Anjuran bertoleransi harus menyangkut hal-hal diluar urusan

Pembaca yang dirahmati Allah, manusia menurut hakikat penciptaannya memiliki dua tugas utama, yaitu sebagai Abdullah (Q.S. adz-Dzariyat [51]: 56), yang bertugas sebagai hamba Allah yang mengabdi kepada-Nya, dan sebagai khalifah (Q.S. al-Baqarah [2]: 30), yaitu sebagai pemimpin dimuka bumi.

Terdapat aspek vertical dan horizontal dalam mengemban tugas tersebut. Secara vertikal yaitu hubungan terhadap Allah l, dan horizontal ialah hubungan antar individu dan masyarakat sosial.

Dalam aspek hubungan horizontal itulah manusia sesuai dengan fitrahnya disebut sebagai makhluk sosial. Makhluk yang cenderung hidup berkelompok dan memerlukan bantuan orang lain. Interaksi sosial, saling menghargai, saling menerima perbedaan seharusnya sudah tertanam pada diri manusia sesuai dengan kodrat asal penciptaannya.

Indonesia adalah Negara yang memiliki beragam suku bangsa. Data menurut BPS pada tahun 2010 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki 1340 suku bangsa. Agama di Indonesia  pun beragam, agama yang diakui ada 6, itu belum termasuk agama-agama kecil yang terdapat di pelosok negeri, dan juga masih banyak keyakinan-keyakinan luhur yang masih dianut seluruh penjuru Negara ini.

Tentu fenomena semacam ini memang sudah menjadi keniscayaan dari sang Maha Pencipta, Allah berfirman, “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S. al-Hujurât [49]: 13)

Allah l menciptakan manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa, selaku umat Islam tentu sudah menjadi kewajiban bagi kita untuk mengakui dan memelihara keberagaman tersebut. Maka dari itu sikap toleransi juga sebuah keniscayaan bagi umat Islam, karna dari kemajemukan itu kita bisa saling mengenal dan mengambil pelajaran.

Indonesia, yang dengan Pancasila-nya sudah berhasil menyatukan kemajemukan suku bangsa dan agama untuk hidup rukun dalam suatu Negara. Tentu gagasan pancasila juga bukan berarti menghilangkan sama sekali unsur agama di dalamnya, karna sudah jelas pada sila pertama pada pancasila ialah Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini membuktikan bahwa sikap penerimaan terhadap berbagai suku dan agama harus dilandaskan dengan semangat pengabdian kepada Tuhan yang Maha Esa.

Toleransi secara umum berarti adalah suatu sikap saling menghormati dan menghargai antar kelompok atau antar individu dalam masyarakat. Dari pengertian ini tidak ada masalah, bahkan ini menjadi semangat yang harus kita jaga, dan semangat inilah yang sudah menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak kemerdekaan nya pada tahun 1945.

Namun timbul sebuah permasalahan baru, toleransi bukan lagi dijadikan semangat dalam menjaga kerukunan kehidupan bernegara, tetapi sudah digunakan sebagai alat untuk melemahkan kekuatan aqidah, khususnya menyerang umat Islam Indonesia.

Indonesia adalah Negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, dan sudah terbukti dalam catatan sejarah umat Islam memiliki andil besar dalam merebut kemerdekaan Indonesia dari tangan para penjajah. Namun beberapa tahun ini muncul sebuah gerakan yang berkamuflase di dalam semboyan toleransi yang justru bertujuan untuk menghancurkan umat Islam.

Islam sudah di propagandakan sebagai penghancur toleransi di negeri ini, Islam sudah digambarkan sebagai golongan ekstrimis yang anti toleransi, Islam sudah dianggap sebagai agama yang memiliki fanatisme tinggi terhadap agama,sehingga tidak sesuai dengan paham kebhinekaan di negeri ini.

Tentu propaganda semacam ini selain memancing respon dari umat Islam, secara tidak sadar secara perlahan akan merubah mindset seluruh masyarakat umum terhadap Islam. Bisa kita lihat di berbagai media cetak maupun digital, mayoritas konten beritanya menyoroti tentang penistaan agama Islam. Tentu kita sebagai umat Islam tidak bisa menganggap remeh fenomena ini.

Allah l berfirman, “Katakanlah: “Hai orang-orang yang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku”.(Q.S. al-Kâfirûn [109]: 1-6)

Dalam surat al-Kâfirûn diceritakan bahwa asbabun nuzul surat tersebut ialah ketika kaum kafir Quraisy mencoba mengadakan kompromi kepada Rasulullah `, dimana mereka menawarkan bahwa jika Rasulullah mau memuja tuhan mereka, maka mereka pun akan memuja tuhan sebagaimana konsep Islam.

Kejadian ini sama persis dengan apa yang terjadi pada saat ini, namun perbedaannya adalah dengan cara yang ditutupi dengan istilah toleransi. Misalnya yang baru terjadi ada salah satu perguruan tinggi Islam ikut serta pada kegiatan agama non-Islam, apalagi turut serta dalam acara peribadatan tersebut. Adalagi yang lagi hangat-hangatnya di media seorang budayawati perempuan membacakan puisinya yang  sudah melukai hati umat Islam dengan membandingkan dan merendahkan ajaran Islam dengan budaya di Indonesia.

Dari beberapa kejadian tersebut tentu ada penggiringan opini secara tersirat yang membahayakan aqidah. Sekarang seolah-olah umat Islam lah yang harus mengalah dengan kaum minoritas, umat Islam lah yang seolah-olah menghilangkan warisan budaya di Indonesia. Tentu pemikiran-pemikiran semacam ini sengaja di viral kan ke publik untuk merubah cara pandang terhadap Islam.

Dari kronologis peristiwa tersebut tentu saling berkaitan, dan sudah barang tentu targetnya adalah untuk memecah belah umat Islam, yang nantinya juga akan berdampak pada pelemahan aqidah dan pemurtadan massal.

Ini sesuai menurut salah satu data statistik sekitar tahun 80-an umat Islam di Indonesia masih pada kisaran 90 %, namun  hingga pada tahun 2010 sudah mengalami penurunan sebanyak 85% dan penurunan itu terus berlanjut, tentu kita tidak bisa membiarkan fakta yang terjadi ini.

Apakah Indonesia yang dikenal sebagai sebuah Negara dengan penganut agama Islam terbesar di dunia akan tinggal kenangan? Bukan tidak mungkin kelalaian dan kesalahan kita dalam pemaknaan toleransi akan menjadi awal kehancuran bagi umat Islam Indonesia.

“Lakum dînukum waliyadîn”. Ayat itulah sebenarnya menjadi ajaran serta nilai semangat toleransi dalam Islam. Kita harus menghormati adanya kelompok lain diluar Islam dan kita tidak boleh menggaggu dan menghinaumat lain saat sedang beribadah, ini sesuai dengan firman Allah l,“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan” (Q.S. al An’am [6]: 108).

Sudah cukuplah kita fokus menjalankan syariat Islam, tidak perlu harus mengikuti peribadatan dengan alasan toleransi, kita harus selektif tentang toleransi, umat Islam harus menjunjung tinggi al-Qur’an dan hadits sebagai konstitusi agama, juga Pancasila serta UUD 45 sebagai konstitusi Negara karna Islam adalah rahmat bagi seluruh alam.

Sudah cukup jelas al-Qur’an menjelaskan bagaimana penerapan toleransi dalam kehidupan di berbangsa dan bernegara, toleransi harus tetap terus diterapkan tanpa harus melampaui batas. Kita perkuat ukhuwwah kita sesama muslim dan tetap terus menjaga hubungan baik kepada sesama umat manusia, karena Islam adalah rahmat bagi seluruh alam.

Maka dari itu marilah kita mulai perkuat ukhuwwah kita sesama muslim dan janganlah kita berpecah belah karna hal yang tidak substansial. Allah l berfirman, “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu karena nikmat Allah menjadilah kamu orang yang bersaudara, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”. (Q.S. Ali Imrân [3]: 103)

Semoga dengan kuatnya ukhuwwah kita sebagai muslim, akan mampu mencegah dan melawan berbagai serangan yang diluncurkan oleh para pembenci islam. Dan tentu kita harus tetap menjaga hubungan baik dengan seluruh masyarakat Indonesia untuk mewujudkan masyarakat adil makmur yang diridhai Allah.

Rifat Syauqi Zuhdi

Mahasiswa FTI UII

Pengertian Toleransi Dalam Islam, bentuk toleransi dalam islam, dan perintah Rasulullah saw

Pengertian Toleransi

Secara umum, toleransi dapat diartikan sebagai sikap manusia agar saling menghargai dan menghormati terhadap perbedaan yang ada.

Toleransi perlu dimunculkan dari setiap diri individu maupun kelompok untuk menumbuhkan rasa perdamaian dalam keberagaman di sekitar lingkungan.

Adapun secara etimologi atau bahasa, toleransi yang berasal dari bahasa latin yaitu tolerare berarti sabar dan menahan diri. Sedangkan secara terminologi, toleransi merupakan sikap saling menghormati, menghargai, menyampaikan pendapat, kepercayaan, pandangan terhadap sesama manusia yang pada dasarnya bertentangan dengan diri sendiri.

Secara bahasa, toleransi juga bisa bermakna sebagai suatu kemampuan seseorang dalam bersabar serta menahan diri terhadap berbagai hal yang tidak sejalan dengannya. Dengan hadirnya rasa toleransi ini pada diri setiap individu maka berbagai macam konflik atau perbedaan yang ada tidak akan terjadi lagi.

Tidak bisa dipungkiri jika toleransi memegang peranan penting dalam menjaga perdamaian. Tentu sikap toleransi ini sangat dibutuhkan di tengah masyarakat Indonesia yang memiliki latar belakang budaya bangsa yang sangat beragam seperti agama, suku, ras dan juga warna kulit.

Beberapa ahli juga memiliki pandangan tersendiri tentang toleransi ini. Menurut Tilman, toleransi merupakan sikap untuk saling menghargai dengan tujuan untuk menjaga perdamaian. Menurutnya, sebuah perdamaian tercipta dari sikap toleransi ini.

Kemudian, Max Isaac Dimont juga mengemukakan pendapatnya tentang toleransi ini. Toleransi menurut Dimont adalah sikap untuk mengakui perdamaian dan tidak menyimpang dari norma-norma yang diakui dan berlaku.

Toleransi juga memiliki makna sikap saling menghargai sekaligus menghormati atas setiap tindakan orang lain.  Adapun Friedrich Heiler mengatakan jika toleransi merupakan sikap seseorang yang mengakui adanya pluralitas dalam agama serta menghargai pendapat para pemeluk agama tersebut. Menurut Heiler, setiap pemeluk agama berhak menerima perlakuan yang sama dari semua masyarakat.

Toleransi sendiri menjadi penting untuk diartikan, guna mengawal kerukunan di tengah masyarakat majemuk seperti Indonesia. Dimana negara kita, adalah negara unik dengan keberagaman budaya di dalamnya. Sebagai mayoritas, umat muslim sendiri memiliki tanggung jawab memandu toleransi di negeri ini seperti halnya yang dibahas pada buku Fikih Toleransi.

Pengertian toleransi dalam Islam

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa toleransi merupakan sikap saling menghargai pendapat orang lain.

Dalam agama Islam itu sendiri, toleransi disebut dengan tasamuh. Tasamuh atau tasahul memiliki arti kemudahan. Dengan demikian dapat diartikan bahwa agama Islam memberikan kemudahan bagi siapapun untuk menjalankan apa yang telah diyakini sesuai dengan ajaran masing-masing tanpa adanya tekanan atau tidak mengusik kepercayaan yang telah dijalani orang lain.

Kemudian, adapun dalam konteks masyarakat dan agama, toleransi bisa didefinisikan sebagai suatu sikap atau perbuatan yang melarang adanya diskriminasi pada masyarakat-masyarakat tertentu yang memiliki perbedaan atau tidak bisa diterima oleh orang-orang pada umumnya.

Oleh karena itu, dalam toleransi beragama, masyarakat mengizinkan keberadaan agama-agama lainnya. Dalam agama Islam ini sendiri, konsep tasamuh mengandung konsep rahmatan lil alamin.

Meskipun di dalam Al-Quran tidak secara tegas menjelaskan tentang defenisi tasamuh ini akan tetapi di dalam kitab suci Al-Quran terdapat beberapa tema yang terkait dengan toleransi ini. Beberapa di antaranya seperti rahmah atau kasih sayang pada QS al-Balad ayat 17 atau salam dan keselamatan pada QS al-Furqan ayat 63.

Toleransi antar umat beragama yang terkandung dalam Al-Quran yaitu Pertama,bertanggung jawab terhadap keyakinan dan pebuatan, Kedua, kebebasan memilih dan menjalankan keyakinan tanpa adanya paksaan, Ketiga, saling menghargai dan menghormati keyakinan, Keempat, berlaku adil dan berbuat baik sesama manusia. Semua hal tersebut dapat Grameds pelajari pada buku Toleransi Antar Umat Beragama Dalam Al Quran.

Bentuk Toleransi Dalam Islam

Agama Islam sangatlah menjunjung tinggi akan nilai-nilai toleransi. Dalam Al Quran sendiri telah dijelaskan tentang bagaimana mengatur hubungan antar umat beragama yang lainnya. Oleh sebab itu, setiap umat muslim wajib memiliki sikap toleran kepada umat agama lainnya. Adapun bentuk-bentuk toleransi yang diajarkan dalam agama Islam ialah sebagai berikut.

1. Berbuat adil pada siapapun

Ibnu Katsir Rahimullah pernah berkata mengenai hukum meremehkan atau merendahkan umat non muslim, Allah tidak melarang kalian untuk berbuat baik kepada non muslim yang tidak memerangi kalian seperti halnya melakukan perbuatan baik kepada wanita serta orang-orang yang lemah di antara mereka. Oleh karena itu hendaklah berbuat baik dan berlaku adil karena sesungguhnya Allah SWT menyukai orang-orang yang berbuat adil.

Dalam Al-Quran surah Al Mumtahanah ayat 8-9 juga telah dijelaskan bahwa sesungguhnya Allah SWT hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang telah memerangi kamu karena agama serta mengusir kamu dari negerimu dan membantu orang lain untuk mengusirmu.

Dan barang siapa yang menjadikan mereka sebagai teman maka sesungguhnya mereka telah termasuk orang-orang yang dzalim.  Dari ayat ini maka dapat disimpulkan bahwa selamat umat agama lain tidak memerangi, memecah belah hingga menjauhkan umat Islam dari aturan agama yang dianut maka sebagai umat Islam, kita wajib untuk tetap berbuat baik dan berlaku adil.

2. Menghormati prinsip agama masing-masing

Dalam surah Al Kafirun yang memiliki arti “Untukmu agamamu, dan untukku agamaku”, kita dapat mengambil kesimpulan jika Islam selalu mengajarkan kita untuk bertoleransi pada setiap agama apapun.

Kita harus memahami bahwa Tuhan yang kita sembah sebagai umat Islam tentu berbeda dengan Tuhan dari agama lain. Begitu halnya dengan tempat ibadah yang kita gunakan. Oleh karena itu, kita tidak boleh memaksakan pemeluk agama lain untuk menganut ajaran Islam yang kita yakini. Begitu pun kita tidak seharusnya menghina atau menganggu umat agama lain yang memiliki perbedaan keyakinan dengan yang kita jalani.

Selain itu, sikap saling menghormati antar umat beragama penting untuk dilakukan agar tidak menimbulkan perpecahan di tengah masyarakat. Pada dasarnya, hidup rukun dan saling bertoleransi antar setiap umat beragama tidak menunjukkan adanya ikut campur antara ajaran agama yang satu dan yang lainnya. Namun, dengan adanya sikap toleransi di tengah perbedaan tersebut akan semakin mengokokohkan rasa kebersamaan dan perdamaian antar masyarakat.

Tradisi-tradisi keagamaan yang dimiliki suatu kelompok justru bisa menyatukan keanekaragaman antar pemeluk agama lain.  Dengan demikian nilai-nilai agama serta sikap toleransi yang diajarkan sejak dini kepada anak bisa menjadi pengendali dalam kehidupannya di masa depan. Terutama saat menemukan perbedaan-perbedaan di sekitarnya.

Prinsip Islam yang berwatak moderat, humanistik, inklusif, santun, toleran terhadap berbagai ragam padnangan, terbuka akan adanya perbedaan, menebarkan kedamaian, rahman, dan kasih sayang ini dapat Grameds lebih pahami melalaui buku Islam yang Santun dan Ramah, Toleran dan Menyejukkan.

3. Toleransi dalam perdagangan dan peradilan

Dalam masalah perdagangan dan peradilan, Islam juga mengajar tentang sikap toleransi terutama dalam transaksi jual dan beli. Sebagai umat Islam kita diajarkan untuk menakar ataupun menimbang secara jujur agar tidak merugikan orang lain demi mendapatkan keuntungan pribadi.

Sebagaimana dalam Surah Hud ayat 85 yang memiliki arti “Dan Syuaib berkata: Hai kaumku, cukupkanlah takaran serta timbangan secara adil, dan janganlah kalian merugikan manusia atas hak-hak mereka.

Di dalam ayat ini secara tegas mengajak umat manusia untuk tidak berlaku curang dalam urusan perdagangan. Tentu perilaku membeli dengan meminta timbangan lebih serta perilaku menjual dengan melakukan timbangan yang kurang sangat tidak dibenarkan dalam Islam.

Sebaliknya, orang-orang yang memiliki sikap toleran dalam transaksi perdagangan akan mendapatkan kemudahan dalam Islam. Begitu halnya dengan orang-orang yang selalu bersikap lapang maka akan diberikan pula kemudahan dalam setiap permasalahan yang dihadapinya.

4. Toleransi dalam utang piutang

Untuk urusan utang piutang, Islam juga memiliki ketetapan-ketetapannya sendiri yang telah ditentukan. Dalam surah Al Baqarah ayat 280 yang memiliki arti “Dan jika orang yang berutang tersebut sedang dalam kesukaran maka berikanlah masa tangguh hingga ia berkelapangan.

Dan menyedekahkan sebagian atau semua utang tersebut sesungguhnya lebih baik bagimu, jika kamu mengetahuinya”. Dari ayat tersebut mengandung arti bahwa sesungguhnya bersikap lapang dalam memberikan utang atau pinjaman adalah sebuah keutamaan.

Begitu halnya dengan bersikap lapang kepada orang-orang yang kesulitan mengembalikan pinjaman atau utangnya. Orang-orang yang memberikan kesempatan kepada pihak yang sedang mengalami kesempitan telah dijanjikan oleh Allah SWT untuk mendapatkan kemudahan di akhirat kelak saat semua orang mengalami kesusahan.

Rasulullah suatu ketika pernah bersabda “Terdapat seorang pedagang yang memberi pinjaman terhadap seseorang sehingga saat pedagang tersebut melihat mereka yang mendapati kesulitan, maka pedagang tersebut akan berkata kepada para bawahannya, ‘berikanlah dia tempo hingga memiliki kemudahan semoga Allah SWT memudahkan urusan kita’. Maka, Allah SWT pun memberikan kemudahan kepada pedagang tersebut.

Sikap toleran merupakan sikap memberikan kemudahan serta kelapangan kepada setiap orang. Sikap tersebut termasuk dalam bentuk rahmat dan kasih sayang antar sesama. Maka jangan heran bila Allah SWT memang telah menjanjikan balasan rahmat kepada siapapun yang memiliki sikap toleran ini kepada sesamanya yang sedang mengalami kesulitan membayar utangnya.

5. Toleransi dalam ilmu

Tidak bisa dipungkiri jika ilmu memiliki kedudukan yang tinggi di dalam agama Islam. Orang-orang yang berilmu juga telah dijamin kedudukannya oleh Allah SWT. Begitu halnya dalam hal mengabdikan ilmu atau membagikan ilmu kepada sesama manusia.

Mengabdikan ilmu untuk umat adalah hal yang utama dan melebihi harta. Oleh sebab itu, orang-orang yang memiliki ilmu sudah seharusnya membuka lebar-lebar kepada siapapun untuk membagikan pengetahuannya.

Entah dengan cara saling berdiskusi ataupun dengan cara mengajar orang-orang yang membutuhkan ilmu tersebut. Seorang ahli ilmu memang sudah sepatutnya untuk memberikan perhatiannya kepada pihak yang akan bertanya tentang berbagai hal yang dibutuhkannya.

Sebagai contoh, jika seseorang memberikan pertanyaan kepada sang ahli ilmu, hendaklah memberikan uraian atau penjelasan secara gamblang dan jelas. Jika perlu, ia harus menyampaikan berbagai sumber informasi tersebut seperti dalil-dalilnya, asbabul wurudnya, asbabun nuzulnya hingga hal-hal lain yang harus disampaikan kepada penanya.

Dalam sebuah hadis yang bersumber dari Abu Hurairah menyebutkan bahwa “Terdapat seorang laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah shallalahu alaihi wassalam dan kemudian berkata “wahai Rasulullah, kami naik kapal dan hanya membawa sedikit air, jika kami wudhu menggunakannya maka tentu kami akan kehausan. Apakah kami boleh berwudhu dengan air laut?”.

Kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wassalam pun menjawab, “Air laut tersebut airnya suci dan bangkainya halal”. Dari hadis ini dapat disimpulkan bahwa Rasulullah Muhammad SAW sangat memberikan kelapangan saat menjawab sebuah pertanyaan dari umat-Nya.

Padahal jika dicermati lebih lanjut mengenai pertanyaannya hanyalah mengenai boleh atau tidaknya mereka menggunakan air laut untuk wudhu. Namun, Rasulullah Muhammad SAW justru memberikan penjelasan yang lebih luas dan gamblang.

Beliau tidak hanya sekadar menjawab boleh atau tidak menggunakan air laut tetapi juga menegaskan bahwasannya air laut tersebut suci dan menyucikan. Bahkan Rasulullah Muhammad SAW juga turut menambahkan bahwa bangkai di dalam air laut pun tetap suci untuk dimakan.

6. Toleransi dalam harga diri

Pada dasarnya, setiap orang memiliki harga diri yang wajib dijaganya. Sayangnya, di tengah kehidupan bermasyarakat hari ini, masih banyak orang yang gemar menjatuhkan atau melecehkan kehormatan seseorang.

Tentu perilaku seperti ini hanya akan membuat malu orang yang bersangkutan tersebut. Terkadang, seseorang yang dilecehkan harga dirinya akan langsung meresponnya dengan bentuk emosional terhadap pelaku yang merendahkan harga dirinya.

Tentu kita sering melihat peristiwa orang-orang marah atau murka di sekitar kita karena disebabkan oleh masalah harga diri ini. Dan pada akhirnya akan berujung pada pertikaian dan pemutusan tali silaturahmi.

Di zaman Rasulullah SAW terdapat seorang sahabat yang pernah mengalami kasus seperti di atas. Sahabat tersebut direndahkan kehormatannya oleh orang yang sering ia bantu. Dalam sebuah hadis diceritakan seperti ini, Aisyah radhiyallahuanha berkata”

“Maka kemudian turunlah ayat yang membebaskan diriku dari fitnah tersebut”. Abu Bakar As-Siddiq yang selalu membiayai kehidupan Misthah bin Usasah karena beliau memiliki hubungan kekeluargaan dan juga memiliki masalah kemiskinan berkata:

“Demi Allah, setelah ini aku tak akan memberikan nafkah lagi kepada Misthah untuk selama-lamanya setelah apa yang telah ia katakan terhadap Aisyah”

Setelah itu, Allah pun menurunkan ayat:

“Dan janganlah orang-orang yang memiliki kelebihan serta kelapangan di antara kalian bersumpah bahwa mereka tidak akan pernah lagi memberikan bantuan kepada kerabatnya, orang-orang yang miskin serta orang-orang yang sedang berhijrah di jalan Allah SWT. Dan hendaklah mereka  memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tak ingin Allah SWT mengampunimu? Dan sesungguhnya Allah SWT adalah zat yang Maha pengampun lagi Maha penyayang” (QS. An Nur ayat 22).

Abu Bakar kemudian berkata:

“Ya, Demi Allah, sesungguhnya aku lebih mencintai jika Allah SWT mengampuniku. Maka Abu Bakar pun kembali memberi nafkah kepada Misthah sebagaimana sebelumnya lalu ia berkata: Aku tidak akan berhenti memberi nafkah terhadapnya untuk selama-lamanya…..” (Diriwayatkan dalam Hadist Al Bukhari).

7 Toleransi dalam mereaksi kesalahan

Siapapun itu tentu memiliki niat untuk menjadi orang baik terlebih jika dirinya memiliki keimanan. Namun, tidak bisa dipungkiri jika yang namanya manusia pasti tak pernah lepas dari yang namanya kesalahan. Terkadang berbuat salah ataupun mungkar di kehidupannya. Untuk menyikapi perilaku salah orang lain maka sikap dasar kita adalah seperti yang disebutkan dalam surah Al Maidah ayat 54 yang artinya berbunyi

“…. Yang bersikap lemah lembut terhadap orang mukmin”. Serta disebutkan juga dalam surah Asy Syu’ara ayat 215 yang memiliki arti

“……dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang beriman”.

Dari ayat-ayat tersebut dapat diambil pelajaran bahwasannya sifat-sifat kaum mukmin pada dasarnya haruslah lembut, tenang, tidak mudah marah serta cepat berpikiran negatif kepada sesamanya.

Untuk lebih mempelajari nilai toleransi tersebut, Grameds dapat melihat salah satu contohnya pada buku (In)toleransi – Memahami Kebencian & Kekerasan Atas Nama Agama yang menceritakan catatan pencarian dari seorang muda berlatar belakang santri yang masuk dalam dunia kosmopolit yang dihadapi dengan berbagai tantangan dalam dunia tersebut.

Hadits Tentang Toleransi Dalam Islam

Selain ayat-ayat tentang toleransi, juga terdapat hadis yang membahas mengenai sikap toleran antar sesama ini. Hadis yang pertama ialah

“Agama yang paling dicintai Allah adalah agama yang lurus dan toleran.” (HR al-Bukhari).

Dalam hadis lain juga menyebutkan bahwasannya Rasulullah Muhammad SAW bersabda:

Dari Anas bin Malik RA, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, “Demi (Allah) yang nyawaku di tangan – Nya, tidaklah beriman seorang hamba sehingga dia mencintai tetangganya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Muslim dan Abu Ya’la: 2967).

Sikap toleransi memang perlu untuk dirawat di sekitar kita. Saling menyayangi dan menghargai antar sesama keluarga yang berbeda keyakinan pun sudah termasuk dalam sikap toleransi. Oleh karena itu, sikap toleransi ini diharapkan tidak hanya ditumbuhkan di lingkungan keluarga tetapi juga di masyarakat yang lebih luas.

Rekomendasi Buku Toleransi Dalam Islam

Al-Qur’an merupakan Kitab Suci umat Islam yang senantiasa relevan dan kontekstual bagi kehidupan umatnya. Salah satu pesan yang paling menonjol adalah toleransi. Kurang lebih terdapat 300 ayat secara eksplisit mengisahkan pentingnya toleransi, kerukunan, dan perdamaian.

Artikel Terkait Toleransi Dalam Islam

  • Custom log
  • Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas
  • Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda
  • Tersedia dalam platform Android dan IOS
  • Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis
  • Laporan statistik lengkap
  • Aplikasi aman, praktis, dan efisien

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA