Ayat al-qur'an tentang perintah hijrah ke madinah

HIJRAH KE MADINAH

Usai Bai’atul-‘Aqabah kedua, kaum Anshar pun kembali ke Madinah. Mereka sangat antusias menunggu dan mengharap kedatangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah ke Madinah. Sementara itu, kaum muslimin yang mendengar kesepakatan antara Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Anshâr juga sudah siap berhijrah ke Madinah.

FAKTOR PENYEBAB HIJRAH
Hijrah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kaum muslimin ini bukan tanpa alasan. Ada berbagai faktor yang menjadi pemicu untuk melakukan hijrah.

Pertama : Karena adanya siksaan dan tekanan dari kaum kafir Quraisy. Begitu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan dakwah secara terbuka, berbagai ancaman mulai diarahkan kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang beriman yang mengikutinya. Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa berpikir untuk mencari perlindungan di luar Makkah. Sehingga terjadilah hijrah kaum muslimin ke Habsyah, Thaif, dan kemudian ke Madinah.

Penyebab hijrah ini, di antaranya karena penyiksaan dan penindasan kaum kafir Quraisy atas kaum muslimin. Riwayat yang menguatkan faktor ini, tersirat dalam perkataan Bilal Radhiyallahu anhu ketika ia hendak berhijrah:

اللَّهُمَّ الْعَنْ شَيْبَةَ بْنَ رَبِيعَةَ وَعُتْبَةَ بْنَ رَبِيعَةَ وَأُمَيَّةَ بْنَ خَلَفٍ كَمَا أَخْرَجُونَا مِنْ أَرْضِنَا إِلَى أَرْضِ الْوَبَاءِ

Wahai Allah ! Laknatlah Syaibah bin Rabî’ah, ‘Utbah bin Rabî’ah, dan Umayyah bin Khalaf, sebagaimana mereka telah menyebabkan kami keluar dari negeri kami ke negeri derita.[1]

Juga hadits ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma tentang hijrahnya orang tuanya. Beliau Radhiyallahu anhuma berkata:

اسْتَأْذَنَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ أَبُو بَكْرٍ فِي الْخُرُوجِ حِينَ اشْتَدَّ عَلَيْهِ الْأَذَى

Abu Bakr Radhiyallahu anhu meminta izin kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berhijrah, ketika penderitaannya terasa berat.[2]

Kedua :Adanya kekuatan yang akan membantu dan melindungi dakwah, sehingga memungkinkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdakwah dengan leluasa. Hal ini sebagaimana tertuang dalam nash Bai’atul-‘Aqabah kedua. Yaitu kaum Anshâr berjanji akan melindungi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana melindungi anak dan istri mereka.

Ketiga : Para pembesar kaum Quraisy dan sebagian besar masyarakat Makkah menganggap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai pendusta, sehingga mereka tidak mempercayainya. Dengan kondisi seperti ini, maka beliau n ingin mendakwahkan kepada masyarakat lainnya yang mau menerimanya. Banyak dalil yang menunjukkan faktor ini, di antaranya ialah sebagaimana perkataan Sa’ad bin Mu’âdz Radhiyallahu anhu :

اللَّهُمَّ إِنَّكَ تَعْلَمُ أَنَّهُ لَيْسَ أَحَدٌ أَحَبَّ إِلَيَّ أَنْ أُجَاهِدَهُمْ فِيكَ مِنْ قَوْمٍ كَذَّبُوا رَسُولَكَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ وَأَخْرَجُوهُ

Baca Juga  Perang Uhud (1)

Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui, sesungguhnya tidak ada seorang pun yang lebih aku sukai untuk aku jihadi mereka karena-Mu daripada suatu kaum yang telah mendustakan Rasul-Mu dan mengusirnya.[3]

Keempat : Kaum muslimin khawatir agama mereka terfitnah. Ketika ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma ditanya tentang hijrah, beliau Radhiyallahu anhuma berkata:

كَانَ الْمُؤْمِنُونَ يَفِرُّ أَحَدُهُمْ بِدِينِهِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى وَإِلَى رَسُولِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ مَخَافَةَ أَنْ يُفْتَنَ عَلَيْهِ

Kaum mukminun pada masa dahulu, mereka pergi membawa agama mereka menuju Allah dan Rasul-Nya karena khawatir terfitnah.[4]

Itulah beberapa faktor yang mendorong kaum muslimin berhijrah, meninggalkan negeri Makkah menuju negeri yang baru, yaitu Madinah. Semua ini dilakukan untuk mendapatkan ridha Allah Azza wa Jalla .

Khabbab Radhiyallahu anhu berkata:

هَاجَرْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ نَلْتَمِسُ وَجْهَ اللَّهِ فَوَقَعَ أَجْرُنَا عَلَى اللَّهِ

Kami hijrah bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mencari wajah Allah, sehingga ganjaran kami benar-benar di sisi Allah Azza wa Jalla.[5]

MENGAPA MEMILIH HIJRAH KE MADINAH?
Nash-nash yang shahîh menunjukkan, pilihan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menetapkan Madinah sebagai negeri hijrah kaum muslimin, merupakan pilihan yang berdasarkan wahyu ilahi. Sebagaimana hal ini tertera dalam hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

رَأَيْتُ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أُهَاجِرُ مِنْ مَكَّةَ إِلَى أَرْضٍ بِهَا نَخْلٌ فَذَهَبَ وَهَلِي إِلَى أَنَّهَا الْيَمَامَةُ أَوْ هَجَرُ فَإِذَا هِيَ الْمَدِينَةُ يَثْرِبُ

Aku pernah mimpi berhijrah (pindah) dari Makkah menuju suatu tempat yang ada pohon kurmanya. Lalu aku mengira daerah itu ialah Yamamah atau Hajr (Ahsâ`), (namun) ternyata daerah itu adalah Yatsrib.[6]

Juga hadits:

إِنِّي أُرِيتُ دَارَ هِجْرَتِكُمْ رَأَيْتُ ذَاتَ نَخْلٍ بَيْنَ لَابَتَيْنِ

Aku diperlihatkan negeri hijrah kalian, yaitu satu negeri yang memiliki pohon kurma di antara dua harrah. [7]

Mendengar penuturan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, maka kaum muslimin pun kemudian bergegas melakukan hijrah ke Madinah. Begitu juga sebagian kaum muslimin yang sedang berada di Habsyah, mereka segera berangkat menuju Madinah.

YANG PERTAMA KALI BERANGKAT HIJRAH KE MADINAH
Imam Bukhaari[8] menyebutkan, yang pertama kali berangkat hijrah ke Madinah ialah Mush’ab bin Umair dan ‘Abdullah bin Ummi Maktûm. Sedangkan Ibnu Ishâq[9] dan Ibnu Sa’ad[10] menyebutkan, yang pertama kali berhijrah ialah Abu Salamah bin al Asad. Musa bin ‘Uqbah memilih yang kedua.

Ibnu Hajar[11] menyebutkan, di antara hadits-hadits yang dibawakan penulis kitab al-Maghazi, Syiyar, dan hadits-hadits yang dibawakan oleh Imam al-Bukhâri masih bisa dipertemukan, dengan membawa pengertian “yang pertama kali” pada sisi tertentu. Yaitu Abu Salamah meninggalkan Makkah tidak dengan niatan menetap di Madinah, namun hanya menghindari penindasan kaum kafir Quraisy. Berbeda dengan Mush’ab yang memang sejak awal berniat menetap di Madinah untuk memberi pengajaran kepada penduduk Madinah atas perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam .

Baca Juga  Pasca Perang Uhud

Jadi, masing-masing di antara dua orang ini dilihat dari satu sisi. Abu Salamah ialah orang yang pertama kali hijrah ke Madinah untuk menghindari penindasan kaum kafir Quraisy. Sedangkan Mush’ab ialah orang yang pertama kali hijrah ke Madinah dengan niat menetap di Madinah.

Kemudian setelah itu, kaum muslimin berdatangan ke Madinah. Bilal bin Rabbah datang bersama Sa’ad bin Abi Waqâsh dan ‘Ammâr bin Yâsir, kemudian menyusul ‘Umar bin al-Khaththab.

RESPON KAUM KAFIR QURAISY TERHADAP HIJRAH KAUM MUSLIMIN
Melihat kaum muslimin melakukan hijrah ke Madinah, bagaimanakah sikap kaum kafir Quraisy?

Pemandangan ini sangat menyakitkan hati kaum kafir Quraisy. Sehingga mendorong mereka melakukan berbagai upaya untuk menghalangi kaum muslimin hijrah. Misalnya dengan menahan harta kaum muslimin dan melarang membawanya. Terkadang dengan menahan dan mengurung sebagian anggota keluarga kaum muslimin. Disamping itu, mereka juga melakukan supaya kaum muslimin yang sudah berada di Madinah kembali ke Makkah.

Namun upaya kaum kafir Quraisy ini tidak membuat kaum muslimin bergeming dari niat semula. Mereka benar-benar sudah siap berpisah dengan harta benda miliknya, keluarganya, dan kenikmatan dunia dan penghidupan lainnya yang telah mereka peroleh di Makkah, demi menyambut panggilan aqidah. Dan sungguh, hijrah ini menjadi pijakan pertama berkibarnya panji tauhid.

Wallahul-Musta’an.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XII/1429H/2008M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196] _______ Footnote [1]. HR al-Bukhâri/al-Fath, 18/232, no. 1889. [2]. Ibid., 15/271, no. 4093. [3]. Ibid., 15/82-83, no. 3901. [4]. Ibid., 15/81-82, no. 3900. [5]. Ibid., 6/172, no. 1276. [6]. HR al-Bukhâri/al-Fath (7/226) dan Imam Muslim (4/1779). Lihat as-Siratun-Nabawiyatush-Shahîhah, hlm. 201. [7]. HR al-Bukhâri/al-Fath, 7/231. Az-Zuhri menjelaskan, yang dimaksud dengan kalimat labatain dalam hadits di atas ialah dua hurrah. [8]. HR al-Bukhâri/al-Fath, 15/118, no. 3924, 3925. [9]. Ibnu Hisyâm, 2/122. Beliau t membawakan riwayat ini tanpa sanad, namun beliau t membawakan kisah cara hijrah Abu Salamah z dengan sanad yang hasan. [10]. Ath-Thabaqât (1/226) dengan sanad yang bersambung melalui riwayat al-Waqîdî.

[11]. Al-Fath, 15/119, no. 3925.

Tahun baru Hijriyyah menjadi momentum yang pas untuk meninggalkan keburukan dan melanjutkan langkah pada kebaikan. Dalam Islam, hal ini bisa disebut dengan hijrah (berpindah). Salah satu ayat yang menyerukan untuk berhijrah ialah Surat An-Nisa’ ayat 97-98. Berikut ini Tafsir surat An-Nisa’ ayat 97-98 tentang hijrah.

Makna Hijrah

Hijrah berasal dari kata hajara–yuhajiru-hijratan yang berarti memutus hubungan (Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, hal. 477-478). Menurut Muhammad ibn Mukarram ibn Manzur kata hijrah dapat pula diartikan dengan berpindah dari satu tempat ke tempat lain (Lisanul ‘Arab Juz 9, hal. 32). Baca juga: Makna Hijrah dalam Al-Quran

Kata Hijrah pun sudah diserap dalam bahasa Indonesia dan diterjemahkan dengan dua pengertian. Pertama, yakni perpindahan Nabi Muhammad Saw. dari Mekah ke Madinah untuk menghindari tekanan kaum Quraisy. Kedua, berpindah atau menyingkir sementara waktu dari satu tempat ke tempat lain. (Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Hal. 523).

Tafsir Ayat

Hijrah beserta kata turunannya dalam Al Quran terulang sebanyak 25 kali (Muhammad Fuad ‘Abd al-Baqi, al-Mu’jamul Mufahras Li Alfazil Qur`an, hal. 730-731). Salah satu ayat yang menjelaskan Hijrah ialah Surat An-Nisa’ ayat 97-98. Berikut ini redaksinya:

اِنَّ الَّذِيْنَ تَوَفّٰىهُمُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ ظَالِمِيْٓ اَنْفُسِهِمْ قَالُوْا فِيْمَ كُنْتُمْ ۗ قَالُوْا كُنَّا مُسْتَضْعَفِيْنَ فِى الْاَرْضِۗ قَالُوْٓا اَلَمْ تَكُنْ اَرْضُ اللّٰهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوْا فِيْهَا ۗ فَاُولٰۤىِٕكَ مَأْوٰىهُمْ جَهَنَّمُ ۗ وَسَاۤءَتْ مَصِيْرًاۙ اِلَّا الْمُسْتَضْعَفِيْنَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاۤءِ وَالْوِلْدَانِ لَا يَسْتَطِيْعُوْنَ حِيْلَةً وَّلَا يَهْتَدُوْنَ سَبِيْلًاۙ فَاُولٰۤىِٕكَ عَسَى اللّٰهُ اَنْ يَّعْفُوَ عَنْهُمْ ۗ وَكَانَ اللّٰهُ عَفُوًّا غَفُوْرًا 

وَمَنْ يُّهَاجِرْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ يَجِدْ فِى الْاَرْضِ مُرٰغَمًا كَثِيْرًا وَّسَعَةً ۗوَمَنْ يَّخْرُجْ مِنْۢ بَيْتِهٖ مُهَاجِرًا اِلَى اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ اَجْرُهٗ عَلَى اللّٰهِ ۗوَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا ࣖ

“Sesungguhnya orang-orang yg diwafat kan malaikat dalam keadaan mengania ya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya : “Dalam keadaan bagai mana kamu ini?.” Mereka menjawab: “Adalah kami orang-orang yg tertindas di negeri (Mekah).” Para malaikat berkata: “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?.” Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, & Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau wanita ataupun anakanak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah), mereka itu, mudah-mudahan Allah memaafkannya. Dan adalah Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun”

“Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yg luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yg dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”

Ayat di atas menjelaskan mengenai keadaan sekelompok Muslim Mekah yang tidak berhijrah ke Madinah. Kelompok tersebut bergabung dengan kaum Musyrik dan turut serta memerangi kaum Muslim. Pasca perang banyak dari kelompok Muslim tersebut yang tewas hingga terjadilah dialog antara Malaikat dengan orang-orang yang diwafatkan tersebut. Malaikat pun bertanya dengan nada menyindir “Dalam keadaan bagaimana kamu dahulu?”

Muhammad Quraish Shihab berpendapat bahwa sebagian ulama berbeda pendapat mengenai keadaan orang-orang tersebut. Orang-orang yang diwafatkan tersebut sempat berkelit pada Malaikat bahwa mereka adalah kelompok tertindas di Mekah atau Mustad`afin.

Malaikat pun merespon dengan mengajukan pertanyaan “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kalian bias hijrah di dalamnya?”.  pertanyaan ini bermakna  hijrah dapat menjadi solusi untuk mengamalkan tuntunan ajaran agama juga mencari rezeki. Karena respon inilah orang-orang tersebut menyesal dan dimasukkan dalam neraka jahannam.

Menurut Shihab, ayat ini menjadi dalil bagi orang yang tidak dapat kebebasan dalam menjalankan agama di suatu negeri, maka wajib berhijrah atau bermigrasi ke negeri lain yang terdapat kebebasan dalam menjalankan agama meskipun ke negeri kafir (Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur`an, hal. 681-682).

Namun terdapat pengecualian bagi orang-orang yang disebutkan pada ayat 98. Yakni orang-orang lemah baik pria, wanita maupun anak-anak, orang-orang yang tidak mengetahui jalan keluar serta orang-orang yang tidak dapat berkelit. Kelompok ini bukan termasuk yang diancam sebagaimana ayat 97. Maka, pada ayat ke 99 terdapat redaksi ‘Asa Allah An Ya’fuwa ‘Anhum yang berarti “Mudah-Mudahan Allah mengampuni dosa mereka”.

Menurut Muhammad Tahir ibn ‘Ashur ayat tersebut bermakna bahwa Allah berharap mengampuni dosa orang yang tidak berhijrah karena lemah. (Muhammad Tahir ibn ‘Ashur, Tafsir at-Tahrir Wa at-Tanwir, Juz 3, hal. 177).

Menurut al-Zamakhshari sebagaimana dikutip oleh al-Razi mengenai redaksi ‘Asa bertujuan untuk menjelaskan kepada orang-orang yang meninggalkan hijrah. Bahwa hal itu merupakan perkara sempit, sehingga jika terdapat ketidakbebasan dalam menjalankan agama dapat memunculkan harapan dan motivasi untuk berhijrah. (Muhammad ibn ‘Umar al-Razi, at-Tafsirul Kabir Aw Mafatihul Ghayb, Jilid 6, hal. 12).

Pada penutup ayat Allah menutup dengan menyebutkan sifat-sifat Allah yakni ‘Afuwwan (Maha Pengampun) dan Ghafuran (Maha Penyayang) bagi seluruh hamba-Nya yang diberi pahala (‘Umar ibn ‘Ali ibn ‘Adil al-Dimashqi al-Hanbali al-Lubab Fi ‘Ulumil Qur`an, Juz 6, hal. 594). Baca Juga: Peristiwa Taubat Nabi Adam AS. di Bulan Muharram

Selanjutnya pada ayat 100 Allah menjelaskan bahwa orang-orang yang berhijrah di jalan-nya akan mendapat hikmah berupa tempat yang luas juga kenyamanan hidup. Ayat ini menjanjikan kebebasan serta kelapangan rezeki bagi orang-orang yang ingin berpindah dari kekufuran.

Menurut Shihab, hijrah dapat pula menjadi sarana bagi pembangunan sebuah peradaban. Para sosiolog berpendapat bahwa peradaban manusia terbentuk dari proses hijrah atau migrasi. Sebagaimana yang terjadi pada bangsa Amerika modern yang nenek moyangnya berasal dari Inggris lalu berhijrah ke benua tersebut hingga mendapatkan kebebasan dan melahirkan tatanan masyarakat baru juga peradaban unggul.

Sama halnya dengan peristiwa hijrahnya Nabi Saw. beserta kaum Muslim dari Mekah ke Madinah. Sehingga menghasilkan tatanan masyarakat serta peradaban baru sebagai implementasi ajaran Islam. (Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur`an, hal. 685).

Semoga dengan adanya hal ini menjadikan kita lebih mawas diri dalam menghadapi hidup. Jika ingin menemukan sesuatu yang lebih baik, maka kata kuncinya adalah berpindah tempat atau hijrah. Wallahu A’lam.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA