Siapa Wali Songo yang menyebarkan Islam dengan wayang?

Sunan Ampel tak ingin ajaran Islam tercampur dengan budaya dan tradisi.

KURUSETRA -- Salam Sedulur... Sunan Kalijaga (Raden Mas Said) adalah salah satu ulama yang berdakwah lewat pendekatan tradisi dan budaya. Dalam menyebarkan Islam, salah satu murid Sunan Bonang ini menciptakan tembang dan karya-karya seni lainnya, termasuk wayang kulit yang menjadi benda seni paling populer.

Sunan Kalijaga menggunakan wayang kulit sebagai sarana dakwah kepada masyarakat untuk mempelajari Islam. Namun, bukan sekadar menciptakan, Sunan Kalijaga amat mahir mendalang. Di pertunjukan wayang, Sunan Kalijaga menjadi dalang untuk menyampaikan ajaran-ajaran Islam kepada masyarakat. Ia juga memiliki beberapa julukan, yakni Ki Dalang Sida Brangti, Ki Dalang Bengkok, Ki Dalang Kumendung, atau Ki Unehan.

BACA JUGA: Gus Baha: Sunan Giri Sebut Wayang Haram, Sunan Kudus Bilang Digepengkan Biar Halal

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Dalam mendalang, ia tidak meminta bayaran. Namun, Sunan Kalijaga hanya meminta para rakyat yang ingin menonton pertunjukan wayang perlu membeli tiket dengan menyebut kalimosodo alias dua kalimat syahadat. Dengan begitu, orang-orang yang menyaksikan pertunjukan wayang Sunan Kalijaga sudah masuk Islam.

Kelihaian Sunan Kalijaga mendalang, berbaur, mampu membuat masyarakat mengenal Islam. Mereka lewat pelajaran dari cerita wayang Sunan Kalijaga juga mulai menjalankan syariat Islam.

Lakon wayang yang mengambil cerita Hindu-Buddha, diubah Sunan Kalijaga menjadi bernafaskan Islam. Sunan Kalijaga memodifikasi lakon wayang dari naskah kuno menjadi lakon Dewa Ruci, Layang Kalimasada, Lakon Petruk Jadi Raja.

BACA JUGA: Raden Fatah di Balik Wayang Hanya Bermata Satu dan Tradisi Sekatenan

Demi menghilangkan cerita kesyirikan dengan menduakan Allah, Sunan Kalijaga menambahkan karakter-karakter baru dalam pewayangan. Seperti Punakawan yang terdiri atas Semar, Bagong, Petruk, dan Gareng. Kehadiran Punakawan ini melunturkan penghambaan kepada makhluk selain Allah, di mana di dalam cerita, para dewa akan bertanya dan meminta pendapat Punakawan manakala ada masalah. Padahal, Punakawan adalah manusia, sehingga kekuasaan dewa luntur lantaran harus meminta pendapat kepada manusia.

Tak hanya mahir memainkan wayang. Sunan Kalijaga juga menggubah tembang-tembang yang sarat dengan muatan keislaman, seperti Kidung Rumeksa ing Wengi, Ilir-ilir, dan lain sebagainya.

BACA JUGA: Cak Nun: Wayang Itu Syirik Kalau Jadi Penyebab Menduakan Tuhan

Fakta lain diungkap sejarawan Agus Sunyoto dalam buku Atlas Wali Songo (2012) yang menyebut Sunan Kalijaga adalah senimah sejati. Sebab, Sunan Kalijaga juga berkreasi sebagai seniman dan penari topeng, perancang pakaian, perajin alat-alat pertanian, hingga penasihat sultan dan kepala-kepala daerah di masa itu.

Disitat dari NU Online, Sunan Kalijaga menikahi Siti Zainab, adik Sunan Gunung Jati. Istrinya yang lain adalah Dewi Sarah, putri Maulana Ishak. Dari istri-istrinya itu, Sunan Kalijaga memperoleh beberapa anak, di antaranya adalah Watiswara atau Sunan Penggung dan Sunan Muria.

Kedua anaknya itu melanjutkan dakwah yang dirintis Sunan Kalijaga. Tidak ada catatan pasti yang menyebutkan kapan Sunan Kalijaga meninggal dunia.

Makamnya terletak di Desa Kadilangu, kira-kira berjarak 3 km dari Masjid Agung Demak. Namun demikian, model dakwah yang digagas oleh Sunan Kalijaga sempat mendapat pandangan yang berbeda dengan para wali lain.

BACA JUGA: Apa Kira-Kira Jawaban Gus Dur Soal Isu Wayang Haram?

Suatu ketika, dalam rapat dewan wali untuk membahas strategi dakwah Islam, Sunan Ampel yang kala itu menakhodai Wali Songo sempat tidak setuju menggunakan instrumen tradisi dan budaya masyarakat dalam menyebarkan Islam. (Choirul Anam, Pertumbuhan dan Perkembangan NU, 2010).

Kekhawatiran ini dipahami betul oleh Sunan Kalijaga, karena Sunan Ampel tidak ingin ajaran Islam terlalu bercampur dengan budaya dan tradisi masyarakat. Seketika itu pula Sunan Kalijaga memberikan argumentasinya bahwa Islam tidak akan tercampur dengan budaya dan tradisi, melainkan Islam akan memberikan ruh terhadap kebiasaan-kebiasaan masyarakat tersebut.

Islam 100 persen tetap pada ajarannya dan masyarakat pun tetap dapat menjalankan tradisinya, selama tradisi dan budaya masyarakat tersebut tidak merusak martabat kemanusiaan. Argumentasi Sunan Kalijaga akhirnya mendapat respon positif dewan wali sehingga agama Islam terus berkembang di tengah masyarakat.

TONTON VIDEO PILIHAN UNTUK ANDA:

.

Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Anda juga bisa berpartisipasi mengisi konten di KURUSETRA dengan mengirimkan tulisan, foto, infografis, atau pun video. Kirim tulisan Anda ke email kami: . Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.

Lihat Foto

Sunan Kalijaga

KOMPAS.com - Sunan Kalijaga adalah salah satu wali songo (sembilan wali) yang merupakan penyebar agama Islam di tanah Jawa. Tahukah kamu kisah mengenai Sunan Kalijaga? 

Raden Mas Syahid merupakan nama kecil Sunan Kalijaga yang lahir pada 1450 Masehi di Tuban, Jawa Timur. Ia merupakan putra seorang Bupati Tuban bernama Tumenggung Wilatikta.

Sunan Kalijaga adalah murid dari Sunan Bonang. Dalam menyebarkan agama Islam, cara pendekatan yang dilakukan Sunan Kalijaga dengan memakai sarana kesenian dan kebudayaan.

Sebelum menjadi penyebar agama Islam, Raden Mas Syahid saat remaja sering melakukan tindakan kekerasan, berkelahi, hingga merampok.

Baca juga: Peran Walisongo dalam Penyebaran Islam di Tanah Jawa

Dalam buku Sunan Kalijaga, Mistik dan Makrifat (2013), karya Achmad Chodjim, Raden Mas Syahid membongkar gudang kadipaten dengan mengambil bahan makanan, dan membagi-bagikannya kepada orang-orang yang memerlukannya dengan cara diam-diam.

Saat diintai oleh penjaga keamanan kadipaten, Raden Mas Syahid tertangkap basah. Kemudian dibawa dan dihadapkan kepada ayahnya Adipati Tumenggung Wilatikta.

Tindakan yang dilakukan Raden Mas Syahid membuat ayahnya malu dan mengusirnya.

Namun, Sunan Kalijaga tetap melakukan tindakan tersebut. Hasil dibagi-bagikan ke masyarakat miskin.

Bertemu Sunan Bonang

Saat berada di hutan Jatiwangi, Raden Mas Syahid bertemu dengan Sunan Bonang dibegal dan merampas tongkatnya.

Saat menjalankan aksinya, Sunan Bonang menasehati dan membuat Raden Mas Syahid sadar. Akhirnya sadar dan belajar dari Sunan Bonang. Ia pun kemudian menjadi murid Sunan Bonang dan menjadi salah satu wali yang menyebarkan Islam di pulau Jawa. 

Baca juga: Sunan Gresik, Wali Pertama Penyebar Islam di Tanah Jawa

Kebudayaan Demak masih dipengaruhi tradisi setempat pra-Islam. Wali Songo memakai pendekatan budaya untuk memudahkan Islam dapat diterima masyarakat. Tokoh Wali Songo yang menggunakan media wayang dalam penyebaran Islam adalah Sunan Kalijaga. Wayang digunakan Sunan Kalijaga untuk menyampaikan cerita wayang versi Islam seperti Jimat Kalimasada dan Dewa Ruci. Pandawa Lima juga dijadikan simbol dari Rukun Islam. Puntadewa sebagai syahadat, Bima sebagai shalat lima waktu, Arjuna sebagai zakat, serta Nakula dan Sadewa sebagai puasa Ramadhan dan Haji.



KONTAN.CO.ID - Jakarta. Wali Songo merupakan tokoh penting dalam penyebaran Islam khususnya di pulau Jawa di abad ke-14. Ada beragam warisan dari para wali mulai dari wayang hingga bangunan masjid yang dulunya dipakai sebagai media dakwah.  Bersumber dari Instagram Kemendikbud Ristek, Wali Songo berarti sembilan penyebar agama Islam di pulau Jawa. Nama dari masing-masing wali dikenal sesuai dengan nama tempat penyebaran agamanya.  Dalam menyebarkan ajaran Islam, Wali Songo menggunakan pendekatan kebudayaan serta profesionalitas dari para wali di bidangnya masing-masing. Gending (lagu instrumental Jawa), tradisi kebudayaan, hingga permainan, menjadi media Wali Songo untuk menyebarkan agama Islam kala itu.  Dengan menyisipkan unsur seni dan budaya dakwah yang disampaikan menjadi lebih menarik dan tidak membosankan. Hal ini juga mempermudah para wali karena dakwah menjadi lebih mudah dipahami dan dekat dengan rakyat Jawa. Mari simak daftar warisan kultural Wali Songo yang digunakan saat berdakwah di bawah ini dirangkum dari Instagram Kemendikbud Ristek Sunan Gresik merupakan wali pertama yang menyebarkan ajaran agama Islam di tanah Jawa. Beliau berdakwah menggunakan cara berdagang, memberikan pengobatan gratis, dan mengajarkan cara baru bercocok-tanam. Sunan Gresik juga merangkul masyarakat bawah yang disisihkan saat mengajarkan ajaran-ajaran Islam. Selain dakwah, Sunan Gresik juga mendirikan pondok pesantren dan Masjid Pesucinan di Leran, Gresik. Masjid tersebut diyakini sebagai masjid tertua yang ada di pulau Jawa. Baca Juga: Mahasiswa, begini cara dapat bantuan UKT hingga Rp 2,4 juta dari Kemendikbud Ristek Wali Songo yang selanjutnya adalah Sunan Ampel. Beliau berhasil mengembangkan dan mewariskan konsep pesantren yang digunakan hingga saat ini.  Agar bisa diterima dengan mudah oleh masyarakat pada masa tersebut, Sunan Ampel mendekatkan istilah Islam dengan bahasa setempat.  Contoh pendekatan bahasa Sunan Ampel diantaranya kata "sembahyang", "langgar", dan "santri". Cara dakwahnya dikenal dengan falsafah "Moh Limo" atau artinya tidak melakukan 5 hal tercela. Sunan Kudus menggunakan pendekatan budaya dengan mengganti sapi atau lembu dengan kerbau untuk disembelih. Cara ini merupakan cara Sunan Kudus untuk menghormati masyarakat Hindu yang menganggap sapi atau lembu sebagai hewan suci. Selain mengganti tradisi menyembelih sapi, Sunan Kudus juga menyesuaikan bangunan Masjid Menara Kudus dengan seni bangunan/arsitektur Hindu-Budha. Beliau juga membuat Tradisi Dandangan yang digelar setiap satu tahun sekali menjelang bulan Ramadhan.


Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA