Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang berasal dari partisipasi masyarakat. Negara berwenang memungut pajak dari rakyatnya karena pajak digunakan sebagai sarana untuk mensejahterakan rakyat.
Sistem pemungutan pajak yang dipakai saat ini adalah self assessment system yaitu sistem pemungutan yang memberi kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, melaporkan utang pajaknya yang tertuang dalam Surat Pemberitahuan (SPT), kemudian menyetor kewajiban perpajakannya.
Pemberian kepercayaan yang besar kepada wajib pajak sudah sewajarnya diimbangi dengan instrumen pengawasan, untuk keperluan itu fiskus diberi kewenangan untuk melakukan pemeriksaan pajak.
Pajak menjadi sumber penerimaan dan pendapatan negara terbesar. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya kontribusi sektor pajak terhadap penerimaan negara pada tahun 2016 yaitu sebesar 74, 6 % dari total pendapatan negara. Bahkan pada APBN tahun 2018 pajak menjadi penyumbang pendapatan negara sebesar 85%.
Penerimaan pajak inilah yang digunakan untuk meningkatkan pembangunan Indonesia mulai dari pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan dan berbagai sektor lainnya yang bertujuan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia. Hal inilah yang disebut sebagai fungsi budgetair (anggaran) pajak yaitu pajak berperan dalam membiayai berbagai pengeluaran negara.
Pajak dan Pembangunan
Peran pajak dalam meningkatkan pembangunan diberbagai sektor kehidupan tentu tidak dapat dipungkiri, namun tidak banyak rakyat yang menyadari hal tersebut. Hal ini dikarenakan manfaat pembayaran pajak tidak langsung diterima, namun tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini hampir seluruh rakyat Indonesia telah memperoleh manfaat pajak.
Pelayanan kesehatan gratis, pendidikan gratis, dan berkualitas, akses transportasi dan mobilitas yang mudah melalui pembangunan infrastruktur jalan yang mendorong perekonomian adalah sekumpulan manfaat pajak.
Peran pajak dalam membiayai berbagai pengeluaran negara khususnya dalam pembangunan dapat dioptimalkan apabila setiap warga negara yang merupakan wajib pajak sadar akan kewajibannya.
Kepatuhan bayar pajak rendah
Sampai saat ini dapat dilihat bahwa kepatuhan membayar pajak oleh wajib pajak masih rendah. Sebagaimana disampaikan Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga bahwa kepatuhan pajak masyarakat Indonesia dapat dilihat dari tingkat tax ratio yang masih 10,3%.
Kepatuhan masyarakat terhadap pajak sangat dipengaruhi oleh kesadaran masyarakatnya. Oleh karena itu, sangat penting untuk meningkatkan kesadaran pajak bagi warga negara Indonesia.
Pandangan bahwa membayar pajak merupakan wujud kecintaan kepada tanah air sebagaimana dianut oleh warga Jepang juga rasa tanggung jawab untuk berkontribusi mewujudkan kesejahteraan sebagaimana yang dianut warga Australia harus ditanamkan dalam diri warga negara Indonesia.
Bonus demografi pajak
Sejalan dengan tujuan meningkatkan kesadaran pajak, maka keberadaan generasi muda yang akrab disapa generasi milineal menjadi sangat penting untuk mendukung tujuan tersebut. Sebagaimana data menunjukkan bahwa pada tahun 2045 Indonesia mengalami bonus demografi yaitu penduduk usia produktif mencapai angka mayoritas di Indonesia.
Bonus demografi yang dipenuhi oleh generasi milenial ini harus dioptimalkan untuk mendukung budaya sadar pajak yang diharapkan dapat menciptakan wajib pajak yang patuh pajak.
Faktanya, saat ini Indonesia tengah menerapkan kebijakan pengelolaan keuangan defisit. Artinya, pengeluaran lebih besar daripada pemasukan yang didapatkan. Secara lebih sederhana, Indonesia tidak memiliki cukup uang untuk menjalankan roda kehidupannya.
Maka dari itu, pemerintah terpaksa harus meminjam uang baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Melakukan pengelolaan utang dengan penuh hati-hati memang merupakan pilihan terbaik dalam melanjutkan kesinambungan pembangunan sebuah negara, dalam rangka memperbaiki dan memajukan negara.
Referensi:
Bohari, Pengantar Hukum Pajak, PT.Raja Grafindo Persada,Jakarta,2002
Hussein Kartasasmita, Reformasi Undang-undang Perpajakan, Jakarta, 1988
Disclaimer:
Artikel ini merupakan karya peserta pelatihan simulasi pajak hasil kerjasama Politeknik Negeri Bali dengan PT Mitra Pajakku. Isi tulisan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.
Informasi ini BUKAN merupakan saran atau konsultasi perpajakan. Segala aturan yang terkutip dalam artikel ini sangat mungkin ada pembaharuan dari otoritas terkait. Pajakku tidak bertanggungjawab atas kerugian yang timbul akibat adanya keterlambatan atau kesalahan dalam memperbarui informasi dalam artikel ini.
UPAYA MENINGKATKAN KESADARAN DAN KEPEDULIAN
MASYARAKAT TERHADAP PERPAJAKAN DI INDONESIA
Oleh
MARINI TRI HANDAYANI
Fakultas Hukum, Universitas Sriwijaya Indralaya
Email : ,
Abstrak
Pajak adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang, sehingga dapat
dipaksakan, dengan tidak mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut
berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang dan jasa
kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum. Penolakan untuk membayar, penghindaran,
atau perlawanan terhadap pajak pada umumnya termasuk pelanggaran hukum. Pajak
merupakan salah satu sumber dana pemerintah untuk melakukan pembangunan, baik
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Jika seseorang sudah memenuhi syarat
subjektif dan syarat objektif, maka wajib untuk membayar pajak. Dalam undang-undang
pajak sudah dijelaskan, jika seseorang dengan sengaja tidak membayar pajak yang
seharusnya dibayarkan, maka ada ancaman sanksi administratif maupun hukuman secara
pidana.
A. Pendahuluan
Pajak adalah sumber penerimaan negara yang paling besar, sehingga tanpa pajak maka
negara ini tidak bisa terus bergerak maju dikarenakan tidak ada adanya dana. Apabila di masa
lalu pahlawan adalah mereka yang memagang tombak dan pedang untuk berjuang meraih
kemerdekaan, maka sekarang pahlawan adalah mereka yang mau membayar pajak untuk
menjaga eksistensi dari negara ini dan juga mereka yang mau berkarya agar bangsa ini diakui
dan dihormati oleh bangsa lain. banyak sekali orang orang yang masih belum mengerti
tentang pajak dan juga tidak senang dengan pajak, sejatinya mereka hanya tidak mengetahui
tentang manfaat pajak dan apa yang bisa diperoleh dari membayarnya. Oleh karena itu
pengetahuan tentang pajak sangat dibutuhkan sejak dini untuk membentengi masyarakat
dari stereotype pajak yang buruk dan salah, pembekalan semacam ini bisa dimulai dari
lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Di lingkungan keluarga misalnya, orang tua
bisa memberikan pemahaman kepada anak bahwa kemudahan akses yang dimiliki keluarga,
ketercukupan Sumber Daya Alam, dan juga banyaknya penyedia kebutuhan sehari hari
adalah hasil dari ayah yang membayar pajak setiap bulannya. Dari lingkungan keluarga inilah
anak akan memahami bahwa sebenarnya uang yang kita bayarkan setiap bulannya adalah
untuk kebutuhan kita sendiri. Pada saat anak berada di lingkungan sekolah, guru bisa
mengajarkan kepada anak anak bahwa karena pajaklah mereka bisa menikmati fasilitas
sekolah karena bangunan sekolah, fasilitas yang ada di sekolah, dana operasional sekolah dan
juga gaji dari guru-guru mereka berasal dari uang pajak yang dibayarkan warga negara yang
taat membayar pajak.
Kemudian dari lingkungan masyarakat, anak-anak bisa belajar bahwa fasilitas umum
yang bisa dinikmati oleh masyarakat adalah hasil dari uang pajak yang digunakan untuk
membangun sarana dan prasarana yang akan berguna untuk masyarakat luas karena bisa
menjadi jembatan untuk tercapainya pemerataan kesejahteraan sosial dan ekonomi. Uang
pajak yang berhasil dikumpulkan oleh Direktorat Jenderal Pajak akan disalurkan keseluruh
instansi dan akan digunakan untuk membiayai pembangunan fasilitas umum seperti
pembangunan jalan, jembatan, pelabuhan, bandara, dan juga untuk membiayai operasional
kantor-kantor pelayanan publik dan untuk membayar gaji ASN yang sudah bekerja untuk
negara ini.
B. Pembahasan
Saat ini, Indonesia sedang melaksanakan kebijakan fiskal ekspansif. Kebijakan ini
ditandai dengan dengan penurunan tarif pajak dan kenaikan belanja pemerintah. Target pajak
masih belum terpenuhi hingga sekarang. Pemerintah telah menerapkan kebijakan tax
amnesty untuk memancing wajib pajak mengakui kekayaannya dengan mengampunkan pajak
selama periode tertentu. Setelah tax amnesty berakhir, pemerintah sedang gencar-gencarnya
melakukan berbagai macam cara bahkan tindakan represif bagi oknum-oknum yang enggan
membayar pajak. Ancaman kurunganpun diberikan. Pemerintah juga mulai mencari sumber-
sumber penerimaan pajak yang baru, seperti pajak untuk smartphone yang menjadi isu hangat
di media sosial. Oleh karena itu, pegawai pajak menjadi aktor utama yang berperan penting
dalam pemenuhan target pajak saat ini. Operasi Tangkap Tangan yang dilakukan Komisi
Pemberantasan Korupsi terhadap dua oknum pegawai pajak telah menciderai
reformasi perpajakan di bidang internal. Tepatnya bulan November 2016 lalu, dua pegawai
pajak terbukti menerima suap dari seorang pengusaha agar kewajiban pajaknya dihapuskan.
Menurut Direktorat Jenderal Pajak, tertangkapnya oknum-oknum tersebut adalah hasil dari
whistle blowing system yang tengah digencarkan di lingkungan pajak.
Perlu ditumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat sebagai wajib pajak yang memudar.
Karena partisipasi wajib pajak untuk memaksimalkan target pajak adalah pokok utama dalam
sistem penerimaan pajak itu sendiri. Direktorat Jenderal Pajak seharusnya memperbaiki
sistem manajemen kepegawaian dan memperkuat kontrol atas sistem perpajakan melalui
kebijakan-kebijakan. Gaji yang tinggi tidak akan mampu membasmi bibit-bibit korupsi bila
kesadaran moral belum muncul. Berbagai pelatihan dan seminar perlu dilaksanakan secara
rutin untuk meningkatkan kesadaran moral pegawai di lingkungan Direktorat jenderal pajak.
Keberanian pegawai pajak melaporkan rekan kerjanya yang melakukan penyimpangan
mengingat adanya whistle blowing system. Tujuannya untuk menimbulkan efek
jera. Whistleblowing system adalah sebuah sistem untuk mendeteksi secara dini dan cepat
berbagai bentuk penyimpangan yang terjadi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak. Dalam
hal ini merekapun membangun unit pengawasan internal dan mengembangkan budaya
korektif sesama pegawai. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sebagai garda depan
pemerintah dalam memberantas korupsipun diterjunkan untuk bekerja sama dengan
Direktorat Jenderal Pajak agar dapat memaksimalkan fungsi pengawasan internal. urangnya
//www.pajak.go.id/id/artikel/pentingnya-pengetahuan-pajak-sejak-dini
kesadaran masyarakat akan pajak adalah karena minimnya pengetahuan akan pengelolaan
dan realisasi pajak. Seperti yang diketahui, banyak sekali berita hoax beredar di dunia maya.
Masyarakat yang kurang bijak berinternet tentunya akan terpengaruh. Sebagai
contoh, Hoax Pesan Berantai Razia Pajak Kendaraan Bermotor mengandung informasi
adanya razia kendaraan bermotor yang telat bayar bayar pajak yang berlangsung pada waktu
dan tempat tertentu. Tentunya ini membuat panik masyarakat dan berpikir bahwa pajak
adalah musuh bagi mereka. Masyarakat juga berpikir bahwa pemerintah seolah-olah
bangkrut. Kestabilan politik terganggu dan masyarakat kurang percaya kepada pemerintah
terutama pajak karena dikira terjadi penyelewengan. Untuk itu, pemerintah perlu
melaksanakan langkah-langkah konkret untuk membangun kesadaran dan pengetahuan akan
pentingnya peranan pajak dalam perekonomian. Pemerintah bisa melakukan pendekatan
persuasif melalui iklan layanan masyarakat, seminar, duta pajak, dan lain-lain.
Direktorat Jenderal Pajak telah banyak membuat program yang digunakan untuk
memberikan pengetahuan yang mendasar tentang pajak kepada anak usia dini, contohnya
Pajak Bertutur dan juga Tax Goes to School atau Tax Goes to Campus. Pajak Bertutur sendiri
adalah program Direktorat Jenderal Pajak yang bertujuan untuk membangun kesadaran akan
pentingnya peran pajak di sektor pembangunan dengan menargetkan 2.000 lembaga
Pendidikan baik SD, SMP, SMA, dan Universitas di seluruh Indonesia. Sementara Tax Goes
to School adalah Program Direktorat Jenderal Pajak yang dilakukan oleh seluruh Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) dan juga Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan
(KP2KP). Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pengenalan tentang pajak kepada anak-
anak usia dini karena merekalah generasi muda bangsa ini dan mereka harus mengenal pajak
dengan baik, karena merekalah kelak yang akan menjadi konsumen akbar dan lading potensi
perpajakan.
Tax Goes to School tidak efektif jika anak-anak diberi pengetahuan pajak yang langsung
berat dan bersifat formal, jadi Tax Goes to School harus bersifat fun tapi tetap mengedukasi,
Tax Goes to School berfokus pada penjelasan manfaat pajak yang bisa dirasakan mereka
sejak dini. Sementara Tax Goes to Campus adalah program Direktorat Jenderal Pajak untuk
memberi pengetahuan pajak kepada mahasiswa dan mahasiswi yang ada di Universitas di
Indonesia. Tax Goes to Campus menyasar mahasiswa dan mahasiswi karena mereka sebentar
lagi akan terjun ke dunia kerja dan dunia usaha, jadi diperlukan pembekalan yang cukup
supaya mereka bisa ikut berkontribusi kepada negara melalui pajak.
Melalui Tax Goes to School, Direktorat Jenderal Pajak bisa meminimalisir Free
Rider yang hanya ikut menikmati fasilitas publik tapi tidak berkontribusi kepada negara.
Acara ini dilakukan agar mahasiswa dan mahasiswi tidak buta pengetahuan pajak saat terjun
ke dunia kerja karena banyak instansi dan perusahaan yang akan memberikan syarat
kepemilikan NPWP kepada calon karyawannya. Tidak hanya itu, jika mahasiswa berupaya
untuk membuka usaha sendiri maka mereka juga memerlukan NPWP untuk menjalankan
usaha mereka dan bekerja sama dengan perusahaan lain. Yang perlu ditekankan adalah
//www.kompasiana.com/m_tamaro/59e34e4ad14ea21a04632e02/membangun-kepercayaan-masyarakat-
terhadap-pajak
apabila mereka telah memiliki NPWP maka mereka memiliki kewajiban untuk melaporkan
penghasilan,harta dan SPT Tahunan mereka. Saat mereka memiliki NPWP mereka harus
mengerti hak dan kewajibannya, apabila mereka telah mengerti hak dan kewajibannya maka
Direktorat Jenderal Pajak akan membantu urusan mereka juga.
Kesadaran dan kepedulian sukarela Wajib Pajak sangat sulit untuk diwujudkan
seandainya dalam definisi „pajak‟ tidak ada frase “yang dapat dipaksakan” dan “yang bersifat
memaksa.” Bertitik tolak dari frase ini menunjukkan membayar pajak bukan semata-mata
perbuatan sukarela atau karena suatu kesadaran. Frase ini memberikan pemahaman dan
pengertian bahwa masyarakat dituntut untuk melaksanakan kewajiban kenegaraan dengan
membayar pajak secara sukarela dan penuh kesadaran sebagai aktualisasi semangat gotong-
royong atau solidaritas nasional untuk membangun perekonomian nasional. Sampai sekarang
kesadaran masyarakat membayar pajak masih belum mencapai tingkat sebagaimana yang
diharapkan. Umumnya masyarakat masih sinis dan kurang percaya terhadap keberadaan
pajak karena masih merasa sama dengan upeti, memberatkan, pembayarannya sering
mengalami kesulitan, ketidak mengertian masyarakat apa dan bagaimana pajak dan ribet
menghitung dan melaporkannya..
Kesadaran membayar pajak ini tidak hanya memunculkan sikap patuh, taat dan disiplin
semata tetapi diikuti sikap kritis juga. Semakin maju masyarakat dan pemerintahannya, maka
semakin tinggi kesadaran membayar pajaknya namun tidak hanya berhenti sampai di situ
justru mereka semakin kritis dalam menyikapi masalah perpajakan, terutama terhadap materi
kebijakan di bidang perpajakannya, misalnya penerapan tarifnya, mekanisme pengenaan
pajaknya, regulasinya, benturan praktek di lapangan dan perluasan subjek dan objeknya.
Dengan digalakannya kesadaran akan pajak ini diharapkan Indonesia akan menuju
kesejahteraan yang selama ini diharapkan. Slogan “LUNASI PAJAKNYA AWASI
PENGGUNAANNYA” tidak hanya suara dan gaungnya semata yang nyaring namun bisa
benar-benar terwujudkan bahwa pajak menjadi pendapatan utama negara yang diperuntukkan
dan dikelola dengan transparan dan akuntabel bagi kepentingan masyarakatnya sendiri.
Salah satu ciri negara maju adalah jika kesadaran masyarakat membayar pajak tinggi,
mendekati 100 persen Seandainya dari 50 juta yang belum bayar pajak, sudah membayar
kewajibannya tentu Indonesia akan lebih maju dari sekarang. Berbagai pendekatan dapat
dilakukan untuk mengetahui tingkat kesadaran dan kepedulian sukarela Wajib pajak. Indikasi
tingginya tingkat kesadaran dan kepedulian Wajib Pajak antara lain :
1. Realisasi penerimaan pajak terpenuhi sesuai dengan target yang telah ditetapkan.
2. Tingginya tingkat kepatuhan penyampaian SPT Tahunan dan SPT Masa.
3. Tingginya Tax Ratio
4. Semakin Bertambahnya jumlah Wajib Pajak baru.
5. Rendahnya jumlah tunggakan / tagihan wajib pajak.
6. Tertib, patuh dan disiplin membayar pajak atau minimnya jumlah pelanggaran
pemenuhan kewajiban perpajakan.
Faktor ini dapat menurunkan tingkat kesadaran dan kepedulian sukarela Wajib Pajak. Antara
lain:
1. Prasangka negatif kepada aparat perpajakan harus digantikan dengan prasangka
positif. Sebab, prasangka negatif ini akan menyebabkan para wajib pajak bersikap
defensif dan tertutup. Mereka akan cenderung menahan informasi dan tidak co
operatif. Mereka akan berusaha memperkecil nilai pajak yang dikenakan pada
mereka dengan memberikan informasi sesedikit mungkin. Perlu usaha keras dari
lembaga perpajakan dan media massa untuk membantu menghilangkan prasangka
negatif tersebut.
2. Hambatan atau kurangnya intensitas kerjasama dengan Instansi lain (pihak ketiga)
guna mendapatkan data mengenai potensi Wajib Pajak baru, terutama dengan
instansi daerah atau bukan instansi vertikal.
3. Bagi Calon Wajib Pajak, Sistem Self Assessment dianggap menguntungkan,
sehingga sebagian besar mereka enggan untuk mendaftarkan dirinya bahkan
menghindar dari kewajiban ber-NPWP. Data-data tentang dirinya selalu
diupayakan untuk ditutupi sehingga tidak tersentuh oleh DJP.
4. Masih sedikitnya informasi yang semestinya disebarkan dan dapat diterima
masyarakat mengenai peranan pajak sebagai sumber penerimaan negara dan segi-
segi positif lainnya.
5. Adanya anggapan masyarakat bahwa timbal balik (kontra prestasi) pajak tidak
bisa dinikmati secara langsung, bahkan wujud pembangunan sarana prasana
belum merata, meluas, apalagi menyentuh pelosok tanah air.
6. Adanya anggapan masyarakat bahwa tidak ada keterbukaan pemerintah terhadap
penggunaan uang pajak.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai institusi negara yang berperan penting dalam
mengumpulkan pajak, dituntut untuk bekerja keras dalam melakukan pengawasan yang ketat
sehingga meminimalisir penggelapan pajak. Maka, dibutuhkan modernisasi perbaikan sistem
perpajakan agar pemerintah dapat memantau tingkat kepatuhan wajib pajak yang mengalami
kenaikan atau penurunan, kepercayaan masyarakat pada administrasi pelayanan pajak yang
kemudian akan berimbas pada Intergritas dan produktifitas aparatur pajak makin membaik.
Di Indonesia sistem perpajakan sudah menganut Self Assessment dimana setiap wajib pajak
sudah diberikan kewenangan untuk menghitung sendiri, melaporkan sendiri dan membayar
sendiri pajak yang terutang yang harus dibayar. Asas pemungutannya pun sudah
berlandaskan keadilan dengan menganut Asas Equality, yaitu pemungutan pajak yang
dilakukan negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak, di mana
negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak. Namun, kendalanya adalah
hampir setiap tahun target penerimaan pajak realisasinya tidak terlalu optimal, bahkan dapat
dikatakan tidak berjalan seperti yang diharapkan yang tentunya akan berimplikasi terhadap
pengadaan barang publik.
Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian Direktorat Jenderal Pajak dalam membangun
kesadaran dan kepedulian sukarela Wajib Pajak antara lain :
1. Melakukan sosialisasi
Sebagaimana dinyatakan Dirjen Pajak bahwa kesadaran membayar pajak
datangnya dari diri sendiri, maka menanamkan pengertian dan pemahaman
tentang pajak bisa diawali dari lingkungan keluarga sendiri yang terdekat, melebar
kepada tetangga, lalu dalam forum-forum tertentu dan ormas-ormas tertentu
melalui sosialisasi. Dengan tingginya intensitas informasi yang diterima oleh
masyarakat, maka dapat secara perlahan merubah mindset masyarakat tentang
pajak ke arah yang positif. Beragam bentuk sosialisasi bisa dikelompokkan
berdasarkan: metode penyampaian, segmentasi maupun medianya.
2. Memberikan kemudahan dalam segala hal pemenuhan kewajiban perpajakan dan
meningkatkan mutu pelayanan kepada wajib pajak. Jika pelayanan tidak beres
atau kurang memuaskan maka akan menimbulkan keengganan Wajib Pajak
melangkah ke kantor Pelayanan Pajak. DJP harus terus menerus meningkatkan
efisiensi administrasi dengan menerapkan sistem dan administrasi yang handal
dan pemanfaatan teknologi yang tepat guna. Pelayanan berbasis komputerisasi
merupakan salah satu upaya dalam penggunaan Teknologi Informasi yang tepat
untuk memudahkan pelayanan terhadap Wajib Pajak.
3. Meningkatkan citra Good Governance yang dapat menimbulkan adanya rasa
saling percaya antara pemerintah dan masyarakat wajib pajak, sehingga kegiatan
pembayaran pajak akan menjadi sebuah kebutuhan dan kerelaan, bukan suatu
kewajiban. Dengan demikian tercipta pola hubungan antara negara dan
masyarakat dalam memenuhi hak dan kewajiban yang dilandasi dengan rasa
saling percaya.
4. Memberikan pengetahuan melalui jalur pendidikan khususnya pendidikan
perpajakan. Melalui pendidikan diharapkan dapat mendorong individu kearah
yang positif dan mampu menghasilkan pola pikir yang positif yang selanjutnya
akan dapat memberikan pengaruh positif sebagai pendorong untuk melaksanakan
kewajiban membayar pajak.
5. Law Enforcement. Dengan penegakan hukum yang benar tanpa pandang bulu
akan memberikan deterent efect yang efektif sehingga meningkatkan kesadaran
dan kepedulian sukarela Wajib Pajak. Walaupun DJP berwenang melakukan
pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan,
namun pemeriksaan harus dapat dipertanggung jawabkan dan bersih dari
intervensi apapun sehingga tidak mengaburkan makna penegakan hukum serta
dapat memberikan kepercayaan kepada masyarakat wajib pajak.
6. Membangun trust atau kepercayaan masyarakat terhadap pajak. Masyarakat
berpendapat hanya sedikit sekali yang akan kembali kepada wajib pajak atau
disumbangkan dalam pembangunan bangsa. DJP harus senantiasa berusaha
membangun kepercayaan para wajib pajak kemudian seharusnya menjamin dan
menjawab kepercayaan tersebut dengan melakukan pembenahan internal.
Sehingga terwujudkan kondisi dimana masyarakat benar-benar merasa percaya
bahwa pajak yang mereka bayarkan tidak akan dikorupsi dan akan disalurkan
sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
7. Merealisasikan program Sensus Perpajakan Nasional yang dapat menjaring
potensi pajak yang belum tergali. Dengan program sensus ini diharapkan seluruh
masyarakat mengetahui dan memahami masalah perpajakan serta sekaligus dapat
membangkitkan kesadaran dan kepedulian, sukarela menjadi Wajib Pajak dan
membayar Pajak.
Inilah tantangan terbesar pemerintah saat ini untuk memungut dan mengelola uang
Negara. Belum lagi terjadinya penggelapan dan penggelembungan pajak yang dilakukan oleh
oknum-oknum tertentu untuk kepentingan pribadi. Kesadaran masyarakat sangat diharapkan
untuk dapat bersama-sama membangun negeri. Oleh karena itu, untuk meningkatkan
kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pajak, baik dari segi pemungutan maupun
manfaat, maka perlu diadakan edukasi mengenai pentingnya pajak serta dilakukan sosialisasi
secara terus-menerus, baik melalui media cetak maupun media elektronik. Media cetak
berupa iklan dalam bentuk pamflet atau spanduk di pinggir jalan atau tempat strategis yang
memberikan informasi manfaat pajak. Media elektronik berupa iklan di televisi, radio,
maupun internet yang menjelaskan pentingnya pajak. Masyarakat harus mengetahui bahwa
pajak yang dibayarkan langsung masuk ke kas negara dan dipergunakan negara untuk
kepentingan umum, pembangunan, dan biaya penyelenggaraan negara. Selain itu,
masyarakat juga perlu diberi kewenangan untuk mengawasi pajak yang telah dibayarkan,
apakah telah disalurkan dengan benar atau tidak. Jika terjadi penyimpangan, masyarakat pun
mempunyai kewajiban untuk melaporkan kepada pihak yang berwenang. Dengan demikian
maka jelaslah bahwa peranan pajak bagi suatu negara menjadi sangat dominan dalam
menunjang jalannya roda pemerintahan. Sebab, setiap proyek pembangunan yang
dilaksanakan pemerintah adalah dibiayai dari pajak yang telah dikumpulkan dari masyarakat.
Karenanya, masyarakat harus ikut menjaga fasilitas yang telah dibangun pemerintah demi
kepentingan bersama.
C. Kesimpulan
Pada dasarnya kita semua sebagai warga negara Indonesia memiliki kewajiban untuk
melakukan pembayaran pajak. Karena hal tersebut sudah diamanatkan dalam pasal 23A
Undang-Undang Dasar 1945. Pajak merupakan salah satu instrumen pokok kebijakan
pemerintah untuk menjalankan fungsi-fungsi dasarnya, di mana pemerintah memiliki
kewajiban untuk mengadakan barang publik yang akan dimanfaatkan oleh rakyat. Sebab,
salah satu penopang pendapatan nasional berasal dari penerimaan pajak yang menyumbang
sekitar 70 % dari seluruh penerimaan negara. Sehingga pajak memiliki peran yang sangat
vital dalam sebuah Negara. Tanpa pajak, kehidupan negara tidak akan bisa berjalan dengan
baik. Pembangunan infrastruktur, biaya pendidikan, biaya kesehatan, subsidi bahan bakar
minyak, pembayaran para pegawai negara dan pembangunan fasilitas publik semua dibiayai
dari pajak. Karena itu, pajak merupakan ujung tombak pembangunan sebuah negara. Jika
masyarakat teredukasi dan paham akan pajak, maka potensi penerimaan negara akan
bertambah. Namun perlu diketahui tidak semua masyarakat akan dikenakan pajak. Bagi
//www.pajak.go.id/id/artikel/membangun-kesadaran-dan-kepedulian-sukarela-wajib-pajak
//www.kompasiana.com/yonshunga/5b4473485e13730ba0424ce6/pajak-rakyat-membayar-indonesia-
membangun?page=all
masyarakat yang memiliki penghasilan di atas batas ketentuan bayar pajak (PTKP) maka
hukumnya wajib membayar pajak, sebaliknya jika di bawah batas ketentuan tidak akan
dikenakan pajak. Jadi, membayar pajak wajib dipatuhi oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa
kecuali dan sudah sepatutnya kita sebagai warga negara yang baik, taat akan bayar pajak
berdasarkan daya pikulnya masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
//www.pajak.go.id/id/artikel/pentingnya-pengetahuan-pajak-sejak-dini
Muhammad Zainul Arifin, Understanding The Role Of Village Development Agency In
Decision Making, Kader Bangsa Law Review, //ojs.ukb.ac.id/index.php/klbr
, //scholar.google.co.id/citations?user=SFDX82UAAAAJ&hl=id
//unsri.academia.edu/MuhammadZainulArifin
//www.researchgate.net/profile/Muhammad_Arifin
Muhammad Zainul Arifin, The Theft Of Bank Customer Data On Atm Machines In
Indonesia, International Journal of Mechanical Engineering and Technology
(IJMET),
//www.iaeme.com/MasterAdmin/UploadFolder/IJMET_10_08_018/IJMET_
10_08_018.pdf ,
//scholar.google.co.id/citations?user=SFDX82UAAAAJ&hl=id
//unsri.academia.edu/MuhammadZainulArifin
//www.researchgate.net/profile/Muhammad_Arifin
Muhammad Zainul Arifin, Implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2016
Tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja
Negara (Studi Kasus Desa Datar Balam Kabupaten Lahat), Jurnal Fiat Justicia,
//journal.ukb.ac.id/journal/detail/288/implementasi-peraturan-pemerintah-pp-
-nomor-8-tahun-2016-tentang-dana-desa-yang-bersumber-dari-anggaran-
pendapatan--dan-belanja-negara--studi-kasus-desa-datar-balam-kabupaten-lahat ,
//scholar.google.co.id/citations?user=SFDX82UAAAAJ&hl=id
//unsri.academia.edu/MuhammadZainulArifin
//www.researchgate.net/profile/Muhammad_Arifin
//www.kompasiana.com/m_tamaro/59e34e4ad14ea21a04632e02/membangun-
kepercayaan-masyarakat-terhadap-pajak
Muhammad zainul Arifin, Penerapan Prinsip Detournement De Pouvoir Terhadap Tindakan
Pejabat Bumn Yang Mengakibatkan Kerugian Negara Menurut Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, Jurnal Nurani,
//jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/Nurani/article/view/2741/2070 ,
//scholar.google.co.id/citations?user=SFDX82UAAAAJ&hl=id
//unsri.academia.edu/MuhammadZainulArifin
//www.researchgate.net/profile/Muhammad_Arifin
Muhammad Zainul Arifin, Korupsi Perizinan Dalam Perjalanan Otonomi Daerah Di
Indonesia, Lex Librum : Jurnal Ilmu Hukum,
//www.lexlibrum.id/index.php/lexlibrum/article/view/138/pdf ,
//scholar.google.co.id/citations?user=SFDX82UAAAAJ&hl=id
//unsri.academia.edu/MuhammadZainulArifin
//www.researchgate.net/profile/Muhammad_Arifin
Muhammad Zainul Arifin, Pengelolaan Anggaran Pembangunan Desa Di Desa Bungin
Tinggi, Kecamatan Sirah Pulau Padang, Kabupaten Ogan Komering Ilir,
Sumatera Selatan, Jurnal Thengkyang,
//jurnaltengkiang.ac.id/jurnal/index.php/JurnalTengkhiang/issue/view/1/Hala
man%20%201-21 ,
//scholar.google.co.id/citations?user=SFDX82UAAAAJ&hl=id
//unsri.academia.edu/MuhammadZainulArifin
//www.researchgate.net/profile/Muhammad_Arifin
Muhammad Zainul Arifin, Peran Badan Koordinasi Penanaman Modal Dalam Memfasilitasi
Kegiatan Investasi Asing Langsung Terhadap Perusahaan Di Indonesia, Jurnal
Nurani, //jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/Nurani/article/view/2740/2072,
//scholar.google.co.id/citations?user=SFDX82UAAAAJ&hl=id
//unsri.academia.edu/MuhammadZainulArifin
//www.researchgate.net/profile/Muhammad_Arifin
//www.pajak.go.id/id/artikel/membangun-kesadaran-dan-kepedulian-sukarela-wajib-
pajak
Muhammad Zainul Arifin, Suatu Pandangan Tentang Eksistensi Dan Penguatan Dewan
Perwakilan Daerah, Jurnal Thengkyang,
//jurnaltengkiang.ac.id/jurnal/index.php/JurnalTengkhiang/article/view/6/4 ,
//scholar.google.co.id/citations?user=SFDX82UAAAAJ&hl=id
//unsri.academia.edu/MuhammadZainulArifin
//www.researchgate.net/profile/Muhammad_Arifin
Muhammad Zainul Arifin, Kajian Tentang Penyitaan Asset Koruptor Sebagai Langkah
Pemberian Efek Jera, Researchgate.net,
//www.researchgate.net/publication/333701113_KAJIAN_TENTANG_PE
NYITAAN_ASSET_KORUPTOR_SEBAGAI_LANGKAH_PEMBERIAN_EFE
K_JERA_Oleh ,
//scholar.google.co.id/citations?user=SFDX82UAAAAJ&hl=id
//unsri.academia.edu/MuhammadZainulArifin
//www.researchgate.net/profile/Muhammad_Arifin
Muhammad Zainul Arifin, Freeport Dan Kedaulatan Bangsa,
//www.academia.edu/38881838/Freeport_Dan_Kedaulatan_Bangsa,
//scholar.google.co.id/citations?user=SFDX82UAAAAJ&hl=id
//unsri.academia.edu/MuhammadZainulArifin
//www.researchgate.net/profile/Muhammad_Arifin
//www.kompasiana.com/yonshunga/5b4473485e13730ba0424ce6/pajak-rakyat-
membayar-indonesia-membangun?page=all
Muhammad Zainul Arifin, Memulai Langkah Untuk Indonesia, Researchgate,
//www.researchgate.net/publication/333700909_MEMULAI_LANGKAH_
UNTUK_INDONESIA_1,
//scholar.google.co.id/citations?user=SFDX82UAAAAJ&hl=id
//unsri.academia.edu/MuhammadZainulArifin
//www.researchgate.net/profile/Muhammad_Arifin