Yang termasuk kebijaksanaan penduduk di bidang Mortalitas adalah


BAB IX

KEBIJAKSANAAN KEPENDUDUKAN

Prilaku demogarfis merupakan suatu obyek perhatian pemerintah dan nampak dari berbagai kebijaksanaan. H.T. Eldrige telah mendefinisikan kebijaksanaan kependudukan sebagai keputusan legislatif, program administrasi dan berbagai usaha pemerintah lainnya yang dimaksudkan untuk merobah kecenderungan penduduk yang ada demi kepentingan kehidupan dan kesejahteraan nasional.

Meskipun demikian tidak semua ahli setuju akan definisi di atas. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal yang sampai sekarang masih menjadi isu kontroversial diantara mereka.Pertama, apakah harus ada pernyataan eksplisit dari pemerintah tentang kebijaksanaan kependuduk ? Bagaimana dengan Negara yang tidak secara langsung memiliki kebijaksanaan kependuduk seperti Amerika serikat ? Apakah ini tidak punya kebijaksanaan kependudukan ? Kedua, Apakah benar bahwa tidak mempunyai kebijaksanaan secara ekplisit berarti tidak mempunayai kebijaksaan sama sekali ? Sebenarnya menyatakan bahwa tidak mempunyai saja, berarti sudah mempunyai pilihan, dan ini berarti juga kebijaksanaan. Dan ketiga apakah tujuan dari kebijaksanaan ini harus demografis, atau sosial dan ekonomis ? Dan apakah harus dipengaruhi secara langsung atau sengaja.?

Pertanyaan-pertanyaan di atas menunjukan bahwa adalah sulit untuk mendapatkan jawaban yang benar. Namun pemerintah terus berusaha menetapkan definisinya yang mungkin saja berbeda dengan dari satu negara dengan negara lainnya.

A. Kebijaksanaan Fertilitas dan Mortalitas

Usaha pemerintah dapat dibedkan atas dua, yaitu yang nampak dari kebijaksaan yang diarahkan untuk mempengaruhi fertilitas dengan maksud merubah tingkat pertumbuhan penduduk dan yang merubah tingkat kematian.

1. Kebijaksanaan untuk mempengaruhi Tingkat Fertilitas

Dalam hubungan dengan fertilitas, kebijaksanaan pemerintah dapat dibedakan atas dua  yaitu  bersifat  “ pronatalis “ dan yang “ antinatalis”.

Kebijaksanaan Pronatalis

Kebanyakan kebijaksanaan pemerintah yang brkaitan dengan trend fertilitas sebelum abad 20 mengarah kepada peningkatan fertilitas dan pertumbuhan penduduk. Bentuk-bentuk umum yang terkenal adalah :

(1)  Propaganda pronatalis

(2) Program-program yang mendorong keluarga, sistim perpajakan, dan insentif untuk

seorang ibu dan

(3) Pembatasan terhadap distribusi dan penggunaan kontrasepsi dan aborsi.

Dewasa ini kebijaksanaan yang demikian masih dilakukan di beberapa negara. Mereka yakin bahwa penduduk yang besar merupakan prasarat untuk pertumbuhan ekonomi atau dapat menempatkan daerah-daerah yang masih kosong. Brazil, Argentina dan beberapa Negara di Afrika memiliki kebijaksanaan yang demikian. Misalnya Argentina menginginkan penduduknya menjadi 50 juta pada akhir abad ini.

Banyak pemimpin negara yang beraliran Marxist dan kiri di Amerika Latin yang percaya bahwa problem dalam negerinya, lebih bersifat sosial dan ekonims daripada demografis. Mereka percaya bahwa kalau terjadi kondisi dalam negeri yang memburuk, maka revolusi sosial harus dilakukan.Karena itu mereka percaya bahwa pertumbuhan penduduk merupakan dorongan bagi revolusi untuk mencapai tujuan-tujuan sosial, ekonomis dan politis. Mereka menafsirkan bahwa pembatasan kelahiran hanyalah merupakan suatu propaganda para negara kapitalis atau imperialis yang terus berusaha untuk mengeksploitasi sumberdaya alam Amerika Latin.

Negara maju seperti Jerman, Italia dan jepang selama perang Dunia I dan II juga menginginkan hal yang sama. Propaganda pronatalis yang insentif, pembayaran uang cash pada keluarga yang memiliki anak, pembatasan aksess terhadap alat kontrasepsi, pengaturan emigrasi, dan hokum “ eugenic “ ( yang mendorong perkembangan etnis tertentu, sementara melarang yang lain ) merupakan refleksi dari usaha pemerintah untuk mencapai jumlah penduduk yang lebih besar. Kebijaksanaan-kebijaksanaan ini diadopsi karena kekuasaan dan kesejahteraan dianggap sama dengan jumlah penduduk yang besar.

Beberapa negara industri seperti Perancis, dan Romania juga telah mengadopsi kebijaksanaan pronatalis ini beberapa saat sejak perang dunia pertama. Kebijaksanaan ini menggambarkan reaksi mereka terhadap fertilitas dan mortalitas yang rendah yang terjadi bersamaan dengan masuknya moderinisasi. Negara-negara ini kuatir bahwa kesejahteraan ekonomi dan politikya akan turun kecuali penduduk terus meningkat. Karena mortalitas cenderung mengecil dan karena pemerintah membatasi immigrasi besar-besaran dari negara lain berhubung dengan perbedaan politik dan budayanya, maka metode satu-satunya yang diambil pemerintah adalah meningkatkan pertumbuhan penduduk melalui peningkatan fertilitas.

Kebijaksanaan Anti natalis

Kebijaksanaan antinatalis diarahkan unutk mengurangi fertilitas. Ada dua pendekatan utama yaitu a) Program Keluarga berencana yang diseponsori oleh pemerintah dan b) Berbagai bentuk pendekatan non keluarga berencana ( non family planning )

1)  Program Keluarga Berencana Nasional

Program keluarga berencana nasional ditujukan untuk mengurangi fertilitas dengan memberikan peralatan, pelayanan dan informasi tentang kontrasepsi. Dasar pemikirannya adalah bahwa pasangan usia subur yang ingin membatasi besarnya keluarga mereka akan cukup untuk menurunkan rata-rata kelahiran untuk kurun waktu tertentu.

Diskusi tentang program keluarga berencana biasanya berkisar pada hak orang tua untuk memutuskan jumlah dan jarak kelahiran. Tekanan diberikan pada aspek kesukarelaan dan menghindarkan kelahiran yang tidak diinginkan. Disamping kerelaan untuk mengikuti, keluarga berencana juga diusahakan diterima secara politis karena program ini dapat dipandang sebagai suatu kebijaksanaan kesehatan, yang memiliki keuntungan kemanusiaan yang jelas, dan mempromosikan kebebasan individu dengan menolong pasangan menentukan jumlah yang mereka inginkan.

Keluarga berencana juga memiliki karekteristik tertentu yang membatasi potensinya untuk menurunkan fertilitas. Kebanyakan program keluarga berencana memusatkan perhatiannya hanya pada mekanisme yang mempengaruhi besarnya keluarga yaitu pemakaian kontarsepsi. karena berbagai hambatan agama dan budaya, maka program tersebut gagal. Tingkat penerimaan terhadap program tersebut menjadi rendah dan akhirnya mengurangi efektivitas program.

2) Pendekatan Non Keluarga Berencana

Kelemahan pendekatan keluarga berencana dalam menurunkan fertilitas telah meningkatkan jumlah demographer yang menyimpulkan bahwa pendekatan yang tidak tergantung kepada keluarga berencana nampaknya perlu dilakukan. Pendekatan ini berusaha mempengaruhi fertilitas dengan memotivasi orang untuk menginginkan jumlah anak yang lebih kecil.

Mungkin perbedaan antara keluarga berencana dengan pendekatan non keluarga berencana adalah pada treatment pada besarnya keluarga yang diinginkan. Pendekatan keluarga berencana melihat fertilitas sebagai “ penyakit “ yang dapat dikontrol dengan treatmen masal melalui kontrasepsi. Pendekatan ini tidak menghiraukan kemungkinan besarnya keluarga yang diinginkan dapat berubah dan meminta prubahan minimal dalam struktur lembaga masyarakat.

Sebaliknya pendekatan non keluarga berencana yang diarahkan untuk menurunkan fertilitas menyadari bahwa besarnya keluarga hanyalah merupakan respons terhadap cara seorang melihat dunia sosialnya. Pendekatan ini menekankan pentingnya perubahan kelembagaan dan dukungan lingkungan sosial budaya.

Berikut ini akan dibahas secara singkat metode non keluarga berencana yang sering kali diusulkan tetapi belum disetujui secara luas.

( 1 )   Moderenisasi

Mungkin salah satu cara untuk menurunkan fertlitas tanpa melalui program keluarga berencana adalah moderinisai masyarakat. Moderenisasi telah dilihat sebagai kondisi yang perlu dalam menurunkan besarnya keluarga berencana. Meskipun demikian diskusi tentang keterkaitan anatara moderenisasi dan penurunan fertilitas masih sangat kontroversial. Mana yang terjadi lebih dahulu, fertilitas atau moderinisasi ?

( 2 )  Membayar yang tidak memiliki anak/tidak hamil

Salah satu cara yang sering kali direkomedasikan untuk merunkan fertilitas adalah membayar pasangan yang selama periode tertentu (misalnya 3 sampai 5 tahun) tidak hamil. Cara ini sangat mahal karena membutuhkan dana yang sangat besar.

Cara ini juga dapat memancing cara sebaliknya yaitu bahwa mereka yang memiliki anak atau hamil adalam periode yang tidak diinginkan harus membayar. Hal demikian kurang etis.

( 3 )  Meningkatkan partisipasi tenaga kerja wanita

Banyak bukti empiris telah menunjukan bahwa wanita yang berpartisipasi dalam dunia industri memiliki jumlah anak yang lebih kecil dari pada yang tidak berpartisipasi dalam bekerja. Karena itu untuk negara-negara yang sedang  berkembang cara ini lebih tepat.

Kebijaksanaan yang demikian mengandung tuntutan kemanusiaan karena konsisten dengan konsep kesamaan seksualitas. Wanita dapat memberikan konstribusi pada ekonomi keluarga.

Akan tetapi ada beberapa hal yang dipertimbangkan tidak efektif dari metode ini dalam menurunkan besarnya keluarga khususnya di negara sedang berkembang. Salah satu alasan adalah alasan ekonomi : negara sedang berkembang telah ditandai dengan tingkat pengangguran laki-laki yang tinggi baik dalam arti pengangguran penuh maupun tidak penuh.

Efektivitas dari kebijaksanaan ini juga masih diragukan karena kesimpangsiuran dari penemuan dalam beberapa penelitian. Ternyata wanita yang bekerja dan penurunan fertilitas berhubungan secara negatif,  kalau wanita tersebut bekerja pada sektor modern seperti pabrik. Pada hal pekerjaan yang demikian tidak selalu ada di negara-negara sedang berkembang.

( 4 )  Pendidikan kependudukan

Salah satu usaha menurunkan fertillitas melalui usaha non keluarga berencana adalah dengan pendidikan kependudukan. Dasar pemikiran adalah bahwa kalau orang mengetahui keuntungan dari keluarga kecil dan kerugian dari keluarga besar, maka mereka akan cenderung memiliki jumlah anak yang lebih sedikit. Usaha memasukan pendidikan kpenduduk pada sekolah-skolah merupakan manifestasi dari kebijaksanaan tersebut.

Meskipun deikian ada masalah yang muncul dari kebijaksanaan tersebut. Paling mendasar adalah tidak adanya konsensus antara pendidi-pendidik kependudukan tentang pendekatan yang digunakan. Apakah hal ini dilakukan melalui pendidikan sek, pendidikan kesejahteraan keluarga, kesadaran penduduk, atau orientasi nilai dasar. Pertanyaan yang sering muncul adalah apakah pendidikan ini lebih bersifat menanamkan pemahaman atau justru sebaliknya menjadi suatu forum indoktrinasi.

Disamping itu juga pendidikan kependudukan juga dinilai memiliki jangkauan yang lama karena ada semacam “ time lag “. Perubahan akan terjadi secara perlahan-lahan. Apalagi tidak semua penduduk khusus di negara sedang berkembang mempunyai aksess ke sekolah. Mereka tidak akan disentuh oleh pendidikan ini.

2. Kebijaksanaan Untuk Mempengaruhi Mortalitas

Pemerintah tidak secara eksplisit memiliki kebijaksanaan mempengaruhi mortalitas seperti yang dilakukan untuk menurunkan angka fertilitas. Penurunan mortalitas merupakan tujuan semua pemerintah termasuk mereka yang menginginkan untuk mengurangi rata-rata pertumbuhan penduduk. Sering kita mendengar bahwa kebijaksanaan yang mempengaruhi mortalitas adalah tidak lain dari pada kebijaksanaan kesehatan, yang ditujukan untuk memperbaiki kualitas kesehatan bukannya mengendalikan jumlah penduduk.

Akan tetapi seperti telah ditetapkan pada definisi population policy di atas, bahwa semua tindakan pemerintah yang berpengaruh terhadap perubahan demografis tetap dianggap sebagai kebijaksanaan kependudukan. Karena itu kebijaksanaan untuk mempengaruhi mortalitas tetap ada. Misalnya kebijaksanaan pemerintah dalam mensubsidi bantuan pelayanan kesehatan dan penyediaan klinik medis yang gratis untuk publik.

(1). Kebijaksanaan yang Menurunkan Mortalitas

Semua kebijaksanaan pemerintah yang secara langsung berkaitan dengan mortalitas adalah semua yang mensupport pengembangan pengetahuan medis yang berpotensi meningkatkan umur manusia (life span). Pengembangan dalam berbagai teknologi medis ini telah meningkatkan life expectancy. Demikian pula usaha pemerintah yang diarahkan untuk mengurangi menjalarnya atau datangnya penyakit tertentu dianggap sebagai kebijaksanaan penurunan mortalitas.

Bentuk kebijaksanaan lain yang dianggap sebagai usaha menurunkan mortalitas adalah usaha untuk menjaga keselamatan dalam perjalanan. Misalnya dikeluarkan peraturan untuk memakai seat belt di mobil agar kecelakaan yang terjadi tidak mendatangkan kematian. Atau juga pengaturan rata-rata kecepatan di jalan raya, juga termasuk kebijaksanaan yang sama.

Bentuk kebijaksanaan yang lain adalah menyediakan pelayanan kesehatan bagi para wanita hamil seperti pemeriksaan kehamilan, pengaturan gizi, imunisasi dan sebagainya. Berbagai informasi yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi juga turut membantu menurunkan kematian khususnya kematian bayi dan ibu.

Sementara itu pemerintah juga telah menurunkan angka kematian dengan pengaturan rokok. Rokok ternyata mempengaruhi gejala kangker sehingga usaha pemerintah untuk melarang merokok juga dapat dipandang sebagai salah satu kebijaksanaan umum penurunan kematian. Demikian pula program pemerintah yang diarahkan untuk mencegah penyakit jantung, dapat digolongkan dalam kebijaksanaan yang sama.

(2). Kebijaksanaan Yang Meningkatkan Angka Mortalitas

Rasanya janggal bahwa kebijaksanaan yang meningkatkan angka mortalitas ini ada, karena pemerintah justru menghendaki sebaliknya. Tetapi berbagai kebijaksanaan pemerintaha yang mencelakakan kesehatan, meskipun secara tidak sengaja, akhirnya juga meningkatkan kematian. Keputusan pemerintah untuk berperang, memperomosi penanaman tembakau dan membuat minuman keras, membangun reaktor nuklir dsb.

B.Kebijaksanaan Migrasi

Sepanjang sejarah, manusia pada prinsipnya bebas berpindah dari satu tempat ke tempat lain untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Akan tetapi kebebasan tersebut telah dibatasi sejak abad ke 19 oleh berbagai bentuk hukum atau larangan. Dalam beberapa kasus, manusia ternyata berpindah keluar dari negaranya menyeberang batas wilayahnya, sementara pada kasus yang lain, manusia berpindah di dalam batas negaranya.

Pemerintah pada saat itu sering mengambil langkah untuk mendorong perpindahan ke dalam suatu tempat tertentu, atau keluar dari tempat tertentu. Untuk itu berikut ini akan dibahas terlebih dahulu langkah yang diambil pemerintah dalam menangani migrasi internasional (keluar batas Negara), kemudian diikuti dengan kebijaksanaan yang diambil pemerintah untuk migrasi internal (dalam batas Negara)

Kebijaksanaan Migrasi Internasional

Ada segelintir negara berusaha mendorong imigrasi atau perpindahan dari luar negeri ke dalam negeri agar dapat meningkatkan rata-rata petumbuahan penduduk. Hal ini terjadi pada Amerika serikat pada abad ke 19, Kanada dan Australia telah melakukan hal yang sama. Israel merupakan contoh negara yang secara aktif mencari lebih banyak imigran. Negara-negara lain yang sedang menghadapi pertumbuhan penduduk yang cepat, memandang emigrasi (ke luar dari suatu Negara) sebagai “ sabuk pengaman “ untuk mengatasi tekanan penduduk. Hal ini dapat dilihat pada Negara-negara di kepulauan Karibia.

Disamping kebijaksanaan mengatur jumlah perubahan penduduk, banyak negara juga mencoba mengatur kualitas migran. Karekteristik sosial, ekonomi, dan budaya dari penduduk migran merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan dalam memformulasikan kebijaksanaan pada negara-negara tersebut.

Karena kebijaksanaan terhadap emigrasi dan khususnya immigrasi berbeda-beda dari satu Negara ke Negara lain, maka perlu untuk melihat beberapa variasi.

1. Kebijaksanaan Emigrasi

Sejumlah Negara mencoba menghambat emigrasi melalui restriksi atau hambatan hukum, sosial, dan ekonomi. Pada konferensi PBB di Bucharest 1974 ternyta 72 negara berusaha menghambat emigrasi permanen. Sementara itu, Negara-negara lain menyatakan bahwa pemerintah mereka tidak memiliki kebijaksanaan khusus dalam bidang emigrasi, karena jumlah emigran memang tidak signifikan. Meskipun demikian Kuba justru melakukan hal ini.

Negara-negara yang menghambat permanen emigrasi adalah RCC dan Uni Soviet. Dalam kasus ini Uni Soviet, emigrasi nampaknya sulit karena ancaman atau hukumannya cukup berat. Misalnya orang yang tamat perguruan tinggi harus membayar fee keluar negeri yang berkisar $ 1200 sampai $ 3.200, tergantung dari berapa lama orang tersebut telah menerima traning dalam negeri dan ijazah yang diterima. Karena itu sampai sekarang orang yahudi di Rusia sangat sulit untuk meninggalkan Rusia.

Maroko, Tunisia dan Algeria telah berani mendorong emigrasi sebagai bagian dari usaha untuk memecahkan masalah pengangguran dalam negeri. Mesir telah memiliki kebijaksanaan yang mendorong serta mempermudah emigrasi, tetapi melakukan pembatasan bagi mereka yang memiliki ketterampilan yang dibutuhkan oleh negara tersebut. Sepanyol telah mendorong emigrasi, yang dapat dilihat dari kehilangan penduduk antara 1950 sampai 1970 sebanyak 1,4 juta orang.

Emigrasi juga disetujui pemerintah, bila terjadi perbedaan agama dan budaya. Hal ini dapat dilihat dari kasus Pakistan yang terpisah dari India, dan kemudian ditunjukkan oleh Bangladesh ketika ingin berpisah dari Pakistan. Beberapa Negara telah mendorong emigrasi dalam rangka membebaskan warga mereka dari warga yang tidak beres secara politis. Kuba merupakan contoh yang dramatis. Negara ini telah mendorong emigrasi ke Amerika, dan kemana saja sejak 1962. Program ini berlangsung dan mencapai puncaknya tahun 1980, ketika puluhan ribu orang melalui laut mencari pelarian ke Amerika Serikat.

2. Kebijaksanaan Immigrasi

Hambatan terhadap immigrasi lebih banyak daripada terhadap emmigrasi. Dalam komperensi di Bucharest, 116 negara menunjukan bahwa mereka membatasi immigrasi, dan hanya 32 negara yang mendorong immigrasi. Perlu diingat istilah “membatasi” dan “mendorong” adalah istilah yang relatif. Uni Soviet dan Amerika Serikat membatasi immigrasi. Tetapi Uni Soviet pada prinsipnya mengaku tidak punya orang asing, dan Amerika Serikat mengaku sekitar 400.000 orang immigran setiap tahun. Dan yang jelas sekitar 500.000 orang yang masuk ke negara ini secaa illegal, tetapi mereka tidak diakui secara resmi oleh pemerintah.

Kebijaksanaan immigrasi biasanya berubah sebagai respons terhadap faktor-faktor demografis, ekonomi, dan politik nasional. Negara-negara yang menginginkan jumlah immigran yang besar pada suatu waktu apabila mereka memiliki tanah kosong yang tersedia untuk dihuni, tetapi mereka tidak akan menginginkan immigrasi apabila tenaga kerja mereka sudah kurang mampu mengabsorpsi immigran baru. Hal ini nampaknya bervariasi antar beberapa negara. Australia, misalnya, sangat tergantung kepada immigran. Hunian dari kebanyakan daerah oleh para immigran telah dapat dilihat pada tahun 1778 dengan 1030 orang Inggris di New South Wales. Mereka pada dasarnya adalah pelayan dari penjara-penjara Inggris. Kemudian penemuan tambang emas pada tahun 1850an telah menarik banyak immigran tambahan dari kepulauan Inggris, New Zealand, Jerman, Polandia, Amerika Serikat, negara-negara Skandinavia dan China. Immigran china telah menimbulkan kekacauan diantara orang kulit putih Australia, yang pada gilirannya menimbulkan pertentangan rasial. Karena itu pada tahun 1850an dikeluarkan aturan yang melarang untuk tinggal menetap dan naturalisasi terhadap semua orang Asia. Hukum larangan immigrasi tahun 1901 malah memberikan syarat baru untuk masuk ke Australia harus lolos test salah satu bahasa Eropa, yang akhirnya menggeser kedudukan para immigran non Barat hampir selama lebih dari 50 tahun.

Ketika terjadi pendudukan jepang pada Prang Dunia II, Australia mulai menyadari bahwa posisinya sangat lemah sebagai akibat dari penduduknya yang kecil dengan wilayah yang besar. Karena itu pemerintah negara tersebut menetapkan untuk menerima 1 persen penambahan immigran setiap tahun. Untuk mendorong tinggal di Australia, pemerintah negara tersebut telah membelanjakan hampi $40 juta per tahun membantu immigran untuk masuk ke negara tersebut dengan memberi bantuan perjlanan, menjamin pekerjaan dan akomodasi

Dengan demikian immigran non Barat mulai masuk lagi. Banyak pengungsi perang bahkan diizinkan untuk tinggal di sana, orang-orang yang memiliki keterampilan dapat masuk dan menetap dengan keluarganya. Di tahun 1973 suatu kebijaksanaan non diskriminatif terhadap suku, warna kulit, kewarganegaraan mulai diberlakukan. Tetapi dalam kenyataannya masih ada kebijaksanaan yang memberikan perlakuan khusus terhadap orang Eropah dari pada Asia dalam hubungannya dengan kegiatan menetap di Australia. Sejak tahun 1970an jumlah immigran ke Australia dari Asia telah mencapai antara 7000 sampai 9000 orang pertahun, sementara secara keseluruhan telah mencapai antara 50.000 sampai 60.000 per tahun.

Pemerintah Kanada juga mengumumkan pada tahun 1974 bahwa ia akan berusaha memperketat sistim penerimaan immigran. Para immigran akan diperiksa dan dinilai berdasarkan standard seperti tingkat pendidikan, keterampilan yang dimiliki, kehadiran keluarga atau sanak saudara di Kanada, dan pengetahuan tentang Bahasa Inggeris atau Perancis. Sebagai akibat dari peraturan tersebut, immigran pada tahun 1975 telah mencapai 187.881 atau sekitar 14 persen di bawah angka tahun 1974.

Pada tahun 1977, Dewan Perwakilannya memberikan kekuasaan kepada Menteri Tenaga Kerja dan Immigrasi untuk mempertimbangkan aspek demografis seperti distribusi geografis dalam menerima para immigran. Para immigran dapat diterima apabila menunjukan telah tinggal di negara tersebut paling kurang 6 bulan. Kanada tidak mempunyai sistin kuota atau pembatasan terhadap jumlah immigran dari suatu negara. Tetapi hukum baru telah membatasi jumlah tertentu terhadap immigran setiap tahun. Pembatasan ini dapat berubah kalau kondisinya berubah.

Kebijaksanaan Migrasi Internal

Program-program dan kebijaksanaan-kebijaksanaan mengenai migrasi internal memiliki tujuan umum tertentu yaitu berkaitan dengan redistribusi penduduk. Dalam proses tersebut pertumbuhan beberapa daerah didorong, sedangkan beberapa daerah lain dihambat.

Di banyak negara perubahan reproduksi telah menjadi faktor penting yang mendorong pertumbuhan penduduk. Perbedaan dalam fertilitas dan mortalitas antar daerah atau negara semakin tipis. Migrasi nampaknya menjadi faktor penting dalam distribusi penduduk. Kebijaksanaan yang bersifat implisit atau eksplisit mendorong atau menghambat mobilitas penduduk dalam suatu negara telah menjadi faktor penting yang mempengaruhi jumlah penduduk,rata-rata pertumbuhan lokal dan regional, serta distribusi penduduk.

Berikut ini akan didiskusikan kebijaksanaan pemerintah yang secara langsung diarahkan untuk mempengaruhi besarnya jumlah dan pertumbuhan suatu daerah dan juga kebijaksanaan yang secara tidak sengaja atau tidak langsung  berpengaruh terhadap aliran migran. Kebijaksanaan-kebijaksanaan terakhir ini dapat mempunyai pengaruh yang sama dengan kebijaksanaan yang sifatnya langsung.

1. Kebijaksanaan Langsung

Kebiaksanaan-kebijaksanan langsung terhadap migrasi internal pada umumnya ditujukan untuk memperlambat pertumbuhan kota, khususnya di negara-negara sedang berkembang. Pada beberapa periode dalam sejarah, beberapa kota telah mengalami pertumbuhan pendudukyang sangat cepat, tetapi pada umumnya para perencananya telah memberikan perhatian terutama pada bagaimana mengatur besarnya kota atau pertumbuhan. Dalam hal in ada empat jenis kebijaksanaan yang dapat mempengaruhi distribusi penduduk:

1) Menghentikan Arus Migran

Beberapa negara Amerika Latin telah mencoba memperbaiki kondisi pemukiman di daerah pedesaan dengan memperkenalkan atau memberlakukan program land reform atau pembangunan masyarakat. Para petani yang memiliki tanah, mungkin tak begitu ingin bermigrasi ke kota dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki tanah. Beberapa negara telah mencoba membatasi migrasi ke kota dengan memberikan pelayanan-pelayanan sosial bagi penduduk pedesaan. Misalnya negara Venezuela telah berusaha memperbaiki perumahan. Program lain melibatkan pendirian sekolah-sekolah dan fasilitas masyarakat yang baik. Jepang misalnya telah menetapkan sejumlah program pembangunan daerah pedesaan untuk mengurangi migrasi masuk yang begitu deras ke daerah metropolitan Tokyo – Osaka.

Desentralisasi industri masih merupakan alat penting untuk menghambat migrasi dari desa ke kota. Pabrik-pabrik baru sengaja di dirikan di tempat-tempat yang jauh dari kota-kota besar. Kota-kota kecil diberi perhatian pengembangannya. Hongaria, Polandia, dan Uni Soviet telah menerapkan kebijaksanaan desentralisasi dan dekonsentrasi industri. Polandia misalnya telah menetapkan jumlah batas tenaga kerja untuk industri di kota-kota besar dan meminta didirikannya pabrik baru di tempat-tempat yang diijinkan pemerintah.

2) Mengarahkan kembali Migran ke Daerah Frontiers

Pembangunan daerah terpencil pada suatu negara dan penetapan program-program untuk meningkatkan kondisi penghidupan di daerah pedesaan telah mendatangkan pengaruh khusus yaitu memperlambat arus migrasi dari desa ke kota dan memperbaiki kondisi sosial ekonomi keluarga. Program transmigrasi di Indonesia adalah contohnya, dimana pemerintah berusaha merelokasikan penduduk ke daerah pedesaan tertentu. Penduduk Jawa diberi insentif uang untuk berpindah ke Sumatra dan juga ke daerah lain di luar jawa.

Beberapa negara Amerika Latin telah mencoba melakukan kebijaksanaan tersebut, tetapi dengan tingkat keberhasilan yang berbeda. Brazil misalnya tidak terlalu sukses dalam mendorong orang pindah ke wilayah Amazone.  Kunci keberhasilan terletak pada dukungan teknis dan keuangan yang diterima migran.

3) Pengembangan Pusat Pertumbuhan dan Kota baru

Salah satu pendekatan terhadap distribusi geografis dari penduduk adalah melalui teori pusat pertumbuhan. Pusat-pusat pertumbuhan adalah tidak lain dari pada kota-kota berukuran menengah yang disengaja untuk berkembang cepat dalam menghadapi atau mengatasi pertumbuhan yang cepat dari kota-kota terbesar. Diharapkan agar pusat-pusat pertumbuhan yang demikian akan mengembangkan daerah suburnya dan menjadi pusat-pusat industri dan perdagangan.

Baik jepang maupun Uni Soviet telah menggunakan pendekatan ini. Meskipun  belum ada kebijaksanaan serupa di Amerika Serikat, namun sistim highway antar negara bagian secara tidak langsung telah mengembangkan beberapa pusat petumbuhan. Dimana highway antar negara bagian bertemu, kegiatan-kegiatan komersial dengan cepat berkembang dan penduduk melonjak jumlahnya. Bahkan, desa yang kecil dapat dengan cepat menjelma menjadi kota ukuran menengah.

Cara lain untuk menurunkan pertumbuhan penduduk kota-kota besar adalah dengan membangun kota baru pada daerah-daerah yang masih terbuka. Kota baru ini biasanya dirancang untuk memenuhi kebutuhan sendiri dalam hal pekerjaan, perbelanjaan, fasilitas komunikasi, pendidikan dsb. Karena kota baru memerlukan kesempatan kerja, maka kebijaksanaan desentralisasi industri dapat diterapkan secara berbareng.

Meskipun demikian, pendekatan kota baru terhadap distribusi penduduk memiliki beberapa kelemahan. Pertama, pendekatan ini terlalu mahal. Kedua, kota yang baru ini harus berkompetensi dengan tempat-tempat yang lain untuk memperoleh migran. Untuk menarik migran banyak hal yang harus dilakukan agar menjadi daya tarik bagi para migran seperti kesempatan kerja, standard upah dan berbagai pelayanan sosial. Pada hal banyak penelitian telah menunjukan bahwa migran cenderung datang hanya ke tempat dimana telah terdapat kawan atau keluarga/sanak saudara. Mereka akan membantu migran baru dalam berbagai bidang. Karena itu, arus migran cenderung tetap pada daerah-daerah yang lama. Ketiga, kota baru cenderung bersifat rentan terhadap akibat “ transiency “ atau datang pergi. Hal ini jelas berpengaruh terhadap aliran migran sekaligus migran permanen.

Pendekatan pusat pertumbuhan untuk mengarahkan aliran migran nampaknya lebih fleksibel dari pada pendekatan kota baru. Pusat-pusat ini memiliki posisi yang menguntungkan karena dapat menyerap tenaga kerja migran melalui perluasan kesempatan kerja. Karena di pusat-pusat tersebut telah ada persediaan atau segelintir migran, maka kemungkinan untuk menarik migran baru, melalui penyebar-luasan informasi, lebih besar.

4). Memabatasi Pertumbuhan Kota

Usaha untuk membatasi pertumbuhan kota bukan merupakan kebijaksanaan baru. Hal telah dimulai di Perancis dan Inggris pada abad ke 15 dan 16. Dewasa ini pemerintah telah mencoba membatasi pertumbuhan kota dengan melarang pembangunan pemukiman baru. Pemerintah mencoba meyakini migran dari desa untuk kembali ke daerahnya. Kebijaksanaan yang demikian di China adalah mendesak penduduk terdidik yang masih muda untuk kembali ke daerah belakang dan tinggal di sana.

Di Amerika Serikat, peraturan zoning dan ijin bangunan untuk melengkapi berbagai fasilitas dapat digunakan pemerintah dalam mendorong pertumbuhan penduduk atau sebaliknya membatasinya.

2. Kebijaksanaan Tidak Langsung

Disamping kebijaksanaan langsung yang dilakukan pemerintah, ada juga kebijaksanaan tidak langsung dimana pemerintah mempengaruhi secara tidak langsung distribusi penduduk. Misalnya berbagai peraturan yang mengatur segregasi penduduk kulit hitam dan kulit putih, telah secara tidak langsung mempengaruhi distribusi penduduk. Pembanguanan jalan raya, proyek-proyek pusat, serta penempatan investasi dapat secara tidak langsung mempengaruhi distribusi penduduk. Penetapan besarnya pajak pada berbagai negara bagian yang berbeda-beda juga dapat mempengaruhi disteribusi penduduk.

Amerika Serikat pada saat sekarang ini tidak mempunyai kebijakan nasional yang didesain untuk mempengaruhi distribusi penduduk. Meskipun demikian, kongress telah diminta untuk menyelidiki dampak berbagai peraturan perundangan dan program terhadap keputusan individual dan perusahaan dalam berlokasi atau bertempat tinggal dalam negeri itu. Ada yang mengatakan bahwa dengan tidak mengatur kebijakan untuk mempengaruhi distribusi tersebut, sebenarnya sudah merupakan kebijakan. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa ketiadaan kebijakan tersebut dapat dilihat sebagai dorongan untuk bermigrasi ke daerah-daerah metropolitan, yang kemudian menimbulkan subur urban baru dengan berbagai konsekuensinya.

Disamping itu, semua kebijakan yang yang diarahkan terhadap perbaikan kondisi sosial ekonomi masyarakat secara tidak langsung mempengaruhi distribusi penduduk. Semua kebijakan yang secara tidak langsung mempengaruhi migrasi atau distribusi penduduk ini dikenal dengan” hidden policies “. Program pembangunan highway, penempatan instalasi pertahanan, kebijakan perpajakan, dan berbagai program yang bertujuan khusus lainnya, dapat mempengaruhi distribusi penduduk.

Migrasi dan Kebijakan Migrasi di Indonesia

Di Indonesia, studi migrasi telah dilakukan oleh beberapa ahli baik dari dalam maupun dari luar negeri dan mencakup daerah-daerah di jawa dan luar jawa. Hampir semua memusatkan perhatian pada determinant, pola dan kecenderungan migrasi yang diikuti oleh usaha penyusunan kebijaksanaan. Beberapa diantaranya yang menyangkut migrasi desa-kota, direview sebagai basis untuk memahami urbanisasi di Indonesia.

Kebijakan migrasi di Indonesia dapat dilihat dari beberapa aspek. Pertama, kebijakan yang bersifat eksplisit dan kedua bersifat implicit. Kebijakan bersifat eksplisit menyangkut pengaturan ijin tempat tinggal dan transmigrasi. Sedangkan yang bersifat implisit termasuk pengaturan pembangunan regional yang intergrated, pengembangan pusat-pusat pengembangan skala kecil, serta distribusi wilayah industri kecil. Atau dapat juga dilihat dari aspek restrictive, restraining, dan diversionary. Kebijakan yang bersifat restrictive merupakan usaha untuk melarang atau membatasi migran masuk ke kota tertentu yang sudah padat, seperti telah diterapkan di kota Jakarta pada tahun 1970an. Kebijakan yang Restraining sifatnya merupakan usaha unutk menahan agar penduduk pedesaan tidak pindah ke kota, melalui penciptaan lapangan kerja di daerah asal. Berbagai program yang ditempatkan di daerah pedesaan termasuk program padat karya merupakan bentuk dari kebijakan ini. Sedangkan kebijakan yang bersifat divisionary merupakan usaha untuk membuat daerah alternatif menjadi menarik (membuka kesempatan kerja) sehingga mempengaruhi arus dan arah migran. Kebijakan ini dapat dilihat dari program trasmigrasi yang telah dimulai sejak tahun 1930an.

Disamping itu kebijakan migrasi dapat bersifat one-sided atau two sided.  Pertama menyangkut kebijakan yang diterapkan pada kota-kota penerima migran sedaagkan yang kedua pada diterapkan tidak hanya di kota-kota penerima, tetapi juga di daerah-daerah pengirim migran. Pandangan ini nampak cukup jelas karena menyangkut kebijakan yang bervariasi, yaitu (1) melarang orang bermigrasi ke kota tertentu. (2) mencoba mentransfer migran ke daerah satelit sekitar kota penerima migran yang masih dalam radius ulang alik dan (3) mentransfer migran ke daerah alternatif yang jauh dari kota di luar radius ulang alik.

Pengalaman di Indonesia telah menunjukan bahwa kebijakan yang pertama, seperti telah diterapkan di Jakarta pada tahun 1970an, sulit memberikan hasil yang memuaskan. Karena itu perlu dilakukan kebijakan yang bersifat two- sided. Meskipun demikian, perlu dipertimbangkan berbagai kemungkinan faktor-faktor baik secara langsung maupun tidak lagsung mempengaruhi tingkat urbanisasi. Untuk Indonesia diarankan agar kebijakan urbanisasi perlu dilihat secara integratif, artinya harus dikaitkan dengan kebijakan-kebijakan lainnya seperi kebijakan kependudukan, penanaman modal, fiscal, transportasi, komunikasi, pertumuhan nasional dan prioritas sektoral, pedesaan, keuangan dan bank, sistim perupahan, pendidikan dsb.

Untuk dapat memilih kebijakan-kebijakan mana yang paling tepat, diperlukan analist-analist lokal, perencana, dan pembuat keputusan yang menguasai permasalahan lokal, dan memilih alternatif-alternatif yang ada dengan metode yang benar.

Rangkuman

H.T. Eldrige dalam Agus Dwiyanto (1995) mendefinisikan kebijaksanaan kependudukan sebagai keputusan legislatif, program administrasi dan berbagai usaha pemerintah lainnya yang dimaksudkan untuk merobah kecenderungan penduduk yang ada demi kepentingan kehidupan dan kesejahteraan nasional. Kebijaksanaan kependuduk menurut Perserikat Bangsa Bangsa diberikan pengertian sebagai langkah-langkah dan program-program yang membantu tercapainya tujuan-tujuan ekonomi, sosial, demografis dan tujuan-tujuan umum yang lain dengan jalan mempengaruhi variabel-variabel demografi yang utama, yaitu besar dan pertumbuhan penduduk serta perubahan dan ciri-ciri demografinya.

Dalam hubungan dengan fertilitas, kebijaksanaan pemerintah dapat dibedakan atas dua yaitu bersifat “pronatalis“ dan yang “antinatalis”. Pronatalis, bentuk-bentuk umum yang terkenal adalah: a) Propaganda pronatalis; b) Program-program yang mendorong keluarga, sistim perpajakan, dan insentif untuk seorang ibu dan; c) Pembatasan terhadap distribusi dan penggunaan kontrasepsi dan aborsi. Antinatalis diarahkan untuk mengurangi fertilitas. Ada dua pendekatan utama yaitu: a) Program Keluarga berencana yang diseponsori oleh pemerintah dan b) Berbagai bentuk pendekatan non keluarga berencana (non family planning) antara lain: 1) Moderenisasi; 2) Membayar yang tidak memiliki anak/tidak hamil; 3) Meningkatkan partisipasi tenaga kerja wanita 4) Pendidikan kependuduk.

Dalam hubungan dengan mortalitas, kebijaksanaan pemerintah dapat dibedakan atas dua yaitu menurunkan mortalitas dan meningkatkan angka mortalitas. Kebijaksanaan pemerintah yang secara langsung berkaitan dengan penurunan mortalitas adalah semua yang mensupport pengembangan pengetahuan medis yang berpotensi meningkatkan umur manusia (life expectacy), usaha pemerintah yang diarahkan untuk mengurangi menjalarnya atau datangnya penyakit tertentu, peraturan untuk memakai seat belt di mobil agar kecelakaan yang terjadi tidak mendatangkan kematian dan usaha pemerintah untuk melarang merokok juga dapat dipandang sebagai salah satu kebijaksanaan umum penurunan kematian. Kebijaksanaan meningkatkan angka mortalitas seperti keputusan pemerintah untuk berperang, memperomosi penanaman tembakau dan membuat minuman keras, membangun reaktor nuklir dsb.

Kebijaksanaan pemerintah yang berkaitan dengan migrasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu kebijaksanaan migrasi internasional dan migrasi internal (dalam negeri). Kebijaksanaan migrasi internasional dapat dibedakan kebijakan immigrasi yaitu kebijakan pemerintah suatu negara berusaha mendorong imigrasi atau perpindahan dari luar negeri ke dalam negeri agar dapat meningkatkan rata-rata petumbuahan penduduk. Kebijakan emi-grasi yaitu kebijakan pemerintah suatu negara yang sedang menghadapi pertumbuhan penduduk yang cepat, memandang emigrasi (ke luar dari suatu negara) sebagai “sabuk pengaman“ untuk menga-tasi tekanan penduduk.

Kebijaksanaan migrasi internal memiliki tujuan umum yaitu redistribusi penduduk. Dalam proses tersebut pertumbuhan beberapa daerah didorong, sedangkan beberapa daerah lain dihambat.

Ada dua macam kebijaksanaan migrasi internal yaitu kebijaksanaan langsung dan kebijaksanan tidak langsung. Kebijaksanaan langsung migrasi internal pada umumnya ditujukan untuk memperlambat pertumbuhan kota, khususnya di negara-negara sedang berkembang. Kebijak-sanaan tidak langsung dimana pemerintah mempengaruhi secara tidak langsung distribusi penduduk.

Ada empat jenis kebijaksanaan yang secara langsung dapat mempengaruhi distribusi penduduk: 1) Menghentikan arus migran; 2) Meng-arahkan kembali migran ke daerah frontiers; 3) Pengembangan pusat pertumbuhan dan kota baru 4) Membatasi pertumbuhan kota.

Kebijaksanaan tidak langsung seperti pembanguanan jalan raya, proyek-proyek pusat, serta penempatan investasi, perbaikan kondisi sosial ekonomi masyarakat secara tidak langsung mempengaruhi distribusi penduduk.

Evaluasi

  1. Jelaskan pengertian kebijaksanaan kependudukan?
  2. Sebutkan dan jelaskan dua macam kebijaksanaan kependudukan yang dapat mempengaruhi fertilitas?
  3. Sebutkan dan jelaskan dua macam kebijaksanaan kependuduk yang  dapat mempengaruhi mortalitas?
  4. Sebutkan dan jelaskan dua macam kebijaksanaan migrasi yang dapat mempengaruhi pertumbuhan penduduk?
  5. Sebutkan dan jelaskan dua macam kebijaksanaan migrasi internasional?
  6. Sebutkan dan jelaskan dua macam kebijaksanaan migrasi internal?

DAFTAR  BACAAN

Anonim. (2007). Dasar Dasar Demografi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

———-(2007). Undang Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Yogyakarta: Pustaka Merah Putih.

Agus Dwiyanto. (1995). Kebijaksanaan Kependu-dukan. Yogyakarta: Program Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA