Apa hukum penyelenggaraan jenazah bagi jasad yang tak ditemukan lagi

Bagaimanakah cara pemulasaraan jenazah yang meninggal akibat kecelakaan atau bencana, di mana tubuhnya seringkali rusak, tidak utuh, atau bahkan musnah? Bagaimana pula dia menghadapi alam barzakh? (Aqib, Sugihan Pulo Rembang)

Jawaban:

Dalam perspektif akhlak tasawuf, kematian syahid dibuat dalam 3 kategori; yaitu syahid dunia sekaligus akhirat, syahid dunia (saja) dan syahid akhirat (saja). Kategori ini baru efektif kelak di akhirat karena di sanalah masing-masing baru bisa dipastikan hakikat yang sesungguhnya.

Syahid dunia sekaligus akhirat adalah orang yang meninggal dunia akibat peperangan melawan musuh dengan motivasi ikhlas demi Allah subhanahu wata'ala. Syahid dunia meninggal dunia akibat peperangan melawan musuh yang motivasinya duniawi, misalnya demi mendapat rampasan perang atau demi popularitas.

Karena sulit membedakan antara kategori pertama dan kategori kedua maka secara syariat keduanya diperlakukan sama dalam hal pemulasaraan.

Dari empat macam unsur kewajiban (fardhu) kifayah atas umat Islam kepada jenazah Muslim, kedua kategori syahid tersebut hanya wajib dikafani dan dikubur, dan haram untuk dimandikan dan dishalatkan. 

Sedangkan syahid akhirat adalah orang yang meninggal bukan akibat perang, melainkan meninggal dalam kondisi tertentu atau sebab-sebab khusus;, yaitu saat melahirkan, akibat tenggelam, tertimbun, terbakar, terisolir, akibat penganiayaan, meninggal dalam kandungan, dan meninggal saat wabah.

Termasuk syahid akhirat juga adalah orang yang meninggal dalam status mencari ilmu dan meninggal akibat memendam rindu dengan tanpa sepengetahuan yang dia rindukan. Para syuhada akhirat ini wajib dipulasara sama dengan orang bukan syahid, yaitu dimandikan, dikafani, dishalatkan dan dikuburkan.

Beberapa dari syahid akhirat yang meninggal disebabkan bencana atau kecelakaan seringkali jasadnya rusak, tidak utuh bahkan habis atau tidak ditemukan. Selama masih ditemukan jasadnya, jenazah tetap wajib dipulasara secara lengkap. Hanya saja jika memandikannya bisa mengakibatkan kerusakan baru atau bertambah parah, maka digantikan dengan ditayamumkan. (Sayyid Bakri, I’anah at Thalibin, 2: 108).

Baca juga: Kewajiban Umat Islam terhadap Jenazah Orang Gila

Sedangkan jika yang ditemukan berupa potongan anggota tubuh maka potongan tersebut tetap dimandikan dan dishalatkan, dengan maksud menyalatkan jenazah seutuhnya, lalu dikuburkan. Jenazah yang tidak ditemukan hanya dishalatkan. Di mana pun diperkirakan posisi jenazah, orang yang menyalatkan tetap menghadap kiblat. (Imam Nawawi, al-Majmu’ 'ala Syarhil Muhadzdzab, 5: 254)

Dalam keadaan normal haram hukumnya menguburkan dua jenazah dalam satu liang kubur. Sedangkan dalam keadaan darurat—misalnya jumlah jenazahnya banyak sekali dan sulit menguburkan secara terpisah satu persatu—maka boleh menguburkan mereka secara masal sesuai kebutuhan, sebagaimana dulu dilakukan oleh Rasulullah SAW terhadap korban Perang Uhud (Al-Khâtib As-Syirbini, al-Iqnâ’ fî Halli Alfâdzi Abî Syujâ’, 1: 194).

Fitnah kubur berupa ujian pertanyaan oleh Malaikat setelah kematian berlaku bagi seluruh mayit mukallaf, bagaimanapun dan dimana pun dia meninggal. Termasuk yang hilang, tenggelam, terbakar, dimakan hewan buas, dan lain sebagainya. Mereka juga akan menerima nikmat atau siksa kubur (Syekh Sulaiman bin Manshur al-Ijaili al-Jamal, Hasyiyah al-Jamal, 7: 202).

Penggunaan istilah “fitnah kubur” (ujian dalam kubur, red) didasarkan pada umumnya orang mati yang ‘ditanam’ di area kuburan. Di samping itu, perlu diingat kembali bahwa area pekuburan hanyalah bagian dari alam dhahir yang kasat mata. Sedangkan alam kubur tempat fitnah itu terjadi adalah bagian dari alam ghaib yang tidak terjangkau oleh indra dan kemampuan manusia untuk mengetahuinya. Dan jika alam tersebut bisa dijangkau atau diketahui manusia maka bukan lagi alam ghaib namanya.

KH Umar Farouq, Pengasuh Ma’had Aliy Institut Pesantren Mathaliul Falah (IPMAFA) Kajen Pati

Jenazah bisa dikuburkan secara massal.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Islam mengajarkan agar suatu kaum mengurus jenazah anggotanya yang wafat. Jenazah Muslim hukumnya fardhu kifayah untuk dimandikan, dikafani, dishalatkan, hingga dikuburkan. QS Abasa:21 menunjukkan bahwa manusia harus dikuburkan saat meninggal dunia. "Kemudian, Dia mematikannya dan memasukkannya ke dalam kubur."

Rasulullah SAW pun melalui hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud menjelaskan bahwa umat Islam harus segera mengurus jenazahnya. "Tidak pantas di antara mayat seorang Muslim untuk ditahan di antara keluarganya."

Dalam keadaan normal, mayat wajib dimandikan, dikafani, dishalatkan, dan dikuburkan. Prosedur ini dilakukan menurut tata cara yang sudah ditentukan dalam syariat Islam. Dalam keadaan darurat, di mana pengurusan (penanganan) jenazah tidak mungkin memenuhi ketentuan syariat di atas maka pengurusan jenazah dilakukan dengan cara darurat.

Ada kondisi di mana Nabi SAW pernah memerintahkan untuk mengubur para syuhada' Uhud dalam bercak-bercak darah. Mereka tidak dimandikan dan tidak dishalatkan (HR Al Bukhari). Hukum ini khusus bagi syahid ma'rakah (orang yang terbunuh di medan perang). Adapun orang yang mati terbunuh karena membela hartanya atau kehormatannya, merujuk pada Asy Syarhul Mumti (5/364), mereka tetap dimandikan, meskipun mereka juga syahid. Demikian orang yang mati karena wabah tha'un atau karena penyakit perut, mati tenggelam, atau terbakar. Meskipun mereka syahid, mereka tetap dimandikan.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) pernah  mengeluarkan fatwa tentang pengurusan jenazah dalam keadaan darurat. Fatwa tersebut lahir pada 31 Desember 2004. Tidak lama setelah bencana tsunami di Aceh terjadi pada 26 Desember 2004 silam. Ketika itu, tak kurang dari seratus ribu korban jiwa tewas. Saksi mata bahkan melihat setiap jarak 100 meter ada 70 mayat di Banda Aceh.

Untuk kondisi darurat tersebut, MUI pun berfatwa bahwa jenazah boleh tidak dimandikan saat hendak dikubur. Tapi, apabila memungkinkan, sebaiknya diguyur sebelum penguburan. Pakaian yang melekat pada mayat atau kantong mayat dapat menjadi kafan bagi jenazah. Meski kafan darurat itu terkena najis.

Tak hanya itu, menurut MUI, mayat boleh dishalatkan sesudah dikuburkan meski dari jarak jauh (shalat ghaib). Boleh juga tidak dishalati menurut qaul mu'tamad (pendapat yang kuat). Jenazah pun wajib segera dikuburkan. Pemakaman tersebut bisa dilakukan secara massal dalam jumlah yang tidak terbatas. Meski terdiri atas satu atau beberapa liang kubur. Tak hanya itu, dalam kondisi seperti tsunami Aceh, mayat tidak harus dihadapkan ke arah kiblat.

Penguburan massal juga boleh dilakukan tanpa memisahkan jenazah laki-laki dan perempuan. Pun, antara Muslim dan non-Muslim. Jenazah boleh langsung dikuburkan di tempat jenazah ditemukan. Mantan ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Hasanuddin AF menambahkan, penanganan jenazah korban bencana dalam hukum Islam terbagi atas kondisi.

Pertama, saat jasad korban di temukan utuh. Kiai Hasanuddin mengungkapkan, umat Islam setem pat masih wajib untuk memandikan, mengafani, hingga melaksanakan shalat jenazah untuk jasad tersebut, seperti layaknya pemula saraan jenazah normal.

Kedua, untuk jasad korban yang tidak ditemukan utuh maka  tak perlu dimandikan. Dia menjelaskan, jenazah boleh lang sung dikafani hingga dishalatkan, dan dimakamkan secara Islami di tempat yang sesuai kehendak sanak familinya.

Untuk jasad kategori ketiga ketika korban sudah tidak mungkin ditemukan. Sebelum memutuskan tidak ditemukan, dia menjelaskan, keluarga jenazah harus memastikan proses pencarian korban sudah diputuskan berakhir oleh pihak yang berwenang, misalnya, Badan Nasional Penang gulangan Bencana (BNPB).

Kemudian, dari data BNPB atau pejabat daerah setempat, dapat diperoleh kepastian nama-nama orang hilang itu serta agama mereka ialah Islam. Kemudian, handai tolan bisa melaksanakan shalat ghaib buat mereka.

Persatuan Islam (Persis) pun pernah berfatwa mengenai penanganan jenazah dalam kondisi darurat. Menurut Persis, membakar mayat korban bencana hukumnya haram kecuali bila tidak ada jalan lain. Artinya, pembakaran mayat dilakukan dalam kondisi luar biasa. Misalnya, bila dibiarkan mayat-mayat itu bisa menyebarkan penyakit menular bagi manusia. Wallahualam.

sumber : Dialog Jumat Republika

Karanganyar – Merawat jenazah merupakan fardhu kifayah bagi umat muslim. Dengan hukum ini, sekiranya ada orang muslim meninggal dan sudah ada yang merawat jenazahnya, maka gugurlah kewajiban umat muslim yang lain. Umumnya, merawat jenazah hanya dilakukan oleh orang-orang yang sudah terbiasa. Ada banyak faktor yang mempengaruhi orang-orang untuk tidak terlibat mengurus jenazah, di antaranya karena kurang tahu caranya, takut atau memiliki trauma terhadap fenomena kematian. 

Melihat hal ini Penyuluh Agama Islam Fungsional dan Non PNS (PAIN PNS) Kecamatan Jatipuro, mengadakan kegiatan pelatihan Pengurusan jenazah di Masjid Al Jami’ Faruq Dusun Tangkluk Desa Jatiharjo, Rabu, (8/12/2021).

Bapak Kepala Desa (Kades) Jatiharjo Agus Waluyo sebagai penanggung jawab Persatuan Takmir Masjid (Pertamas) menyampaikan  Perlunya regenerasi dan pelatihan tata cara mengurus jenazah merupakan kebutuhan pokok yang harus dilakukan oleh warga desa Jatiharjo.

“Sekarang ini ilmu mengurus jenazah menjadi salah satu hal yang sering terabaikan. Padahal ilmu tersebut sangat penting untuk diketahui oleh seorang muslim tatkala ada yang meninggal dunia. Pengurusan jenazah tidaklah sederhana, melainkan cukup kompleks yang meliputi proses memandikan, mengkafani, menshalati, mengantarkan hingga menguburkannya,“ ucap Agus.

Pelatihan ini dirasa penting menurut Bapak Kepala Desa, karena di masa sekarang ini banyak masyarakat yang tidak mengetahui bagaimana cara mengurusi jenazah orang yang sudah meninggal. Diakhir sambutan, Agus Waluyo berharap kepada  ibu-ibu yang mengikuti pelatihan ini agar ilmu yang didapat bisa dipraktikan didusunnya masing-masing. 

Pada Kegiatan Pelatihan Penyelenggaraan Jenazah ini,  Penyuluh Agama Islan Non PNS yang akan membimbing warga pada tahap pelaksanaannnya yakni Ust. Khasan Asy’ari yang membahas Terkait Fiqh Jenazah dan Bapak Romlan, S.Ag yang membahas tentang Praktek Penyelenggaraan Jenazah.

Menurut  Penyuluh Agama Islam Fungsional teknik pengurusan jenazah ini menjadi salah satu even penting yang diprogramkan oleh Penyuluh Agama Islam Kec. Jatipuro bekerja sama dengan pihak terkait di wilayah Kecamatan Jatipuro khususnya di Desa Jatiharjo baik pemerintah Desa, Persatuan Takmir Masjid (Pertamas), PKK maupun majelis taklim.

Roh Kayati menuturkan pada kegiatan ini para peserta akan dibimbing bagaimana cara mengurus jenazah sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW, mulai dari mendampingi orang sakit, memandikan jenazah, praktek mengkafani dan tata cara mensholatkan jenazah. Lebih lanjut Penyuluh Agama Islam Kecamatan Jatipuro,  menjelaskan bahwa pelatihan ini bersifat aplikafif karena setelah teori langsung dilanjutkan praktek bagaimana mengurus jenazah dengan alat peraga yang telah disiapkan.(ida/sua)

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA