampu memenuhi kebutuhan manusia. Untuk itulah kemudian muncul gagasan tentang revolusi hijau berikutnya, yang berbeda dengan revolusi hijau sebelumnya .

Dalam revolusi hijau berikutnya atau revolusi hijau baru ini yang ditekankan adalah teknologi rekayasa genetika yang telah dikembangkan sejak tahun 1990-an. Ilmuwan saat ini telah mampu memanipulasi gen tanaman, sehingga lebih aman penyakit dan bisa hidup dengan jumlah air yang terbatas. Di Amerika, produk pertanian dengan menggunakan rekayasa genetika sudah umum, tapi keamanan produk ini masih dipertanyakan di Eropa.

  • Revolusi Biru

  1. ^ Hijauku. "Menulis Kembali Sejarah Revolusi Hijau". Hijauku.com - Situs Hijau Indonesia (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-08-26. 
  2. ^ Revolusi Hijau, Pengertian dan Dampaknya
  3. ^ "Green Revolution: Curse or Blessing" (PDF). IFPRI. 2002: 4. 2002.  Parameter |first1= tanpa |last1= di Authors list (bantuan)
  4. ^ "Revolusi Hijau. Diakses pada tanggal 7 November 2011". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-07-08. Diakses tanggal 2012-07-08. 
  5. ^ Goran Djurfeldt 2005, hlm. 3: "this is because the scope of irrigation in sub-Saharan Africa is much below that in Asia, making rice much less of a dominant crop than in Asia"
  6. ^ "The Next Green Revolution". National Geographic. Diakses tanggal 2020-08-31. 

Djurfeldt, Goran (2005). The African Food Crisis: Lessons from the Asian Green Revolution. London: Cabi Publishing. hlm. 3. ISBN 0851999980.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)

 

Artikel bertopik pertanian atau perkebunan ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

  • l
  • b
  • s

Diperoleh dari "//id.wikipedia.org/w/index.php?title=Revolusi_Hijau&oldid=20640616"

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA