Bagaimana yang dimaksud dengan sikap positif terhadap belajar bahasa indonesia

Berangkat dari kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia yang sangat strategis bagi keberadaan bangsa dan negara Indonesia maka sikap positif yang diharapkan untuk bahasa Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Bangga Berbahasa Nasional, Bahasa Indonesia

Hanya sedikit bangsa-bangsa di dunia yang menggunakan bahasanya sendiri. Pemilihan bahasa Melayu sebagai bahasa Indonesia tidak menimbulkan persaingan meskipun banyak bahasa daerah di Indonesia yang lebih baik. Selanjutnya, bahasa Indonesia mempunyai kemampuan yang tinggi, bukan saja sebagai alat penghubung yang sempurna, melainkan juga dalam penggunaannya di bidang ilmu pengetahuan; baik ilmu sosial maupun ilmu pasti; baik ilmu murni maupun ilmu terapan. Sebagai pengucap kesusastraan pun bahasa Indonesia telah membuktikan dirinya sebagai bahasa yang tangguh dan terpercaya.

Perhatian dan minat bangsa-bangsa asing mempelajari bahasa Indonesia dan menerjemahkan karya-karya berbahasa Indonesia ke dalam bahasa asing; tentunya menguatkan lagi kenyataan bahwa sebagai budaya yang kreatif, bahasa Indonesia mampu menyejajarkan diri dengan bahasa-bahasa asing yang umumnya telah mempunyai masa perkembangan lebih lama. Melihat hal ini, seharusnya kita bangga. Usaha menaikkan harga diri dengan cara memasukkan bahasa asing yang tidak perlu dalam setiap kesempatan berbahasa, menandakan kepicikan dan keengganan melihat kenyataan.

2. Mempunyai Rasa Setia Bahasa

Sesuai dengan fungsinya sebagai identitas nasional, bahasa Indonesia harus memiliki ciri khas sendiri. Artinya, harus mempunyai kaidah yang membedakan dengan bahasa lainnya. Sebagai pemilik, kita harus mempertahankan identitas tersebut dengan menjauhkannya dari pengaruh asing yang tidak memperkuat identitas nasional. Berbahasa Indonesia di setiap kesempatan dengan mematuhi kaidah-kaidah yang berlaku sesuai dengan situasinya merupakan kewajiban kita sebagai perwujudan rasa setia kita terhadap bahasa nasional, bahasa Indonesia.

Ilustrasi (gambar) bersumber dari Google

3. Merasa Bertanggung Jawab atas Perkembangan Bahasa Indonesia

Sesuai dengan kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia adalah milik semua warga negara Indonesia. Hal ini berarti, baik atau buruknya nasib bahasa Indonesia serta mampu atau tidaknya mengikuti derap kemajuan ilmu pengetahuan, sepenuhnya terletak di pundak seluruh warga negara Indonesia, bukan hanya di tangan guru dan ahli bahasa Indonesia. Jadi, sadar atau tidak senang atau tidak, kita dituntut membina dan mengembangkan bahasa Indonesia agar bukan saja mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, melainkan juga jika mungkin mendudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa yang terpandang di tengah-tengah pergaulan dunia.

Sejalan dengan hal tersebut, semestinya kita prihatin menyaksikan pemakaian bahasa Indonesia dalam masyarakat sekarang ini. Baik yang disajikan dalam lingkungan pendidikan maupun dalam pergaulan masyarakat umum, seperti di koran-koran, majalah, radio, televisi, iklan, dan sebagainya; tak terlihat usaha untuk memperbaiki bahasa yang kita miliki. Kesadaran bahwa bahasa Indonesia adalah milik kita dan tanggung jawab kita, tampaknya belum merata dimiliki seluruh warga negara. Tidak berlebihan, jika dikatakan bahwa nasionalisme kita dalam berbahasa masih sangat tipis. Kepekaan kita terhadap kesalahan bahasa yang kita pakai atau yang kita saksikan, belum terlihat nyata.

*) Dikutip dari Modul Bahasa Sebagai Sarana Komunikasi Ilmiah 1, karya Dra. Sri Awan Asri, M.Pd. Kesempurnaan hanyalah milik Allah swt.

buatlah puisi distikon serta maknanya !tolong bantu yah​

apakah membaca terbimbing cocok untuk kelas tinggi?​

Laporan penelitian dapat disusun dengan urutan yang benar yaitu

3 Analisislah bentukan kata berikut ini berdasarkan unsur morfologisnya dan tentukan morfem bebas dan morfem terikatnya: a. memperjuangkan, b. menelan … tarkan, c. kemilau, d. pengorbanan 15 4 Bentukan Kata: a. perjuangan, b. menyatukan, c. memberikan, d. pertanian Analisis bentukan kata di atas dan golongkan yang termasuk mendapat imbuhan konfiks dan simulfik! Mengapa disebut konfiks dan simulfiks? 30 5 Analisislah kalimat-kalimat di bawah ini berdasarkan fungsinya dalam kalimat a. Kantor gubenur itu bercat hijau. b. Pak Lurah menandatangani surat undangan rapat. c. Dia menangis di bahuku. d. Mahasiswa yang baik harus punya sikap disiplin e. Para murid sedang mengerjakan tugas di siang yang panas itu. 15​

Konflik dalam negosiasi biasanya terjadi saat memasuki bagian …

Penawaran barang atau jasa kepada masyarakat yang disampaikan melalui media massa disebut

Pada dasarnya, menulis menulis kerangka sebuah debat tidak jauh berbeda dengan kerangka dasar jurnal atau pidato. namun, dalam membuat kerangka debat … harus …. dengan baik.

Pada dasarnya, menulis kerangka sebuah debat tidak jauh berdeba dengan kerangka dasar jurnal atau pidato. namun, dalam membuat kerangka debat harus….

Tolong kalimat utama setiap paragraf ​

Di indonesia, bob sadino bekerja untuk pt unilever indonesia. kemudian ia memiliki keinginan untuk memulai usahanya sendiri. lalu, ia pun memutuskan u … ntuk keluar dari pekerjaannya dan memulai usahanya tersebut. ia mulai dengan membiarkan orang lain menyewa mobilnya dengan dirinya menjadi seorang sopir. penggalan teks tersebut termasuk struktur biografi yaitu…

SIKAP POSITIF

BERBAHASA INDONESIA

Drs. Puji Santosa, M.Hum.

Peneliti Utama/IV-E

Angka Kredit 1.294,10

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

DASAR PENGEMBANGAN DAN

PEMBINAAN BAHASA INDONESIA

Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, butir

ketiga: “Kami putra dan putri Indonesia

menjunjung bahasa persatuan, bahasa

Indonesia”.

Undang-Undang Dasar 1945, BAB XV

Pasal 36: “Bahasa negara ialah bahasa

Indonesia”.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009

tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang

Negara, Serta Lagu Kebangsaan.

Setia, Bangga, dan Sadar Kaidah

Berbahasa Indonesia

Sikap positif berbahasa Indonesia adalah sikap bahasa yang

diwujudkan dengan: (a) kesetian berbahasa, suatu upaya

mendorong mahasiswa agar tetap berpegang teguh

memelihara dan menggunakan bahasa nasional, bahasa

kebangsaan, ialah bahasa Indonesia, dan apabila perlu,

mencegah adanya pengaruh bahasa asing yang berlebihan;

(b) kebanggaan berbahasa, suatu upaya mendorong

mahasiswa agar lebih mengutamakan bahasanya dan

menggunakannya sebagai lambang identitas bangsanya,

lambang jatidiri bangsa; dan (c) kesadaran akan adanya

norma (kaidah) berbahasa,suatu upaya mendorong

mahasiswa agar menggunakan bahasa Indonesia sesuai

dengan norma, kriteria, kaidah, dan tata aturan yang berlaku

dalam berbahasa Indonesia dengan baik, benar, dan santun.

Setia Berbahasa Indonesia

Setia berbahasa Indonesia adalah suatu sikap

untuk tetap berpegang teguh memelihara,

menjaga, dan menggunakan bahasa Indonesia

secara baik dan benar serta berusaha membina

dan mengembangkan bahasa Indonesia dalam

menghadapi berbagai tantangan global dan

mencegah pengaruh asing yang berlebihan.

Dalam kehidupan sehari-hari sering ditemukan

istilah dan kosakata asing yang banyak di sekitar

kehidupan kita saat ini.

Kita memasak menggunakan ricecooker.

Kita menulis menggunakan computer.

Kita berpergian menggunakan scooter.

Kita tidur dengan menggunakan bedcaver.

Kita nonton pertunjukan di gedung theater.

Isama you ayo pulang naik panther.

Karya tulis yang telah selesai diketik lalu kita

printer.

Kalau printer rusak kita bawa ke Epson

Service Center.

Bagaimana sikap kita dalam menghadapi serbuan

berbagai istilah asing tersebut?

Sebagai warga negara yang baik, tentunya kita

akan setia menggunakan bahasa Indonesia yang

baik dan benar.

Kalau sudah ada padanannya dalam bahasa

Indonesia, kosakata dan istilah tersebut kita pilih

yang ada padanannya dalam bahasa Indonesia.

Namun, kalau tidak dapat kita temukan

padanannya dalam bahasa Indonesia, barulah kita

menggunakan istilah dan kosakata bahasa asing

tersebut dengan penulisan unsur serapan

(penyesuaian dengan kaidah penulisan ejaan

bahasa Indonesia) atau langsung dengan istilah

dan kosakata asingnya (penulisannya dengan cara

dibuat miring atau italik).

Ketentuan di atas mengingat akan Undang-

Undang Nomor 24 Tahun 2009 yang

berbunyi “Bahasa Indonesia wajib digunakan

sebagai nama geografi di Indonesia, nama

bangunan atau gedung, nama jalan,

apartemen atau permukiman, perkantoran,

kompleks perdagangan, merek dagang,

lembaga usaha, lembaga pendidikan, dan

organisasi yang didirikan atau dimiliki oleh

warga negara Indonesia atau badan hukum

Indonesia” (Pasal 36 UU No. 24 Tahun 2009

tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang

Negara, Serta Lagu Kebangsaan).

Bangga Berbahasa Indonesia

Bangga berbahasa Indonesia adalah sikap yang

memandang bahwa tiada cela berbahasa

Indonesia, merasa berbesar hati dan gagah

dengan lebih mengutamakan bahasa Indonesia

daripada bahasa lainnya, dan menggunakan

bahasa Indonesia penuh kebangaan dan

kesadaran sebagai jatidiri bangsa Indonesia yang

merdeka, bersatu, dan berdaulat.

Contoh:

Welcome ---Selamat Datang

Exit ---Keluar

Rumah Idi apartemen Garden City --

Tempat tinggal saya di Perumahan Kota Garden.

Sikap bangga berbahasa Indonesia

berkaitan juga dengan Undang-Undang

Nomor 24 Tahun 2009 yang berbunyi

“Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam

pidato resmi Presiden, Wakil Presiden, dan

pejabat negera yang lain yang disampaikan

di dalam atau di luar negeri” (Pasal 28 UU

No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera,

Bahasa, dan Lambang Negara, Serta Lagu

Kebangsaan).

Sadar Kaidah Berbahasa Indonesia

Sadar kaidah berbahasa Indonesia adalah sikap

yang perpegang teguh untuk mematuhi norma,

kriteria, kaidah, atau hukum-hukum yang berlaku

dalam penggunaan bahasa Indonesia baik dan

benar, terutama patuh menggunakan kaidah

bahasa Indonesia untuk ragam tulis dan baku, tidak

sebarangan menggunakan bahasa Indonesia, dan

dapat mengangkat harga diri sebagai bangsa yang

beradab dan bermartabat, seperti terukir dalam

ungkapan berikut.

“Bahasa Cermin Bangsa”

“Bahasa Jatidiri Bangsa”

“Bahasa Menunjukkan Bangsa”

“Selamat Dirgahayu HUT RI ke-69 tahun”

Seharusnya: “Dirgahayu Republik Indonesia”

Atau: “Selamat Hari Ulang Tahun Republik

Indonesia”

“Kita akan segera tinggal landas”

Seharusnya: “Kita akan segara lepas landas”

Bukankah ada ungkapan: tinggal kelas yang

artinya tidak naik ke kelas berikutnya.

“Ayolah kita segera mengejar ketertingalan”

Seharusnya: “Ayolah kita segera mengejar

kemajuan”

Ketertinggalan tidak dapat dikejar, hanya

kemajuan yang dapat dikejar.

“Untuk menyingkat waktu rapat segera dimulai”.

Seharusnya: “Untuk memanfaatkan waktu rapat

segera dimulai”.

Waktu (masa) tidak dapat disingkat, yang dapat

adalah dimanfaatkan.

“Atas perhatiannya, saya ucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya”.

“Atas perhatiannya, saya ucapkan terima kasih

yang dalam-dalamnya”

Seharusnya:

“Atas perhatian Bapak/Ibu/Saudara, saya

mengucapkan terima kasih yang setulus-

tulusnya”.

Kata “-nya” dalam penutup surat itu tidak jelas

siapa yang dimaksud oleh si pengirim surat,

seharusnya langsung menyebut Bapak/Ibu atau

Saudara yang jelas subjek yang dimaksud oleh si

pengirim surat.

Ucapan terima kasih itu tidak dapat menjadi

besar, kecil, dangkal, ataupun dalam.

Oleh karena itu, ucapan terima kasih yang

demikinan adalah kurang tepat dengan ucapan

“sebesar-besarnya” atau “sedalam-dalamnya”,

karena tidak menggambarkan rasa atau perasaan

yang sesungguhnya, maka perlu dipertimbangkan

untuk digantilah dengan kata “setulus-tulusnya”,

yang maksudnya “sesungguhnya,bersih hati”

(benar-benar keluar dari ketulusan hati suci yang

terdalam).

“Kepada Bapak Pimpinan Sidang, tempat dan

waktu kami persilahkan”.

Seharusnya:

“Kepada Pemimpin Sidang kami persilakan”.

“Kepada Bapak/Ibu/Saudara kami persilakan”.

Tempat dan waktu tidak dapat bergerak atau

berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya.

Hanya manusialah yang dapat bergerak dari

tempat duduknya semula menuju ke tempat

pimpinan sidang.

Manusianya itulah yang harus dipersilakan

memanfaatkan waktu dan tempatnya untuk

memimpin sidang.

Fakta Kebahasaan di Indonesia

Di Indonesia terdapat 3 macam

bahasa:

Bahasa Indonesia (hanya Satu

Bahasa),

Bahasa Daerah (lebih dari 700

bahasa), dan

Bahasa Asing (tidak terhitung).

Bagaimana ketiga bahasa itu

harus diperankan?

Bahasa Indonesia harus diutamakan,

dimartabatkan, diadabkan, dan menjadi tuan

di negeri sendiri, dijunjung setinggi-tingginya.

Bahasa Daerah harus dilestarikan, dijaga,

dilindungi dari kepunahan, dan difungsikan

sebagai pilar kebudayaan nasional.

Bahasa Asing dipergunakan sebagai bahasa

pergaulan dunia atau percaturan

internasional

Balai Sidang Jakarta

Jakarta Convention Center

Pendidikan untuk Semua

Education for All

Yayasan Pendidikan Damai

The Peace Education Foundation Selamat Datang

Sugeng Rawuh

Welcome

Hendaklah disadari akan Undang-

Undang Nomor 24 Tahun 2009 yang

berbunyi “Bahasa Indonesia wajib

digunakan dalam rambu umum,

petunjuk jalan, fasilitas umum, spanduk,

dan alat informasi lain yang merupakan

pelayanan umum”. (Pasal 38 UU No. 24

Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa,

dan Lambang Negara, Serta Lagu

Kebangsaan)

Bahasa dan Penalaran

Bahasa bukan sakadar alat komunikasi,

melainkan juga sarana berpikir atau bernalar

dan sekaligus sebagai sarana

mengungkapkan perasaan, pikiran, atau

gagasan seseorang dalam kehidupan sehari-

hari.

Bahasa yang baik dan benar menunjukkan

penalaran yang baik dan benar pula.

Oleh karena itu, bahasa erat kaitannya

dengan penalaran.

Seseorang yang cenderung memakai

bahasa bentuk pasif dapat dinalarkan

memiliki perilaku pasif pula.

Oleh karena itu, kita perlu mengubah

penalaran dari sikap hidup pasif menjadi

aktif melalui pemakaian bahasa Indonesia

yang baik dan benar.

Caranya bagaimana?

Mari kita menggunakan bahasa Indonesia

dalam bentuk aktif.

“Saya hanya menunggu dihubungi oleh Kepala Sekolah

untuk melaksanakan pekerjaan itu”.

Seharusnya:

“Saya segera menghubungi Kepala Sekolah untuk

membicarakan perencanaan pelaksanaan pekerjaan itu”.

“Saya menanti saja dipanggil oleh Kepala atas pekerjan

itu”.

Seharusnya:

“Saya segera menghadap Kepala guna menyelesaikan

pekerjaan itu”.

“Saya menerima saja dicaci orang lain atas kesalahan

itu”.

Seharusnya:

“Saya bersedia memberi pelayanan yang memuaskan

kepada semua pelanggan”. atau

“Saya sanggup berinisiatif merencanakan, melaksanakan,

dan mengevaluasi semua kegiatan”.

Jikalau ada penalaran bahwa “berbahasa

mencerminkan pikiran dan perasaan seseorang”,

bagaimana dengan sikap atau tindakan seseorang

yang hanya menunggu, menerima saja, menanti

melulu, malas-malas, dan segan bertindak atau

bekerja, jelas merupakan sikap hidup yang pasif

dan tentu sangat merugikan.

Sebaliknya, apabila penggunaan bahasa itu terasa

aktif, agresif, dan dinamis, tentu menunjukkan pula

sikap si pemakai bahasa yang aktif dan memiliki

inisiatif untuk kreatif, maju, tegas, berani, dan

mengambil tindakan yang bernas.

Berbahasa Indonesia dengan

Baik dan Benar

Banyak orang bertanya: Apakah yang disebut

Berbahasa Indonesia dengan baik dan

benar?

Berbahasa Indonesia dengan baik dan benar

adalah berbahasa Indonesia yang sesuai

dengan situasi dan kondisi pemakaian serta

mematuhi kaidah-kaidah bahasa yang berlaku.

Berahasa Indonesia dengan benar adalah

berbahasa Indonesia yang menerapkan kaidah

kebahasaan secara konsisten.

Kaidah bahasa yang perlu kita

perhatikan meliputi lima aspek,

yaitu:

1) tata bunyi,

2) tata istilah dan kosakata,

3) tata kalimat,

4) tata tulis (ejaan), dan

5) tata makna (semantik)

Tata Bunyi

Pada aspek tata bunyi, misalnya kita telah

menerima bunyi /f/, /v/, dan /z/, kata yang benar

adalah: fajar, fakir, motif, aktif, variabel, vitamin,

devaluasi, zakat, zebra, dan izin;

bukan pajar, pakir, motip, aktip, pariabel,

pitamin, depaluasi, jakat, jebra, dan ijin.

Demikian halnya dengan pelafalan: kompleks,

korps, transmigrasi, dan ekspor;

bukan komplek, korp, tranmigrasi, dan ekspot.

Tata Istilah dan Kosakata

Pada aspek tata istilah dan kosakata,

misalnya kata: tak, bilang, kasih, entar, dan

udah, sebaiknya diganti dengan: tidak,

berkata/mengatakan, memberi/mengasih,

sebentar, dan sudah.

Demikian halnya dengan istilah: pengaruh

(impact), pelabuhan udara/lapangan terbang

(airport), hasil (output), dan pajak tanah (land

tax), sebaiknya diganti dengan: dampak,

bandar udara, keluaran, dan pajak bumi.

Tata Kalimat

“Pembangunan itu untuk menyejahterakan

masyarakat”.

Secara sekilas, kalimat itu tidak menyiratkan

kekurangan.

Kalimat di atas hanya terdiri atas Subjek

(Pembangunan itu) dan Keterangan (untuk

menyejahterakan masyarakat).

Jadi, kalimat di atas tidak ada predikatnya.

Agar lengkap harus ada predikatnya, misalnya

dengan dihilangkan kata “untuk” atau ditambah

dengan kata “bertujuan” sehingga menjadi:

“Pembangunan itu menyejahterakan

masyarakat”.

Pembangunan itu (Subjek)

menyejahterakan (Predikat)

masyarakat (Objek).

“Pembangunan itu bertujuan untuk

menyejahterakan masyarakat”.

Pembangunan itu (Subjek)

bertujuan (Predikat)

untuk menyejahterakan masyarakat

(pelengkap/keterangan).

Tata Tulis (Ejaan)

Dari segi ejaan yang benar tata

penulisannya adalah:

analisis, hakikat, nasihat, apotek,

objek, subjek, jadwal, kualitas, kuitansi,

dan hierarki;

bukan analisa, hakekat, nasehat,

apotik, obyek, subyek, jadual, kwalitas,

kwitansi, dan hirarki.

Tata Makna (Semantik)

Bagaimana dengan aspek makna, perhatikan

contoh berikut.

Rumput makan kuda.

Anak itu jalan-jalan di sungai.

Dua kalimat itu secara struktur benar, ada Subjek

(Rumput, Anak itu), Predikat (makan, jalan-jalan),

dan objek (kuda) atau keterangan (di sungai). Akan

tetapi, dari segi tata makna tidak benar. Tidak ada

kisahnya rumput dapat makan kuda. Tidak ada

pula ceritanya sungai (di Indonesia) yang penuh air

dapat dilewati untuk jalan-jalan, kecuali sungai itu

kering atau airnya membeku menjadi es.

Untuk menjadi bahasa Indonesia yang baik dan

benar harus diubahnya menjadi.

Rumput dimakan kuda.

Kuda makan rumput.

Anak itu jalan-jalan di pinggir sungai.

Bahasa Indonesia yang baik adalah bahasa

Indonesia yang mempunyai nilai rasa yang tepat

dan sesuai dengan situasi pemakaiannya. Kapan,

di mana, dan dengan siapa Anda berbicara,

merupakan ketepatan memilih ragam bahasa yang

sesuai dengan kebutuhan komunikasi.

Tentu ketika Anda berada di rumah, di pasar, dan

di warung makan, misalnya, tidak harus

menggunakan bahasa Indonesia yang baku.

Jadi, berbahasa Indonesia dengan baik dan benar

adalah berbahasa Indonesia yang sesuai dengan

situasi dan kondisi pemakaian serta mematuhi

kaidah-kaidah bahasa yang berlaku.

Berbahasa Indonesia dengan Santun

Bahasa Indonesia sudah memiliki kaidah bahasa yang baik

dan benar. Dokumentasi bahasa Indonesia secara baik dan

benar baru pada tataran kaidah bahasa yang baik dan

benar dalam bentuk tata bahasa, pedoman pembentukan

istilah, dan pedoman ejaan bahasa Indonesia yang

disempurnakan. Hal itu tentunya belumlah cukup untuk

membentuk kepribadian bangsa yang berbudaya, beradab,

dan bermartabat. Berbahasa Indonesia dengan santun

tentunya menjadi dambaan setiap orang agar seseorang

mampu menjaga harkat, martabat, jatidiri, dan menghormati

orang lain sehingga menjadi bangsa yang berbudaya dan

beradab. Seseorang yang senantiasa menjaga harkat,

martabat, dan jatidirinya adalah subtansi dari kesantunan,

sedangkan menghormati orang lain adalah sifat beradab

(berbudi halus dan berpekerti luhur).

Berbahasa Indonesia dengan santun adalah

menggunakan bahasa Indonesia dengan budi

bahasa yang halus, nilai rasa yang baik, dan penuh

kesopanan, serta berusaha menghindari konflik

antara pembicara dengan lawan berbicaranya di

dalam proses berkomunikasi.

Contoh:

Hai Dungu, bawa tas saya yang ada di meja itu ke sini!

(Kalimat di atas terasa kurang santun karena muncul

kata “dungu”)

Tolonglah Nak, tas yang ada di meja itu bawalah ke sini.

Mohon sekiranya tas yang ada di meja itu bawalah ke sini.

Maaf Pak, tas yang ada di meja itu mengganggu Bapak.

(Ketiga kalimat di atas lebih halus dan terasa santun)

Berbahasa Indonesia dengan santun memungkinkan

kita disenangi banyak orang, disegani, dan dihormati.

Sebaliknya, berbahasa Indonesia tidak dengan santun

dapat menyebabkan kita dibenci, dicibir, direndahkan,

dan tidak disenangi banyak orang.

Kesantuan berbahasa mengacu pada unsur-unsur

bahasa, seperti pilihan kata, nada kalimat, ungkapan,

dan gaya. Pilihan kata merupakan salah satu penentu

kesantunan berbahasa, misalnya menggunakan kata-

kata perintah yang kurang sopan, “Dungu”, “Bebal”,

“Bodoh!”, dan kata-kata yang bernilai rasa kasar, jorok,

negatif, menyakitkan, menjijikan, dan hal-hal yang

dianggap kurang sopan, jelas harus dihindari.

Apabila kata-kata itu tetap digunakan, biasanya

didahului dengan kata “maaf”, “tolong”, “mohon”,

“sudilah kiranya”, dan “hendaklah berkenan”.

Nada kalimat juga menentukan seseorang dapat

berbahasa dengan santun atau tidak. Nada kalimat

yang kasar, keras, membentak, dan menghardik,

jelas berbeda nilai kesantuan berbahasanya

dengan nada berbahasa yang dilakukan secara

halus, sabar, dan penuh kehati-hatian atau

kearifan.

Contoh:

Pindahkan tas ini segera!

Tolong, pindahkanlah segera tas ini.

Kalau Anda sempat, tolong segera pindahkanlah tas ini.

Kalau Anda tidak keberatan mohon segera pindahkan

tas ini.

Dapatkah Anda segera memindahkan tas ini?

Tas ini membuat ruangan di sini terasa sempit.

Contoh kalimat di atas dari nada kalimat yang

kasar, tidak sopan, hingga ke nada yang paling

halus. Kalimat terakhir merupakan perintah yang

dilakukan secara tidak langsung. Dengan nada

kalimat dan sekaligus gaya bahasa seperti itu,

diharapkan lawan berbicara mengerti dan

memahami untuk memindahkan tas itu segera.

Banyak ungkapan yang terasa lebih santun

daripada sebuah kata yang memiliki konsep makna

yang sama dengan ungkapannya.

Perhatikan deretan kata yang maknanya sama

dengan ungkapannya, dari nada yang terasa tidak

atau kurang santun hingga terasa halus dan lebih

santun.

bunting

hamil

mengandung

duduk perut

(ungkapan)

berbadan dua

mampus

mati

meninggal

tewas

wafat

berpulang ke

rahmatullah

tutup usia

Dapat dirasakan gradasi pilihan kata yang

terasa kasar, kurang santun, hingga

terasa maknanya lebih santun dan halus.

Hal-hal yang dihindari dan

sebaiknya jangan dilanggar

Janganlah memalukan, menghina, dan

merendahkan lawan berbicara sehingga

tersinggung dan sakit hati.

Contoh:

Anak itu bukan malas, melainkan bodoh.

Anak Ibu sebetulnya pandai, hanya kurang

tekun belajar.

Jangan menyombongkan, membanggakan,

dan memuji diri sendiri dihadapan lawan

berbicara.

Contoh:

Anakku itu hebat, prestasinya luar biasa, setiap

tahun selalu menjadi juara kelas, bahkan

kemarin lulus ujian nasional dengan nilai angka

rata-rata sembilan koma delapan lima.

Anakku itu sebenarnya biasa-biasa saja, cuma

dia itu tekun dan rajin belajar sehingga wajarlah

kalau dia sering menjadi juara kelas dan lulus

ujian nasional dengan nilai lumayan baik.

Jangan menunjukkan perasaan senang

terhadap penderitaan, kemalangan, dan

musibah yang dialami orang lain.

Contoh:

Ayahmu meninggal karena kecelakaan

lalu lintas, tidak apalah karena setiap

orang akan meninggal dunia juga.

Saya turut sedih dan berbela duka atas

meninggalnya ayahanda karena musibah

lalu lintas itu, tetaplah tegar dan tabah

menghadapi cobaan hidup seperti ini.

Janganlah menyatakan ketidaksetujuan atau

ketidaksepakatan Anda dengan lawan berbicara.

Contoh:

Terus terang, saya tidak setuju kamu pindah

kerja.

Bekerja di kantor mana pun itu baik, sebaiknya

dipikirkan kembali tentang rencana Anda untuk

pindah kerja itu.

Saya tidak setuju kalau kita harus segera

menikah.

Sebenarnya saya pun ingin segera menikah,

tetapi sekarang ini rasanya belum siap.

Bagaimana kalau kita tunggu beberapa waktu

lagi agar lebih mapan kita.

Hal-hal yang seharusnya dilakukan

Berusaha membuat lawan berbicara senang.

Contoh:

Bapak memerlukan saya? Mari saya bantu Pak.

Jangan khawatir Pak, saya memilikinya dan Bapak

tentu saya bantu dengan sekuat kemampuan.

Berusaha memberi pujian kepada lawan

berbicara.

Contoh:

Selamat atas keberhasilan Anda menjadi juara kelas.

Selamat dan senantiasa sukses dalam menempuh

ujian.

Memang Saudara hebat, luar biasa, dan pantaslah

kalau juara umum tahun ini berhasil Saudara bawa

pulang.

Menunjukkan persetujuan kepada lawan

berbicara.

Contoh:

Saya setuju sekali Saudara kembali ke kampung

halaman karena tenaga dan pikiran Saudara sangat

dibutuhkan di sana.

Tentu, saya sependapat dengan Saudara kalau

koruptor itu harus dimiskinkan dan dihukum seberat-

beratnya.

Menggunakan kosakata yang secara sosial

budaya terasa lebih santun dan sopan.

Contoh:

Beliau wafat dan dimakamkan di kota kelahirannya,

Palu.

Almarhumah tutup usia sekitar pukul 18.30 WIB.

Menggunakan kata “mohon” atau “maaf” untuk

meminta bantuan, memerintah, atau

melarangnya.

Contoh:

Mohon untuk tidak merokok di ruangan ini.

Maaf, Bapak ibu yang membawa HP mohon

keikhlasannya untuk tidak mengatifkan HP-nya selama

perkulian ini.

Menggunakan kalimat tidak langsung dalam

menyuruh.

Contoh:

Ruangan kelas ini terasa panas sekali.

(Maksudnya menyuruh untuk menyalakan AC

pendingin ruangan)

Lebih Lanjut dapat dipelajari melalui Buku Acuan

Latihan

Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut

dengan bahasa yang baik, benar, dan

santun serta menggunakan logika

penalaran yang benar pula.

1. Bagaimanakah sikap Anda ketika menghadapi

semakin pesatnya kosakata atau istilah asing

yang menjamur dalam khazanah bahasa

Indonesia?

2. Coba cari dan temukanlah sepuluh kosakata

atau istilah asing di sekitar lingkungan hidup

kita sehari-hari. Setelah Anda temukan, cobalah

cari padanannya dalam bahasa Indonesia.

3. Cobalah mencari lima kalimat dalam Bahasa

Indonesia. Setelah Anda temukan, cobalah amati

bahasa Indonesia yang Anda temukan itu sudah

memenuhi kriteria bahasa Indonesia yang baik dan

benar? Sebagai ukurannya adalah lima kriteria atau

kaidah berbahasa Indonesia dengan baik dan benar,

yaitu dari aspek: (1) tata bunyi, (2) tata istilah dan

kosakata, (3) tata kalimat, (4) tata tulis (ejaan), dan

(5) tata makna (semantik).

4. Lima kalimat yang Anda temukan itu juga perlu

diamati logika penalaran berbahasanya. Apakah

sudah benar sesuai dengan penalaran?

5. Mengapa kita harus menggunakan bahasa Indonesia

yang baik, benar, dan santun? Cobalah berikan

contoh lima kalimat dalam bahasa Indonesia yang

menunjukkan berbahasa Indonesia dengan baik,

benar, dan santun.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA