Apa hubungan antara penyakit aritmia jantung dengan Stroke

Angka kejadian stroke iskemik pada pasien gangguan irama jantung 5 kali lebih tinggi.

Kamis , 30 Sep 2021, 14:30 WIB

www.freepik.com.

Gangguan irama jantung bisa disebabkan oleh beragam faktor, salah satunya genetik.

Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dr. Rakhmad Hidayat, Sp.S(K) menjelaskan, ada beragam penyebab gangguan irama jantung alias aritmia. Faktor genetik, sinyal elektrik jantung tidak normal, dan perubahan jaringan jantung normal  bisa berperan.Menurut dr. Rakhmad, angka kejadian stroke iskemik pada pasien aritmia lebih tinggi lima kali lipat. Hubungan aritmia dan stroke diawali dari adanya gangguan kontraksi jantung, sehingga membuat aliran darah menjadi tertahan.

Aliran darah yang tertahan akan membentuk gumpalan (tromboemboli), yang dapat terbawa ke otak, menyumbat pembuluh darah di otak, dan akhirnya menyebabkan stroke. Stroke sendiri juga dapat memicu terjadinya aritmia.

Baca Juga

Rakhmad mengatakan, kerusakan pada jaringan otak memengaruhi sistem saraf autonom pada tubuh yang mengatur irama dan laju jantung. Kematian sel otak juga dapat merangsang respon peradangan umum tubuh yang memicu aritmia.

"Aritmia ditemukan lebih banyak pada stroke yang melibatkan otak sisi kanan dan area insula pada otak," tutur Dokter spesialis saraf Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) dalam siaran pers, Kamis (30/9).

Infografis diet untuk jantung sehat - (republika.co.id)

Ada sejumlah cara untuk membantu pasien artimia terhindar dari stroke. Rakhmat menganjurkan agar masyarakat melakukan gaya hidup sehat, seperti tidak merokok, menghindari minuman beralkohol, mengurangi konsumsi makanan yang berlemak, dan membatasi asupan makanan yang mengandung natrium tinggi.

Mereka juga disarankan melakukan olahraga rutin, mengontrol tekanan darah dan gula darah, menjaga berat badan agar ideal, serta rutin meminum obat yang diresepkan oleh dokter. Beberapa obat yang mungkin diresepkan dapat termasuk untuk memperbaiki irama dan laju jantung, misalnya obat laju jantung, irama jantung (digoksin), atau obat yang mencegah penggumpalan darah yaitu obat pengencer darah (aspirin atau warfarin).

sumber : Antara

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...

Lihat Foto

Thinkstockphotos

Ilustrasi

JAKARTA, KOMPAS.com - Fibrilasi atrium (FA) atau gangguan irama jantung mungkin belum banyak dikenal. Padahal, kondisi ini bisa berakibat fatal, salah satunya menyebabkan stroke.

Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah Yoga Yuniadi mengungkapkan, orang yang memiliki FA berisiko lima kali lipat terkena stroke dibanding yang tidak memiliki gangguan irama jantung.

Yoga menjelaskan, gangguan irama jantung bisa menyebabkan terjadinya gumpalan darah. Ketika jantung dipompa, gumpalan darah bisa keluar dari jantung dan masuk ke pembuluh darah otak. Gumpalan darah itu akhirnya bisa menyumbat di otak sehingga terjadilah stroke.

"Sumber listrik jantung seharusnya hanya satu. Tapi pada irama jantung yang enggak teratur, banyak sumber listrik di serambi kiri. Sistem listrik jantung seperti saling berkompetisi, darah jadi berputar-putar. Darah seolah dikocok. Akibatnya bisa timbul gumpalan darah," jelas Yoga dalam diskusi media di Gedung Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta, Senin (25/7/2016).

Dokter spesialis saraf Salim Harris menambahkan, faktor risiko terjadinya stroke cukup banyak. Namun, FA merupakan faktor risiko yang paling tinggi dan cepat menyebabkan stroke.

Salim mencontohkan, sejumlah penyakit kronis seperti hipertensi dan diabetes biasanya memicu terjadinya stroke dalam hitungan tahun. Namun tidak seperti FA yang lebih cepat.

"Hipertensi mungkin tunggu 5 tahun jadi stroke. Ditambah punya diabetes jadi 4 tahun. Lalu kalau juga merokok jadi 3 tahun. Tapi kalau fibrilasi atrium, hari ini kena, besok bisa stroke. Faktor risiko yang paling cepat bikin stroke adalah fibrilasi atrium," terang Salim.

Stroke akibat fribrilasi atrium adalah jenis stroke iskemik atau karena adanya penyumbatan pembuluh darah.

Salim mengungkapkan, stroke karena fibrilasi atrium pun berakibat fatal pada otak sehingga serangan stroke biasanya lebih berat dan waktu pemulihannya lama.

Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah yang juga Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) Ismoyo Sunu menambahkan, prevalensi FA pada usia 40-60 tahun sekitar 0,2 persen dan meningkat seiring bertambahnya usia. Pada usia di atas 80 tahun risikonya bisa mencapai 15-40 persen.

Untuk itu, menurut Ismoyo, masalah fibrilasi atrium harus dikenali dengan baik agar terhindar dari risiko stroke, serangan jantung, dan gagal jantung.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link //t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Penyakit kardiovaskular saat ini masih menjadi pembunuh nomor satu di dunia, mengakibatkan 18,6 juta kematian per tahun, sementara itu orang dengan penyakit kardiovaskular lebih berisiko terkena COVID-19.

Salah satu jenis penyakit kardiovaksular adalah gangguan irama jantung penyebabnya akibat faktor genetik, sinyal elektrik jantung tidak normal, dan perubahan jaringan jantung normal. Angka kejadian stroke iskemik pada pasien aritmia lebih tinggi 5 kali lipat.

Para ahli menjelaskan bagaimana hubungan antara aritmia dan stroke. Hal ini diawali dari adanya gangguan kontraksi jantung, sehingga membuat aliran darah tertahan. Aliran darah yang tertahan akan membentuk gumpalan (tromboemboli), yang dapat terbawa ke otak. 

Hal ini dapat menyumbat pembuluh darah di otak, yang akhirnya menyebabkan stroke.

Stroke juga dapat memicu terjadinya aritmia, sebanyak 52% pasien stroke yang tidak memiliki penyakit jantung sebelumnya mengalami aritmia. 

Beberapa tips pencegahan stroke pada pasien aritmia, diantaranya dengan melakukan gaya hidup sehat, seperti tidak merokok, tidak mengonsumsi minuman beralkohol, hindari makanan yang berlemak dan mengandung natrium tinggi, lakukan olahraga rutin, kontrol tekanan darah dan gula darah, menjaga berat badan agar ideal, serta rutin meminum obat yang diresepkan oleh dokter.

Pasien juga sebaiknya minum obat rutin yang telah diresepkan dokter, perbaiki irama dan laju jantung dengan mengonsumsi obat laju jantung (beta bloker) atau irama jantung (digoksin), atau obat yang mencegah penggumpalan darah yaitu obat pengencer darah (aspirin/warfarin). Pemakaian obat-obatan ini harus sesuai dengan indikasi dokter.

(Foto: pixabay)

Penyakit jantung dan stroke adalah dua penyakit yang berbeda, meskipun begitu ada penyakit jantung yang berisiko menimbulkan stroke yaitu yang berkaitan dengan pembuluh darah. Stroke terbagi menjadi dua: Pertama, stroke pendarahan karena pembuluh darah pecah akibat hipertensi. Kedua, stroke sumbatan. Yang mekanismenya yaitu terjadi penyumbatan dari penebalan dinding pembuluh darah atau plak yang pindah dari jantung ke pembuluh darah di otak (disebut emboli).

Terkena penyakit jantung apakah pasti akan mengalami stroke?

Tidak semua orang yang sakit jantung pasti akan mengalami stroke, tapi terkadang orang yang sakit jantung kemungkinan besar terkena stroke. Penyakit jantung yang sering menyebabkan stroke biasanya dipicu gangguan irama jantung (aritmia), demikian penuturan dr. Daniel T. Suryadisastra, SpS - Dokter Spesialis Saraf dari RS EMC Alam Sutera.

“Penyakit jantung yang rentan memicu stroke adalah gangguan irama jantung di mana terjadi gangguan akibat katup (jantung) tidak menutup secara tepat sehingga menimbulkan sumbatan. Namun pada orang lanjut usia dengan adanya penyakit jantung kecenderungan menjadi stroke lebih tinggi,” jelasnya.

Gejala dan penanganan pertama pada pasien stroke

Hal lain yang perlu diwaspadai adalah stroke pasca pemasangan ring atau serangan jantung. Kemungkinannya lebih tinggi karena biasanya terjadi emboli kecil-kecil yang lepas ke otak.

Untuk mengenali gejala stroke, Anda bisa mengacu pada istilah metode FAST (Face, Arms, Speech dan Time).

Periksa apakah wajah simetris atau tidak, apakah lengan tiba-tiba lemas dan lumpuh, atau bicaranya pelo. Jika menunjukkan gejala tersebut, secepat mungkin bawa ke rumah sakit.

Tak perlu langsung panik ketika ada anggota keluarga atau teman yang mengalami serangan stroke. Sebab, ada golden period atau waktu emas penanganan stroke yaitu dalam waktu 3-4 jam pertama setelah terjadi serangan.

Jika kondisi tidak memungkinkan untuk diantar langsung ke rumah sakit, sambil menunggu ambulans datang, segera baringkan pasien dengan posisi kepala lebih tinggi (sekitar 30 derajat). Gunanya agar aliran darah lancar, napasnya teratur, dan pasien lebih tenang.

Dr. Daniel sangat tidak menyarankan untuk menusuk jari penderita stroke memakai jarum dengan tujuan untuk mengencerkan darah. “Jangan pula memberikan obat pengencer darah tanpa pengawasan dokter,” jelasnya.

Agar penyakit jantung tidak lantas berakhir menjadi stroke, pasien harus selalu diedukasi mengenai faktor risikonya. Pertama, harus disiplin mengonsumsi obat-obatan yang diberikan untuk penyakit jantungnya. Kedua, harus menjaga gaya hidup agar tidak memicu hipertensi, obesitas, diabetes, kolesterol, merokok, dan stres. Usahakan agar lebih peka pada gejala awal seperti kesemutan (walaupun kesemutan tidak selalu berarti gejala stroke), penglihatan terganggu, sakit kepala hebat, tangan atau mulut terasa kebas. 

Contoh kasus: Pasien stroke termuda

Pasien stroke dengan usia termuda yang pernah ditangani dr. Daniel T. Suryadisastra, SpS, adalah anak usia 3 tahun. Kasus seperti ini memang jarang terjadi, di mana pasien cilik ini memiliki kelainan pembuluh darah sehingga menyebabkan penyumbatan otak dan kelumpuhan. Namun karena masih di usia kanak-kanak, sel-sel otak pasien ini masih mengalami regenerasi bahkan sel-sel yang baru masih akan tumbuh dan berkembang. Kelumpuhan berhasil diatasi, dan melalui fisioterapi kini si pasien sudah bisa berjalan dan sekolah lagi

Setelah mengenal faktor risiko serta bahaya yang ditimbulkan, menjaga gaya hidup sehat, rutin olahraga, menghindari stress, dan rokok akan membantu mengurangi risiko terkena penyakit jantung dan stroke.

Artikel ditulis oleh dr. Daniel T. Suryadisastra, Sp.S (Dokter Spesialis Saraf di RS EMC Alam Sutera).

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA