Apakah yang dimaksud dengan penyerahan BKP/JKP kepada pemungut

PajakOnline.com—Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencabut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/PMK.03/2002 yang mengatur tentang tata cara penunjukan bendahara pemerintah dan KPKN untuk memungut, menyetor dan melaporkan beserta tata cara Pemungutan, penyetoran dan pelaporannya dan menggantinya dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 231/PMK.03/2019 yang mulai berlaku per 1 April 2020.

Adapun ketentuan pada KMK No.563/2003 yang dicabut adalah penunjukan bendaharawan dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara sebagai pemungut PPN atau PPnBM. Dalam beleid yang baru Kemenkeu menunjuk instansi pemerintah sebagai pemungut.

Berdasarkan ketentuan baru tersebut, terdapat 7 transaksi yang tidak dipungut oleh instansi pemerintah.

  1. pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp2 juta, tidak termasuk PPN atau PPnBM dan bukan merupakan pembayaran yang dipecah.
  2. pembayaran dengan kartu kredit pemerintah atas belanja instansi pemerintah Pusat.
  3. pembayaran untuk pengadaan tanah.
  4. pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan bahan bakar bukan minyak oleh PT. Pertamina (Persero).
  5. pembayaran atas penyerahan jasa telekomunikasi oleh perusahaan telekomunikasi.
  6. pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan.
  7. pembayaran atas BKP/JKP yang mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan.

Kendati 7 transaksi tersebut tidak dipungut PPn/PPnBM oleh instansi pemerintah, bukan berarti menggugurkan kewajiban PPN/PPnBM yang terutang. Kewajiban pemungutan, penyetoran, dan pelaporan atas ketujuh transaksi tersebut beralih pada PKP rekanan pemerintah.

Berikut Mekanisme Pemungutan oleh Pemungut berdasarkan ketentuan tersebut diatas:

  1. PEMUNGUTAN DAN PENYETORAN PPN ATAU PPN DAN PPnBM YANG TERUTANG ATAS BELANJA PEMERINTAH
  2. Jumlah PPN yang wajib dipungut oleh Instansi Pemerintah sebesar 10% (sepuluh persen) dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak.
  3. Dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak selain terutang PPN juga terutang PPnBM, maka jumlah PPnBM yang wajib dipungut oleh Instansi Pemerintah adalah sebesar tarif PPnBM yang berlaku dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak.
  4. PKP Rekanan Pemerintah menyampaikan tagihan kepada Instansi Pemerintah berdasarkan dokumen penagihan, untuk sebagian maupun seluruh pembayaran.
  5. Jumlah tagihan sebagaimana dimaksud pada angka 3 termasuk jumlah PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang.
  6. Instansi Pemerintah memungut PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang, pada saat pembayaran dengan cara pemotongan secara langsung dari tagihan PKP Rekanan Pemerintah.
  7. Instansi Pemerintah membayar jumlah tagihan kepada PKP Rekanan Pemerintah tidak termasuk jumlah PPN atau PPN dan PPnBM.
  8. Instansi Pemerintah menyetor PPN atau PPN dan PPnBM yang telah dipungut ke kas negara.
  1. CONTOH PERHITUNGAN PEMUNGUTAN PPN ATAU PPN DAN PPnBM YANG TERUTANG ATAS BELANJA PEMERINTAH

Contoh perhitungan pemungutan PPN atau PPN dan PPnBM adalah sebagai berikut:

Dasar pemungutan PPN atau PPN dan PPnBM adalah jumlah pembayaran yang dilakukan oleh Instansi Pemerintah tidak termasuk PPN atau PPN dan PPnBM yang dipungut. Jumlah PPN atau PPN dan PPnBM yang dipungut:

  1. Dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak hanya terutang PPN, maka jumlah PPN yang dipungut adalah 10/110 bagian dari jumlah pembayaran.

Contoh:

Jumlah pembayaran                                         =   Rp 2.750.000,00

Jumlah PPN : 10/ 110 x Rp2.750.000,00           =   Rp   250.000,00

Jumlah yang dibayarkan kepada PKP Rekanan

(Rp2.750.000,00 – Rp250.000,00)                     =   Rp 2.500.000,00

  1. Penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah dari PKP Rekanan yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah, selain terutang PPN juga terutang PPnBM, maka jumlah PPN dan PPnBM yang dipungut adalah sebagai berikut:

Dalam hal terutang PPnBM dengan tarif sebesar 20%, maka jumlah PPN yang dipungut sebesar 10/130 bagian dari jumlah pembayaran sedangkan jumlah PPnBM yang dipungut sebesar 20/130 bagian dari jumlah pembayaran.

Contoh : PPnBM dengan tarif 20%

Jumlah pembayaran                                         =   Rp 3.250.000,00

Jumlah PPN yang dipungut:                             =   Rp   250.000,00

(10/ 130 x Rp3.250.000,00)

Jumlah PPnBM yang dipungut:                        =   Rp   500.000,00

(20/130 x Rp3.250.000,00)

Jumlah yang dibayarkan kepada PKP Rekanan =   Rp 2.500.000,00

Rp3.250.000,00-(Rp250.000,00+ Rp500.000,00)

  1. Dalam hal jumlah pembayaran paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) tidak termasuk jumlah PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang, dan bukan merupakan pembayaran yang dipecah dari suatu transaksi yang nilai sebenarnya lebih dari Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah), maka PPN tidak perlu dipungut oleh Instansi Pemerintah.

Contoh 1:

Jumlah pembayaran                                         =   Rp 2.090.000,00

Jumlah PPN : 10/ 110 x Rp2.090.000,00           =   Rp   190.000,00

Jumlah yang dibayarkan kepada PKP Rekanan

(Rp2.090.000,00 – Rp190.000,00)                     =   Rp 1.900.000,00

Meskipun pembayaran termasuk PPN Rp2.090.000,00 tetapi karena pembayaran kepada PKP Rekanan Pemerintah tidak termasuk PPN atau PPN berjumlah Rp 1.900.000,00 (tidak lebih dari Rp 2.000.000,00), maka PPN yang terutang tidak perlu dipungut oleh Instansi Pemerintah, tetapi harus dipungut dan disetor oleh PKP Rekanan Pemerintah, dan Faktur Pajak tetap harus dibuat.

Contoh 2:

Jumlah pembayaran                                         =   Rp 2.310.000,00

Jumlah PPN : 10/110 x Rp2.310.000,00            =   Rp  210.000,00

Jumlah yang dibayarkan kepada PKP Rekanan

(Rp2.310.000,00 – Rp210.000,00)                     = Rp  2.100.000,00

Karena pembayaran tidak termasuk PPN berjumlah Rp2.100.000,00 (lebih dari Rp2.000.000,00), maka PPN yang terutang dipungut oleh Instansi Pemerintah.

  1. Dalam hal pembayaran oleh Instansi Pemerintah merupakan pembayaran yang dipecah dari suatu transaksi yang nilai sebenarnya lebih dari Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah), maka PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang dipungut oleh Instansi Pemerintah.

Contoh:

Harga barang dalam satu dokumen pengadaan   =   Rp 5.000.000,00

PPN terutang : 10% x Rp5.000.000,00              =   Rp   500.000,00

Jumlah pembayaran pertama                            =   Rp 2.200.000,00

PPN terutang : 10/110 x Rp2.200.000,00          =   Rp   200.000,00

Jumlah yang dibayarkan kepada PKP Rekanan

(Rp2.200.000,00 – Rp200.000,00)                     =   Rp 2.000.000,00

Jumlah pembayaran kedua                               =   Rp 2.200.000,00

PPN terutang : 10/110 x Rp2.200.000,00          =   Rp   200.000,00

Jumlah yang dibayarkan kepada PKP Rekanan

(Rp2.200.000,00 – Rp200.000,00)                     =   Rp 2.000.000,00

Jumlah pembayaran ketiga                               =   Rp 1.100.000,00

Jumlah PPN : 10/110 x Rp1.100.000,00            =   Rp   100.000,00

Jumlah yang dibayarkan kepada PKP Rekanan

(Rp1.100.000,00 – Rp100.000,00)                     =   Rp 1.000.000,00

Karena pembayaran yang dilakukan oleh Instansi Pemerintah dimaksud merupakan pembayaran atas suatu transaksi yang dipecah, dengan nilai transaksi yang sebenarnya lebih dari Rp2.000.000,00, maka PPN yang terutang tetap dipungut oleh Instansi Pemerintah.

  1. PEMUNGUTAN PPN ATAS PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK DAN/ATAU JASA KENA PAJAK SEHUBUNGAN DENGAN PENDAPATAN PEMERINTAH
  1. Instansi Pemerintah yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dikenai PPN, kecuali atas barang dan/atau jasa yang tidak dikenai PPN sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
  1. Termasuk jasa yang tidak dikenai PPN sebagaimana dimaksud pada angka 1 antara lain jasa yang disediakan oleh Instansi Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum.
  1. Jasa yang disediakan oleh Instansi Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum sebagaimana dimaksud pada angka 2 merupakan jasa sehubungan dengan kegiatan pelayanan yang hanya dapat dilakukan oleh Instansi Pemerintah sesuai kewenangannya berdasarkan peraturan perundang-undangan dan jasa tersebut tidak dapat disediakan oleh bentuk usaha lain.
  1. Termasuk dalam pengertian jasa yang disediakan oleh Instansi Pemerintah dalam menjalankan pemerintahan secara umum sebagaimana dimaksud pada angka 2 adalah pemberian Izin Mendirikan Bangunan, pemberian Izin Usaha Perdagangan, pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, pembuatan Kartu Tanda Penduduk, pemberian Hak Paten, pemberian Merek, pemberian Hak Cipta, pembuatan akte kelahiran, pembuatan akte nikah, dan pemberian Visa.
  1. Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 1 dikenai PPN sebesar 10% (sepuluh persen) dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak.
  1. CONTOH PERHITUNGAN PEMUNGUTAN PPN YANG TERUTANG ATAS PENDAPATAN PEMERINTAH

Contoh perhitungan pemungutan PPN dan pengkreditan Pajak Masukan adalah sebagai berikut:

  1. Dasar pemungutan PPN adalah penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak berupa Harga Jual atau Penggantian. Contoh:

PKP Instansi Pemerintah A melakukan penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak yang terutang PPN. Jumlah PPN yang dipungut adalah 10% (sepuluh persen) dikali Harga Jual atau Penggantian.

Penggantian atas Jasa Kena Pajak                     =   Rp   3.000.000,00

Jumlah PPN dipungut : 10% x Rp3.000.000,00 =   Rp      300.000,00

Jumlah yang harus dibayar oleh pembeli

(Rp3.000.000,00 + Rp300.000,00)                    =   Rp   3.300.000,00

PPN sebesar Rp300.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran bagi PKP Instansi Pemerintah A.

  1. Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan bagi Instansi Pemerintah yang menyediakan jasa dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum, kecuali bagi Instansi Pemerintah yang menjalankan pola pengelolaan keuangan BLU/BLUD. Contoh:

Instansi Pemerintah Pusat X, telah dikukuhkan sebagai PKP Instansi Pemerintah, selain menyediakan jasa dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum, juga melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak berupa penyewaan Gedung Y, sehingga atas penyewaan gedung dimaksud terutang PPN. Pajak Masukan sehubungan dengan penyerahan Jasa Kena Pajak dimaksud, tidak dapat dikreditkan.

Pada Masa Agustus 2020, Instansi Pemerintah Pusat X telah membayar Pajak Masukan sebesar Rp5.000.000,00. Instansi Pemerintah Pusat X telah memungut PPN atas penyewaan Gedung Y, dengan nilai Pajak Keluaran sebesar Rp30.000.000,00. Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan karena tidak memiliki hubungan langsung dengan kegiatan usaha (Instansi Pemerintah Pusat X memiliki tugas dan fungsi utama menyediakan jasa dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum dan tidak menjalankan pola pengelolaan keuangan BLU/BLUD). Oleh sebab itu PPN yang harus disetor ke kas negara adalah:

Masa Pajak Agustus 2020

Pajak Keluaran                                      =   Rp  30.000.000,00

Pajak Masukan yang dapat dikreditkan    =                     –      

Jumlah PPN harus disetor                       =   Rp  30.000.000,00

  1. Pengkreditan Pajak Masukan bagi Instansi Pemerintah yang menjalankan pola pengelolaan keuangan BLU/BLUD dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang PPN.

Contoh 1:

BLU Z, telah dikukuhkan sebagai PKP Instansi Pemerintah, selain menyediakan jasa dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum, juga melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak berupa penyewaan Gedung I, sehingga atas penyewaan gedung dimaksud terutang PPN. Pajak Masukan sehubungan dengan penyerahan Jasa Kena Pajak dimaksud, dapat dikreditkan.

Pada Masa September 2020, BLU Z telah membayar Pajak Masukan sebesar Rp10.000.000,00. Pajak Masukan tersebut terkait dengan Pajak Keluaran berupa penyewaan Gedung I, dengan nilai Pajak Keluaran sebesar Rp50.000.000,00. Pajak Masukan dapat dikreditkan karena memiliki hubungan langsung dengan kegiatan usaha. Oleh sebab itu PPN yang harus disetor ke kas negara adalah:

Masa Pajak September 2020

Pajak Keluaran                                       =   Rp  50.000.000,00

Pajak Masukan yang dapat dikreditkan    =   Rp 10.000.000,00

Jumlah PPN harus disetor                       =   Rp  40.000.000,00

Contoh 2:

BLUD A merupakan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten A yang telah dikukuhkan sebagai PKP Instansi Pemerintah, selain menyediakan jasa pelayanan kesehatan medis, juga melakukan penyerahan Barang Kena Pajak berupa penyerahan obat rawat jalan, sehingga atas penyerahan obat dimaksud merupakan penyerahan Barang Kena Pajak yang terutang PPN. Pajak Masukan sehubungan dengan penyerahan Barang Kena Pajak dimaksud dihitung dengan menggunakan ketentuan mengenai pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan bagi PKP yang melakukan penyerahan yang terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang pajak.

BLUD A membeli perlengkapan farmasi yang digunakan untuk fasilitas farmasi dalam rangka penyediaan obat rawat inap serta obat rawat jalan dengan nilai Pajak Masukan sebesar Rp20.000.000,00. Berdasarkan pembukuan, penjualan obat rawat jalan BLUD A sebanyak 25% dari total seluruh penyerahan obat. Oleh karena itu, BLUD A dapat mengkreditkan Pajak Masukan atas pembelian alat-alat kesehatan sebesar:

Rp20.000.000,00 x 25% = Rp5.000.000,00.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA