Sebagai generasi muda apa yang harus Anda lakukan untuk mencegah penyebaran hoax

Selamat kamu sudah berhasil mendaftar di webinar

Catatan:

Mohon untuk mengikuti webinar ini sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan

Mungkin Anda sudah tidak asing lagi dengan istilah hoax atau berita bohong. Menyadari itu, hoax juga saat ini sudah menyasar ke beberapa aplikasi pesan instan yang cukup popular digunakan oleh masyarakat. Seiring dengan kemajuan teknologi, hoax juga bermacam-macam bentuknya. Seperti survey yang dilakukan oleh Masyarakat Telematika Indonesia (MASTEL) pada tahun 2019. Berita hoax dari tulisan sebanyak 79,7%, foto editan 57,8%, foto dengan caption palsu 66,3%, video editan(dipotong-potong) 45,70%, video dengan caption atau narasi palsu 53,2%, berita/foto/video lama diposting kembali 69,20%. 


Seiring dengan survey yang dilakukan oleh Mastel. Akhir-akhir ini isu hoax kembali naik menyoal Covid-19. Di tengah ramainya pemberitaan terkait Covid-19, selalu ada oknum tertentu yang menyebarkan informasi bohong, sehingga membuat masyarakat resah dan percaya terhadap berita tersebut. Menyadari hal itu, Anda dapat melakukan langkah-langkah untuk menghindari hoax sekaligus membantu menghentikan penyebarannya di media sosial. Simak cara berikut ini:

1.    Perhatikan judul informasi

Beberapa oknum kerap memasang judul yang menjebak artinya menarik masyarakat agar membacanya. Berita palsu biasanya memiliki judul yang mengejutkan agar membuat rasa penasaran. Isi kontennya pun biasanya terlihat provokatif dan memanfaatkan isu-isu yang sedang tren. Seperti isu penyebaran Covid-19 saat ini mulai banyak oknum-oknum yang memanfaatkan dengan menciptakan berita bohong.

2.    Lihat sumber berita

Hal kedua yang perlu dilakukan adalah periksa sumbernya, apakah dari situs resmi dan terpercaya tidak. Apabila informasi berasal dari situs-situs media sosial dan web yang belum dapat dipercaya disarankan untuk segera mengecek ke situs-situs lainnya. Saat ini informasi resmi mengenai Covid-19 sudah dapat diakses langsung melalui //www.covid19.go.id/ atau pun //corona.jakarta.go.id/. Anda bisa langsung akses dengan mudah untuk mendapatkan berita terkini seputar Covid-19.

3.    Periksa foto dan video

Tidak hanya tulisan, seperti yang telah disebutkan bahwa hoax bermacam-macam bentuknya dan salah satunya yaitu berupa foto dan video. Sama halnya dengan tulisan, hoax bentuk foto dan video yang Anda terima jangan langsung mempercayai begitu saja. Terkadang oknum juga mengedit sebuah foto dan video sebelum menyebarkannya di media sosial. Namun, Anda tidak perlu khawatir untuk mencari fakta dari foto dan video tersebut. Anda bisa cek keaslian dari berita foto dan video tersebut dengan memanfaatkan teknologi fitur dari Google Images dengan tautan images.google.com.


4.    Waspada dengan bentuk forward messages
Pernahkah Anda mendapatkan pesan yang diteruskan dari media sosial? Tentu pernah! Maraknya berita hoax dari media sosial tentu sangat meresahkan. Biasanya oknum hoax akan menyebarkan ke banyak orang dengan dalih isinya meminta untuk segera diteruskan ke banyak orang, berupa ancaman jika Anda tidak meneruskan pesan tersebut, atau mendapatkan hadiah. Jika Anda menerima pesan seperti itu, segera hapus dan abaikan!

5.    Laporkan ke Kementerian Komunikasi dan Informatika jika menemukan berita hoax Apabila Anda menemukan berita hoax, sebaiknya Anda segera melaporkan konten tersebut ke Kementerian Komunikasi dan Informatika agar berita hoax segera ditindak tegas. Anda bisa melakukan screen capture disertai url link lalu kirim filenya ke . Tak usah khawatir Anda terancam, karena kerahasiaan pelapor akan dijamin. So, tetap #BijakHadapiHoax dan #Jagakesehatanlawancorona!

(DS/IA)

Informasi merupakan pesan tentang suatu kejadian yang biasanya termuat dalam media kabar maupun melalui lisan. Zaman dahulu informasi hanya dapat diperoleh melalui surat kabar maupun siaran radio yang tidak semua orang memiliki. Di era modern ini dengan kecanggihan teknologi yang ada, maka informasi dari berbagai sumber dapat sampai dan menyebar dengan cepat. Perkembangan teknologi informasi ini sering kali membuat pembaca lengah dalam menyaring informasi yang ada. Kemudahan dalam mengakses informasi saat ini yang dapat dilakukan oleh siapapun dan dimanapun sering kali membuat si pembaca lengah. Tanpa berfikir lebih jauh ketika mendapat suatu informasi maka kebanyakan orang langsung mempercayai hal tersebut, padahal semua pesan yang diperoleh belum tentu benar adanya.

Informasi yang tidak benar itu sering disebut dengan istilah hoax oleh masyakarat modern saat ini. Banyak orang menyebarkan berita hoax melalui sosial media yang salah satu tujuannya untuk memprovokasi. Adanya berita hoax ini dapat menimbulkan berbagai dampak seperti masalah di bidang politiki, ekonomi, sosial, keamanan, dan yang lebih luas lagi dapat mengancam keutuhan suatu negara. Berita hoax dapat mempengaruhi pola pikir seseorang sehingga dapat menimbulkan suatu perbedaan pandangan yang dapat memicu adanya kericuhan. Adanya berita hoax ini tidak hanya dialami oleh Indonesia saja melainkan diseluruh dunia karena kecanggihan informasi saat ini. Oleh sebab itu maka di sini akan disampaikan tips dalam menghindari hoax atau berita bohong.

  1. Lihat sumber pengirim pesan
  2. Cari informasi yang relevan dan rerpercaya
  3. Hindari komentar terhadap suatu informasi yang belum jelas kebenerannya
  4. Hindari share informasi yang belum jelas kebenarannya
  5. Hati-hati dengan judul yang provokatif
  6. Cermati keaslian foto jika disertakan
  7. Ikut bergabung dalam group diskusi anti hoax
  8. Jangan mudah percaya dengan suatu hal tanpa melihat fakta
  9. Berfikir logis dan memiliki pendirian
  10. Membaca berita pada sumber yang terpercaya

Nah diatas sudah diberikan beberapa tips dalam menghindari hoax dan mungkin masih banyak juga tips menghindari hoax lainnya. Kita sebagai masyarakat yang tumbuh dan berkembang bersama kemajuan teknologi dituntut untuk lebih cerdas dalam memilah informasi yang ada, sehingga tidak ada kerancuan yang ditimbulkan. Terkait hal ini pemerintah di setiap negara juga telah menerbitkan undang-undangn tentang ITE sesuai dengan kebijakan masing-masing. Di Indonesia, UU ITE sudah dirintis tahun 2000 dimasa pemerintahan Gus Dur. Dibahas secara serius pada masa SBY antara Tahun 2005-2007 dan akhirnya disahkan tanggal 25 Maret 2008 sebagai UU No. 11 Tahun 2008. UU ini kemudian direvisi tahun 2016 sebagai UU No. 19 Tahun 2016. Pasal 45 A ayat 1 berbunyi setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang menyebabkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik sebagiamana dimaksud dalam pasal 28 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 Miliar.

Dengan adanya undang-undang dan sanksi yang tercantum dalam pasal 45 ayat 1 dapat digunakaan sebagai peringatan bagi setiap orang yang memiliki keinginan untuk menyebarkan berita hoax. Sanksi yang diberikan kepada para penyebar berita hoax ini bervariasi tergantung tingkat kesalahan dan keputusan pengadilan. Dengan adanya sanksi yang diberikan diharapkan orang yang menyebarkan berita hoax ini akan takut dan jera, sehingga dapat menciptakan rasa aman di lingkungan masyarakat. Selain itu bagi masyarakat juga diharapkan kewaspadaan terhadap informasi yang beredar terkait apapun agar kita tergolong orang-orang yang pandai dan dapat dipercaya.

Jakarta - Media sosial semestinya dimanfaatkan untuk bersosialisasi dan berinteraksi dengan menyebarkan konten-konten positif. Sayangnya, beberapa pihak memanfaatkannya untuk menyebarkan informasi yang mengandung konten negatif. Jika hal tersebut dibiarkan, dikhawatirkan akan membahayakan generasi muda.

Menyadari hal tersebut, sudah banyak kelompok yang secara proaktif mengajak masyarakat agar lebih cerdas menggunakan media sosial. Pemerintah juga berupaya untuk mengurangi penyebaran hoax dengan cara menyusun undang-undang yang di dalamnya mengatur sanksi bagi pengguna internet yang turut menyebarkan konten negatif. Selain itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika turut mengedukasi masyarakat untuk meningkatkan literasi digital, salah satunya melalui 'Mudamudigital'.

Mudamudigital merupakan wadah bagi para generasi muda untuk berbagi ilmu dengan para pakar literasi digital Indonesia. Para peserta juga dapat 'curhat' kepada para pakar tentang apa saja yang mereka hadapi di dunia digital pada 'zaman now'. Tujuan utama dari Mudamudigital ialah membentuk generasi muda Indonesia agar mempunyai kecerdesaan literasi digital yang tinggi. Sehingga tidak mudah dipengaruhi oleh berita-berita hoax yang dapat melunturkan persatuan dan kesatuan bangsa.Staf Ahli Menteri Kominfo Bidang Teknologi Herry Abdul Azis mengatakan internet telah membuat informasi berkembang lebih jauh. Dalam hitungan jam, satu topik bisa berkembang lebih luas.

"Misalnya saja berita yang berkembang soal registrasi SIM Card telah berkembang sangat jauh. Dalam hitungan jam, berapa hari, berita berkembang luas, bahkan ada yang menjadi hoax. Masuk ke ranah-ranah lain, seperti untuk penyadapan dan lain-lain,"kata Herry dalam acara Literasi Cerdas Bermedia Sosial yang digagas Mudamudigital di Kota Bandar Lampung, Jumat (3/11/2017).

"Hoax tersebut sangat viral, padahal tidak ada hubungannya. Baru hitungan hari saja sudah berubah. Padahal, hal tersebut tidak benar," ujarnya.

Lebih lanjut, Herry menjelaskan berita hoax soal registrasi SIM Card juga mempengaruhi masyarakat. "Diperkirakan sampai 41% orang terpengaruh," katanya.

Lalu, bagaimana meminimalisir berita hoax yang bertebaran saat ini? "Muda mudi digital jangan mudah percaya dengan informasi yang berseliweran. Cek kebenarannya," kata Herry. Selain itu, dia mengimbau agar tidak membaca sesuatu hanya sepotong-sepotong.

Sosialisasi Literasi Cerdas Bermedia Sosial di Lampung, Jumat (3/11/2017) / (Foto: Kementerian Komunikasi dan Informatika)

Dalam kesempatan yang sama, Septiaji Eko Nugroho selaku Inisiator Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia (MAFINDO) dan Ketua Masyarakat Indonesia anti-hoax menjelaskan bahwa orang Indonesia kerap percaya pada hoax kesehatan dan keuangan. Karena itu, tak mengherankan jika ribuan orang kerap jadi korban investasi bodong."Kejadian tersebut terjadi karena orang Indonesia kurang edukasi literasi digital. Kampanye publik dapat digalakkan untuk menangkal hoax," katanya.

Menurut Septiaji, keluarga adalah garda terdepan untuk mencegah hoax. Orangtua harus aktif saat anak mengakses media sosial. Di sisi lain, seluruh pihak juga terlibat aktif menangkal hoax, tak terkecuali para pemimpin agama.

"Seringlah menulis hal-hal positif tentang lingkungan sekitar. Jangan diam dan sibuk pada urusan hal-hal buruk. Tingkatkan level pemikiran kritis sebagai upaya memerangi informasi yang keliru," katanya.Sementara itu, Kanit V Subdit III Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri AKBP Purnomo mengingatkan agar generasi muda tidak sembarangan membagikan sesuatu di internet, misalnya informasi menyinggung orang lain."Menyebarkan atau memberikan informasi buruk di internet bisa terancaman pidana pasal 310 dan 311 KUHP dan Undang-Undang ITE. Cek dulu informasi yang ingin disebarkan, apa dapat merugikan orang lain, jangan sampai bersinggungan dengan hukum," katanya.

Menyadari bahwa saat ini era e-Commerce sedang bertumbuh, Purnomo tak lupa memberikan tips agar anak muda terhindar dari penipuan. Dia menyarankan, sebelum membeli sesuatu dari internet, sebaiknya kita memilih online shop yang terverifikasi dan bisa dipercaya.

"Walaupun harganya mungkin sedikit lebih mahal. Kalau ada yang menawarkan harga lebih murah, tapi reputasi belum teruji, harus diwaspadai," katanya.Untuk pengguna internet yang sudah terlanjut menjadi korban penipuan, Purnomo menyarankan agar mereka membuat laporan kepada Kepolisan. Berbekal bukti laporan dari kepolisian, korban bisa meminta agar bank membekukan sementara rekening pelaku penipuan."Rekening pelaku bisa ditahan, penundaan transaksi sebentar. Sesuai UU pencucian uang, bank dapat melakukan penundaan transaksi bila ada transaksi yang mencurigakan. Ini kan teman-teman transaksi melalui transfer, jadi bisa dilihat," katanya.Perlu diketahui, data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan bahwa pengguna internet di Indonesia sudah mencapai 132,7 juta.

Meningkatnya perkembangan pengguna internet di Indonesia memiliki dampak positif antara lain semakin meningkatnya pertumbuhan e-Commerce di Indonesia. Namun, di saat yang bersamaan, pertumbuhan pengguna yang massif ini membuka ruang yang lebih luas untuk meningkatnya radikalisme digital, jejaring teroris online, berita palsu, ujaran kebencian dan cyberbullying.

Sosialisasi Literasi Cerdas Bermedia Sosial di Lampung, Jumat (3/11/2017) / (Foto: Kementerian Komunikasi dan Informatika)

Hal ini terlihat dengan begitu banyak informasi hoax. Berita-berita hoax yang menyesatkan beredar lewat berbagai jalur digital, termasuk situs media online, blog, website, media sosial, email, dan aplikasi pesan instan.Menurut The Jakarta Post, sejak tahun 2008, 144 orang telah diproses hukum karena melanggar Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), terutama terkait dengan berita palsu dan ujaran kebencian di media sosial. Selain itu, hingga tahun 2016, terdapat sekitar 773.000 situs yang diblokir oleh Kementerian Kominfo dan mayoritas situs ini merupakan situs pornografi. Tindakan pemblokiran ini menunjukkan bahwa masih terdapat konten negatif di internet.

Menyebarnya hoax di internet ini sebenarnya bukan problem yang hanya terjadi di Indonesia. Bahkan, Amerika Serikat sekalipun mengalami masalah serius terkait penyebaran hoax di media sosial, terutama Facebook dan Twitter.

Tindakan sederhana apa yang bisa kita lakukan agar tidak ikutan menyebarkan hoax? Berikut tips dari Septiaji Eko Nugroho.

Hati-hati dengan judul provokatifBerita hoax seringkali menggunakan judul sensasional yang provokatif, misalnya dengan langsung menudingkan jari ke pihak tertentu. Isinya pun bisa diambil dari berita media resmi, hanya saja diubah-ubah agar menimbulkan persepsi sesuai yang dikehendaki sang pembuat hoax.

Cermati alamat situsUntuk informasi yang diperoleh dari website atau mencantumkan link, cermatilah alamat URL situs dimaksud. Berita yang berasal dari situs media yang sudah terverifikasi Dewan Pers akan lebih mudah diminta pertanggungjawabannya.

Menurut catatan Dewan Pers, di Indonesia terdapat sekitar 43.000 situs di Indonesia yang mengklaim sebagai portal berita. Dari jumlah tersebut, yang sudah terverifikasi sebagai situs berita resmi tak sampai 300. Artinya terdapat setidaknya puluhan ribu situs yang berpotensi menyebarkan berita palsu di internet yang mesti diwaspadai.

Periksa faktaPerhatikan dari mana berita berasal dan siapa sumbernya? Apakah dari institusi resmi seperti KPK atau Polri? Perhatikan keberimbangan sumber berita. Jika hanya ada satu sumber, pembaca tidak bisa mendapatkan gambaran yang utuh.

Hal lain yang perlu diamati adalah perbedaan antara berita yang dibuat berdasarkan fakta dan opini. Fakta adalah peristiwa yang terjadi dengan kesaksian dan bukti, sementara opini adalah pendapat dan kesan dari penulis berita, sehingga memiliki kecenderungan untuk bersifat subyektif.

Cek keaslian fotoDi era teknologi digital saat ini , bukan hanya konten berupa teks yang bisa dimanipulasi, melainkan juga konten lain berupa foto atau video. Ada kalanya pembuat berita palsu juga mengedit foto untuk memprovokasi pembaca.

Cara untuk mengecek keaslian foto bisa dengan memanfaatkan mesin pencari Google, yakni dengan melakukan drag-and-drop ke kolom pencarian Google Images. Hasil pencarian akan menyajikan gambar-gambar serupa yang terdapat di internet sehingga bisa dibandingkan.

Ikut serta grup diskusi anti-hoaxDi Facebook terdapat sejumlah fanpage dan grup diskusi anti-hoax, misalnya Forum Anti Fitnah, Hasut, dan Hoax (FAFHH), Fanpage & Group Indonesian Hoax Buster, Fanpage Indonesian Hoaxes, dan Grup Sekoci.

Di grup-grup diskusi ini, warganet bisa ikut bertanya apakah suatu informasi merupakan hoax atau bukan, sekaligus melihat klarifikasi yang sudah diberikan oleh orang lain. Semua anggota bisa ikut berkontribusi sehingga grup berfungsi layaknya crowdsourcing yang memanfaatkan tenaga banyak orang.

Apabila masih kurang? Tips dari The Washington Post di bawah ini bisa juga dijadikan sebagai pelajaran:

1. Banyak orang sebenarnya tidak membaca konten yang mereka bagikan. Mereka hanya membaca judulnya.Untuk mencegah Anda sendiri menjadi penyebar hoax, hilangkanlah kebiasaan membagikan konten tanpa membaca isinya secara menyeluruh.

2. Orang sering tidak mempertimbangkan legitimasi sumber beritaSitus berita hoax bisa muncul tiap saat, tetapi kita sebenarnya bisa menghindari jebakannya dengan bersikap lebih hati-hati melihat sebuah situs. Sikap hati-hati ini juga berlaku bagi narasumber yang mereka kutip, minimal dengan mencari referensi lanjutan di Google atau situs lain yang sudah terpercaya.

3. Orang cenderung mudah kena bias konfirmasiOrang punya kecenderungan untuk menyukai konten yang memperkuat kepercayaan atau ideologi diri atau kelompoknya. Hal ini membuat kita rentan membagikan konten yang sesuai dengan pandangan kita, sekalipun konten tersebut hoax.

Jika Anda membaca berita yang betul-betul secara sempurna mengukuhkan keyakinan Anda, Anda harus lebih berhati-hati dan tidak buru-buru memencet tombol share.

4. Orang mengukur legitimasi konten dari berita terkaitSebuah berita belum tentu bukan hoax hanya karena Anda melihat konten terkait di media sosial. Jangan buru-buru menyimpulkan lalu ikut membagikannya. Kadang-kadang, hoax memang diolah dari berita media terpercaya, hanya saja isinya sudah diplintir.

5. Makin sering orang melihat sebuah konten, makin mudah mereka mempercayainyaHanya karena banyak teman-teman Anda share berita tertentu, bukan berarti berita tersebut pasti benar. Alih-alih langsung mempercayai dan membagikannya, Anda bisa mencegah ikut ramai-ramai termakan hoax dengan melakukan pengecekan lebih lanjut. (adv/adv)

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA