Tempat atau daerah nabi yaqub alaihissalam berdakwah adalah

Muslim | sindonews | Jumat, 17 Januari 2020 - 21:50

Kali ini Syeikh Ahmad Al-Mishri (ulama asal Mesir yang menetap di Jakarta) mengulas kisah dua Nabi yang merupakan anak keturunan Nabi Ibrahim 'alaihis salam (AS) saat kajian malam Jumat di Srengseng, Jakarta Barat, (16/1/2018). Dalam kajian itu, Syeikh Ahmad menceritakan ujian yang dihadapi Nabi Ya'qub.

Adapun Nabi Ishaq AS adalah salah satu Rasul Allah yang namanya disebut 15 kali dalam Al-Qur'an. Nasab beliau tersambung langsung kepada Nabi Ibrahim bin Azar bin Nahur bin Suruj bin Ra'u bin Falij bin 'Abir bin Syalih bin Arfakhsyad bin Syam bin Nuh 'alaihis salam. Nabi Ishaq menikah dengan Rifqa binti Batnail bin Nahur bin Tarih.

Nabi Ishaq merupakan saudara Nabi Ismail. Nabi Ishaq lahir dari Sayyidah Sarah, sedangkan Nabi Ismail dari Sayyidah Hajar. Arti nama Ishaq artinya orang yang tersenyum. Beliau lahir di Negeri Syam, ketika itu Ibunda Sayyidah Sarah mendapat kabar gembira dari Malaikat tentang lahirnya Nabi Ishaq. Saat itu usia Nabi Ibrahim 100 tahun. Jarak antara Nabi Ismail dan Nabi Ishaq terpaut 13 tahun.

Nabi Ishaq diutus untuk bangsa Kana'an, yaitu tempat bernama Al-Halim di Palestina. Sayyidah Sarah pernah berwasiat tidak menikah kecuali dengan kerabat ayahnya. Usia Nabi Ishaq ketika menikah yaitu 40 tahun. Beliau diangkat menjadi Nabi sesudah ayahnya. Beliau dikenal sebagi ahli ilmu dan hikmah.

Nabi Ishaq wafat pada usia 180 tahun, Beliau dimakamkan di Palestina bersama Nabi Ibrahim dan Sayyidah Sarah. Mengenai tafsir mimpi, barangsiapa melihat Nabi Ishaq dalam mimpinya maka akan dimudahkan dalam hidupnya.

Nabi Ya'qub Diuji dengan Kehilangan Nabi Yusuf

Kisah berikutnya adalah Nabi Ya'qub. Nama beliau disebut di dalam Al-Qur'an sebanyak 60 kali. Adapun nasabnya, yaitu Nabi Ya'qub bin Ishaq bin Ibrahim bin Azar bin Nahur bin Suruj bin Ra'u bin Falij bin 'Abir bin Syalih bin Arfakhsyad bin Syam bin Nuh 'alaihis salam. Nabi Ya'qub 'alaihis salam disebut Israil (hamba Allah).

Nabi Ya'qub ini termasuk buah dari doa Nabi Ibrahim 'alaihis salam.

[arabOpen] [arabClose]

"Wahai Rabbku, berilah aku keturunan yang salih." (QS. Al-Qasshash: 110)

Kemudian Nabi Ibrahim juga berdoa:

[arabOpen] [arabClose]

"Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan salat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku." (QS. Ibrahim: 40)

Nabi Ya'qub lahir di negeri Palestina dan Usia Nabi Ibrahim saat itu 160 tahun. Beliau diutus di Iraq sebagai Rasul. Beliau mewarisi sifat penyantun dan sabar. Beliau berdakwah dan bertempat tinggal di Syam.

Kemudian Beliau kembali ke Palestina sesudah berkhidmat untuk pamannya selama 20 Tahun. Nabi Ya'qub disebut orang yang membangun Baitul Maqdis sesudah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail Meninggikan Ka'bah.

Nabi Ya'qub Dikaruniai 12 Anak:

1. Rubin.

2. Simeon.

3. Lawy.

4. Yahudah.

5. Dan.

6. Naftali.

7. Gad.

8. Asyer.

9. Yisakhar.

10. Zebulon.

11. Yusuf 'alaihissalam.

12. Bunyamin.

Seluruh anak Nabi Ya'qub lahir di Iraq kecuali Nabi Yusuf dan Bunyamin lahir di Palestina. Nabi Ya'qub pernah diuji kehilangan anak yang amat dicintainya bernama Nabi Yusuf. Akhirnya mereka dipertemukan Allah ketika Nabi Yusuf menjadi menteri di Mesir. Betapa bahagianya Nabi Ya'qub bisa bertemu Nabi Yusuf setelah berpisah selama puluhan tahun.

Wasiat Nabi Ya'qub kepada anaknya agar menyembah Allah Ta'ala. Wasiat itu disampaikan ketika Nabi Ya'qub berada di Negeri Mesir. Nabi Ya'qub mencintai seluruh anaknya, tetapi kecenderungannya paling mencintai Nabi Yusuf 'alaihis salam.

Ketika kehilangan Nabi Yusuf, Nabi Ya'qub sangat terpukul dan meneteskan air mata. Ini sebagaimana Rasulullah SAW pernah menangis ketika putranya Ibrahim wafat.

Ujian lain yang dihadapi Nabi Ya'qub selain kehilangan anaknya Nabi Yusuf, mata Beliau pernah buta tidak bisa melihat. Allah Ta'ala baru mengembalikan penglihatannya ketika Beliau mencium pakaian gamis Nabi Yusuf.

Nabi Ya'qub wafat sekitar 180 tahun dan dimakamkan di Palestina bersama ayah, kakek, dan neneknya. Barang siapa yang bermimpi Nabi Ya'qub akan diberikan kekuatan yang tampak, anak keturunan yang kuat, akan mendapatkan kedekatan dengan Allah.

Demikian sepenggal kisah Nabi Ishaq dan Nabi Ya'qub. Semoga kita bisa mengambil hikmah dan iktibar.

Wallahu A'lam Bisshowab

Ayat Pilihan :

Dan Dialah yang menerima tobat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan, [QS. Asy-Syura:25]

(https://sin.do/3x9)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil’aalaamiin. Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan sehat yang tak terhingga sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Tak lupa juga shalawat serta salam kami curahkan kepada Nabi kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing kita dari zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang seperti sekarang ini.

Dalam makalah ini  yang berjudul “DAKWAH NABI YAKUB A.S”, kami membuatnya berdasarkan dari berbagai referensi yang berkaitan dengan mata kuliah Tafsir Ayat-Ayat Dakwah. Semoga makalah yang kami tulis ini dapat bermanfaat untuk semua dan dapat menambah wawasan bagi kita semua pada khususnya bagi para pembaca.

Demikianlah yang dapat kami sampaikan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, kami sangat menyadari dalam makalah ini masih banyak sekali kekurangan, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun demi perbaikan makalah ini menuju yang lebih baik.

Yogyakarta, 12 November  2016

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... 1

DAFTAR ISI ........................................................................................................................ 2

BAB I PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang .......................................................................................................... 3

B.     Rumusan Masalah `.................................................................................................... 3

C.     Tujuan ....................................................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN

A. Dakwah Nabi Ya’qub................................................................................................. 5

B. Kisah Nabi Ya’qub ............................................................................................. ...... 6

C. Mukjizat Nabi Ya’qub................................................................................................ 10

C. Ayat-ayat Mengenai Dakwah Nabi Ya’qub dan Tafsirannya..................................... 11

C. Kontekstualisasi Dakwah Nabi Ya’qub dengan Zaman Sekarang ............................ 21

BAB III PENUTUP

      A. Kesimpulan ................................................................................................................ 24

      B. Saran .......................................................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 25


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Allah senantiasa menurunkan utusan-Nya kepada suatu kaum untuk memimpin suatu kaum tersebut kejalan lurus yaitu jalan Allah. Telah banyak nabi-nabi Allah yang Allah utus, namun kebanyakan dari kita hanya mengenal beberapa nabi saja. Karena keterbatasan manusialah, Nabi dan para utusan yang senantiasa diutus Tuhan, ita hanya mengenal 25. Salah satunya ialah Nabi Ya’qub. Beliau merupakan keturunan dari Nabi Ibrahim putra kedua dari Nabi Ishaq. Beliau lahir dari Ibu bernama Ribka.  Beliau adalah orang yang sabar lagi penyayang, Nabi Ya’qub merupakan bapa dari kaum Yahudi karena keturunan Nabi Ya’qub menjadi pemuka-pemuka Yahudi.

Dalam proses berdakwah terhadap kaumnya, beliau tidak begitu banyak disebutkan bagaimana dakwahnya, karena pada dasarnya kaum pada saat itu masih taat terhadap agama yang diajarkan oleh Nabi Ibrahim. Nabi Ya’qub lebih banyak menyerukan ajaran Allah kepada keluarganya. Seperti halnya ketika beliau menjelang ajal, beliau berpesan kepada putra-putranya agar senantiasa menganut ajaran yang dibawa oleh Nabi Ibrahim dan menyembah Tuhan yang disembah Nabi Ibrahim pula.

B.     Rumusan Masalah

Berdasarkan dari uraian latar belakang diatas penulis akan menjelaskan tulisan ini melalui beberapa rumusan masalah sebagai berikut:

1.      Bagaimana Dakwah Nabi Ya’qub AS?

2.      Bagaimana Kisah Nabi Ya’qub AS?

3.      Bagaimana Mukjizat Nabi Ya’qub AS?

4.      Apa saja ayat tentang dakwah Nabi Ya’qub dan bagaimana penafsirannya?

5.      Bagaimana dakwah Nabi Ya’qub terhadap zaman sekarang?

C.    Tujuan Penulisan

Berdasarkan dari uraian rumusan masalah diatas dapat dilihat bahwa tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut:

1.      Untuk mengetahui dan memahami tentang dakwah Nabi Ya’qub AS.

2.      Untuk mengetahui dan memahami kisah Nabi Ya’qub AS.

3.      Untuk mengetahui dan memahami mukjizat Nabi Ya’qub AS.

4.      Untuk mengetahui dan memahami ayat-ayat tentang dakwah Nabi Ya’qub AS.

5.      Untuk mengetahui dan memahami kontekstualisasi dakwah Nabi Ya’qub dengan zaman sekarang.


BAB II

PEMBAHASAN

A.    Dakwah Nabi Ya’qub

Dikatakan, bahwa saat Nabi Ishaq menikah dengan Ribka binti Betuel, ia berusia 40 tahun . namun kala itu ayahnya, Nabi Ibrahim masih hidup .

Ternyata ribka adalah seorang wanita yang mandul. Setelah menyadari hal itu, Nabi Ishaq berdoa kepada Allah, dan Ribka melahirkan dua putra sekaligus (kembar). Putra pertama diberi nama Esau, yang kemudian menjadi bapak dari bangsa Romawi. Dan anak yang keduanya diberi nama Ya’qub (yang jika diartikan dalam bahasa Indonesia adalah “setelah”), karena ia terlahir tepat setelah kelahiran kakaknya, Esau. Ya’qub inilah yang kemudian disebut dengan nama israel, bapak dari bani israel.

Garis Keturunan: Adam as Syits Anusy Qainan Mahlail Yarid Idris as Mutawasylah Lamak Nuh as Sam Arfakhsyadz Syalih Abir Falij Ra'u Saruj Nahur Azar Ibrahim as Ishaq as Ya'qub as.

Usia: 147 tahun

Periode sejarah: 1837 - 1690 SM

Tempat diutus (lokasi): Syam (Syria/Siria)

Jumlah keturunannya (anak): 12 anak

Tempat wafat: Al-Khalil (Hebron)

Sebutan kaumnya: Bangsa Kan'an

di Al-Quran namanya disebutkan sebanyak 18 kali

Yakub (atau Ya'aqub atau Yaqub atau Ya'akov atau Yaqov atau Ya'qub atau Yaiqob), disebut juga dengan nama Israel (atau Israil atau Yisrael) adalah leluhur bangsa Israel.

1.      Dakwah Nabi Yakub

Ya'qub hijrah dari negeri Kan'an menuju Faddan Aram atau Padan-Aram (Harran), sebelah utara Irak, ke tempat paman dari jalur ibunya, Laban. Ya'qub tinggal di Harran cukup lama. Beliau lantas menikahi sepupunya, Putri Laban. Kemudian beliau kembali kepada keluarganya (di Kan'an atau Kana'an) setelah Allah menganugerahinya sepuluh putra dari sepupunya dan istrinya yang lain.

Setelah Ya'qub kembali ke negeri Kan'an (Yabus). Allah menganugerahinya lagi dua putra, Yaitu Yusuf dan Bunyamin. Dengan demikian, jumlah putranya menjadi dua belas orang. Di tempat itulah dia menyempurnakan risalah ayahnya, Ishaq dan kakeknya Ibrahim, untuk menyeru pada ajaran Allah.

Ketika Allah menganugerahi Yusuf gelar kenabian dan jabatan Menteri Keuangan pada masa Hesos, Ya'qub dan anak-anaknya berangkat menemui Yusuf di Mesir. Sementara itu, Yusuf telah memaafkan perbuatan saudara-saudaranya dahulu, seperti yang disebutkan dalam surah Yusuf. Dengan demikian, bangsa Israil memasuki Mesir dan menetap disana untuk beberapa waktu. Pada sat itulah nabi Ya'qub wafat, dan tubuhnya sempat dipertahankan, kemudian dipindahkan ke Palestina dan dimakamkan disana, sesuai dengan permintaannya. Beliau dimakamkan di Gua al-Makfilah, di kota Hebron (al-Khalil). Wasiat Nabi Ya'qub Kepada Anaknya yang Termaktub dalam Al-Qur'an.

"Apakah kalian menjadi saksi saat maut akan menjemput Ya'qub, ketika dia berkata kepada anak-anaknya, 'Apa yang kalian sembah sepeninggalku?' Mereka menjawab, 'Kami akan menyembah Rabbmu dan Rabb nenek moyangmu, yaitu Ibrahim, Ismail, dan Ishaq, (yaitu) Rabb Yang Maha Esa, dan kami (hanya) berserah diri kepada-Nya," (QS. Al-Baqarah [2]: 133).

Dalam dakwah beliau, beliau selalu menekankan dakwah terhadap keluarganya, seperti bahwasanya terhadap anka-anaknya. Beliau sungguh menekankan aqidah seperti yang terdapat dalam surah Al-Baqarah ayat 133. Dalam hubungan beliau dengan anaknya pun sangat memperhatikan, seperti halnya mengenai mimpi Yusuf yang tak boleh diberitahukan kepada saudaranya, karena takut akan saudaranya yang akan melakukan hal yang tidak baik, karena Ya’qub sendiri sudah tahu arti mimpi tersebut.

2.      Kisah Nabi Ya'qub

Nabi Ya'qub adalah putera dari Nabi Ishaq bin Ibrahim sedang ibunya adalah anak saudara dari Nabi Ibrahim, bernama Rifqah binti A'zar. Ishaq mempunyai anak kembar, satu Ya'qub dan satu lagi bernama Ishu. Antara kedua saudara kembar ini tidak terdapat suasana rukun dan damai serta tidak ada menaruh kasih-sayang satu terhadap yang lain bahkan Ishu mendendam terhadap Ya'qub saudara kembarnya yang memang dimanjakan dan lebih disayangi serta dicintai oleh ibunya. Hubungan mereka yang renggang dan tidak akrab itu makin buruk dan tegang setelah diketahui oleh Ishu bahwa Ya'qublah yang diajukan oleh ibunya ketika ayahnya minta kedatangan anak-anaknya untuk diberkahi dan didoakan, sedangkan dia tidak diberitahu dan karenanya tidak mendapat kesempatan seperti Ya'qub memperoleh berkah dan doa ayahnya, Nabi Ishaq.

Melihat sikap saudaranya yang bersikap kaku dan dingin dan mendengar kata-kata sindirannya yang timbul dari rasa dengki, bahkan ia selalu diancam. Maka, datanglah Ya'qub kepada ayahnya mengadukan sikap permusuhan itu. Ya'qub berkata mengeluh : "Wahai ayahku! Tolonglah berikan pikiran kepadaku, bagaimana harus aku menghadapi saudaraku Ishu yang membenciku mendendam dengki kepadaku dan selalu menyindirku dengan kata-kata yang menyakitkan hatiku, sehingga hubungan persaudaraan kami berdua renggang dan tegang, tidak ada saling cinta mencintai dan saling sayang-menyayangi. Dia marah karena ayah memberkati dan mendoakan aku agar aku memperolehi keturunan soleh, rezeki yang mudah dan kehidupan yang makmur serta kemewahan . Dia menyombongkan diri dengan kedua orang isterinya dari suku Kana'an dan mengancam bahwa anak-anaknya dari kedua isteri itu akan menjadi saingan berat bagi anak-anakku kelak dalam pencarian dan penghidupan dan macam-macam ancaman lain yang menyesakkan hatiku. Tolonglah ayah berikan aku pikiran bagaimana aku dapat mengatasi masalah ini serta mengatasinya dengan cara kekeluargaan.

Berkata Nabi Ishaq yang memang sudah merasa kesal hati melihat hubungan kedua puteranya yang makin hari makin meruncing: "Wahai anakku, karena umurku yang sudah lanjut aku tidak dapat menengahi kamu berdua. Ubanku sudah menutupi seluruh kepalaku, raut mukaku sudah berkerut dan aku sudah berada di ambang pintu perpisahan dari kamu dan meninggalkan dunia yang fana ini. Aku khawatir bila aku sudah menutup usia, gangguan saudaramu Ishu kepadamu akan makin meningkat dan ia secara terbuka akan memusuhimu, berusaha mencari kecelakaan mu dan kebinasaanmu. Ia dalam usahanya memusuhimu akan mendapat sokongan dan pertolongan dan saudara-saudara iparnya yang berpengaruh dan berwibawa di negeri ini. Maka jalan yang terbaik bagimu, menurut pikiranku, engkau harus pergi meninggalkan negeri ini dan berhijrah ke Fadan A'raam di daerah Irak, di mana bapak saudaramu yaitu saudara ibumu, Laban bin Batu'il. Engkau dapat dikawinkan kepada salah seorang puterinya. Oleh yang demikian, menjadi kuatlah kedudukan sosialmu, agar disegani dan dihormati orang karena kedudukan mertuamu yang menonjol di mata masyarkat. Pergilah engkau ke sana dengan iringan doa dariku. Semoga Allah memberkati perjalananmu, memberi rezeki murah dan mudah serta kehidupan yang tenang dan tenteram.

Nasihat dan anjuran si ayah mendapat tempat dalam hati Ya'qub. Melihat dalam anjuran ayahnya jalan keluar yang dikehendaki dari krisis hubungan persaudaraan antaranya dan Ishu, dengan mengikuti saran itu, dia akan dapat bertemu dengan bapak saudaranya dan anggota-anggota keluarganya dari pihak ibunya. Ya'qub segera berkemas-kemas dan membungkus barang-barang yang diperlukan dalam perjalanan dan dengan hati yang sedih dia meminta restu kepada ayahnya dan ibunya ketika akan meninggalkan rumah.

3.      Nabi Ya'qub Tiba di Iraq

Dengan melalui jalan pasir dan Sahara yang luas dengan panas mataharinya yang terik dan angin samumnya {panas} yang membakar kulit, Ya'qub meneruskan perjalanan seorang diri, menuju ke Fadan A'ram dimana bapak saudaranya Laban tinggal. Dalam perjalanan yang jauh itu, ia sesekali berhenti beristirahat bila merasa letih. Dan dalam salah satu tempat perhentiannya, lalu tertidurlah Ya'qub di bawah sebuah batu karang yang besar. Dalam tidurnya yang nyenyak, ia mendapat mimpi bahwa ia dikurniakan rezeki yang luas, penghidupan yang aman damai, keluarga dan anak cucu yang soleh dan bakti serta kerajaan yang besar dan makmur. Terbangunlah Ya'qub dari tidurnya, mengusapkan matanya menoleh ke kanan dan ke kiri dan sadarlah ia bahwa apa yang dilihatnya hanyalah sebuah mimpi namun ia percaya bahwa mimpinya itu akan menjadi kenyataan di kemudian hari sesuai dengan doa ayahnya yang masih tetap mendengung di telinganya.

Akhirnya, Ya'qub sampai di kota Fadan A'ram. Sesampainya di salah satu persimpangan jalan, dia berhenti sebentar bertanya ke salah seorang penduduk di mana letaknya rumah saudara ibunya Laban barada. Laban seorang kaya-raya, pemilik dari suatu perusahaan perternakan yang terbesar di kota itu tidak sukar bagi seseorang untuk menemukan alamatnya. Penduduk yang ditanyanya itu segera menunjuk ke arah seorang gadis cantik yang sedang menggembala kambing seraya berkata kepada Ya'qub: "Kebetulan sekali, itulah dia anak perempuan Laban, Rahil, yang akan dapat membawa kamu ke rumah ayahnya".

Dengan hati yang berdebar, pergilah Ya'qub menghampiri seorang gadis ayu dan cantik itu, lalu dengan suara yang terputus-putus seakan-akan ada sesuatu yang mengikat lidahnya, Ya'qub mengenalkan diri, bahwa ia adalah saudara sepupunya sendiri. Rifqah ibunya, saudara kandung dari ayah si gadis itu, Laban. Diterangkan lagi kepada Rahil, tujuannya datang ke Fadam A'raam dari Kan'aan. Mendengar kata-kata Ya'qub yang bertujuan hendak menemui ayahnya, Laban, dan untuk menyampaikan pesana Ishaq. Maka, dengan senang hati, Rahil (anak gadis Laban) mempersilakan Ya'qub mengikutinya balik ke rumah untuk menemui ayahnya, Laban.

Setelah berjumpa, Laban bin Batu'il, menyediakan tempat dan bilik khas untuk anak saudaranya itu, Ya'qub, yang tiada bedanya dengan tempat-tempat anak kandungnya sendiri, dengan senang hati Ya'qub tinggal di rumah Laban seperti rumah sendiri.

Ya'qub tinggal di Harran cukup lama. Beliau lantas menikahi sepupunya, Putri Laban. Kemudian beliau kembali kepada keluarganya (di Kan'an atau Kana'an) setelah Allah menganugerahinya sepuluh putra dari sepupunya dan istrinya yang lain. Setelah Ya'qub kembali ke negeri Kan'an (Yabus). Allah menganugerahinya lagi dua putra, Yaitu Yusuf dan Bunyamin. Dengan demikian, jumlah putranya menjadi dua belas orang. Di tempat itulah dia menyempurnakan risalah ayahnya, Ishaq, dan kakeknya, Ibrahim, untuk menyeru pada ajaran Allah.

Ketika Allah menganugerahi Yusuf gelar kenabian dan jabatan Menteri Keuangan pada masa Hesos, Ya'qub dan anak-anaknya berangkat menemui Yusuf di Mesir. Sementara itu, Yusuf telah memaafkan perbuatan saudara-saudaranya dahulu, seperti yang disebutkan dalam surah Yusuf. Dengan demikian, bangsa Israil memasuki Mesir dan menetap disana untuk beberapa waktu. Pada saat itulah nabi Ya'qub wafat, dan tubuhnya sempat dipertahankan, kemudian dipindahkan ke Palestina dan dimakamkan disana, sesuai dengan permintaannya. Beliau dimakamkan di Gua al-Makfilah, di kota Hebron (al-Khalil).

4.      Mukjizat Nabi Ya’qub As

Mukjizat beliau yaitu ketika mengambil potongan dahan pohon lauz (badam) yang masih basah dan berwarna putih, lalu mengupas kulitnya dengan warna hitam bercampur putih dan menaruhnya ditempat minumnya, supaya dengan demikian itu kambing itu melihatnya dan merasa takut karenanya sehingga anak yang berada di perutnya bergerak-gerak , lalu warna anaknya itu berwarna seperti warna dahan kayu tersebut. Dan demikian itu merupakan sesuatu yang diluar kebiasaan dan termasuk mukjizat. Akhirnya Ya’qub mempunyai kambing yang sangat banyak dan hewan-hewan lainnya. Kemampuan dan keahlian beliau dalam peternakan tidak sewajarnya dilakukan oleh orang banyak, beliau mampu menghasilkan anak kambing dalam jumlah yang banyak serta berwarna tersebut.

Dalam tradisi Yahudi dan Kristen Yakub adalah tokoh yang kontroversial. Namanya sendiri, Yakub dalam bahasa Ibrani berarti cerdik. Tidak mengherankan apabila tingkah-lakunya penuh dengan muslihat. Kitab Kejadian melukiskan bahwa bahkan sejak di dalam kandungan ibunya, Yakub telah berseteru dengan Esau, kembarnya yang sulung.  Setelah semakin besar, Yakub dan Esau memperlihatkan pribadi yang bertolak belakang pula. Yakub lebih suka tinggal di kemah bersama orang tuanya, sementara Esau lebih suka berburu. Yakub menjadi anak kesayangan ibunya, Ribka, sementara Esau disayangi ayahnya, Ishak.

Pada suatu hari, ketika Esau pulang berburu dan merasa sangat lelah dan lapar, ia mencium bau masakan yang sangat lezat yang dimasak oleh Yakub. Ia ingin mencicipi sedikit saja masakan itu, namun Yakub menolaknya. "Juallah dulu kepadaku hak kesulungan-mu," kata Yakub. Tanpa berpikir panjang, Esau menyetujuinya, bahkan dengan sumpah.

Kitab Kejadian tidak serta-merta mempersalahkan Yakub dalam hal ini, melainkan lebih menyalahkan Esau karena ia telah "memandang ringan hak kesulungan itu." Ketika Ishak semakin lanjut usianya, Yakub yang merasa belum yakin akan hak kesulungan yang telah dicurinya itu, kembali berulah dengan pertolongan ibunya. Ia mencuri berkat kesulungan Ishak dengan menyamar sebagai Esau (Kejadian 27). Akibatnya, Esau murka dan berniat membunuh Yakub. Karena itu Yakub melarikan diri ke rumah pamannya, Laban, di Padan-Aram, Mesopotamia.

Setelah mendapatkan keturunan dari Lea dan Rahel, khususnya setelah Yusuf lahir, Yakub berniat kembali ke kampung halamannya. Sebelum itu, Laban berjanji membayar Yakub untuk pekerjaannya. Yakub "hanya" meminta kambing-domba yang hitam, berbintik-bintik dan belang-belang sebagai upahnya (Kejadian 30:25-43). Sementara Laban bebas mengambil semua kambing-domba yang putih. Pengalamannya sebagai penggembala telah mengajar Yakub tentang hukum keturunan (yang kelak dikenal sebagai hukum Mendel). Dengan demikian Yakub mendapatkan ternak yang bagus-bagus, sementara Laban mendapatkan yang kurang bagus.

Kesimpulannya, dalam hal ini tentu saling bertentangan dengan kisah Nabi Ya’qub menurut orang islam atau menurut kitab suci Al-Qur’an seperti yang sudah dijelaskan diawal mengenai kisah dan bagaimana dakwah Nabi Ya’qub. Dalam kisah yang dipaparkan di atas tidak ada yang namanya merebut kesulungan esau atau bahkan menipu laban pamannya.

B.     Ayat Mengenai Dakwah Nabi Ya’qub dan Tafsirannya

Tafsir Ibnu Katsir

وَوَهَبْناَ لَهُ اِسْحاَقَ وَيَعْقُوباَ ناَفِلَةً وَكُلاَ جَعَلْناَصاَلِحِيْن

 “Dan Kami telah memberikan kepadanya (Ibrahim) Ishaq dan Ya’qub, sebagai suatu anugrah dari kami. Dan masing-masing kami jadikan orang-orang yang saleh.”  (Al-Anbiyaa: 72)

وَوَهَبْناَ لَهُ اِسْحاَقَ وَيَعْقُوباَ ناَفِلَةً

“Dan Kami telah memberikan kepadanya (Ibrahim) Ishaq dan Ya’qub, sebagai suatu anugrah (dari kami). (Al-anbiya: 72)

Ata Mujahid, Atiyyah, Ibnu Abbas, Qatadah, dan Al-Hakam Ibnu Uyaynah mengatakan, bahwa Nafilah adalah cucu laki-laki. Yakni Ya’qub adalah anak Ishak.

فَبَشَّرْناَ هاَ بِاِسْحاَقَ وَمِنْ وَرَاءِاِسْحاَقَ يَعْقُوْبَ

“Maka kami sampaikan kepadanya berita gembira  tentang (kelahiran) Ishaq, dan dari Ishaq (akan lahir puteranya) Ya’qub. (QS. Hud 71)

Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan ingin meminta seorang putera. Untuk itu ia mengatakan seperti yang disebut dalam firman Allah SWT :

رَبَّ هَبْ لِيْ مٍنَ الصَلِحِيْنَ

“Ya Allah, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.” (QS. Ash-Shafat:100)

Maka Allah memberinya seorang putera bernama Ishaq, lalu Ya’qub, sebagai suatu anugerah dari-Nya.

وَكُلاَ جَعَلْناَصاَلِحِيْنَ

“Dan masing-masing kami jadikan orng-orang yang saleh.” (QS. Al-Anbiya’:72)

Yaitu semuanya menjadi orang yang baik lagi sholeh.

وَوَهَبْناَ لَهُ اِسْحاَقَ وَيَعْقُوبَ وَجَعَلْنَا فِيْ ذُرِّيَّتِهِ النُّبُوَّةَ وَالْكِتَبَ وَءاتَيْنَهُ اَجْرَهُ فِي الدُّنْياَ وإِنَهُ فِي اْلآخِرَةِ لَمِنَ الصَّلِحِنَ

Artinya:

“Dan kami anugerahkan kepada Ibrahim, Ishaq dan Ya’qub, dan Kami jadikan kenabian dan Alkitab pada keturunannya, dan Kami berikan kepadanya balasan di dunia, dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang yang shalih”.

Dalam firman Allah Ta’ala وَوَهَبْناَ لَهُ اِسْحاَقَ وَيَعْقُوبَ, “Dan kami anugerahkan kepaa Ibrahim, Ishaq dan Ya’qub,” yaitu tatkala dia berpisah dengan kaumnya, Allah memberikan dambaan hati dengan lahirnya seorang anak shalih yang menjadi Nabi dan diberinya dia cucu shalih yang menjadi Nabi pula si masa hidup kakeknya. Demikian Allah Ta’ala berfirman :

{ وَوَهَبْناَ لَهُ اِسْحاَقَ وَيَعْقُوباَ ناَفِلَةً} “Dan Kami telah memberikan kepadanya (Ibrahim), Ishaq dan Ya’qub, sebagai suatu anugerah daripada Kami”. (QS. Al-Anbiyaa’:72) , yaitu tambahan, di mana anak ini dianugerahkan seorang anak di masa keduanya hidup yang menjadi dambaanhati keduanya, Ya’qub menjadi anak Ishaq telah dinashkan oleh Al-Quran dan ditetapkan oleh sunnah Nabawiyyah. Allah Ta’ala berfirman:

أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَٰهَكَ وَإِلَٰهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَٰهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ

Adakah kamu hadir ketika Ya'qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: "Apa yang kamu sembah sepeninggalku?" Mereka menjawab: "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya". (QS. Al-Baqarah :133).

     Dan di dalam ash shabihain dijelaskan:

إِنَّ الْكَرِيْمَ ابْنِ الْكَرِيْمِ ابْنِ الْكَرِيْمِ يُوسُفُ بْنِ يَعْقُوبَ بْنِ إسْحاَ قَ بْنِ إِبْرَاهِيْمِ ععَلَيْهِمَ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ

Artinya:

“Sesungguhnya orang mulia anak orang yang mulia yaitu Yusuf bin Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim.

 Dan firman Allah : وَجَعَلْنَا فِيْ ذُرِّيَّتِهِ النُّبُوَّةَ وَالْكِتَبَ. Dan kami jadikan kenabian dan AlKitab pada keturunannya”. Ini adalah anugerah umur yang cukup besar disamping Allah telah menjadikan Khalil serta menjadikannya sebagai Imam seluruh manusia dengan dijadikannya kenabian dan alKitab pada keturunannya. Tidak ada satu Nabi pun setelah Ibrahim kecuali pasti dari keturunannya. Maka seluruh Nabi Bani Israel adaah keturunan Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim, hingga terakhir adalah ‘Isa bin Maryam. Dimana dia datang dari tokoh-tokoh mereka guna membawa kabar gembira tentang Nabi bebangsa Qurais dan Hasyimi, sebagai penutup para Rasul dan pemimpin anak Adam di dunia maupun di akhirat. Dia dipilih oleh Allah dari bangsa Arab Aribah keturunan Ismail bin Ibrahim. Dan tidak ada satu Nabi pun yang berasal dari keturunan Isma’il selain Muhammad. FirmanNya :

وَءاتَيْنَهُ اَجْرَهُ فِي الدُّنْياَ وإِنَهُ فِي اْلآخِرَةِ لَمِنَ الصَّلِحِنَ

“dan Kami berikan kepadanya balasan di dunia, dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang yang shalih”. Yaitu Allah menjelaskan tentang digabungkannya kebahagiaannya di dunia maupun di akhirat. Di dunia ria mendapatkan rizki yang luas dan indah, kediaman yaang tenteram, saluran air yang tawar, isteri yang baik lagi sholihah, pujian yang baik serta sebutan yang terhormat, serta seseorang yang mencintai dan loyal padanya. Sebagaimana Ibnu Abbas, Mujahid dan Qatadah dan lain-lain berkata: “Dengan tetap teguh dan taat kepada Allah dari seluruh segi”. Sebagaimana Firman Allah: { وَإِبْرَاهِيمَ الَّذِي وَفَّىٰ} “dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji” (QS. An-Najm:37). Yaitu, teguh dalam seluruh apa yang diperintahkanNya dan  sempurna dalam mentaati Rabbnya. Untuk itu Allah Ta’ala berfirman :

وَءاتَيْنَهُ اَجْرَهُ فِي الدُّنْياَ وإِنَهُ فِي اْلآخِرَةِ لَمِنَ الصَّلِحِنَ

“dan Kami berikan kepadanya balasan di dunia, dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang yang shalih”.

Tafsir Al-azhar

أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَٰهَكَ وَإِلَٰهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَٰهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ (133)

تِلْكَ أُمَّةٌ قَدْ خَلَتْ ۖ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَلَكُمْ مَا كَسَبْتُمْ ۖ وَلَا تُسْأَلُونَ عَمَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ(134)

أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي

"Atau apakah kamu menyaksikan, seketika telah dekat kepada Ya'qub kematian, tatkala dia berkata kepada anak­anaknya: Apakah yang akan kamu sembah sepeninggalku?"  (pangkal ayat 133).

Atau apakah kamu menyaksikan? Suatu pertanyaan yang bersifat pengingkaran. Pertanyaan yang dihadapkan kepada orang Yahudi ataupun Nasrani, yang mengatakan bahwa Ismail a.s. atau Ya'qub a.s. adalah pemeluk agama Yahudi, ataupun agama Nasrani. Datang pertanyaan seperti ini yang maksudnya boleh diartikan: Apakah kamu tahu benar apa wasiat Ya'qub a. s. kepada anak-anaknya tidak lain adalah menanyakan, “apakah atau siapakah yang akan kamu sembah, kalau aku telah meninggal dunia?” jelas apa bunyi jawaban daripada anak-anaknya itu. Di dalam ayat ini diterangkan :

قَالُوا نَعْبُدُ إِلَٰهَكَ وَإِلَٰهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَٰهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ

"Mereka menjawab : Kami akan rnenyembah Tuhan engkau dan Tuhan bapak-bapakmu Ibrahim dan Ismail dan Ishaq, yaitu Tuhan Yang Tunggal, dan kepadaNya lah kami akan menyerah diri. " (ujung ayat 133).

Di ujung ayat ini dijelaskanlah bahwa jawaban anak-anak Ya'qub a.s., tidak berubah sedikit juga pun dengan apa yang telah mereka pegang teguh selama ini, yaitu agama ayah mereka dan datuk nenek mereka, tidak ada Tuhan yang lain, melainkan Allah. Sesudah mengakui bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah, merekapun mengaku pula, bahwa tempat menyerahkan diri hanya Allah itu pula, tidak ada yang lain, dan itulah yang disebut di dalam bahasa Arab: ISLAM.

Sekarang datang pertanyaan kepada Ahlul-Kitab, terutama Yahudi, karena mereka yang banyak berdiam di Madinah seketika ayat turun, dan termasuk juga Nasrani, apakah mereka ada menyaksikan ada kata lain dan wasiat yang lain daripada Ya'qub a.s.? Atau adakah jawaban anak-anaknya, termasuk Nabi Yusuf a.s., yang mengatakan mereka akan bertuhan kepada yang selain Allah? Yaitu Tuhan Datuk mereka Ibrahim a. s. dan Nenek mereka Ismail a.s. dan Ishak a.s.? Atau dapatkah mereka mengemukakan sesuatu kesaksianpun yang menyatakan bahwa anak-anak Nabi Ya'qub a.s. itu menjawab bahwa mereka tidak akan menyerahkan diri kepada Allah ?

Dapatkah mereka mengemukakan suatu kesaksian bahwa Ya'qub a.s. meninggalkan suatu wasiat, bahwa jika dia telah meninggal dunia, hendaklah mereka menukar agama mereka menjadi Yahudi? Atau agama Nasrani? Atau ada mereka menjawab wasiat ayah mereka bahwa mereka hendak menukar agama sepeninggal beliau, tidak lagi berserah diri (Islam) kepada Allah, tetapi membuat satu kelompok yang bernama Yahudi, ataupun Nasrani?

Baik dari segi akal budi, mereka tidak akan dapat mengemukakan kesaksian yang demikian. Tidak mungkin menurut akal bahwa mereka tidak akan mengakui keesaan Allah, dan tidak pula mungkin menukar penyerahan diri ajaran Ibrahim a.s., Ismail a.s. dan Ishak a.s. dan Ya'qub a.s. dengan ajaran lain.

Di dalam Kitab Perjanjian Lama, yaitu Kitab Kejadian, Pasal 48 dan 49 memang ada tertulis panjang lebar wasiat-wasiat Ya'qub a.s. kepada anak-anaknya ketika dia akan meninggalkan dunia. Di dalam Pasal-pasal itu memang tidak bertemu bunyi wasiat yang sejelas di dalam al-Qur'an ini, bahwa anak-anak Ya'qub a.s. berjanji tidak akan mengubah-ubah agama pusaka Ibrahim a.s. dan Ismail a.s. dan Ishak a.s.. Di Pasal 49 hanya bertemu wasiat-wasiat Ya'qub a.s. tentang kedudukan anak-anak, cucu dan keturunannya di belakang hari, disebutkan satu demi satu kedudukan mereka di dalam masyarakat, bahwa Yahudi akan begini, Benyamin akan begitu, Reubin akan demikian nasibnya, keturunan Yusufpun begitu.

Tetapi sungguhpun demikian apabila kita baca sejak timbulnya Nabi Ibrahim a.s. (dahulunya Abraham) dalam Kitab Kejadian Pasal 12, sampai lahir anaknya yang tertua Ismail a.s. dan anak yang kedua Ishak a.s., dan kehidupan kedua anak itu, disambung lagi oleh kehidupan Ya'qub a.s. dan Yusuf a.s., tidak lain daripada agama datuk mereka Ibrahim a. s.. Maka kalau di dalam ayat-ayat Kitab yang terdahulu itu, sebab aslinya tidak ada lagi, tidak begitu jelas dasar agama Ibrahim itu, datanglah al-Qur'an menjelaskan bahwa agama itu Islam namanya, yaitu penyerahan diri. Dan Tujuan itu ialah Allah yang tiada bersekutu dengan yang lain.

Di dalam Surat Hud (Surat 11 ayat 71 ), ada dikisahkan seketika beberapa Malaikat datang membawa kabar yang menggembirakan kepada Ibrahim a.s. dan isterinya Sarah yang mandul, bahwa mereka akan diberi putera, yaitu Ishak a.s.. Dan dibelakang Ishak a.s. itu akan diberi pula seorang lagi, yaitu Ya'qub a.s.. Maka beberapa Zending Kristen yang belum mendalami seluk beluk bahasa Arab mencoba menyalahkan al-Qur'an dan menyalahkan Nabi Muhammad s.a.w Sebab dia memaharnkan kata-kata Min wara-i Berarti di belakang Ishak ialah Ya'qub, artinya ialah Sarah akan beranak lagi sesudah Ishak, ialah Ya'qub. Padahal maksud ayat ialah menerangkan bahwa kelak Ishak. itu akan berputera Ya'qub sebagai turunan dari Ibrahim, akan menurunkan putera-putera yang banyak, sehingga keturunan Ibrahim akan banyak meriap laksana pasir di pantai, dari keturunan Ya'qub itu.

Maka ayat 133 Surat al-Baqarah ini memberikan keterangan lebih jelas lagi, dari penjawaban anak-anak Ya'qub a.s. yang berbunyi : "Tuhan bapak-bapakmu Ibrahim dan Ismail dan Ishak." Disini jelaslah bahwa Ishak a.s. saudara tua dari Ya'qub a.s., melainkan bapaknya. Sebagai juga Ismail a.s. dan Ibrahim a.s. adalah bapak­-bapaknya juga. Kalau di dalam ayat ini Ismail a.s. disebutkan bapaknya pula, sama sajalah dia dengan kebiasaan bahasa Melayu (Indonesia) sendiri yang menyebutkan paman (saudara ayah) sebagai bapak juga. Saudara ayah yang sulung disebut orang bapak tua (pak tua) dan saudara ayah yang bungsu disebut orang bapak kecil (pak Cik atau pak bungsu). Dan Ibrahim disebutnya juga bapaknya, sesuai dengan bahasa Inggris menyebutkan nenek Grandfather, atau bahasa Belanda Grootvader.

Dan lagi dalam bahasa Arab, sejak dari ayah kandung, lalu kepada nenek, lalu kepada datuk-nenek yang di atas disebut bapak-bapak.

 تِلْكَ أُمَّةٌ قَدْ خَلَتْ


"Mereka itu adalah umat yang telah lampau." (pangkal ayat 134).

Setelah ayat-ayat yang diatas menguraikan panjang lebar dari hal Nabi Ibrahim a.s., Nabi Ismail a.s. dan Nabi Ishak a.s. dan menurunkan Bani Israil, menjadi kebanggaanlah pada umat keturunan mereka yang mendengar ayat-ayat ini, apabila nenek-moyang rnereka diperkatakan. Memang nama-nama yang mulia itu telah meninggalkan bekas sejarah yang baik, tetapi mereka sekarang sudah tak ada lagi. Memang keturunan Ibrahim, dari Bani Ismail dan Bani Israil adalah pendukung ajaran Ketuhanan yang murni, yaitu pengakuan atas keesaan Tuhan, tetapi hanya tinggal riwayat:

لَهَا مَا كَسَبَتْ


"Mereka akan beroleh apa yang telah mereka usahakan. "

Artinya, bahwasanya segala usaha mereka, perjuangan mereka, suka dan duka mereka di dalarn menegakkan kepercayaan kepada Allah Yang Maha Esa, yang tidak bersekutu yang lain dengan Dia, tidaklah lepas dari tilikan Tuhan Allah:

وَلَكُمْ مَا كَسَبْتُمْ

"Dan kamupun akan beroleh (pula) hasil dari apa yang kamu usahakan. "

Artinya tidaklah kamu yang datang di belakang ini akan mendapat pahala dari hasil usaha umat yang telah lampau itu. Tidak pada tempatnya kamu membanggakan hasil usaha umat yang telah lampau itu, yang telah istirahat di alam kubur, sedang kamu tidak berusaha melanjutkannya. Kamu baru akan mendapat pahala, kalau kamu membuat usaha sendiri pula:

وَلَا تُسْأَلُونَ عَمَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ

"Dan tidaklah kamu akan diperiksa dari hal apa yang telah mereka kerjakan."(ujung ayat 134).

Salah atau benar hasil usaha orang yang telah terdahulu itu tidaklah ada sangkut-pautnya dengan kamu yang datang di belakang, barulah mendapat pahala pula kalau kamu menghasilkan pekerjaan yang baik. Dan kalau sisa peninggalan dari orang yang terdahulu itu salah, tidak perlu kamu cela dan nista, sebab yang berdosa bukanlah kamu, melainkan mereka sendiri. Kalau kamu pandang perbuatan mereka itu salah, jauhilah kesalahan semacam itu dan jangan sampai terulang lagi. Karena kalau kamu ulang lagi, kamu pula yang akan berdosa karena salahmu. Karena pentingnya peringatan ayat ini, kelak akan diperingatkan lagi, dalam kata yang serupa, pada ayat 141.

Tafsir Ibnu Katsir

أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَٰهَكَ وَإِلَٰهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَٰهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ (133)

تِلْكَ أُمَّةٌ قَدْ خَلَتْ ۖ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَلَكُمْ مَا كَسَبْتُمْ ۖ وَلَا تُسْأَلُونَ عَمَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ(134)

            Artinya :

“Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan tanda-tanda maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya, “Apakah yang kamu sembah sepeninggalanku?”, kemudian mereka menjawab, “Kami akan menyembah Rabb-mu dan Rabb nenek moyangmu yaitu Ibrahim, Ismail dan Ishaq (yaitu) Rabb yang Mahaesa dan kami hanya tunduk kepadanya.” (QS. 2:133) Itu adalah umat yang lalu; baginya apa yang telah diusahakannya dan bagimu apa yang sudah kamu usahakan, dan kamu tidak akan dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang telah mereka kerjakan. (QS. 2:134)

Allah SWT berfirman sebagai hujjah atas orang-orang musyrik Arab dari anak keturunan Ismail dan juga atas orang-orang kafir dari keturunan Israil, yaitu Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim a.s, bahwa ketika kematian menjemputnya, Ya’qub berwasiat kepada anak-anaknya supaya beribadah kepada Allah semata, yang tiada sekutu bagiNya. Ya’qub berkata :

 (مَا تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَٰهَكَ وَإِلَٰهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ) Apa yang kamu sembah sepeninggalanku?”, kemudian mereka menjawab, “Kami akan menyembah Rabb-mu dan Rabb nenk moyangmu yaitu Ibrahim, Ismail dan Ishaq. Hal ini termasuk bab taghlib (penyamarataan), karena sebenarnya Ismail adalah paman Ya’qub.

An-Nahhas mengatakan : Masyarakat Arab biasa menyebut paman dengan sebutan ayah”. Seperti yang dinukilkan oleh al-Qurthubi.

Ayat ini juga dijadikan dalil oleh orang-orang yang menjadikan kedudukan kakek sebagaimana kedudukan ayah sehingga keberadaannya menghalangi (menutupi) saudara-saudara dalam memperoleh harta warisan. Sebagaimana hal ini merupakan pendapat Abu Bakar ash-Shiddiq, yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, dari jalan Ibnu Abbas dan Ibnu Zubair. Kemudian Bukhari mengatakan, “Dan tidak ada yang menyelisihi pendapat itu. Dan itu pula yng menjadi pendapat Asiyah, Ummul mukmini.”

Hal itu juga dikemukakan pleh Hasan al-Bashri, Thawus, dan Atha’ juga merupakan pendapat Abu Hanifah serta beberapa ulama shalaf dan khalaf. Sedangkan Malik, Syafi’i, dan Ahmad, mengatakan bahwa bapak berbagi dengan para saudara dalam warisan. Pendapat ini diriwayatkan pula dari Umar bin Khaththab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas’ud, Zaid bi Tsabit, dan sekelompok ulama salaf dan khalaf, serta menjadi piliha dua sahabat Abu Hanifah yaitu al-Qardhi Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan. Dan untuk penetapan ini perlu ada pembahasan khusus.

Firman Allah (إِلَٰهًا وَاحِدًا) “(Yaitu) Allah yang Mahaesa” artinya, kami mengesakan dalam penghambaan kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apapun. (وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ) “Dan hanya kepadaNya-lah kami berserah diri.” Maksudnya, kami benar-benar taat dan tunduk, sebagaimana firman-nya :

 ( وَلَهُ أَسْلَمَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ) "padahal kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan." (QS. Al-Imran: 83)

Islam adalah agama seluruh nabi, meskipun syari’at berbeda dan manhaj merekapun berlainan. Firman Allah Ta’ala: (وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ) “Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku". (QS. Al-Anbiyaa’:25).

Cukup banyak ayat-ayat Al-Quran dan juga hadits-hadits Rasululah SAW Yang membahas masalah ini diantaranya sabda beliau:

 (نَحْنُ مَعْشَرُ اْلأَنْبِياَ ءِ أَوْلاَدُ عَلاَّتٍ دِيْنُناَ وَاحِد)

“Kami para Nabi adalah anak-anak yang berlainan Ibu, sedang agama kami adalah satu” (HR. Bukhari, Muslim dan Abu Dawud).

Firman Allah Ta’ala (تِلْكَ أُمَّةٌ قَدْ خَلَتْ) “Itu adalah umatku yang telah lalu.” Artinya telah lewat (لَهَا مَا كَسَبَتْ وَلَكُمْ مَا كَسَبْتُمْ) “Baginya apa yang telah diusahakannya dan bagi kamu apa yang telah kamu usahakan.” Maksudnya, sesungguhnya pengakuan kalian sebagaianak keturunan umat yang telah terdahulu yaitu para Nabi dan orang-orang shalih tidak akan memberi manfaat jika kalian tidak berbuat kebakan yang menguntungkan diri kalian sendiri, karena amal perbuatan mereka itu untuk diri mereka sendiri dan amal perbuatan kalian untuk diri kalian sendiri. (وَلَا تُسْأَلُونَ عَمَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ) “Dan kamu tidak akan diminta pertanggung jawaban mengenai apa yang telah mereka kerjakan.”

Mengenai firman Allah Ta’ala (تِلْكَ أُمَّةٌ قَدْ خَلَتْ) “Itu adalah umatku yang telah lalu.” Abu al-Aliyah, Rabi’ bin Anas, dan Qatadah mengatakan, “Yakni Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya’qub, dan ana cucunya” Oleh karena itu dalam sebuah atsar disebutkan:

مَنْ أَبْطَأَ بِهِ عَمضلُهُ لَمْ يُسْرَعْ بِهِ نَسَبُهُ

“Barangsiapa yang lambat dalam beramal, maka tidak dapat dipercepat oleh nasab keturunannya”

C.    Kontekstualisasi Zaman Sekarang

Nabi Ya’qub yang memilki dua belas anak yang saling ada perbedaan di antaranya tersebut sangat luar biasa dalam pendidikan aqidah terhadap kedua belas anaknya. Yang sampai akhir hayatnya tersebut beliau masih saja menyampaikan dan berpesan mengenai aqidah anaknya itu nanti. Dalam hal ini dapat kita simpulkan bahwa perbuatan beliau dapat kita ambil ibrah darinya, yaitu bagaimana orang tua zaman sekarang dalam menanamkan aqidah islami terhadap anaknya. Yang dapat kita simpulkan dari beberapa poin dalam peran orang tua terhadap pembangunan aqidah anaknya, yaitu sebagai berikut:

1.      Menanamkan Aqidah pada Anak Sejak Dini

Dengan Mewarnai kalbu mereka yang masih putih seputih kertas tanpa ada goresan sedikitpun sebelumnya, sangat baik untuk mengenalkan aqidah mereka.  Sehingga di saat mereka beranjak dewasa, kita akan menuai hasilnya. Orangtua mana yang tak kan bangga melihat anak-anaknya tumbuh menjadi manusia yang tangguh, beriman dan berilmu Diin yang mantap serta siap menghambakan dirinya untuk Allah semata dan siap berjuang untuk menegakkan Kalimat-Nya, berjihad fi sabiilillah. Tidak ada yang ditakuti kecuali hanya kepada, dan karena Allah semata.

Anak ketika baru lahir berada dalam keadaan tidak berdaya dan dalam keadaan fitrah dengan potensi-potensi untuk bertumbuh dan berkembang. Hal ini mengundang bantuan dan pengaruh orang tua untuk mengarahkan dan memanfaatkannya sesuai dengan perkembangan dan kesiapan anak untuk menerimanya berlandaskan nilai-nilai dan norma-norma Islam.

2.      Orang tua sebagai teladan bagi anak-anaknya.

Orang tua dalam mendidik anak-anaknya tidak cukup hanya dengan nasehat-nasehat, dalam arti memberikan pengetahuan tentang nilai dan sikap yang baik saja, akan tetapi harus dimulai dengan mendidik diri sendiri, yaitu dengan memberi contoh terlebih dahulu kepada anak-anaknya. Sikap dan perilaku terpuji orang tua terhadap anaknya mencerminkan ia mempunyai kepribadian luhur yang akan dijadikan contoh ideal bagi perilaku pribadinya sehari-hari.

3.      Kewibawaan orang tua sebagai pendidik anaknya dirumah.

Orang tua yang memiliki kewibawaan adalah orang tua yang mengetahui norma dan perilaku yang baik serta berusaha hidup sesuai dengan nilai dan norma yang diyakini, sehingga anak dapat mengidentifikasikan dirinya dengan pribadi orang tuanya. Tingkat kewibawaan orang tua terhadap anak-anaknya sebanding dengan tingkat realisasi nilai dan norma dalam pribadinya.

4.      Orang tua adalah pendidik yang bertanggung jawab atas pendidikan anak-anaknya.

Syariat Islam telah menjadikan orang tua bertanggung jawab atas kelangsungan hidup anak dengan dasar bahwa anak adalah amanah Tuhan untuk dipelihara dan akan dipertanggungjawabkan dihadapan Tuhan kelak.

5.      Hubungan dan suasana kekeluargaan yang memberikan rasa aman dan cinta kasih kepada anak.

Suasana rumah tangga yang baik ditandai oleh hubungan dan suasana kekeluargaan yang harmonis, sehingga setiap anggotanya merasakan aman dan tentram yang diliputi oleh rasa cinta kasih sayang. Seperti yang dikatakan oleh Prof. Dr. Musthafa Fahmi : “Kebutuhan akan kasih sayang adalah kebutuhan yang ingin dipenuhi oleh anak, si anak memerlukan suatu perasaan bahwa ada kasih sayang yang memberikan kehangatan baginya.” (Prof. Dr.Mushafa Fahmi,1974 : 56).

Perasaan aman dalam jiwa meliputi tiga syarat pokok, yaitu : kasih sayang, penerimaan, dan kestabilan. Perasaan anak bahwa ia disayangi orang tuanya adalah sangat penting bagi pertumbuhannya, baik dari segi emosi, biologi maupun mental anak.

Kasih sayang tidak dapat berperan baik dalam membuat anak merasa aman, kecuali apabila anak merasa bahwa dirinya diterima dalam keluarga, ia mendapat tempat dalam keluarga dan anak merasa orang tuanya telah berkorban untuk kebahagiaannya. Adapun kestabilan keluaraga juga sangat penting bagi pencapaian rasa aman anak. Semakin harmonis hubungan antar anggota keluarga maka pertumbuhan anak akan semakin stabil pula. Dan sebaliknya apabila lingkungan keluarga itu goncang, tidak ada kesesuaian, miskin dari nilai-nilai moral, maka pertumbuhan anak terhambat, jiwanya goncang dan tidak stabil.


BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Dari pembahasan diatas telah disebutkan bahwasanya Nabi Ya’qub merupakan keturunan dari Nabi Ibrahim yang merupakan dikenal dengan bapak kaum yahudi, karena pada keduabelas turunan Nabi Ya’qub tersebut selanjutnya menjadi imam para kaum keturunannya. Dalam dakwahnya beliau selalu menekankan aspek aqidah terhadap anaknya, seperti yang terdapat dalam al-Baqarah ayat 133.

B.     Saran

Dari materi yang telah kita uraikan diatas, kita sebagai umat Islam tentunya harus senantiasa berbuat baik terhadap sesama manusia. Seperti halnya dalam keluarga yang dapat kita ambil ibrah dari dakwahnya Nabi Ya’qub, menjalin ukhuwah terhadap sesama manusia, terutama dalam hubungan di keluarga. Terutama penanaman aqidah.

Dalam penulisan makalah ini kami menyadari akan banyaknya kekurangan yang ada dalam makalah kami ini, maka untuk dari itu kami memohon saran dan kritik yang baik untuk perbaikan makalah kami ini.


DAFTAR PUSTAKA

PERTANYAAN

1.      NOTO NAGORO SABDO GUSTI

a.       Bagaimana Dakwah Nabi Ya’qub AS?

b.      Bagaimana mukjizat Nabi Ya’qub?

c.       Bagaimana Kontekstualisasi dakwah Nabi Ya’qub terhadap zaman sekarang?

d.      Bagaimana dan Kenapa Esau dan Ya’qub tidak akur?